Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 206/PMK.02/2021

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
KEBERATAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal 37, dan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak;


Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6564);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
  2. PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah Pusat yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
  4. Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.
  5. Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.
  6. Mitra Instansi Pengelola PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri, yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Pimpinan Instansi Pengelola PNBP adalah Bendahara Umum Negara atau Pimpinan Kementerian/Lembaga yang memegang kewenangan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang.
  9. Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya, serta tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  11. Pemeriksaan PNBP adalah kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lain serta kegiatan lainnya dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
  12. Instansi Pemeriksa adalah badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional.


Pasal 2

(1) Pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian yang dilakukan oleh badan usaha ditandatangani oleh pimpinan badan usaha.
(2) Wajib Bayar dapat memberikan kuasa kepada pihak yang dikuasakan dalam pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP yang dibuktikan melalui surat kuasa.
(3) Wajib Bayar berupa orang pribadi yang telah meninggal dunia, pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP dapat dilakukan oleh ahli waris Wajib Bayar.
(4) Wajib Bayar yang dinyatakan pailit, pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan.
(5) Pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP juga dapat dilakukan oleh pihak yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB II
KEBERATAN PNBP

Bagian Kesatu
Dasar Pengajuan Keberatan PNBP

Pasal 3

(1) Wajib Bayar dapat mengajukan keberatan PNBP kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2) Keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan terhadap:
  1. Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan PNBP Nihil; atau
  3. Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar,
yang diterbitkan oleh Instansi Pengelola PNBP berdasarkan laporan hasil Pemeriksaan PNBP.
(3) Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sesuai kewenangan dan tugas yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.
(4) Pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah PNBP yang dihitung oleh Wajib Bayar dengan jumlah PNBP yang ditetapkan oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(5) Pengajuan keberatan terhadap Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan setelah Wajib Bayar melakukan pembayaran paling sedikit sejumlah PNBP Terutang yang telah disetujui oleh Wajib Bayar dalam pembahasan akhir hasil Pemeriksaan PNBP.


Bagian Kedua
Batas Waktu Pengajuan Keberatan PNBP

Pasal 4

(1) Pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP diterbitkan.
(2) Batas waktu pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal Wajib Bayar dapat membuktikan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.
(3) Pengecualian batas waktu pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP diterbitkan.


Pasal 5

(1) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi:
  1. bencana; atau
  2. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(2) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Ketetapan PNBP diterbitkan.
(3) Keadaan di luar kemampuan Wajib bayar atau kondisi kahar yang merupakan keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana. 
(4) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar yang merupakan keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan suatu keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar yang berdasarkan penilaian objektif Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dapat dinyatakan sebagai suatu keadaan benar-benar di luar kemampuan Wajib Bayar dan menyebabkan Wajib Bayar tidak dapat memenuhi batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(5) Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
  1. lokasi Wajib Bayar berada di remote area;
  2. tidak ada fasilitas internet; dan/atau
  3. adanya akuisisi Wajib Bayar oleh perusahaan lain,
yang menyebabkan Wajib Bayar terkendala mengajukan keberatan PNBP dan melengkapi dokumen pendukung.


Bagian Ketiga
Persyaratan dan Prosedur Pengajuan Keberatan PNBP

Pasal 6

(1) Pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan melalui surat pengajuan keberatan PNBP yang paling sedikit memuat informasi mengenai identitas Wajib Bayar, alasan pengajuan keberatan PNBP, dan jumlah keberatan PNBP yang diajukan.
(2) Surat pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; dan
  2. ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan.
(3) Satu surat pengajuan keberatan PNBP hanya dapat diajukan untuk satu Surat Ketetapan PNBP.
(4) Contoh format surat pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 7

(1) Surat pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
  1. kopi Surat Ketetapan PNBP;
  2. kopi bukti penerimaan negara, berupa bukti setor atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran atas Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, dalam hal PNBP Terutang kurang bayar; dan
  3. rincian perhitungan jumlah PNBP Terutang yang dibuat oleh Wajib Bayar disertai penjelasan atas perbedaan perhitungan Wajib Bayar.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa rincian formulasi perhitungan jumlah PNBP Terutang yang dibuat oleh Wajib Bayar dan disertai dengan penjelasan yang menjadi dasar perhitungan Wajib Bayar yang mengakibatkan jumlah perhitungan PNBP Terutang berbeda dengan jumlah yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan PNBP.


Pasal 8

(1) Dalam hal terdapat keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), surat pengajuan keberatan PNBP yang disampaikan Wajib Bayar dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
  1. kopi Surat Ketetapan PNBP;
  2. kopi bukti penerimaan negara, berupa bukti setor atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran atas Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, dalam hal PNBP Terutang kurang bayar;
  3. rincian perhitungan jumlah PNBP Terutang yang dibuat oleh Wajib Bayar disertai penjelasan atas perbedaan perhitungan Wajib Bayar; dan
  4. surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau surat pernyataan Wajib Bayar dan bukti terkait untuk keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b.
(2) Surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa:
  1. asli surat keterangan dari pihak kepolisian yang menyatakan kondisi kahar berupa huru-hara, kerusuhan massal, kebakaran, dan lainnya;
  2. asli surat keterangan dari instansi pemerintah yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana untuk keadaan kahar atau kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar berupa bencana alam;
  3. asli surat keterangan dari instansi terkait untuk keadaan kahar berupa bencana non alam; dan/atau
  4. salinan keputusan kepala daerah tentang penetapan suatu daerah dalam status bencana.
(3) Surat pernyataan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan asli surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh Wajib Bayar. 
(4) Contoh surat pernyataan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 9

(1) Surat pengajuan keberatan PNBP disampaikan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP, melalui:
  1. penyampaian secara langsung melalui loket penerimaan surat atau petugas penerima surat;
  2. pos atau perusahaan jasa pengangkutan/ekspedisi; atau
  3. penyampaian melalui surat elektronik (e-mail) atau aplikasi persuratan yang disediakan oleh Instansi Pengelola PNBP.
(2) Penyampaian surat pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf c diberikan tanda bukti penerimaan surat secara langsung, secara elektronik, maupun melalui notifikasi sistem.
(3) Penyampaian surat pengajuan keberatan PNBP melalui pos atau perusahaan jasa pengangkutan/ekspedisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan dengan tanggal yang tercantum dalam bukti pengiriman surat.


Pasal 10

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan terhadap pengajuan keberatan PNBP yang melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau ayat (3).
(2) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat pengajuan keberatan PNBP diterima.
(3) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final.


Bagian Keempat
Uji Kelengkapan Dokumen Pendukung Keberatan PNBP

Pasal 11

(1) Atas pengajuan keberatan PNBP yang dilakukan oleh Wajib Bayar, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung menggunakan formulir kelengkapan dokumen pendukung.
(2) Dalam hal berdasarkan uji kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen pendukung belum lengkap, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pengajuan keberatan PNBP diterima.
(3) Wajib Bayar menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung yang diminta oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan disertai surat pengantar yang ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau ayat (3) berakhir.
(4) Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan.
(5) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah batas waktu pengajuan keberatan PNBP berakhir.
(6) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final.
(7) Contoh formulir uji kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan contoh surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kelima
Proses Penelitian Keberatan PNBP

Pasal 12

(1) Dalam hal berdasarkan uji kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dokumen pendukung telah lengkap, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi keberatan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar.
(2) Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau digital kepada Wajib Bayar terkait dengan materi pengajuan keberatan PNBP melalui penyampaian surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait atas hal-hal yang berkaitan dengan materi keberatan PNBP yang diajukan; dan/atau
  3. meninjau tempat atau lokasi usaha Wajib Bayar, termasuk tempat lain yang berkaitan dengan materi keberatan PNBP yang diajukan jika diperlukan.
(3) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dokumen pendukung diterima lengkap sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja sebelum batas waktu penetapan surat keberatan PNBP oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.


