Peraturan Pemerintah Nomor 36 TAHUN 2024

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

TIMELINE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2024

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup, perlu mengatur kembali Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
  2. bahwa dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (2), dan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;


Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l8 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 268, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6548);


 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN.


Pasal 1

 

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meliputi penerimaan dari:
a. iuran perizinan;
b. pemanfaatan hutan;
c. penggunaan kawasan hutan;
d. pelepasan kawasan hutan;
e. pungutan hasil usaha;
f. pungutan terhadap risiko kerusakan lingkungan;
g. pelatihan;
h. pelayanan jasa;
i. jasa penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi;
j. ganti rugi tegakan;
k. ganti kerugian lingkungan hidup;
l. denda administratif di bidang lingkungan hidup dan kehutanan; dan
m. denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah.
(2) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l memiliki jenis dan tarif sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.



Pasal 2

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c berupa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif PKH = ((L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif) + (L3 x 7 x tarif)) Rp/tahun
(2) Tarif dalam formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) Ketentuan mengenai L1, L2, dan L3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.



Pasal 3

 

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf d dikenakan untuk seluruh areal Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Tetap yang bersifat komersial.
(2) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pelepasan kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berupa:
a. tarif terhadap luas kawasan hutan produksi tetap yang dilepaskan untuk kegiatan proyek strategis nasional, pemulihan ekonomi nasional, pengadaan tanah untuk ketahanan pangan, dan energi untuk kegiatan yang belum terbangun; dan
b. tarif terhadap luas kawasan hutan produksi tetap yang dilepaskan untuk usaha dan/atau kegiatan perkebunan sawit yang telah terbangun sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.



Pasal 4

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimalsud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f berupa pungutan atas kegiatan perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi pada kawasan konservasi dikenakan per tahun.
(2) Pengenaan per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan:
a. pungutan atas kegiatan perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi tahap eksploitasi dan pemanfaatan tahun pertama dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif Pungutan PB-PJLPB Eksploitasi dan Pemanfaatan Tahun Pertama = (L x A) + (L x B1) + (L x B2) + (L x B3)
b. pungutan atas kegiatan perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi tahap eksploitasi dan pemanfaatan tahun kedua dan seterusnya dihitung menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif Pungutan PB-PJLPB Eksploitasi dan Pemanfaatan Tahun Kedua dan seterusnya =  (L x A) + (L x Bl) + (L x B2)
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran nilai A, nilai Bl, nilai B2, dan nilai B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
(4) Besaran nilai A, nilai B1, nilai B2, dan nilai B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan,



Pasal 5

 

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h berupa tiket masuk pengunjung di Taman Nasional dan Taman Wisata Alam dibedakan berdasarkan kelas.
(2) Ketentuan mengenai pembagian kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.



Pasal 6

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h berupa penggantian biaya penataan batas kawasan hutan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan hal:
a. areal kerja persetujuan penggunaan kawasan hutan, perizinan berusaha pemanfaatan hutan, dan persetujuan pelepasan kawasan hutan berimpit dengan batas luar kawasan hutan yang telah dilakukan tata batas dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif Penggantian Biaya Penataan Batas Kawasan Hutan = A x (B+C)
b. areal kerja persetujuan penggunaan kawasan hutan, perizinan berusaha pemanfaatan hutan, dan persetujuan pelepasan kawasan hutan berimpit dengan batas fungsi kawasan hutan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif Penggantian Biaya Penataan Batas Kawasan Hutan = A x B
(2) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan dengan ketentuan untuk penataan batas kawasan hutan yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) tahun sebelum pelaksanaan penataan batas areal kerja persetujuan penggunaan kawasan hutan, perizinan berusaha pemanfaatan hutan, dan persetujuan pelepasan kawasan hutan oleh pemegang izin.
(3) Standar B dan C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan standar biaya bidang planologi kehutanan yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.



Pasal 7

 

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i dibagi dalam kelompok tipe fasilitas sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi.
(2) Ketentuan mengenai kriteria dan pengelompokan tipe fasilitas sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.



