Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2021

  • 07 Juni 2021
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 63/PMK.03/2021

TENTANG

TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN SERTA PENERBITAN, PENANDATANGANAN, DAN PENGIRIMAN

KEPUTUSAN ATAU KETETAPAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Angka 18 Pasal 63A ayat (6) dan Pasal 63B ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan serta Penerbitan, Penandatanganan, dan Pengiriman Keputusan atau Ketetapan Pajak secara Elektronik;


Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SERTA PENERBITAN, PENANDATANGANAN, DAN PENGIRIMAN KEPUTUSAN ATAU KETETAPAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK.

 


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
  2. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  3. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
  4. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
  5. Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kode Otorisasi DJP adalah alat verifikasi dan autentikasi yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  6. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  7. Contact Center adalah saluran interaksi antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik yang dikelola unit tertentu di Direktorat Jenderal Pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
  8. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
  9. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.
  10. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disingkat KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
  11. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  12. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
  13. Pihak Lain adalah pihak selain Instansi Pemerintah, lembaga, dan asosiasi.
  14. Bukti Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disebut BPE adalah tanda bukti yang memuat informasi meliputi nama, NPWP, tanggal, jam, dan nomor tanda terima elektronik atas penyampaian Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui laman Direktorat Jenderal Pajak, laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan Contact Center yang berfungsi sebagai tanda terima penyampaian Dokumen Elektronik.
  15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


Pasal 2

(1) Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik dan menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Menteri dapat melakukan kerja sama dengan Instansi Pemerintah, lembaga, asosiasi, dan Pihak Lain untuk menyediakan fasilitas pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan keputusan atau ketetapan dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, dalam bentuk elektronik dan ditandatangani secara elektronik.


Pasal 3

(1) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang merupakan lingkup kewenangan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Dokumen Elektronik yang digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik ditandatangani oleh Wajib Pajak dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
(3) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
  1. Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi; atau
  2. Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi.
(4) Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan Tanda Tangan Elektronik yang dibuat dengan menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh:
  1. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik instansi, untuk Wajib Pajak Instansi Pemerintah yang diwakili oleh aparatur sipil negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik; atau
  2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik non-instansi dalam hal Wajib Pajak merupakan Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(5) Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan Tanda Tangan Elektronik yang dibuat dengan menggunakan Kode Otorisasi DJP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(6) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang:
  1. telah mendapatkan pengakuan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika; dan
  2. ditunjuk oleh Menteri.
(7) Penunjukan sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri.


Pasal 4

(1) Untuk memperoleh Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Elektronik kepada salah satu Penyelenggara Sertifikasi Elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak yang terintegrasi dengan laman Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang ditunjuk.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Sertifikasi Elektronik menerbitkan Sertifikat Elektronik.
(3) Tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan masa berlaku Sertifikat Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
(4) Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk menandatangani Dokumen Elektronik dalam rangka pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik sesuai dengan masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 