Pasal 13

(1) Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a paling lambat 7 (tujuh) hari kerja  terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal penerimaan surat permintaan dan/atau peminjaman yang tertera dalam bukti penerimaan dokumen, notifikasi surat elektronik, atau notifikasi sistem.
(3) Dalam hal Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dan/atau peminjaman dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan keberatan PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Pasal 14

(1) Konfirmasi atas hal-hal yang berkaitan dengan materi keberatan PNBP yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b dapat dilakukan melalui sarana telekomunikasi yang terdokumentasikan, surat elektronik, dan/atau rapat pembahasan secara luring maupun daring dengan mengundang Wajib Bayar dan/atau pihak terkait lainnya.
(2) Pelaksanaan kegiatan peninjauan ke tempat atau lokasi Wajib Bayar termasuk tempat lain yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c dilakukan oleh pegawai yang ditunjuk oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dan dilengkapi dengan surat tugas.
(3) Hasil pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara.


Bagian Keenam
Proses Penetapan Keberatan PNBP

Pasal 15

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penetapan atas keberatan PNBP yang diajukan Wajib Bayar.
(2) Penetapan atas keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk:
  1. surat ketetapan keberatan kurang bayar;
  2. surat ketetapan keberatan nihil; atau
  3. surat ketetapan keberatan lebih bayar.


Pasal 16

(1) Surat ketetapan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) diterbitkan atas dasar perhitungan dari hasil perbandingan Surat Ketetapan PNBP sesuai laporan hasil pemeriksaan PNBP, jumlah setoran PNBP atas Surat Ketetapan PNBP, jumlah keberatan PNBP yang diajukan, dan jumlah keberatan PNBP yang disetujui atau tidak disetujui.
(2) Surat ketetapan keberatan kurang bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a diterbitkan dalam hal terdapat kekurangan pembayaran PNBP setelah membandingkan Surat Ketetapan PNBP sesuai laporan hasil pemeriksaan PNBP, jumlah setoran PNBP atas Surat Ketetapan PNBP, jumlah keberatan PNBP yang diajukan, dan jumlah keberatan PNBP yang disetujui atau tidak disetujui.
(3) Surat ketetapan keberatan nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b diterbitkan dalam hal tidak terdapat selisih pembayaran PNBP setelah membandingkan Surat Ketetapan PNBP sesuai laporan hasil pemeriksaan PNBP, jumlah setoran PNBP atas Surat Ketetapan PNBP, jumlah keberatan PNBP yang diajukan, dan jumlah keberatan PNBP yang disetujui atau tidak disetujui.
(4) Surat ketetapan keberatan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c diterbitkan dalam hal terdapat kelebihan pembayaran PNBP setelah membandingkan Surat Ketetapan PNBP sesuai laporan hasil pemeriksaan PNBP, jumlah setoran PNBP atas Surat Ketetapan PNBP, jumlah keberatan PNBP yang diajukan, dan jumlah keberatan PNBP yang disetujui atau tidak disetujui.


Pasal 17

(1) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan surat penetapan atas keberatan PNBP yang diajukan Wajib Bayar paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak surat pengajuan keberatan dan dokumen pendukung diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
(2) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penetapan atas keberatan PNBP paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak proses penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) selesai dilakukan.
(3) Penerbitan surat penetapan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 18

(1) Dalam hal Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP tidak mengeluarkan penetapan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), permohonan keberatan PNBP yang diajukan Wajib Bayar dianggap dikabulkan.
(2) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan penetapan atas keberatan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu penetapan atas keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) berakhir.
(3) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP yang tidak menerbitkan penetapan atas keberatan PNBP sampai dengan jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang disiplin untuk Aparatur Sipil Negara dan di bidang administrasi pemerintahan.


Pasal 19

(1) Surat ketetapan keberatan PNBP yang diterbitkan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2) merupakan penetapan yang bersifat final.
(2) Dalam hal Wajib Bayar tidak setuju terhadap penetapan atas keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Bayar dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.


Bagian Ketujuh
Pencabutan Keberatan PNBP

Pasal 20

(1) Wajib Bayar dapat mencabut pengajuan keberatan PNBP sepanjang belum diterbitkan surat penetapan atas keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2) Pencabutan atas pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan PNBP secara tertulis kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP. 
(3) Atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat pemberitahuan yang memuat antara lain:
  1. penghentian proses penyelesaian keberatan PNBP; dan/atau
  2. informasi PNBP Terutang yang harus dibayarkan, dalam hal masih terdapat kekurangan pembayaran atas PNBP yang diajukan keberatan.
(4) Dalam hal permohonan pencabutan keberatan PNBP diterima sebelum batas waktu pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Wajib Bayar harus melunasi PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar diterbitkan.
(5) Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan PNBP diterima setelah batas waktu pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Wajib Bayar harus segera melunasi PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(6) PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda, dalam hal sanksi adminitratif berupa denda belum dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak jatuh tempo PNBP Terutang.
(7) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. 
(8) Contoh surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedelapan
Tindak Lanjut atas Penetapan Keberatan PNBP

Pasal 21

(1) Berdasarkan surat ketetapan keberatan kurang bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan pertama kepada Wajib Bayar sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(2) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan kedua sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan ketiga sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(4) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. 
(5) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung dari pokok PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(6) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terhitung sejak PNBP jatuh tempo sampai dengan surat tagihan diterbitkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(7) Sejak PNBP jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan kewajiban PNBP yang belum dilakukan pembayaran sampai dengan jatuh tempo, pengenaan denda dilakukan 1 (satu) hari setelah jatuh tempo sesuai dengan besaran kewajiban yang belum dibayarkan.
(8) Dalam hal terdapat PNBP Terutang yang pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum mencapai 24 (dua puluh empat) bulan pada saat surat ketetapan keberatan kurang bayar atau surat tagihan diterbitkan, denda dihitung sejak surat pengajuan keberatan PNBP diterima oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.


Pasal 22

(1) Dalam hal gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) ditolak dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berdasarkan putusan pengadilan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(2) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diterima.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi tagihan PNBP dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal  diterbitkannya surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.
(4) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung dari pokok PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(5) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terhitung sejak PNBP jatuh tempo sampai dengan surat tagihan diterbitkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(6) Sejak PNBP jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan kewajiban PNBP yang belum dilakukan pembayaran sampai dengan jatuh tempo, pengenaan denda dilakukan 1 (satu) hari setelah jatuh tempo sesuai dengan besaran kewajiban yang belum dibayarkan.


Pasal 23

Dalam hal gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dikabulkan dan telah memperolah kekuatan hukum tetap, penyelesaian keberatan PNBP dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan.



Pasal 24

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan pengurusan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7), Pasal 21 ayat (4), dan Pasal 22 ayat (3) dengan cara menerbitkan surat penyerahan tagihan PNBP paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak jatuh tempo tagihan terakhir.
(2) Surat penyerahan tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan mengenai pengurusan piutang negara yang sekurang-kurangnya memuat:
  1. identitas Wajib Bayar;
  2. nilai nominal pokok PNBP yang kurang dibayar; dan
  3. besaran denda atas pokok PNBP yang kurang dibayar dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai surat tagihan PNBP terakhir diterbitkan.
(3) Dalam hal penyerahan tagihan PNBP berasal dari putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 23, surat penyerahan tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai kopi putusan pengadilan.
(4) Besaran denda atas pokok PNBP yang kurang dibayar yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan nilai maksimal yang tercantum dalam surat tagihan PNBP.
(5) PNBP Terutang yang telah dilimpahkan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dicatat sebagai piutang PNBP pada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan besaran PNBP pada saat diserahkan dan diungkapkan secara memadai pada catatan atas laporan keuangan.


Pasal 25

Tata cara penyampaian surat pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (1) dan tata cara penyampaian surat permohonan pencabutan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2). 



Pasal 26

Penagihan oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan secara simultan dengan upaya optimalisasi penagihan piutang PNBP sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.



