Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 2020

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

TIMELINE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59 TAHUN 2020

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN, KERINGANAN,
DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 61, Pasal 62 ayat (7), dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak;


Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
  2. PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah Pusat yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
  4. Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.
  5. Pemeriksaan PNBP adalah kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lain serta kegiatan lainnya dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
  6. Instansi Pemeriksa adalah badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional.
  7. Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.
  8. Mitra Instansi Pengelola PNBP adalah Badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri, yang mempunyai kewajiban membayar PNBP, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  10. Pimpinan Instansi Pengelola PNBP adalah Bendahara Umum Negara atau Pimpinan Kementerian/Lembaga yang memegang kewenangan sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.
  11. Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam Pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya, serta tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


BAB II
KEBERATAN PNBP

Bagian Kesatu
Dasar Pengajuan Keberatan PNBP

Pasal 2

Berdasarkan laporan hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa terhadap Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP berupa:

  1. Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan PNBP Nihil; atau
  3. Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.


Pasal 3

(1) Terhadap Surat Ketetapan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Bayar dapat mengajukan keberatan kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2)  Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah PNBP yang dihitung oleh Wajib Bayar dengan jumlah PNBP yang ditetapkan oleh Instansi Pengelola PNBP.
(3) Pengajuan keberatan terhadap Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan setelah Wajib Bayar melakukan pembayaran paling sedikit sejumlah PNBP Terutang yang telah disetujui oleh Wajib Bayar dalam pembahasan akhir hasil Pemeriksaan PNBP.


Pasal 4

(1) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan disertai dokumen pendukung yang lengkap dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP diterbitkan.
(2)  Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. kopi Surat Ketetapan PNBP;
  2. kopi bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran atas Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam hal PNBP Terutang kurang bayar; dan
  3. rincian perhitungan jumlah PNBP Terutang yang dibuat oleh Wajib Bayar dan penjelasan atas perbedaan perhitungan Wajib Bayar.
(3) Batas waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal Wajib Bayar dapat membuktikan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.
(4) Pengecualian batas waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP diterbitkan.
(5)  Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. bencana; atau
  2. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Instansi Pengelola PNBP.
(6)  Pengajuan keberatan yang dilakukan karena keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
  1. kopi Surat Ketetapan PNBP;
  2. kopi bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran atas Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
  3. dalam Pasal 3 ayat (3) dalam hal PNBP Terutang Kurang Bayar;
  4. rincian perhitungan jumlah PNBP Terutang yang dibuat oleh Wajib Bayar dan penjelasan atas perbedaan perhitungan Wajib Bayar; dan
  5. surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a atau surat pernyataan Wajib Bayar dan bukti terkait untuk keadaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b.
(7) Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan terhadap pengajuan keberatan yang melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4).
(8) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bersifat final.


Bagian Kedua
Uji Kelengkapan Dokumen Pendukung Keberatan PNBP

Pasal 5

(1) Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau ayat (6).
(2)  Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
  1. melanjutkan proses penelitian keberatan, jika dokumen pendukung lengkap; atau
  2. menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada Wajib Bayar, jika dokumen pendukung tidak lengkap.
(3) Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung dalam jangka waktu yang tidak melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (4).
(4) Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian keberatan PNBP.
(5)  Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan.
(6)  Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final.


Bagian Ketiga
Penelitian Keberatan PNBP

Pasal 6

(1) Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan keberatan PNBP.
(2)  Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau digital kepada Wajib Bayar;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait; dan
  3. meninjau tempat Wajib Bayar, termasuk tempat lain terkait yang diperlukan.



Pasal 7

(1) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan dan/atau peminjaman berupa buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a kepada Wajib Bayar untuk kepentingan penelitian.
(2)  Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan keberatan PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Bagian Keempat
Penetapan Keberatan PNBP

Pasal 8

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar.
(2)  Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk:
  1. surat ketetapan keberatan kurang bayar;
  2. surat ketetapan keberatan nihil; atau
  3. surat ketetapan keberatan lebih bayar.