Pasal 8

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k berupa ganti kerugian lingkungan hidup berdasarkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup:
a. melalui pengadilan sebesar ganti kerugian lingkungan hidup yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan
b. di luar pengadilan sebesar ganti kerugian lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan.
(2) Ganti kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kerugian karena dilampauinya baku mutu lingkungan hidup;
b. kerugian untuk mengganti biaya pelaksanaan penyelesaian sengketa lingkungan hidup;
c. kerugian untuk mengganti biaya dan/atau pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau 
d. kerugian ekosistem.



Pasal 9

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l berupa denda administratif melakukan perbuatan yang melebihi baku mutu air limbah dan/ atau baku mutu emisi dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif Denda Administratif Melebihi Baku Mutu (DAMBM) =  ((A-B) x C x D) x TD
(2) Dalam hal denda administratif melebihi baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan untuk parameter tertentu berupa warna, coliform, pH, dan temperatur, penghitungan besaran tarif denda administratifnya ditentukan berdasarkan formula sebagai berikut:
Denda Administratif Melebihi Baku Mutu Air Limbah Untuk Parameter Warna, Coliform, pH, dan Temperatur = C x D x TD
(3) Besaran nilai A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai konsentrasi aktual air limbah/emisi berdasarkan hasil swapantau, hasil analisis contoh uji oleh laboratorium dan/atau hasil pemantauan secara terus menerus.
(4) Besaran nilai B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan konsentrasi baku mutu air limbah dan/atau baku mutu emisi dalam persetujuan teknis atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Besaran nilai C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan debit air limbah/laju alir emisi hasil swapantau, hasil analisis contoh uji oleh laboratorium dan/atau hasil pemantauan secara terus menerus.
(6) Besaran nilai D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan lamanya waktu pelanggaran melakukan perbuatan melebihi baku mutu berdasarkan hasil swapantau atau hasil pemantauan secara terus menerus.
(7) TD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan tarif denda untuk masing-masing parameter dalam rupiah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(8) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).



Pasal 10


Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l untuk:

a. karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu gangguan, dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang dimilikinya; dan
b. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan/atau kerusakan lingkungan hidup, di mana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang, 

ditentukan berdasarkan hasil perhitungan ahli di bidang pencemaran lingkungan hidup, kerusakan lingkungan hidup, dan/atau valuasi ekonomi lingkungan hidup yang ditunjuk oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Pasal 11

 

(1) Selain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l yang diatur dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat mengenakan denda administratif di bidang lingkungan hidup dan kehutanan meliputi:
a. tidak memiliki persetujuan lingkungan namun telah memiliki perizinan berusaha;
b. tidak memiliki persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha;
c. menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup tanpa sertifikat kompetensi penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
d. kegiatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Memiliki lzin lokasi dan/atau lzin Usaha di Bidang Perkebunan yang Tidak Memiliki Perizinan di bidang Kehutanan Akibat Tidak Menyelesaikan Persyaratan Perizinan di Bidang Kehutanan sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; dan
e. kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan tanpa izin sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
(2) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.



Pasal 12

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf m berupa denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan Pemerintah terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Tarif Total Besaran Denda Keterlambatan (TBDK) = ∑ (P x DPB x HK)
(2) Besaran nilai TBDK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjumlahan seluruh besaran denda keterlambatan,
(3) Besaran nilai P sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan konstanta yang menjelaskan paksaan pemerintah yang terlambat dilaksanakan sesuai jangka waktu, yang ditetapkan sebagai berikut:
a. 1 % (satu persen) untuk keterlambatan 1 (satu) hari kalender sampai dengan 10 (sepuluh) hari kalender;
b. 3% (tiga persen) untuk keterlambatan 11 (sebelas) hari kalender sampai dengan 20 (dua puluh) hari kalender; atau
c. 5% (lima persen) untuk keterlambatan 21 (dua puluh satu) hari kalender sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender.
(4) Besaran nilai DPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil penjumlahan dari seluruh denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf l, dan/atau Pasal 11 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c yang penerapannya dilakukan bersamaan dengan paksaan pemerintah yang terlambat.
(5) Besaran nilai HK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah hari keterlambatan.
(6) Dalam hal keterlambatan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, diterapkan kewajiban pelunasan pembayaran denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan pemberatan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 13

 

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, huruf h, dan huruf j yang menggunakan Harga Patokan, dikali dengan persentase sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(2) Harga Patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk tujuan penjualan di pasar domestik atau pasar internasional.
(3) Penetapan harga patokan untuk tujuan penjualan di pasar domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan harga rata-rata tertimbang di pasar domestik.
(4) Harga rata-rata tertimbang di pasar domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. hasil hutan kayu yang tumbuh alami di tempat pengumpulan kayu;
b. hasil hutan kayu dari tanaman budidaya berdasarkan nilai rata-rata tegakan di hutan;
c. hasil hutan bukan kayu di tempat pengumpulan;
d. tumbuhan atau satwa liar di dalam negeri atau di luar negeri; dan
e. benih tanaman hutan di tempat sumber benih dan untuk bibit di tempat persemaian.
(5) Penetapan harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.