BAB III
KERINGANAN PNBP

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Permohonan Keringanan PNBP

Pasal 27

(1) Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP Terutang kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2) Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sesuai kewenangan dan tugas yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.
(3) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar;
  2. kesulitan likuiditas; dan/atau
  3. kebijakan pemerintah.


Pasal 28

(1) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a meliputi:
  1. bencana; atau
  2. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP. 
(2) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar yang merupakan keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang penanggulangan bencana.
(3) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar yang merupakan keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan suatu keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar yang berdasarkan penilaian objektif Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dinyatakan sebagai suatu keadaan benar-benar di luar kemampuan Wajib Bayar dan menyebabkan Wajib Bayar tidak dapat memenuhi batas waktu pembayaran sesuai dengan ketentuan.
(4) Batas waktu pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan batas waktu jatuh tempo pembayaran PNBP Terutang sebagai alasan pengajuan keringanan PNBP Terutang.
(5) Alasan pengajuan keringanan PNBP Terutang karena tidak dapat memenuhi batas waktu pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di antaranya:
  1. lokasi Wajib Bayar berada di remote area;
  2. tidak adanya fasilitas internet;
  3. adanya akuisisi Wajib Bayar oleh perusahaan lain;
  4. adanya fraud atas rekening Wajib Bayar; dan/atau
  5. belum terdapat berita acara rekonsiliasi yang menjadi dasar penghitungan PNBP Terutang sebagai akibat adanya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat karena adanya suatu pandemi.


Pasal 29

(1) Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b merupakan kondisi keuangan Wajib Bayar yang tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek.
(2) Kewajiban jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 1 (satu) tahun.
(3) Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan hasil pengujian atas laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan Wajib Bayar, paling sedikit untuk tahun berjalan dan 1 (satu) tahun sebelumnya.
(4) Pengujian atas laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengujian dengan melakukan analisis rasio keuangan antara lain rasio likuiditas berupa rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan rasio perputaran kas (cash turnover ratio).
(5) Dalam hal laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disajikan berdasarkan klasifikasi lancar dan tidak lancar, pengujian analisis rasio likuiditas mengacu pada praktik lazim sektor industrinya.


Pasal 30

(1) Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c meliputi:
  1. kebijakan yang menyebabkan kerugian bagi Wajib Bayar;
  2. kebijakan yang mewajibkan Wajib Bayar untuk mendukung program nasional dan mengakibatkan Wajib Bayar tidak mendapatkan keuntungan yang optimum; dan/atau 
  3. kebijakan pemberian keringanan PNBP Terutang kepada Wajib Bayar dengan mempertimbangkan kearifan lokal, aspek keadilan sosial, budaya, dan lingkungan.
(2) Kebijakan yang menyebabkan kerugian bagi Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
  1. pemegang ijin usaha yang tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya karena perubahan peraturan perundang-undangan; atau
  2. kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membatasi jumlah penumpang dalam sarana transportasi umum.
(3) Kebijakan yang mewajibkan Wajib Bayar untuk mendukung program nasional dan mengakibatkan Wajib Bayar tidak mendapatkan keuntungan yang optimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
  1. badan usaha bidang infrastruktur yang diberikan penugasan oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur; atau
  2. badan usaha bidang pertambangan yang diberikan penugasan oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan peningkatan nilai tambah yang memiliki nilai ekonomi dan sosial yang strategis.
(4) Kebijakan pemberian keringanan PNBP Terutang kepada Wajib Bayar dengan mempertimbangkan kearifan lokal, aspek keadilan sosial, budaya, dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c di antaranya:
  1. pemberian keringanan PNBP Terutang bagi masyarakat kurang mampu atau usaha mikro kecil (UMK);
  2. kebijakan untuk mendukung penerapan teknologi;
  3. kebijakan untuk mempercepat pembangunan daerah; dan/atau 
  4. kebijakan untuk mendukung kelestarian alam.


Pasal 31

(1) Wajib Bayar tidak dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP Terutang kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dalam hal:
  1. PNBP Terutang berasal dari putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap;
  2. PNBP Terutang berdasarkan Surat Ketetapan PNBP dilakukan secara jabatan; atau
  3. PNBP Terutang berdasarkan laporan hasil pemeriksaan PNBP yang akan diajukan keberatan PNBP.
(2) Dalam hal Wajib Bayar mengajukan keringanan PNBP Terutang untuk kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan keringanan PNBP Terutang diterima.


Pasal 32

Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diajukan, proses penagihan dan pelimpahan atas PNBP Terutang yang diajukan keringanan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara ditunda.



Pasal 33

(1) Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diajukan untuk keringanan PNBP Terutang dalam bentuk:
  1. penundaan;
  2. pengangsuran;
  3. pengurangan; dan/atau
  4. pembebasan.
(2) Permohonan keringanan PNBP Terutang dapat berupa: 
  1. keringanan atas pokok PNBP Terutang; dan/atau
  2. keringanan atas sanksi administratif berupa denda.
(3) Surat permohonan keringanan PNBP Terutang hanya dapat diajukan untuk satu bentuk keringanan.
(4) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang dalam bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mendapatkan penetapan, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan keringanan baru.

 


Pasal 34

(1) Dalam hal Wajib Bayar merupakan Wajib Bayar usaha mikro dan kecil, surat permohonan keringanan PNBP Terutang dapat diajukan untuk lebih dari satu bentuk keringanan.
(2) Bentuk keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. penundaan dan pengangsuran;
  2. penundaan dan pengurangan; atau
  3. pengangsuran dan pengurangan.


Bagian Kedua
Batas Waktu Permohonan Keringanan PNBP

Pasal 35

Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) disampaikan paling lambat sebelum PNBP Terutang dilimpahkan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.



Bagian Ketiga
Persyaratan dan Prosedur Pengajuan Keringanan PNBP

Pasal 36

(1) Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diajukan dengan menyampaikan surat permohonan keringanan PNBP Terutang yang paling sedikit memuat informasi mengenai identitas Wajib Bayar, alasan pengajuan keringanan PNBP, bentuk keringanan PNBP, jumlah PNBP Terutang yang diajukan keringanan PNBP, dan tanggal jatuh tempo PNBP Terutang.
(2) Surat permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; dan
  2. ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan.
(3) Keringanan PNBP Terutang yang diajukan atas Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar berdasarkan laporan hasil pemeriksaan PNBP harus disertai dengan surat pernyataan Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan tidak akan mengajukan keberatan PNBP dan menerima substansi yang terdapat dalam laporan hasil pemeriksaan PNBP.


Pasal 37

(1) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a, surat permohonan keringanan PNBP Terutang disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a atau surat pernyataan Wajib Bayar dan bukti terkait untuk keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b; 
  2. asli surat pernyataan kerugian dari Wajib Bayar yang disertai perhitungan dan penjelasan; dan
  3. surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
(2) Surat keterangan dari instansi berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
  1. asli surat keterangan dari pihak kepolisian yang menyatakan kondisi kahar berupa huru-hara, kerusuhan massal, kebakaran, dan lainnya;
  2. asli surat keterangan dari instansi pemerintah yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana untuk keadaan kahar atau kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar berupa bencana alam;
  3. asli surat keterangan dari instansi terkait untuk keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar berupa bencana non alam; dan/atau
  4. salinan keputusan kepala daerah tentang penetapan suatu daerah dalam status bencana.
(3) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b, surat permohonan keringanan PNBP Terutang disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. salinan laporan keuangan atau laporan pembukuan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dalam hal Wajib Bayar berupa badan usaha;
  2. dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan, dalam hal Wajib Bayar perorangan;
  3. asli surat pernyataan kesulitan likuiditas atau keuangan yang ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan dengan disertai perhitungan dan penjelasan; dan 
  4. surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
(4) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat kondisi kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c, surat permohonan keringanan PNBP Terutang harus disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah baik berupa kebijakan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
  2. salinan laporan keuangan atau laporan pembukuan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dalam hal Wajib Bayar berupa badan usaha;
  3. dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan, dalam hal Wajib Bayar perorangan; dan
  4. surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
(5) Dalam hal kebijakan pemerintah berupa arahan Presiden, kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a antara lain dapat berupa siaran pers (press release) atau berita dari laman resmi pemerintah.