Pasal 9

(1) Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak dokumen pendukung diterima secara lengkap.
(2)  Apabila Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP tidak mengeluarkan penetapan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan keberatan yang diajukan Wajib Bayar dianggap dikabulkan.
(3) Instansi Pengelola PNBP wajib menerbitkan penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP yang tidak menerbitkan penetapan atas keberatan sampai dengan jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 10

(1) Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) bersifat final.
(2)  Dalam hal Wajib Bayar tidak setuju terhadap penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Wajib Bayar dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.


Bagian Kelima
Penyelesaian atas Ketetapan Keberatan PNBP

Pasal 11

(1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan pertama sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(2)  Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan kedua sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan ketiga sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(4) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung dari pokok PNBP Terutang terhitung sejak PNBP jatuh tempo sampai dengan surat tagihan diterbitkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(5)  Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Pasal 12

Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan pengembalian PNBP jika tidak sedang mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.



Bagian Keenam
Penyelesaian Keberatan PNBP
atas Keputusan Pengadilan

Pasal 13

(1) Dalam hal gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) ditolak dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berdasarkan putusan pengadilan menyampaikan surat tagihan sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administrasi berupa denda kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diterima.
(2)  Apabila Wajib Bayar tidak melunasi tagihan PNBP dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Pasal 14

Dalam hal gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dikabulkan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, penyelesaian keberatan PNBP dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan.



Pasal 15

 

Apabila tidak terdapat pengajuan keberatan sampai dengan batas akhir pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau ayat (4) dan tidak terdapat pembayaran atas Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.



Pasal 16

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian permohonan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 15 diatur dalam Peraturan Menteri.



BAB III
KERINGANAN PNBP

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Keringanan PNBP

Pasal 17

(1) Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP Terutang kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2)  Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar;
  2. kesulitan likuiditas; dan/atau
  3. kebijakan pemerintah.
(3) Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
  1. bencana; atau
  2. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Instansi Pengelola PNBP.
(4) Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kondisi keuangan Wajib Bayar yang tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek.
(5)  Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan hasil pengujian atas laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan Wajib Bayar paling sedikit untuk tahun berjalan dan 1 (satu) tahun sebelumnya.
(6)  Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
  1. kebijakan yang menyebabkan kerugian bagi Wajib Bayar;
  2. kebijakan yang mewajibkan Wajib Bayar untuk mendukung program nasional dan mengakibatkan Wajib Bayar tidak mendapatkan keuntungan yang optimum; dan/atau
  3. kebijakan pemberian keringanan PNBP kepada Wajib Bayar dengan mempertimbangkan kearifan lokal, aspek keadilan sosial, budaya, dan lingkungan.


Pasal 18

Wajib Bayar tidak dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP Terutang kepada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dalam hal:

  1. PNBP Terutang berasal dari putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap;
  2. PNBP Terutang berdasarkan Surat Ketetapan PNBP dilakukan secara jabatan; atau
  3. PNBP Terutang berdasarkan laporan hasil pemeriksaan yang akan diajukan keberatan PNBP.


Pasal 19

(1) Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diajukan untuk keringanan PNBP dalam bentuk:
  1. penundaan;
  2. pengangsuran;
  3. pengurangan; dan/atau
  4. pembebasan.
(2)  Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. keringanan atas pokok PNBP Terutang; dan/atau
  2. keringanan atas sanksi administratif berupa denda.
(3) Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) bentuk keringanan dalam 1 (satu) kali pengajuan.
(4) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang dalam bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mendapatkan penetapan permohonan keringanan, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP baru.


Pasal 20

Wajib Bayar usaha mikro kecil dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).



Pasal 21

(1) Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diajukan secara tertulis paling lambat sebelum PNBP Terutang dilimpahkan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.
(2)  Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dengan Bahasa Indonesia beserta kelengkapan dokumen pendukung dan dapat dilakukan secara daring.
(3) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang diajukan sebagai akibat keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, permohonan
    harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk kondisi Pasal 17 ayat (3) huruf a atau surat pernyataan Wajib Bayar untuk keadaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b; dan
  2. surat pernyataan kerugian dari Wajib Bayar.
(4) Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang diajukan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan paling sedikit untuk tahun berjalan dan 1 (satu) tahun sebelumnya; dan
  2. surat pernyataan kesulitan likuiditas atau keuangan dari Wajib Bayar.
(5)  Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang diajukan sebagai akibat kondisi kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah; dan
  2. laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan paling sedikit untuk tahun berjalan.