Pasal 14

 

(1) Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i, huruf k, huruf l, dan huruf m dapat ditetapkan sampai dengan Rp 0,00 (nol rupiah) atau 0 % (nol persen).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
(3) Besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.



Pasal 15


Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Pasal 16


Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan wajib disetor ke Kas Negara.


Pasal 17


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5506);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5538); dan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5540), 

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 18


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 20l4 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5506);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 20l4 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 107, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5538); dan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 20l4 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 124, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 5540),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 19


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2024
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2024
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PRATIKNO





LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR I97







PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2024

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

 

I. UMUM

Sehubungan dengan adanya perubahan struktur organisasi pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu dilakukan perubahan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu dengan melakukan perubahan dan penggabungan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup.

Hal tersebut sejalan dengan upaya mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak, sebagai salah satu sumber penerimaan Negara guna menunjang pembangunan nasional dan perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
   
II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "tarif" dalam ketentuan ini merupakan batas tarif tertinggi.

 

Pasal 2

Ayat (1)

L1 adalah area penggunaan kawasan hutan dalam satuan hektar untuk sarana prasarana penunjang yang bersifat permanen.

Area L1 terdiri atas 2 (dua) kriteria yaitu:
Untuk bukaan tambang aktif dan sarana prasarana penunjang, yang bersifat perrnanen.

Yang termasuk sarana prasarana penunjang antara lain pabrik pengolahan, washing plant, sarana penampungan tailing, bengkel, stockpile, tempat penimbunan slag, pelabuhan/ dermaga/jetty, jalan, kantor, perumahan karyawan, sarana pengolahan, instalasi penunjang, tempat penyimpanan dan objek penggunaan kawasan hutan lainnya; dan

Untuk area pengembangan dan/ atau area penyangga untuk pengamanan kegiatan.

L2 adalah area penggunaan kawasan hutan dalam satuan hektar yang bersifat temporer dan/atau memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup terdiri atas area penimbunan tanah pucuk, waste dump/disposal, kolam sedimen/sediment pond/landfill, bukaan tambang selesai (mined out) dan atau kolam sementara bekas tambang selesai, kolam dampak atau area yang terdampak akibat aktifitas pertambangan, subsiden tanah atau penurunan permukaan tanah akibat aktifitas pertambangan, dan area L1 selain area pengembangan dan area penyangga yang sudah tidak digunakan lagi, yang secara teknis dapat dilakukan reklamasi.

L3 adalah area penggunaan kawasan hutan dalam satuan hektar yang mengalami kerusakan permanen yang wajib dilakukan reklamasi semaksimal mungkin, namun pada bagian tertentu tidak dapat direklamasi/direvegetasi atau tidak dapat ditimbun/ditutup kembali secara optimal, maka bagian tersebut harus tetap diupayakan ditinggalkan dalam keadaan aman secara ekologis/lingkungan, aman secara ekonomi dan aman secara sosial.

Faktor pengali pada formula PNBP-PKH merupakan tingkat risiko kerusakan ekologi atau dampak lingkungan yang dihasilkan oleh setiap kegiatan penggunaan kawasan hutan antara lain berubahnya morfologi alam, ekologi, hidrologi, pencemaran air, udara dan tanah.