Pasal 38

(1) Surat permohonan keringanan PNBP Terutang disampaikan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP, melalui:
  1. penyampaian secara langsung melalui loket penerimaan surat atau petugas penerima surat;
  2. pos atau perusahaan jasa pengangkutan/ekspedisi; atau 
  3. penyampaian melalui surat elektronik (e-mail) kedinasan atau aplikasi persuratan yang disediakan oleh Instansi Pengelola PNBP.
(2) Penyampaian surat permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf c diberikan tanda bukti penerimaan surat secara langsung, secara elektronik, maupun melalui notifikasi sistem.
(3) Penyampaian surat permohonan keringanan PNBP Terutang melalui pos atau perusahaan jasa pengangkutan/ekspedisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan dengan tanggal yang tercantum dalam bukti pengiriman surat.


Pasal 39

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan terhadap permohonan keringanan PNBP Terutang yang diterima setelah PNBP Terutang dilimpahkan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.
(2) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan keringanan PNBP Terutang diterima.


Bagian Keempat
Uji Kelengkapan Dokumen Permohonan Keringanan PNBP

Pasal 40

(1) Atas permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan oleh Wajib Bayar, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen dengan menggunakan formulir uji kelengkapan dokumen pendukung.
(2) Dalam hal berdasarkan uji kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen pendukung belum lengkap, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan keringanan PNBP Terutang diterima.
(3) Wajib Bayar menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung yang diminta oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan disertai surat pengantar yang ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung diterima.
(4) Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan.
(5) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir.


Bagian Kelima
Proses Penelitian Keringanan PNBP

Pasal 41

(1) Dalam hal berdasarkan uji kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dokumen pendukung telah lengkap, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi keringanan PNBP Terutang yang diajukan oleh Wajib Bayar.
(2) Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau salinan digital kepada Wajib Bayar terkait dengan materi permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan melalui penyampaian surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait atas hal-hal yang berkaitan dengan materi permohonan keringanan PNBP Terutang;
  3. meninjau tempat atau lokasi usaha Wajib Bayar, termasuk tempat lain yang berkaitan dengan materi keringanan PNBP Terutang yang diajukan jika diperlukan;
  4. meminta pertimbangan dari aparat pengawasan intern pemerintah; dan/atau
  5. meminta Pemeriksaan PNBP kepada Instansi Pemeriksa untuk keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas.


Pasal 42

(1) Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal penerimaan surat permintaan dan/atau peminjaman yang tertera pada bukti penerimaan dokumen, notifikasi surat elektronik, atau notifikasi sistem.
(3) Dalam hal Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan keringanan PNBP Terutang diproses berdasarkan data yang diterima. 


Pasal 43

(1) Konfirmasi atas hal-hal yang berkaitan dengan materi keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b dapat dilakukan melalui sarana telekomunikasi yang terdokumentasikan, surat elektronik, dan/atau rapat pembahasan secara luring maupun daring dengan mengundang Wajib Bayar dan/atau pihak terkait lainnya.
(2) Pelaksanaan kegiatan peninjauan ke tempat atau lokasi Wajib Bayar termasuk tempat lain yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf c dilakukan oleh pegawai yang ditunjuk oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dan dilengkapi dengan surat tugas.
(3) Hasil pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara.


Bagian Keenam
Proses Persetujuan atau Penolakan Keringanan PNBP

Pasal 44

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan keringanan PNBP Terutang yang diajukan Wajib Bayar.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
  1. penundaan;
  2. pengangsuran;
  3. pengurangan; dan/atau
  4. pembebasan. 


Paragraf 1
Proses Persetujuan atau Penolakan permintaan Keringanan
PNBP berupa Penundaan atau Pengangsuran

Pasal 45

(1) Persetujuan keringanan PNBP Terutang dalam bentuk penundaan diberikan kepada Wajib Bayar untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dalam tahun anggaran berjalan sejak surat persetujuan penundaan ditetapkan.
(2) Persetujuan keringanan PNBP Terutang dalam bentuk pengangsuran diberikan kepada Wajib Bayar untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam tahun anggaran berjalan terhitung sejak surat persetujuan pengangsuran ditetapkan.
(3) Pengangsuran PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
(4) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melewati tahun anggaran berjalan, surat persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa penundaan atau pengangsuran harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan Menteri.


Pasal 46

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Anggaran disertai dokumen pendukung.
(2) Surat permintaan pertimbangan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
  1. identitas Wajib Bayar;
  2. bentuk keringanan PNBP Terutang yang diajukan;
  3. jumlah PNBP Terutang yang diajukan keringanan PNBP; 
  4. tanggal jatuh tempo PNBP Terutang; dan
  5. rekomendasi jangka waktu pemberian penundaan atau pengangsuran.
(3) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan keringanan PNBP Terutang dan dokumen pendukung diterima secara lengkap.


Pasal 47

(1) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan atas surat permintaan pertimbangan beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1).
(2) Dalam melakukan penelaahan atas surat permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran dapat:
  1. meminta perbaikan administratif;
  2. meminta tambahan dokumen/informasi;
  3. melakukan konfirmasi kepada Instansi Pengelola PNBP, Wajib Bayar, dan/atau pihak terkait lainnya; dan/atau
  4. meminta pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa.
(3) Penelaahan atas surat permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan pencapaian target PNBP.
(4) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan dan menyampaikan surat pertimbangan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berdasarkan hasil penelahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 


Paragraf 2
Proses Persetujuan atau Penolakan permintaan Keringanan
PNBP berupa Pengurangan atau Pembebasan

Pasal 48

(1) Persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan diterbitkan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP setelah mendapat persetujuan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP/pejabat setingkat eselon I atas nama Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menyampaikan permintaan persetujuan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Anggaran disertai dengan:
  1. dokumen pendukung;
  2. penjelasan; dan
  3. rekomendasi tertulis.
(3) Surat permintaan persetujuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi mengenai:
  1. identitas Wajib Bayar;
  2. bentuk keringanan PNBP Terutang yang diajukan;
  3. jumlah PNBP Terutang yang diajukan keringanan PNBP;
  4. tanggal jatuh tempo PNBP Terutang; dan
  5. rekomendasi jumlah pemberian pengurangan atau pembebasan.
(4) Penjelasan dan rekomendasi tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat dituangkan dalam surat permintaan persetujuan keringanan PNBP Terutang atau dalam dokumen yang terpisah.
(5) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan keringanan PNBP Terutang dan dokumen pendukung diterima secara lengkap.
(6) Terhadap permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri menetapkan persetujuan permohonan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan.
(7) Kewenangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan dan pembebasan dengan nilai sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Pasal 49

(1) Dalam hal keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan karena kesulitan likuiditas, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan persetujuan setelah mendapat pertimbangan pengawasan intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa dan persetujuan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP/pejabat setingkat eselon I atas nama Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan persetujuan Menteri kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Anggaran disertai dengan:
  1. dokumen pendukung;
  2. penjelasan;
  3. rekomendasi tertulis; dan
  4. pertimbangan aparat pengawas intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa.
(3) Surat permintaan persetujuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi:
  1. identitas Wajib Bayar;
  2. bentuk keringanan PNBP Terutang yang diajukan; 
  3. jumlah PNBP Terutang yang diajukan keringanan PNBP;
  4. tanggal jatuh tempo PNBP Terutang; dan
  5. rekomendasi jumlah pemberian pengurangan.
(4) Penjelasan dan rekomendasi tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat dituangkan dalam surat permintaan persetujuan keringanan PNBP Terutang atau dalam dokumen yang terpisah.
(5) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kewenangan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP paling rendah setingkat pejabat eselon II untuk menerbitkan persetujuan.
(6) Surat permintaan persetujuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pertimbangan aparat pengawasan intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa diterima oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(7) Permintaan rekomendasi kepada Instansi Pemeriksa oleh Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap permohonan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan terhadap kondisi kesulitan likuiditas dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(8) Ketentuan dan tata cara pengajuan permintaan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.