Pasal 22

Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diajukan, proses penagihan dan pelimpahan atas PNBP Terutang yang diajukan keringanan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara ditunda.



Bagian Kedua
Uji Kelengkapan Dokumen Pendukung Keringanan PNBP

Pasal 23

(1) Berdasarkan permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung.
(2)  Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
  1. melanjutkan proses penelitian keringanan, jika dokumen pendukung lengkap; atau
  2. menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada Wajib Bayar, jika dokumen pendukung tidak lengkap.
(3) Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima.
(4) Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian keringanan PNBP.
(5)  Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan.


Bagian Ketiga
Penelitian Keringanan PNBP

Pasal 24

(1) Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Instansi  Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan keringanan PNBP.
(2)  Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau digital kepada Wajib Bayar;
  2. melakukan pembahasan untuk mengonfirmasi hal yang diperlukan dari Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait dengan substansi permohonan keringanan PNBP Terutang;
  3. meninjau tempat Wajib Bayar, termasuk tempat lain terkait yang diperlukan;
  4. meminta pertimbangan dari aparat pengawas intern pemerintah; dan
  5. meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP terhadap permohonan keringanan berupa pengurangan atau pembebasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 25

(1) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a kepada Wajib Bayar untuk kepentingan penelitian.
(2)  Berdasarkan surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dan/atau peminjaman dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan keringanan PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Bagian Keempat
Penetapan Keringanan PNBP

Pasal 26

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan surat persetujuan atau penolakan keringanan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar.
(2)  Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
  1. penundaan;
  2. pengangsuran;
  3. pengurangan; dan/atau
  4. pembebasan.


Pasal 27

(1) Persetujuan keringanan berupa penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a diberikan kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dalam tahun anggaran berjalan terhitung sejak surat persetujuan penundaan ditetapkan.
(2)  Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melewati tahun anggaran, surat persetujuan keringanan berupa penundaan harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan Menteri.


Pasal 28

(1) Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang sesuai dengan jangka waktu penundaan sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
(2)  Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya masa penundaan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang terhitung sejak jatuh tempo PNBP Terutang saat pengajuan keringanan.
(4) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Pasal 29

(1) Persetujuan keringanan berupa pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b diberikan kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam tahun anggaran berjalan terhitung sejak surat persetujuan pengangsuran ditetapkan.
(2)  Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melewati tahun anggaran, surat persetujuan keringanan berupa pengangsuran harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan Menteri.
(3) Pengangsuran PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.


Pasal 30

(1) Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang sesuai dengan jangka waktu pengangsuran sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan pengangsuran.
(2)  Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya setiap masa pengangsuran, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menyampaikan surat tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang terhitung sejak jatuh tempo setiap masa angsuran.
(4) Apabila Wajib Bayar tidak melunasi pengangsuran terakhir PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara.


Pasal 31

(1) Surat persetujuan atas permohonan keringanan berupa pengurangan atau pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c dan huruf d diterbitkan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP setelah mendapatkan persetujuan Menteri.
(2)  Untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan persetujuan kepada Menteri dengan melampirkan dokumen pendukung, penjelasan, dan rekomendasi tertulis.
(3) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diajukan atas permohonan keringanan berupa pengurangan atau pembebasan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas harus dilengkapi dengan pertimbangan aparat pengawas intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa.
(4) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan keringanan PNBP Terutang dan dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh Instansi Pengelola PNBP.
(5)  Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pertimbangan aparat pengawas intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa diterima oleh Instansi Pengelola PNBP.



Pasal 32

(1) Menteri menerbitkan surat persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).
(2)  Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa surat persetujuan seluruhnya atau surat persetujuan sebagian.
(3) Instansi Pengelola PNBP memberikan keringanan berupa pengurangan sebesar jumlah persetujuan yang disetujui oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Surat persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final.