Pasal 5

(1) Untuk memperoleh Kode Otorisasi DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan penerbitan Kode Otorisasi DJP kepada Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Permohonan Kode Otorisasi DJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan:
  1. bersamaan dengan permohonan pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP; atau
  2. secara terpisah setelah Wajib Pajak memperoleh NPWP.
(3) Wajib Pajak mengajukan permohonan penerbitan Kode Otorisasi DJP secara elektronik dengan:
  1. mengisi Formulir Permohonan Kode Otorisasi DJP;
  2. menyampaikan alamat posel (email) aktif dan nomor telepon seluler aktif, yang digunakan sebagai sarana komunikasi dalam rangka pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
  3. melakukan kegiatan untuk verifikasi dan autentikasi identitas yang dilakukan oleh orang pribadi dimaksud.
(4) Dalam hal saluran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia atau tidak dapat digunakan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan Kode Otorisasi DJP secara tertulis dengan:
a. mengisi dan menandatangani Formulir Permohonan Kode Otorisasi DJP;
b. menyampaikan Formulir Permohonan Kode Otorisasi DJP yang telah diisi dan ditandatangani ke KP2KP atau KPP;
c. menunjukkan asli dan menyerahkan fotokopi dokumen identitas diri berupa:
  1. bagi Warga Negara Indonesia, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan kartu NPWP; atau
  2. bagi Warga Negara Asing, yaitu paspor dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
dan
d. melakukan kegiatan untuk verifikasi dan autentikasi identitas.
(5) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melakukan:
  1. penelitian administrasi atas kelengkapan data Wajib Pajak; dan
  2. pengujian verifikasi dan autentikasi atas identitas Wajib Pajak.
(6) Berdasarkan penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak:
a. memberikan Kode Otorisasi DJP dan menerbitkan Surat Keterangan Penerbitan Kode Otorisasi DJP kepada Wajib Pajak:
  1. secara otomatis melalui laman Direktorat Jenderal Pajak segera setelah permohonan disampaikan, untuk permohonan yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
  2. paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, untuk permohonan yang disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4); atau
b. menolak permohonan Wajib Pajak dengan menerbitkan Surat Penolakan Penerbitan Kode Otorisasi DJP:
  1. secara otomatis melalui laman Direktorat Jenderal Pajak segera setelah permohonan disampaikan, untuk permohonan yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
  2. paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, untuk permohonan yang disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4).
(7) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus memberikan Kode Otorisasi DJP dan menerbitkan Surat Keterangan Penerbitan Kode Otorisasi DJP paling lama 1 (satu) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terlampaui.


Pasal 6

(1) Penandatanganan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) oleh Wajib Pajak orang pribadi dilakukan dengan menggunakan Sertifikat atau Elektronik atau Kode Otorisasi DJP Wajib Pajak orang pribadi dimaksud.
(2) Penandatanganan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) oleh Wajib Pajak selain Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi DJP orang pribadi yang merupakan wakil Wajib Pajak.
(3) Wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
  1. pengurus, bagi Wajib Pajak badan;
  2. kurator, bagi Wajib Pajak badan yang dinyatakan pailit;
  3. orang atau orang pribadi yang mewakili badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, bagi Wajib Pajak badan dalam pembubaran;
  4. likuidator, bagi Wajib Pajak badan dalam likuidasi;
  5. salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan, bagi Wajib Pajak warisan belum terbagi;
  6. wali atau pengampu, bagi anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan; atau
  7. bagi Instansi Pemerintah diwakili oleh:
    1. kepala Instansi Pemerintah pusat, kuasa pengguna anggaran, atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Instansi Pemerintah pusat, untuk Instansi Pemerintah pusat;
    2. kepala Instansi Pemerintah daerah atau pejabat yang melaksanakan    fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah, untuk Instansi Pemerintah daerah; atau
    3. kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa, untuk Instansi Pemerintah desa.
(4) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau badan menunjuk seorang kuasa, kuasa Wajib Pajak tersebut menandatangani Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dengan menggunakan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi DJP kuasa Wajib Pajak tersebut.
(5) Dokumen Elektronik yang ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) memiliki kekuatan hukum yang sama dengan dokumen cetakan (manual) yang ditandatangani selain dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
(6) Wajib Pajak dapat melakukan perubahan penggunaan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan ayat (5) dari:
  1. Sertifikat Elektronik menjadi Kode Otorisasi DJP;
  2. Kode Otorisasi DJP menjadi Sertifikat Elektronik; atau
  3. Sertifikat Elektronik dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik menjadi Sertifikat Elektronik dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik lainnya.
(7) Perubahan penggunaan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan laman Direktorat Jenderal Pajak sebelum perubahan penggunaan Tanda Tangan Elektronik tersebut dilakukan.
(8) Wajib Pajak menyampaikan Dokumen Elektronik yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) melalui:
  1. laman Direktorat Jenderal Pajak;
  2. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
  3. Contact Center.
(9) Berdasarkan penyampaian Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan BPE.
(10) Tanggal yang tercantum dalam BPE sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan tanggal diterimanya Dokumen Elektronik sesuai dengan tanggal pengiriman secara elektronik dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak atau sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
(11) Dokumen Elektronik yang telah diterbitkan BPE sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ditindaklanjuti:
  1. secara otomatis oleh sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
  2. oleh pejabat atau petugas Contact Center, atau
  3. oleh pejabat atau petugas di KP2KP, KPP, Kantor Wilayah DJP, atau kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak,
sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    