Pasal 50

(1) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan terhadap permohonan persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49.
(2) Dalam melakukan penelaahan atas surat permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran dapat:
  1. meminta perbaikan administratif;
  2. meminta tambahan dokumen/informasi;
  3. melakukan konfirmasi kepada Instansi Pengelola PNBP, Wajib Bayar, dan/atau pihak terkait lainnya; dan/atau
  4. meminta pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa.
(3) Penelaahan atas surat permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan pencapaian target PNBP.
(4) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan disetujui, Menteri atau Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan surat persetujuan dan menyampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(5) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan tidak disetujui, Menteri atau Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan dan menyampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(6) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diterbitkan oleh Menteri atau Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri disertai dengan penjelasan dan disampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP/pejabat setingkat eselon I, dalam hal:
  1. tidak memenuhi kriteria substantif; atau
  2. hasil pemeriksaan ulang tidak direkomendasikan untuk diberikan keringanan. 
(7) Menteri atau Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri dapat menyetujui nilai permohonan pengurangan atau pembebasan sesuai dengan nilai yang diajukan atau nilai di bawahnya.


Paragraf 3
Proses Penetapan Keringanan PNBP oleh Instansi Pengelola
PNBP

Pasal 51

(1) Surat pertimbangan Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) menjadi dasar Instansi Pengelola PNBP dalam menerbitkan surat persetujuan atau penolakan atas permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan oleh Wajib Bayar melewati tahun anggaran.
(2) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi jangka waktu penundaan atau pengangsuran yang diberikan oleh Menteri.
(3) Surat persetujuan atau penolakan yang diterbitkan Menteri atau Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6), Pasal 50 ayat (4), Pasal 50 ayat (5), dan Pasal 50 ayat (6) menjadi dasar bagi Instansi Pengelola PNBP dalam menerbitkan surat persetujuan atau penolakan atas permohonan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan.


Pasal 52

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan:
  1. surat persetujuan atau penolakan atas permohonan keringanan PNBP Terutang berupa penundaan dan pengangsuran; dan/atau
  2. surat tagihan PNBP Terutang,
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dokumen pendukung diterima lengkap. 
(2) Dalam hal persetujuan keringanan PNBP Terutang mensyaratkan pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) atau persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dan/atau surat tagihan PNBP Terutang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pertimbangan atau persetujuan Menteri diterima.


Bagian Ketujuh
Tindak Lanjut atas Penetapan Keringanan PNBP Terutang

Paragraf 1
Tindak Lanjut atas Penetapan Keringanan PNBP berupa
Penundaan

Pasal 53

(1) Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang sesuai dengan jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a.
(2) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang sampai dengan berakhirnya jangka waktu penundaan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya masa penundaan.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh, terhitung sejak jatuh tempo PNBP Terutang. 
(4) Sejak jatuh tempo PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewajiban PNBP yang belum dilakukan pembayaraan sampai dengan jatuh tempo, pengenaan denda dilakukan 1 (satu) hari setelah jatuh tempo sesuai dengan besaran kewajiban yang belum dibayarkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(5) Dalam hal Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan PNBP Terutang diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Paragraf 2
Tindak Lanjut atas Penetapan Keringanan PNBP berupa
Pengangsuran

Pasal 54

(1) Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang sesuai dengan jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b.
(2) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang sampai dengan berakhirnya setiap masa angsuran, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan Surat Tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya masa angsuran.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh, terhitung sejak jatuh tempo PNBP Terutang setiap masa angsuran.
(4) Sejak jatuh tempo PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewajiban PNBP yang belum dilakukan pembayaraan sampai dengan jatuh tempo, pengenaan denda dilakukan 1 (satu) hari setelah jatuh tempo sesuai dengan besaran kewajiban yang belum dibayarkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(5) Dalam hal Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan PNBP angsuran terakhir diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Paragraf 3
Tindak Lanjut atas penetapan keringanan PNBP berupa
Pengurangan

Pasal 55

(1) Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang setelah dikurangi dengan jumlah pengurangan yang ditetapkan dalam surat persetujuan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c.
(2) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang sampai dengan 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan keringanan PNBP Terutang diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan Surat Tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak batas waktu pembayaran.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(4) Pengenaan sanksi administratif berupa denda dilakukan 1 (satu) hari setelah jatuh tempo sesuai dengan besaran kewajiban yang belum dibayarkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(5) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan PNBP diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Paragraf 4
Tindak Lanjut atas Penetapan Keringanan PNBP Berupa
Penolakan Sebagian atau Seluruhnya

Pasal 56

(1) Dalam hal permohonan besaran keringanan PNBP Terutang ditolak sebagian atau seluruhnya, surat persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) wajib disertai dengan Surat Tagihan PNBP Terutang berupa pokok PNBP Terutang ditambah sanksi adminisratif berupa denda.
(2) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh, terhitung sejak jatuh tempo PNBP Terutang.
(3) Sejak jatuh tempo PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kewajiban PNBP yang belum dilakukan pembayaraan sampai dengan jatuh tempo, pengenaan denda dilakukan 1 (satu) hari setelah jatuh tempo sesuai dengan besaran kewajiban yang belum dibayarkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(4) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan PNBP Terutang diterbitkan, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Paragraf 5
Proses Pelimpahan PNBP Terutang kepada Instansi
yang Berwenang melakukan Pengurusan Piutang Negara

Pasal 57

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan pengurusan piutang atas PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (5), Pasal 54 ayat (5), Pasal 55 ayat (5), dan Pasal 56 ayat (4) dengan cara menerbitkan surat penyerahan tagihan PNBP paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak jatuh tempo tagihan berakhir.
(2) Surat penyerahan tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan mengenai pengurusan piutang negara yang sekurang-kurangnya berupa:
  1. identitas Wajib Bayar;
  2. nilai nominal PNBP Terutang yang kurang dibayar; dan
  3. dokumen besaran denda atas pokok PNBP yang kurang dibayar dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal surat tagihan.
(3) Besaran denda atas pokok PNBP yang kurang dibayar yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan nilai maksimal yang tercantum dalam Surat Tagihan PNBP.
(4) PNBP Terutang yang telah diserahkan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dicatat sebagai piutang PNBP pada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan besaran PNBP pada saat diserahkan dan diungkapkan secara memadai pada catatan atas laporan keuangan.
(5) Dalam hal PNBP Terutang tidak dapat diserahkan atau ditolak oleh instansi yang berwenang mengurus piutang negara, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melanjutkan upaya optimalisasi penagihan piutang PNBP sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.


Pasal 58

Tata cara penyampaian surat pengajuan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud Pasal 40 ayat (3) dan Pasal 42 ayat (1), penyampaian surat pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), dan penyampaian surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (2).



Pasal 59

Penagihan secara tertulis oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 56 ayat (1) dilaksanakan secara simultan dengan upaya optimalisasi penagihan piutang PNBP sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP. 