Pasal 33

(1) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan:
  1. surat persetujuan atau penolakan atas permohonan keringanan berupa penundaan dan pengangsuran; dan/atau
  2. surat tagihan PNBP Terutang,
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dokumen pendukung diterima lengkap.
(2)  Dalam hal persetujuan keringanan PNBP mensyaratkan pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 29 ayat (2) atau persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dan/atau surat tagihan PNBP Terutang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pertimbangan atau persetujuan Menteri diterima oleh Instansi Pengelola PNBP.


Pasal 34

(1) Dalam hal permohonan keringanan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditolak, Wajib Bayar wajib memenuhi kewajiban pokok PNBP Terutang ditambah sanksi administratif berupa denda.
(2)  Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang yang ditolak keringanannya terhitung sejak saat jatuh tempo.
(3) PNBP Terutang dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat penolakan.


Pasal 35

Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), Pasal 30 ayat (3), dan Pasal 34 ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.



Pasal 36

Pimpinan Instansi Pengelola PBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), 28 ayat (2), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 37

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian permohonan keringanan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 36 diatur dengan Peraturan Menteri.



Pasal 38

Ketentuan mengenai tata cara pemberian keringanan PNBP Terutang yang berasal dari PNBP Bendahara Umum Negara diatur dengan Peraturan Menteri.



 BAB IV
PENGEMBALIAN PNBP

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Pengembalian PNBP

Pasal 39

(1) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat diajukan oleh Wajib Bayar dalam hal terdapat:
  1. kesalahan pembayaran PNBP;
  2. kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP;
  3. penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP;
  4. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
  5. hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa;
  6. pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak; dan/atau
  7. ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Batas waktu permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun sejak terjadinya kelebihan pembayaran PNBP.
(3) Batas waktu permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e tidak melebihi jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya putusan pengadilan atau diterbitkannya laporan hasil Pemeriksaan PNBP.


Pasal 40

(1) Pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya.
(2)  Dalam kondisi tertentu, pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dapat diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan.
(3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
  1. pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar;
  2. melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  3. Wajib Bayar tidak memiliki kewajiban PNBP yang sejenis secara berulang;
  4. apabila pengembalian sebagai pembayaran dimuka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun; atau
  5. di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.
(4) Melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang amar putusannya berupa pengembalian PNBP secara tunai.
(5)  Pengembalian secara langsung melalui pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal tidak terdapat tunggakan kewajiban kepada negara.


Bagian Kedua
Pengajuan Permohonan Pengembalian PNBP

Pasal 41

(1) Wajib Bayar mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) secara tertulis kepada Instansi Pengelola PNBP.
(2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP dalam hal pemungutan, penyetoran, dan/atau penagihan PNBP melalui Mitra Instansi Pengelola PNBP.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena kesalahan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti bayar; dan
  2. perhitungan kelebihan pembayaran PNBP dan dokumen pendukungnya.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/ atau Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti bayar; dan
  2. perhitungan kelebihan pembayaran PNBP dan dokumen pendukungnya.
(5)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c, harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit berupa surat penetapan atas keberatan.
(6)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit berupa salinan putusan pengadilan.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf e harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit Surat Ketetapan PNBP lebih bayar.
(8) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf f harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. bukti setor atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti setor; dan
  2. pernyataan bahwa Wajib Bayar tidak terlayani.
(9) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf g harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
  1. bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti setor; dan
  2. peraturan perundang-undangan yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran PNBP.


Pasal 42

(1) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diajukan melalui pemindahbukuan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen pendukung tambahan.
(2)  Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa pengakhiran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a berupa:
  1. surat keterangan pencabutan izin usaha dari instansi yang berwenang;
  2. surat keterangan tidak melakukan transaksi pembayaran PNBP selama 6 (enam) bulan berturut-turut dari instansi yang berwenang; atau
  3. surat putusan pailit dari pengadilan.
(3) Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa Wajib Bayar tidak memiliki kewajiban PNBP yang sejenis secara berulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf c paling sedikit surat pernyataan dari Wajib Bayar.
(4) Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa pengembalian sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf d paling sedikit data historis transaksi pembayaran PNBP 1 (satu) tahun terakhir serta proyeksi pembayaran PNBP untuk 1 (satu) tahun ke depan.
(5)  Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e paling sedikit:
  1. surat pernyataan Wajib Bayar, untuk kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar; atau
  2. surat pernyataan instansi berwenang, untuk kondisi kahar.