Perhitungan PNBP berdasarkan formula, dengan contoh sebagai berikut:

 

    1. Penggunaan kawasan hutan produksi untuk kegiatan pertambangan terbuka dan sarana prasarana penunjangnya serta areal pengembangan/penyangga:
a) Luas Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 10.000 Ha, masa berlaku PPKH selama 10 tahun.
b) Area yang digunakan pada tahun pertama direncanakan seluas l.000 ha dengan rincian sebagai berikut:
1) Bukaan tambang aktif, (L1) = 400 Ha
2) Sarana prasarana (jalan, perumahan), (L1) = 250 Ha
3) Penimbunan material/waste dump, (L2) = 350 Ha
4) Areal Pengembangan/Penyangga, (L1) = 9.000 Ha
c) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah: (L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif )
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1. Bukaan Tambang aktif 400 1 x 4.700.000,00 1.880.000.000,00
2. Sarana Prasarana 250 1 x 4.700.000,00 1.175.000.000,00
3. Areal Pengembangan 9.000 1 x 2.500.000,00 22.500.000.000,00
  Jumlah L1 9.650   25.555.000.000,00
II L2
1. Waste dump 350 4 x 4.700.000,00 6.580.000.000,00
  Jumlah L2 350   6.580.000.000,00
Jumlah PNBP PKH 10.000   32.135.000.000,00
d) Pada tahun kelima terdapat areal reklamasi yang dinyatakan berhasil seluas 100 Ha, sudah dilakukan pemutakhiran baseline dan direncanakan areal mined out seluas 100 Ha, serta tidak ada penambahan luas sarana dan prasarana tambang dan belum ada L3.
e) Pertambahan bukaan tambang sampai dengan tahun kelima seluas 200 Ha, sehingga jumlah luas bukaan tambang aktif 400 Ha - 100 Ha (mined out) + 200 Ha (pertambahan bukaan tambang) - 100 Ha (areal reklamasi yang dinyatakan berhasil) = 400 Ha. Maka perhitungan PNBP tahun kelima adalah: (L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1. Bukaan Tambang aktif 400 1 x 4.700.000,00 1.880.000.000,00
2. Sarana Prasarana 250 1 x 4.700.000,00 1.175.000.000,00
3. Areal Pengembangan 8.800 1 x 2.500.000,00 22.000.000.000,00
  Jumlah L1 9.450   25.055.000.000,00
II L2
1. Waste dump 350 4 x 4.700.000,00 6.580.000.000,00
2 Mined Out 100 4 x 4.700.000,00 1.880.000.000,00
  Jumlah L2 450   8.460.000.000,00
Reklamasi dinyatakan berhasill 100 0,00 0,00
Jumlah PNBP PKH 10.000   33.515.000.000,00
f) Berdasarkan hasil verifikasi terdapat area penggunaan kawasan hutan yang mengalami kerusakan permanen pada areal mined out di tahun ketujuh dan masuk dalam katagori L3 seluas 50 Ha, sudah dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi dan pemutakhiran baseline-nya, maka formula PNBP tahun ketujuh adalah:
PNBP PKH = (L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif) + (L3 x 7 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1. Bukaan Tambang aktif 400 1 x 4.700.000,00 1.880.000.000,00
2. Sarana Prasarana 250 1 x 4.700.000,00 1.175.000.000,00
3. Areal Pengembangan 8.800 1 x 2.500.000,00 22.000.000.000,00
  Jumlah L1 9.450   25.055.000.000,00
II L2
1. Waste dump 350 4 x 4.700.000,00 6.580.000.000,00
2 Mined Out 50 4 x 4.700.000,00 940.000.000,00
  Jumlah L2 400   7.520.000.000,00
III L3
1 Void 50 7 x 4.700.000,00 1.645.000.000,00
Reklamasi dinyatakan berhasill 100 0,00 0,00
Jumlah PNBP PKH 10.000   34.220.000.000,00
 