BAB IV
PENGEMBALIAN PNBP

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Pengajuan Pengembalian PNBP

Pasal 60

(1) Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2) Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sesuai kewenangan dan tugas yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.
(3) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat ditujukan kepada pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan, dalam hal pemungutan, penyetoran, dan penagihan PNBP dilakukan oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP.
(4) Pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat diajukan dalam hal terdapat:
  1. kesalahan pembayaran PNBP;
  2. kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP;
  3. penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP;
  4. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
  5. hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa;
  6. pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak; dan/atau 
  7. ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 61

(1) Kesalahan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf a, antara lain dapat berupa:
  1. kesalahan penetapan jenis, volume, harga, dan/atau tarif PNBP; dan/atau
  2. kesalahan pembayaran oleh Wajib Bayar atau kesalahan penyetoran oleh pihak lain.
(2) Kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf b, antara lain dapat berupa:
  1. kesalahan penetapan jenis, volume, harga, dan/atau tarif PNBP;
  2. kesalahan pemungutan yang seharusnya bukan PNBP;
  3. kesalahan pemungutan untuk kewajiban pihak lain; dan/atau
  4. variabel lainnya dalam perhitungan PNBP.
(3) Penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf c, berupa surat ketetapan keberatan lebih bayar yang menegaskan adanya kelebihan bayar berdasarkan pengajuan keberatan PNBP dari Wajib Bayar.
(4) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf d adalah timbulnya kewajiban negara untuk mengembalikan PNBP kepada Wajib Bayar berdasarkan hasil putusan pengadilan yang sudah tidak dapat diajukan upaya hukum.
(5) Hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf e  adalah adanya kelebihan pembayaran PNBP berdasarkan hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa terhadap Wajib Bayar yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar oleh Instansi Pengelola PNBP.
(6) Pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf f antara lain berupa penghentian pelayanan karena kondisi kahar, kerusakan sarana dan prasarana yang membutuhkan perbaikan yang relatif lama, dan/atau dalam rangka mendukung kebijakan nasional.
(7) Ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf g antara lain dapat berupa:
  1. adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan hilangnya kewenangan pemungutan jenis dan tarif PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP;
  2. adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan jenis dan tarif PNBP tidak berlaku;
  3. ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan keuangan negara yang menyebabkan kelebihan pembayaran sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
  4. ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan PNBP yang menyebabkan kelebihan pembayaran sesuai hasil monitoring atau verifikasi Pejabat Kuasa Pengelola PNBP. 

  


Pasal 62

(1) Batas waktu permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g, tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun sejak terjadinya kelebihan pembayaran PNBP.
(2) Sejak terjadinya kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tanggal:
  1. bukti pembayaran penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran untuk permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf a dan huruf b;
  2. surat ketetapan keberatan lebih bayar yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas permohonan keberatan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar untuk permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf c;
  3. surat pemberitahuan tidak dapat melayani Wajib Bayar baik sebagian atau keseluruhan yang diterbitkan oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf f;
  4. mulai berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan hilangnya kewenangan pemungutan jenis dan tarif PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau yang menyebabkan jenis dan tarif PNBP tidak berlaku, untuk permohonan pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf g.
(3) Batas waktu permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf d dan huruf e tidak melebihi jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya putusan pengadilan atau diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan PNBP.
(4) Tanggal diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tanggal diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan PNBP yang substansinya diajukan permohonan pengembalian PNBP untuk pertama kali.


Bagian Ketiga
Persyaratan dan Prosedur Pengajuan Pengembalian PNBP

Pasal 63

(1) Wajib Bayar mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) atau kepada pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) yang paling sedikit memuat informasi mengenai:
  1. identitas Wajib Bayar;
  2. dasar pengajuan permohonan pengembalian PNBP; dan
  3. besaran nilai nominal pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan.
(2) Surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 
  1. diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; dan
  2. ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan.


Pasal 64

(1) Pengajuan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung, paling sedikit:
  1. dokumen pendukung atas rincian perhitungan jumlah kelebihan pembayaran PNBP yang dibuat oleh Wajib Bayar;
  2. dokumen bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran; dan
  3. dokumen lain yang diperlukan.
(2) Dokumen lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditentukan berdasarkan alasan pengajuan permohonan pengembalian kelebihan atas pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4), paling sedikit:
  1. surat penetapan atas keberatan PNBP dalam hal pengajuan pengembalian didasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf c;
  2. salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam hal pengajuan pengembalian didasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf d;
  3. Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar dalam hal pengajuan pengembalian didasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf e;
  4. pernyataan bahwa Wajib Bayar tidak mendapat layanan baik sebagian maupun keseluruhan dalam hal pengajuan pengembalian didasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf f; atau
  5. uraian penjelasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf g.


Pasal 65

(1) Surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) disampaikan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atau pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan, melalui:
  1. penyampaian secara langsung melalui loket penerimaan surat atau petugas penerima surat;
  2. pos atau perusahaan jasa pengangkutan/ekspedisi; atau
  3. penyampaian secara elektronik melalui surat elektronik (e-mail) atau aplikasi persuratan yang disediakan oleh Instansi Pengelola PNBP.
(2) Penyampaian surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c, diberikan tanda bukti penerimaan surat secara langsung, secara elektronik, maupun notifikasi sistem.
(3) Penyampaian surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP melalui pos atau perusahaan jasa pengangkutan/ekspedisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan dengan tanggal yang tercantum pada bukti pengiriman surat. 


Pasal 56

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan terhadap permohonan pengajuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan ayat (3).
(2) Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan menerbitkan surat penolakan terhadap permohonan pengajuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan ayat (3) dan melaporkan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP, dalam hal surat permohonan pengembalian atas kelebihan permbayaran PNBP diajukan melalui Mitra Instansi Pengelola PNBP.
(3) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diterima.
(4) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final.


Bagian Keempat
Prinsip Pengembalian PNBP

Pasal 67

(1) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya.
(2) Perhitungan pengembalian PNBP sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak ditetapkannya persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.


Pasal 68

(1) Dalam kondisi tertentu, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan.
(2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar;
  2. melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  3. Wajib Bayar tidak memiliki kewajiban PNBP yang sejenis secara berulang;
  4. apabila pengembalian sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun; atau
  5. di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 69

(1) Kondisi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf a terpenuhi apabila memenuhi persyaratan antara lain:
  1. adanya pencabutan izin usaha Wajib Bayar dan/atau pembubaran badan hukum;
  2. Wajib Bayar dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan/atau
  3. tidak ada transaksi pembayaran atas jenis PNBP tertentu yang sama dengan jenis PNBP yang dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran selama 6 (enam) bulan berturut-turut, dihitung sejak tanggal terakhir kali melakukan pembayaran kewajiban PNBP. 
(2) Kondisi melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf b terpenuhi apabila terdapat amar putusan berupa pengembalian PNBP secara tunai.
(3) Kondisi Wajib Bayar tidak memiliki kewajiban PNBP yang sejenis secara berulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf c terpenuhi apabila Wajib Bayar melakukan transaksi PNBP untuk jenis PNBP yang sama tidak secara rutin.
(4) Transaksi PNBP untuk jenis PNBP yang sama tidak secara rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi apabila memenuhi persyaratan, antara lain:
  1. Wajib Bayar tidak memiliki kewajiban pembayaran PNBP secara periodik lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kontrak untuk jenis PNBP yang sama; dan/atau
  2. belum dapat dipastikan kapan Wajib Bayar melakukan pembayaran kewajiban berikutnya atas jenis PNBP yang sama.
(5) Kondisi apabila pengembalian pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf d dipenuhi apabila nominal kelebihan PNBP yang dimintakan pengembalian oleh Wajib Bayar melebihi nilai realisasi pembayaran PNBP tertinggi selama setahun terakhir.
(6) keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf e terpenuhi dalam hal terjadi kondisi bencana atau keadaan lain di luar kemampuan Wajib Bayar. 