Bagian Ketiga
Uji Kelengkapan Dokumen Pendukung Pengembalian PNBP
sebagai Pembayaran di Muka

Pasal 43

(1) Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
(2)  Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
  1. melanjutkan proses penelitian pengembalian, jika dokumen pendukung lengkap; atau
  2. menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada Wajib Bayar, jika dokumen pendukung tidak lengkap.
(3) Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima.
(4) Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian pengembalian PNBP.
(5)  Dalam hal Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan.
(6)  Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menghilangkan hak Wajib Bayar untuk mengajukan kembali permohonan sepanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan (3) belum terlampaui.


Bagian Keempat
Penelitian Pengembalian PNBP sebagai Pembayaran di Muka

Pasal 44

(1) Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP.
(2)  Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau digital kepada Wajib Bayar;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait;
  3. meninjau tempat Wajib Bayar, termasuk tempat lain terkait yang diperlukan;
  4. meminta pertimbangan dari aparat pengawasan intern pemerintah; dan
  5. meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dengan nilai tertentu.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan atau persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Wajib Bayar dengan tembusan Menteri.
(4) Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP setelah surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima dalam hal:
  1. Wajib Bayar memiliki bukti baru; dan
  2. batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) belum terlampaui.
(5)  Surat persetujuan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya.


Pasal 45

(1) Dalam hal permohonan pengembalian PNBP atas kelebihan pembayaran PNBP diajukan kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP, Mitra Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(2)  Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mitra Instansi Pengelola PNBP:
  1. melanjutkan proses penelitian pengembalian, jika dokumen pendukung lengkap; atau
  2. menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada Wajib Bayar, jika dokumen pendukung tidak lengkap.
(3) Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima.
(4) Dalam hal Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Mitra Instansi Pengelola PNBP mengembalikan permohonan pengembalian kepada Wajib Bayar.
(5)  Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mitra Instansi Pengelola PNBP menyusun rekomendasi pengembalian kelebihan pembayaran PNBP.
6)  Mitra Instansi Pengelola PNBP menyampaikan rekomendasi pengembalian kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Instansi Pengelola PNBP dengan melampirkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran oleh Wajib Bayar dan dokumen pendukungnya.
(7) Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas rekomendasi beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan.
(9) Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian PNBP setelah surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterima apabila:
  1. Wajib Bayar memiliki bukti baru; dan
  2. batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) belum terlampaui.



Bagian Kelima
Uji Kelengkapan Dokumen Pendukung Pengembalian PNBP
sebagai Pemindahbukuan

Pasal 46

(1) Dalam hal permohonan pengembalian PNBP diajukan sebagai pemindahbukuan, Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
(2)  Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
  1. melanjutkan proses penelitian pengembalian, jika dokumen pendukung lengkap; atau
  2. menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan kepada Wajib Bayar, jika dokumen pendukung tidak lengkap.
(3) Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung diterima.
(4) Dalam hal dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian pengembalian PNBP.
(5)  Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan.
6)  Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menghilangkan hak Wajib Bayar untuk mengajukan kembali permohonan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) belum terlampaui.


Bagian Keenam
Penelitian Pengembalian PNBP sebagai Pemindahbukuan

Pasal 47

(1) Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP.
(2)  Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
  1. meminta dan/atau meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau digital kepada Wajib Bayar;
  2. mengonfirmasi Wajib Bayar dan/atau pihak yang terkait;
  3. meninjau tempat Wajib Bayar, termasuk tempat lain terkait yang diperlukan;
  4. meminta pertimbangan dari aparat pengawasan intern pemerintah; dan
  5. meminta Pemeriksaan PNBP dari Instansi Pemeriksa untuk pengembalian dengan nilai tertentu.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan atau persetujuan pengembalian PNBP kepada Wajib Bayar setelah mendapat pertimbangan Menteri.
(4) Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP setelah surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima dalam hal:
  1. Wajib Bayar memiliki bukti baru; dan
  2. batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) belum terlampaui.
(5)  Persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
  1. pengembalian kelebihan pembayaran PNBP secara langsung melalui pemindahbukuan; atau
  2. diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya.
6)  Pengembalian kelebihan pembayaran PNBP secara langsung melalui pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 48