  2. Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan minyak dan gas bumi dan sarana prasarana penunjangnya:
a) Luas Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) 20 Ha, masa berlaku IPPKH selama 20 tahun;
b) Areal penggunaan kawasan hutan pada tahun pertama seluas 10 Ha, dengan rincian sebagai berikut:
a) Sarana prasarana kantor (L1) = 7,00 Ha
b) Jaringan pipa (L1) = 3,00 Ha
c) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah : (L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1. Sarana prasarana 7 1 x 6.600.000,00 46.200.000,00
2. Jaringan pipa 3 1 x 6.600.000,00 19.800.000,00
3. Areal Pengembangan/
Penyangga
10 1 x 6.600.000,00 66.000.000,00
  Jumlah L1 20   132.000.000,00
II L2
1. - 0 4 x 6.600.000,00 0,00
  Jumlah L2 0   0,00
Jumlah PNBP PKH     132.000.000,00
    3. Penggunaan kawasan hutan produksi untuk kegiatan pembangunan jaringan telekomunikasi dan sarana prasarana penunjang:
a) Luas Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) 0,8 Ha, jangka waktu PPKH selama 20 tahun;
b) Areal penggunaan kawasan hutan pada tahun pertama seluas 0,8 Ha, dengan rincian sebagai berikut:
a) Jalan masuk (L1) = 0,76 Ha
b) Tapak tower (L1) = 0,04 Ha
c) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah: (L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1. Jalan Masuk 0,76 1 x 2.200.000,00 1.672.000,00
2. Tapak Tower 0,04 1 x 2.200.000,00 88.000,00
  Jumlah L1 0,80   1.760.000,00
II L2
1. - 0 4 x 2.200.000,00 0,00
  Jumlah L2 0   0,00
Jumlah PNBP PKH     1.760.000,00
    4. Penggunaan kawasan hutan produksi untuk kegiatan pembangunan jalan tol:
a) Luas Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan 150 Ha jangka waktu IPPKH selama digunakan dengan areal penggunaan kawasan hutan pada tahun pertama untuk pembangunan jalan tol seluas l50 ha.
b) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah : (L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1. Jalan Tol 150 1 x 4.350.000,00 652.500.000,00
  Jumlah L1 150   652.500.000,00
II L2
1. - 0 4 x 4.350.000,00 0,00
  Jumlah L2 0   0.00
Jumlah PNBP PKH 150   652.500.000,00
    5. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit beserta sarana prasarana penunjangnya di dalam kawasan hutan produksi tetap dan/atau kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi:
a) Luas Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) 1000 Ha, masa berlaku PPKH selama 15 tahun;
b) Areal penggunaan kawasan hutan pada tahun pertama, dengan rincian sebagai berikut:
1) Perkebunan kelapa sawit (L1) = 800 Ha
2) Sarana prasarana penunjang (kantor, jalan atau sarana prasarana lain) (L1) = 10 Ha
c) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah:
(L1 x 1 x tarif) + (L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1 Perkebunan Kelapa Sawit 800 1 x 1.600.000 1.280.000.000,00
2 Sarana Prasarana 10 1 x 1.600.000 16.000.000,00
3. Areal Pengembangan 190 1 x 1.600.000 304.000.000,00
II L2
1 - 0 4 x 1.600.000 -
Jumlah PNBP-PKH 1000   1.600.000.000,00
  6. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit beserta sarana prasarana penunjangnya yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung:
a) Luas areal kemitraan atau kerja sama seluas 1000 Ha dengan masa berlaku selama 15 tahun;
b) Areal penggunaan kawasan hutan pada tahun pertama dengan rincian sebagai berikut:
1) Perkebunan kelapa sawit (L1) = 800 Ha
2) Sarana prasarana penunjang (kantor, jalan atau sarana prasarana lain) (L1) = 10 Ha
c) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah:
(L1 x 1 x tarif ) + (L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1 Perkebunan Kelapa Sawit 800 1 x 2.000.000 1.600.000.000,00
2 Sarana Prasarana 10 1 x 2.000.000 20.000.000,00
3. Areal Pengembangan 190 1 x 2.000.000 380.000.000,00
II L2
1 - 0 4 x 2.000.000 -
Jumlah PNBP-PKH 1000   2.000.000.000,00
  7. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pemulihan lingkungan, wisata alam, religi atau wisata rohani, serta kegiatan ketahanan pangar dan pertanian antara lain pembangunan pertanian luas dan terpadu, perkebunan karet, perkebunan tebu beserta sarana prasarana penunjangnya:
a) Luas Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) 20 Ha, masa berlaku PPKH selama 20 tahun;
b) Areal penggunaan kawasan hutan pada tahun pertama seluas 20 Ha, dengan rincian sebagai berikut:
1) Perkebunan Tebu (L1) = 10 Ha,.
2) Sarana prasarana penunjang (kantor, jalan atau sarana prasarana lain) (L1) = 10 Ha
c) Perhitungan PNBP tahun pertama adalah:
(L1 x 1 x tarif) + L2 x 4 x tarif)
No Kriteria
Penggunaan
Luas
(Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
I L1
1 Perkebunan Kelapa Sawit 10 1 x 550.000,00 5.500.000,00
2 Sarana Prasarana 10 1 x 550.000,00 5.500.000,00
II L2
1 - 0       -
Jumlah PNBP-PKH 20   11.000.000,00

 

Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Pasal 3

Cukup jelas.