Bagian Kelima
Persyaratan Tambahan dalam hal Pengembalian PNBP
melalui Pemindahbukuan

Pasal 70

(1) Dalam hal Wajib Bayar mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP secara langsung melalui pemindahbukuan, selain kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 64, Wajib Bayar menyampaikan dokumen tambahan berupa:
  1. salinan dokumen kepemilikan rekening sesuai dengan identitas Wajib Bayar;
  2. nomor pokok wajib pajak; dan
  3. dokumen lain yang diperlukan.
(2) Dalam hal Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki nomor pokok wajib pajak dapat menggunakan nomor pokok wajib pajak bendahara pada Instansi Pengelola PNBP atau satuan kerja sebagai pelengkap di kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN).
(3) Dokumen lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, antara lain:
  1. salinan surat pencabutan ijin usaha dan/atau dokumen lainnya yang sah yang menerangkan berakhirnya kegiatan usaha Wajib Bayar, surat keterangan tidak terdapat pembayaran selama 6 (enam) bulan berturut-turut dari Instansi pengelola PNBP atau putusan pailit dari pengadilan untuk kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (i);
  2. salinan putusan pengadilan untuk kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2);
  3. surat pernyataan tidak memiliki kewajiban PNBP yang sejenis secara berulang dari Wajib Bayar untuk kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) dan ayat (4);
  4. data historis transaksi pembayaran PNBP 1 (satu) tahun terakhir serta proyeksi pembayaran PNBP untuk 1 (satu) tahun ke depan, untuk kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5); atau
  5. surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk kondisi bencana atau surat pernyataan Wajib Bayar untuk kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar berdasarkan pertimbangan Instansi Pengelola PNBP untuk kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (6).


Bagian Keenam
Uji Kelengkapan Dokumen Permohonan Pengembalian
PNBP

Paragraf 1
Uji Kelengkapan Dokumen oleh Instansi Pengelola PNBP

Pasal 71

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen dengan menggunakan formulir kelengkapan dokumen pendukung permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang disampaikan oleh Wajib Bayar sesuai dengan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan/atau Pasal 70.
(2) Dalam hal dokumen pendukung tidak lengkap, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diterima. 
(3) Wajib Bayar menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung sesuai dengan surat permintaan kelengkapan dokumen dari Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah batas waktu penyampaian kelengkapan dokumen berakhir.


Paragraf 2
Uji Kelengkapan Dokumen Pendukung oleh Mitra Instansi
Pengelola PNBP

Pasal 72

(1) Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan melakukan uji kelengkapan dokumen menggunakan formulir kelengkapan dokumen pendukung permohonan pengembalian PNBP yang disampaikan oleh Wajib Bayar kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP sesuai dengan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan/atau Pasal 70.
(2) Dalam hal dokumen pendukung tidak lengkap, pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Wajib Bayar paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diterima. 
(3) Wajib Bayar menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung sesuai dengan surat permintaan kelengkapan dokumen dari Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung, Mitra Instansi Pengelola PNBP mengembalikan berkas permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Wajib Bayar.


Pasal 73

Atas penolakan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) dan pengembalian berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4), Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atau pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan sepanjang belum melewati batas waktu pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan ayat (3).



Bagian Ketujuh
Proses Penelitian Permohonan Pengembalian PNBP

Paragraf 1
Proses Penelitian oleh Instansi Pengelola PNBP

Pasal 74

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dokumen pendukung dinyatakan lengkap.
(2) Penelitian atas substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain penelitian terhadap penghitungan besaran PNBP dan jumlah pembayaran PNBP.
(3) Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau salinan digital kepada Wajib Bayar terkait dengan materi permohonan pengembalian PNBP yang diajukan melalui penyampaian surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait atas hal-hal yang berkaitan dengan dengan materi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP;
  3. meninjau tempat atau lokasi usaha Wajib Bayar, termasuk tempat lain yang berkaitan dengan materi pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP jika diperlukan;
  4. meminta pertimbangan dari aparat pengawas intern pemerintah; dan/atau
  5. meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dengan dengan nilai lebih dari Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan besarannya belum diyakini oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(4) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh keyakinan bahwa terdapat kelebihan pembayaran PNBP oleh Wajib Bayar, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP meminta pertimbangan Menteri.
(5) Permintaan pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran.
(6) Permintaan pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) mitra disertai dengan kopi bukti penerimaan negara untuk selanjutnya dilakukan penelitian.
(7) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan memastikan penerimaan yang dimintakan pengembalian telah dibukukan oleh Kuasa BUN.
(8) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) mitra menerbitkan surat keterangan telah dibukukan.
(9) Surat keterangan telah dibukukan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disusun sesuai dengan contoh format dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 75

(1) Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) dan Pasal 74 ayat (3) huruf a paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal penerimaan surat permintaan dan/atau peminjaman yang tertera pada bukti penerimaan dokumen, notifikasi surat elektronik, atau notifikasi sistem. 
(3) Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Pasal 76

(1) Permintaan konfirmasi atas hal-hal yang berkaitan dengan materi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf b dapat dilakukan melalui sarana telekomunikasi yang terdokumentasikan, surat elektronik, dan/atau rapat pembahasan dengan mengundang Wajib Bayar dan pihak terkait lainnya.
(2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permintaan dan/atau peminjaman yang tertera pada bukti penerimaan dokumen, notifikasi surat elektronik, atau notifikasi sistem.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Pasal 77

(1) Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan melakukan penelitian atas substansi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dokumen pendukung dinyatakan lengkap berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1). 
(2) Penelitian atas substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain penelitian terhadap penghitungan besaran PNBP dan jumlah pembayaran PNBP.
(3) Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau salinan digital kepada Wajib Bayar terkait dengan materi permohonan pengembalian PNBP yang diajukan melalui penyampaian surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait atas hal-hal yang berkaitan dengan dengan materi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP; dan/atau
  3. meninjau tempat atau lokasi usaha Wajib Bayar, termasuk tempat lain yang berkaitan dengan materi pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP jika diperlukan.
(4) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh keyakinan bahwa terdapat kelebihan pembayaran PNBP oleh Wajib Bayar, pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan berkoordinasi dengan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP untuk meminta pertimbangan Menteri.
(5) Permintaan  pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran.
(6) Permintaan pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) mitra disertai dengan kopi bukti penerimaan negara untuk selanjutnya dilakukan penelitian.
(7) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan memastikan penerimaan yang dimintakan pengembalian telah dibukukan oleh Kuasa BUN.
(8) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) mitra menerbitkan surat keterangan telah dibukukan.
(9) Surat keterangan telah dibukukan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disusun sesuai dengan contoh format dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 78

(1) Wajib Bayar memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) dan Pasal 77 ayat (3) huruf a paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal penerimaan surat permintaan dan/atau peminjaman yang tertera pada bukti penerimaan dokumen, notifikasi surat elektronik, atau notifikasi sistem.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan pengembalian PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Pasal 79

(1) Permintaan konfirmasi atas hal-hal yang berkaitan dengan materi permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) huruf b dapat dilakukan melalui sarana telekomunikasi yang terdokumentasi, surat elektronik, dan/atau rapat pembahasan dengan mengundang Wajib Bayar dan pihak terkait lainnya.
(2) Pelaksanaan kegiatan peninjauan ke tempat atau lokasi usaha Wajib Bayar termasuk tempat lain yang terkait dengan materi pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) huruf c dilakukan oleh pegawai yang ditunjuk oleh pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan dan dilengkapi dengan surat tugas.
(3) Hasil pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara.


Pasal 80

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan menyampaikan rekomendasi tertulis beserta kelengkapan dokumen pendukung surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. kesimpulan hasil penelitian permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP;
  2. usulan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP untuk dilakukan pemeriksaan oleh Instansi Pemeriksa atau pertimbangan dari aparat pengawasan intern pemerintah; dan/atau
  3. pertimbangan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP.


Paragraf 2
Penelitian Usulan Permohonan Pengembalian PNBP oleh
Instansi Pengelola PNBP atas Rekomendasi Mitra Instansi
Pengelola PNBP

Pasal 81

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan penelitian atas rekomendasi terkait substansi pengembalian PNBP dan kelengkapan dokumen pendukung yang diajukan oleh pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak rekomendasi Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP dan dokumen pendukung diterima dengan lengkap.


Pasal 82

Berdasarkan penelitian atas rekomendasi dari Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dapat meminta:

a. keterangan dan dokumen lain kepada pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP atau pejabat lain pada Mitra Instansi Pengelola PNBP yang diberikan kewenangan dan/atau kepada Wajib Bayar;
b. pertimbangan dari aparat pengawas intern pemerintah; dan/atau
c. pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa.