(1) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan dan/atau peminjaman berupa buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a kepada Wajib Bayar untuk kepentingan penelitian.
(2)  Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima.
(3) Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan pengembalian PNBP diproses berdasarkan data yang diterima.


Pasal 49

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 48 diatur dalam Peraturan Menteri.



BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 50

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, seluruh pengajuan keberatan PNBP, keringanan PNBP, dan pengembalian PNBP yang sedang dalam proses penyelesaian, penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.



BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





 

 

 

 

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Oktober 2020
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
        
ttd.

JOKO WIDODO




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 231





PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59 TAHUN 2020

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN, KERINGANAN,
DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

I. UMUM

Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, baik itu dari segi pelayanan, pengaturan, perlindungan masyarakat, kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk di dalamnya pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan harus mengedepankan profesionalisme, keterbukaan, tanggung jawab, dan berkeadilan. Untuk mencapai tujuan tersebut, terutama dalam kaitannya dengan proses keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP, perlu disusun suatu Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan dan Pengembalian PNBP yang dapat memberikan pengaturan yang komprehensif untuk mempermudah dalam tahapan implemetasi bagi pihak-pihak terkait dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya.

Keberatan PNBP terhadap Surat Ketetapan PNBP bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Bayar untuk menyampaikan perbedaan penafsiran atau pemahaman dalam menilai suatu fakta maupun perhitungan dan ketidaksepakatan dalam proses pembuktian perhitungan PNBP. Keringanan PNBP bertujuan untuk memberikan fasilitas bagi Wajib Bayar dalam memenuhi kewajiban PNBP yang disebabkan adanya hambatan berupa keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar, kesulitan likuiditas, dan/atau kebijakan Pemerintah, sehingga dapat memudahkan dunia usaha dan masyarakat untuk memenuhi kewajiban PNBP. Sedangkan pengembalian PNBP bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap hak Wajib Bayar atas kelebihan pembayaran PNBP atau keterlanjuran dalam melakukan pembayaran yang seharusnya bukan sebagai PNBP. Pengaturan atas keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP merupakan upaya Negara untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan masyarakat atas pengelolaan layanan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah ini merupakan pedoman bagi Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, kementerian/ lembaga sebagai Instansi Pengelola PNBP, dan Mitra Instansi Pengelola PNBP dalam memproses penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP. Peraturan Pemerintah ini juga merupakan pedoman bagi Wajib Bayar dalam memproses pengajuan keberatan, keringanan, atau pengembalian PNBP, yang merupakan salah satu hak Wajib Bayar setelah melakukan pemenuhan kewajibannya kepada Negara.
   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung yang lengkap” adalah pemenuhan dokumen awal sebagai kelengkapan administrasi dalam rangka penentuan proses lebih lanjut atas suatu pengajuan keberatan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “bencana” adalah keadaan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang penanggulangan bencana.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “keadaan lain berdasarkan pertimbangan instansi pengelola PNBP” antara lain lokasi Wajib Bayar berada di remote area, tidak ada fasilitas internet, dan/atau adanya proses akuisisi Wajib Bayar oleh Perusahaan lain sehingga Wajib Bayar terkendala mengajukan keberatan dan melengkapi dokumen pendukung.

Pertimbangan Instansi Pengelola PNBP diberikan berdasarkan penilaian objektif atas surat pernyataan dari Wajib Bayar atau bukti lain sehingga Instansi Pengelola PNBP dapat menyatakan bahwa suatu keadaan benar-benar di luar kemampuan Wajib Bayar dan menyebabkan Wajib Bayar tidak dapat memenuhi batas waktu sesuai dengan ketentuan.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pihak yang terkait” antara lain dapat berupa instansi pemerintah atau swasta.