Pasal 7

(1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri dengan Instansi Pemerintah, lembaga, asosiasi, dan Pihak Lain.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
  1. pemberian NPWP;
  2. pemberian konfirmasi status Wajib Pajak;
  3. penyelenggaraan bukti pemotongan elektronik dan faktur pajak elektronik;
  4. penyelenggaraan pembayaran pajak dan/atau pelaporan Surat Pemberitahuan elektronik; dan
  5. penyelenggaraan pelayanan perpajakan. 
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri dengan Instansi Pemerintah, lembaga, asosiasi, dan Pihak Lain.


Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan keputusan atau ketetapan dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan Dokumen Elektronik yang telah ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11) atau berdasarkan kewenangannya secara jabatan.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
  1. Surat Keputusan Pembetulan;
  2. Surat Keputusan Keberatan;
  3. Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
  4. Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak;
  5. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
  6. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
  7. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak; dan
  8. Surat Keputusan Penghitungan Pemberian Imbalan Bunga.
(3) Ketetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Tagihan Pajak.
(4) Direktur Jenderal Pajak menandatangani keputusan atau ketetapan berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Tanda Tangan Elektronik.
(5) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi yang dibuat dengan menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik instansi.
(6) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dapat digunakan untuk penandatanganan Dokumen Elektronik dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain surat pemberitahuan, berita acara, risalah, surat teguran, surat peringatan, surat keterangan, surat persetujuan, surat penolakan, dan surat lainnya.
(7) Keputusan atau ketetapan berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memiliki kekuatan hukum yang sama dengan keputusan atau ketetapan berbentuk cetakan (manual) yang ditandatangani secara biasa.
(8) Keputusan atau ketetapan berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dibuat berbentuk cetakan (manual).
(9) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan keputusan atau ketetapan berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Wajib Pajak melalui:
  1. laman Direktorat Jenderal Pajak;
  2. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
  3. alamat posel (email) Wajib Pajak yang terdaftar pada sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 9

Direktur Jenderal Pajak menentukan:

a. jenis pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
b. persyaratan Dokumen Elektronik yang harus dilampirkan terkait pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
c. jenis Tanda Tangan Elektronik yang digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3);
d. tata cara penyampaian dokumen dan saluran yang digunakan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8); dan
e. tata cara tindak lanjut pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (11).


Pasal 10

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan pemblokiran dan/atau pembukaan blokir atas penggunaan Tanda Tangan Elektronik untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.



Pasal 11

Dokumen berupa:

a. Formulir Permohonan Kode Otorisasi DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4);
b. Surat Keterangan Penerbitan Kode Otorisasi DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf a; dan
c. Surat Penolakan Penerbitan Kode Otorisasi DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf b,

dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 12

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

1. pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik oleh Wajib Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. sertifikat elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, tetap berlaku sampai dengan paling lambat tanggal 31 Desember 2022;
b. pelayanan administrasi perpajakan secara elektronik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2020 tentang Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan Dalam Keadaan Kahar Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
c. bentuk dan pengiriman Dokumen Elektronik terkait pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang wajib dilakukan secara elektronik yang diatur selain dalam Peraturan Menteri ini masih tetap berlaku;
d. terhadap:
1) Electronic Filling Identification Number (EFIN) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-41/PJ/2015 tentang Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-41/PJ/2015 tentang Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online; dan
2) kode verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan, 
dapat digunakan untuk melakukan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini sampai dengan paling lambat tanggal 31 Desember 2022;
e. Instansi Pemerintah dapat menggunakan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi sampai dengan memperoleh Sertifikat Elektronik dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik instansi dalam rangka penggunaan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi;
2. masa berlaku kerja sama bagi Instansi Pemerintah, lembaga, asosiasi, dan Pihak Lain yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai penyedia jasa aplikasi perpajakan, tetap berlaku selama 6 (enam) tahun sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud; dan
3. penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan berbentuk elektronik dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi dilakukan sampai dengan paling lambat tanggal 31 Desember 2022.


Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juni 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juni 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 659