Bagian Kedelapan
Proses Penelitian Permohonan Pengembalian PNBP Melalui
Pemindahbukuan

Pasal 83

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berkoordinasi kepada instansi lain terkait informasi tunggakan Wajib Bayar kepada negara dalam penelitian permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4).
(2) Tunggakan kewajiban kepada negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. PNBP Terutang untuk jenis PNBP yang sama dan/atau jenis PNBP lainnya yang berkaitan dengan jenis usaha Wajib Bayar yang terdapat pada Instansi Pengelola PNBP;
  2. PNBP Terutang untuk jenis PNBP yang sama dan/atau jenis PNBP lainnya yang berkaitan dengan jenis usaha Wajib Bayar yang terdapat pada Instansi Pengelola PNBP lain; dan/atau
  3. tunggakan lain kepada negara berupa kewajiban pajak serta kepabeanan dan cukai.


Pasal 84

(1) Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dapat berkoordinasi untuk melakukan penelitian atas tunggakan kewajiban PNBP terutang Wajib Bayar untuk jenis PNBP yang berkaitan dengan jenis usaha Wajib Bayar, kepada:
  1. unit internal pada Instansi Pengelola PNBP untuk penelitian atas kemungkinan adanya tunggakan untuk jenis PNBP yang sama dan/atau jenis PNBP lainnya pada Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf a;
  2. Instansi Pengelola PNBP lain yang terkait dan/atau Menteri untuk penelitian atas kemungkinan adanya tunggakan untuk jenis PNBP pada Instansi Pengelola PNBP lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf b; dan/atau
  3. Menteri untuk penelitian atas kemungkinan adanya tunggakan kewajiban perpajakan serta kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf c.
(2) Pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui sistem informasi yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.


Pasal 85

(1) Pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dikecualikan untuk permohonan pengembalian atas kelebihan PNBP yang memenuhi kriteria:
  1. jenis PNBP bukan merupakan kewajiban secara berulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3);
  2. nominal pengembalian paling besar Rp250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah); dan
  3. jenis PNBP berasal dari objek PNBP bersifat layanan, pengelolaan barang milik negara, dan/atau hak negara lainnya.
(2) Permohonan pengembalian atas kelebihan PNBP yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan surat pernyataan tanggung jawab mutlak sebagai dokumen pendukung yang menyatakan Wajib Bayar yang bersangkutan tidak memiliki tunggakan kepada negara.


Pasal 86

(1) Berdasarkan koordinasi terkait tunggakan kewajiban PNBP Terutang Wajib Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf b dan huruf c, Menteri c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat berkoordinasi dengan Instansi Pengelola PNBP untuk mengajukan permintaan Pemeriksaan PNBP kepada Instansi Pemeriksa.
(2) Permintaan Pemeriksaan PNBP kepada Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal:
  1. Instansi Pengelola PNBP belum mengajukan permintaan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa terhadap permohonan pengembalian secara langsung melalui pemindahbukuan;
  2. berdasarkan hasil penelaahan ditemukan adanya indikasi ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP;
  3. terdapat indikasi kerugian negara dan/atau indikasi unsur tindak pidana; dan/atau
  4. berdasarkan pertimbangan Menteri perlu dimintakan pemeriksaan kembali.
(3) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP tidak dipersyaratkan adanya rekomendasi Instansi Pemeriksa namun berdasarkan pertimbangan Menteri perlu dimintakan pemeriksaan, Direktur Jenderal Perbendaharaan meminta Instansi Pengelola PNBP untuk mengajukan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa.
(4) Dalam hal  permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP telah disertai rekomendasi Instansi Pemeriksa namun berdasarkan pertimbangan Menteri perlu dimintakan pemeriksaan kembali, Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri dapat mengajukan permintaan pemeriksaan secara langsung kepada Instansi Pemeriksa PNBP atau meminta Instansi Pengelola PNBP untuk mengajukan pemeriksaan kembali kepada Instansi Pemeriksa.
(5) Ketentuan dan tata cara pengajuan permintaan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.


Pasal 87

(1) Dalam hal berdasarkan hasil koordinasi dengan Instansi Pengelola PNBP lain dan/atau Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf b dan huruf c ditemukan adanya tunggakan kewajiban kepada negara, Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP meminta Wajib Bayar terlebih dahulu melakukan pelunasan tunggakan kewajiban kepada Negara.
(2) Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. pembayaran tunggakan melalui perhitungan terhadap nilai pengembalian PNBP;
  2. pembayaran tunggakan secara pemindahbukuan oleh Wajib Bayar; atau
  3. pembayaran tunggakan sesuai dengan kesepakatan bersama Wajib Bayar dengan Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP, Instansi Pengelola PNBP lain, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Bagian Kesembilan
Proses Penetapan Pengembalian PNBP

Pasal 88

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, Pasal 81, Pasal 83, dan Pasal 84, pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Wajib Bayar.
(2) Surat persetujuan atau penolakan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP, berupa:
  1. surat persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagai perhitungan pembayaran di muka;
  2. surat persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP secara langsung melalui pemindahbukuan; atau
  3. surat penolakan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP.


Pasal 89

(1) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP ditolak oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP, Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian.
(2) Pengajuan kembali permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang Wajib Bayar memiliki bukti baru dan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan ayat (3) belum terlampaui.


Bagian Kesepuluh
Tindak Lanjut atas Surat Persetujuan Pengembalian PNBP

Paragraf 1
Pengembalian sebagai Perhitungan Pembayaran Di muka

Pasal 90

(1) Surat persetujuan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagai perhitungan pembayaran di muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf a menjadi dasar Kuasa Pengguna Anggaran untuk melanjutkan proses pengembalian PNBP melalui pencatatan dan perhitungan ulang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara perhitungan serta pencatatan pengembalian kelebihan PNBP sebagai pembayaran di muka dapat diatur oleh Instansi Pengelola PNBP.


Paragraf 2
Pengembalian PNBP melalui Pemindahbukuan

Pasal 91

Surat persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP melalui pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf b menjadi dasar Kuasa Pengguna Anggaran untuk melanjutkan proses pengembalian PNBP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pembayaran atas transaksi pengembalian penerimaan negara.



Paragraf 3
Pengembalian PNBP yang masih dalam Penguasaan
Bendahara Penerimaan

Pasal 92

(1) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang setorannya masih berada dalam penguasaan Bendahara Penerimaan diajukan oleh Wajib Bayar kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang pembayaran PNBP belum disetor ke rekening kas umum negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP melalui pemindahbukuan yang setorannya masih berada dalam penguasaan Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP.


Pasal 93

Pengembalian kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 tidak termasuk untuk jenis penerimaan yang berada pada rekening khusus yang dibentuk dalam rangka proses lebih lanjut terkait penghitungan dan/atau penetapan PNBP (earning process).



Pasal 94

Tata cara penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), Pasal 72 ayat (3), dan Pasal 75 ayat (1).



BAB V
KEBERATAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN PNBP
BENDAHARA UMUM NEGARA

Pasal 95

(1) Tata cara pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP pada Instansi Pengelola PNBP Bendahara Umum Negara mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri ini sepanjang belum diatur tersendiri.
(2) Dalam hal diperlukan, ketentuan mengenai keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP yang dikelola oleh Instansi Pengelola PNBP Bendahara Umum Negara diatur tersendiri oleh Menteri sesuai karakteristik PNBP Bendahara Umum Negara. 


BAB VI
SISTEM INFORMASI PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
KEBERATAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN PNBP

Pasal 96

(1) Dalam hal telah tersedia sistem informasi pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan, pengajuan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP harus dilakukan melalui sistem informasi pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP dengan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikui petunjuk teknis penggunaan sistem informasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 97

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keringanan PNBP Terutang yang berlaku pada Instansi Pengelola Bendahara Umum Negara sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau belum diganti.



Pasal 98

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 Desember 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


BENNY RIYANTO




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1470