 

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "L" adalah luas areal kegiatan usaha.

Yang dimaksud dengan "A" adalah Nilai keanekaragaman hayati per hektar per tahun.

Yang dimaksud dengan "B1" adalah Nilai pengaturan tata air per hektar per tahun.

Yang dimaksud dengan "B2" adalah Nilai perosotan karbon per hektar per tahun.

Yang dimaksud dengan "B3" adalah Nilai Pelepasan karbon per hektar per tahun.

Perhitungan pungutan kegiatan atas Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi Tahap Eksploitasi dan Pemanfaatan berdasarkan formula, dengan contoh sebagai berikut:

Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi Tahap Eksploitasi dan Pemanfaatan dalam kawasan Hutan Konservasi dengan Luas Areal Kegiatan Usaha (L) = 200 Ha yang masa berlaku izin dari tahun 2016-2040:

  1. Asumsi besaran nilai
a) Nilai keanekaragaman hayati, (A) = Rp8.874.300 per hektar per tahun
b) Nilai pengaturan tata air, (B1) = Rp 49.790,50 per hektar per tahun
c) Nilai perosotan karbon, (B2) = Rp295.810,00 per hektar per tahun
d) Nilai pelepasan karbon, (B3) = Rp295.810,00 per hektar per tahun
    2. Perhitungan pungutan tahun pertama adalah : (L x A) + (L x B1) + (L x B2 ) + (L x B3)
No Uraian Nilai Luas
Areal
Kegiatan
Usaha
(L) (Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
1 Nilai Keanekaragaman hayati, (A) 200 200 x 8.874.300 1.774.860.000,00
2 Nilai pengaturan tata air (B1) 200 200 x 49.790,50 9.958.100,00
3. Nilai perosotan karbon, (B2) 200 200 x 295.810,00 59.162.000,00
4 Nilai pelepasan karbon, (B3) 200 200 x 295.810,00 59.162.000,00
Total pungutan tahun pertama 1.903.142.100,00
  3. Perhitungan pungutan tahun kedua dan seterusnya adalah:
No Uraian Nilai Luas Areal
Kegiatan
Usaha
(L) (Ha)
Tarif (Rp) Jumlah (Rp)
1 Nilai Keanekaragaman hayati, (A) 200 200 x 8.874.300 1.774.860.000,00
2 Nilai pengaturan tata air (B1) 200 200 x 49.790,50 9.958.100,00
3. Nilai perosotan karbon, (B2) 200 200 x 295.810 59.162.000,00
Total pungutan tahun kedua dan seterusnya 1.843.980.100,00

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "A" adalah panjang batas izin yang sekaligus merupakan batas kawasan hutan yang telah ditata batas (km).

 

Yang dimaksud dengan "B" adalah biaya pengukuran dan pemasangan tanda batas definitif per kilometer.

Yang dimaksud dengan "C" adalah biaya pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga per kilometer.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 7

Cukup jelas.

 

Pasal 8

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan "sebesar ganti kerugian lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan" adalah besaran ganti kerugian lingkungan hidup yang disepakati antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pihak pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup yang wajib dibayar oleh pihak pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup.

 

ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 9

Ayat (1)

Perhitungan Denda Administratif Melakukan Perbuatan Melebihi Baku Mutu Air Limbah/Baku Mutu Emisi, dengan contoh sebagai berikut:

   a. Berdasarkan hasil uji air limbah PT X, terdapat parameter yang melebihi baku mutu yang tercantum dalam Persetujuan Teknis dengan rincian sebagai berikut:
Parameter Konsentrasi Aktual (Hasil Uji) (A) Konsentrasi Buku Mutu (B)
TSS 240 mg/L atau 0,24 Kg/m3 30 mg/L atau 0,03 kg/m3
BOD 64,4 mg/L atau 0,0644 kg/m3 30 mg/L atau 0,03 kg/m3
COD 218 mg/L atau 0,218 kg/m3 100 mg/L atau 0,01 kg/m3
   b. Debit air limbah pada saat pengambilan sampling adalah 118,71 m3/hari
   c. Melebihi baku mutu air limbah/Waktu pelanggaran selama 1 (satu) hari

 

Berdasarkan hal tersebut di atas, PT X dapat dikenakan denda administratif sebagai berikut:

DABM = (A - B) x C x D X TD

    
Parameter Konsentrasi Melebihi Baku Mutu
(A - B)
Debit
(C)
Lama Waktu
(D)
Tarif Denda
(Rupiah)
(TD)
DAMBM
(Rupiah)
TSS 0,21 kg/m3 118,71 m3/hari 1 hari 20.000,00 498.582,00
BOD 0,0344 kg/m3 100.000,00 408.362,00
COD 0,118 kg/m3 50.000,00 700.389,00
Total Denda Administrasi Melebihi Baku Mutu (DAMBM) 1.607.333,00

 

Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan, PT X dapat dikenakan denda administratif untuk pelanggaran melakukan perbuatan melebihi baku mutu air limbah sebesar Rp1.607.333,00.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Perhitungan PNBP Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan Paksaan Pemerintah, dengan contoh sebagai berikut:

 

PT X melakukan pelanggaran "tidak melakukan pengolahan air limbah karena tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL)", sehingga dikenakan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah dan denda administratif pelanggaran berat terhadap kewajiban dalam Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan sebesar Rp25.000.000,00 melalui keputusan sanksi administratif yang diterima tanggal 2 Juli 2023. Berdasarkan keputusan sanksi administratif, PT X diperintahkan untuk membangun IPAL dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender dengan tanggal jatuh tempo 29 September 2023. Berdasarkan hasil pengawasan ketaatan sanksi administratif paksaan pemerintah, diketahui bahwa PT X menyelesaikan perintah membangun IPAL pada tanggal 19 Oktober 2023.

Berdasarkan fakta di atas, PT X mengalami 20 (dua puluh) hari kalender keterlambatan menyelesaikan perintah membangun IPAL, yang dihitung dari tanggal 30 September 2023 (jangka waktu terakhir penyelesaian pembangunan IPAL) ke tanggal 19 Oktober 2023 (waktu penyelesaian pembangunan IPAL). Terhadap PT X dikenakan denda keterlambatan atas pelaksanaan paksaan pemerintah, dengan formula dan perhitungan sebagai berikut:

Formula:
TBDK = ∑ (P x DPB x HK)

 

Penghitungan:

    a. DPB
PT X dikenakan denda administratif paling banyak sebesar Rp25.000.000,00.
  b. Hari keterlambatan:
No Pelanggaran Paksaan
Pemerintah
Tanggal Keputusan
Sanksi Administratif
diterima
Batas waktu
pelaksanaan
Tanggal Jatuh Tempo Tanggal Penyelesaian
Perintah Paksaan
Pemerintah
Hari Keterlambatan (HK)
1. Tidak melakukan pengolahan air limbah karena tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Perintah membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) 2 Januari
2022
90 hari 2 April 2022 22 April 2022 20
hari
  c. Total besaran denda keterlambatan adalah:
No Pelanggaran Paksaan
Pemerintah
Konstanta
(P)
Denda Paling Banyak (DPB) Hari Keterlambatan
(HK)
Denda Keterlambatan 
1. Tidak melakukan pengolahan air limbah karena tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Perintah membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) 3% Rp 25.000.000,00 20 Rp 15.000.000,00
TBDK = ∑ (P x DPB x HK) Rp 15.000.000,00
 

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat  (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "tempat pengumpulan kayu" adalah tempat untuk pengumpulan hasil penebangan di sekitar petak kerja tebangan yang bersangkutan.

 

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "tempat pengumpulan" adalah tempat untuk pengumpulan hasil pemanenan di sekitar tempat pemanenan yang bersangkutan.

Huruf d

Cukup jelas.

 

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "pertimbangan tertentu" antara lain:

  a. penyelenggaraan kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan atau pemerintahan, termasuk untuk penyidikan, penyelidikan, dan perpajakan;
    b. keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar;
  c. masyarakat tidak mampu, mahasiswa berprestasi, dan usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
  d. kebijakan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.


Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.





TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6989