Huruf c

 

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang- undangan” antara lain peraturan perundang-undangan di bidang disiplin untuk Aparatur Sipil Negara dan di bidang administrasi pemerintahan.

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penetapan atas keberatan bersifat final” merupakan keputusan administratif yang terakhir dari Pejabat Tata Usaha Negara.

Ayat (2)

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam penyelesaian gugatan atas penetapan keberatan PNBP bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan  gugatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 
Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar” adalah kondisi yang dialami Wajib Bayar pada rentang waktu kewajiban melakukan pembayaran PNBP Terutang.

Huruf b

 

Cukup jelas.

Huruf c

Contoh kebijakan pemerintah antara lain kebijakan pemerintah berupa penugasan kepada badan usaha untuk melakukan pendistribusian bahan bakar minyak di daerah terpencil, kebijakan pemerintah untuk menggalakkan kegiatan dalam penemuan sumber baru di bidang minyak dan gas bumi.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “bencana” adalah keadaan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang penanggulangan bencana.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “keadaan lain berdasarkan pertimbangan instansi pengelola PNBP” antara lain lokasi Wajib Bayar berada di remote area, tidak ada fasilitas internet, dan/atau adanya proses akuisisi Wajib Bayar oleh Perusahaan lain sehingga Wajib Bayar terkendala mengajukan keringanan dan melengkapi dokumen pendukung.

Pertimbangan Instansi Pengelola PNBP diberikan berdasarkan penilaian objektif atas surat pernyataan dari Wajib Bayar atau bukti lain sehingga Instansi Pengelola PNBP dapat menyatakan bahwa suatu keadaan benar-benar di luar kemampuan Wajib Bayar dan menyebabkan Wajib Bayar tidak dapat memenuhi batas waktu sesuai dengan ketentuan.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “kewajiban jangka pendek” adalah kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “pengujian atas laporan keuangan atau laporan pembukuan Wajib Bayar atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan” merupakan pengujian dengan melakukan analisis rasio antara lain rasio likuiditas, yaitu rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan rasio perputaran kas (cash turnover ratio).

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 18

Huruf a

Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan” antara lain putusan pengadilan tindak pidana korupsi, denda tilang, dan putusan pidana umum (sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur sanksi pidana).

Huruf b

Yang dimaksud dengan “secara jabatan” adalah perhitungan PNBP berdasarkan sumber yang diperoleh selain dari Wajib Bayar dan/atau data yang dimiliki oleh Instansi Pengelola PNBP. Selanjutnya perhitungan PNBP Terutang secara jabatan menjadi dasar dalam penetapan PNBP Terutang oleh Instansi Pengelola PNBP.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Contoh:

PT A mengajukan permohonan keringanan PNBP berupa pengurangan pada tanggal 5 April 2020. Namun, pada tanggal 5 Mei 2020 permohonan keringanan PNBP tersebut ditolak. Atas surat penolakan permohonan tersebut, PT A dapat kembali mengajukan permohonan keringanan berupa penundaan atau pengangsuran untuk substansi yang sama.

Pasal 20

Yang dimaksud dengan “usaha mikro kecil” mengikuti definisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dokumen tertulis” antara lain berupa regulasi atau surat ketetapan/perintah dari pemerintah yang menyatakan adanya kebijakan.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung lengkap” adalah pemenuhan dokumen awal sebagai kelengkapan administrasi dalam rangka penentuan proses lebih lanjut atas permohonan keringanan PNBP Terutang.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara lain surat permohonan keringanan dari Wajib Bayar, hasil pengawasan aparat pengawas intern pemerintah, dan/atau hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa PNBP.

Yang dimaksud dengan “penjelasan” adalah persetujuan awal Instansi Pengelola PNBP atas permohonan keringanan dari Wajib Bayar atas pengurangan dan pembebasan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.


Pasal 39

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kesalahan pembayaran PNBP” antara lain kesalahan yang terjadi akibat perekaman oleh Wajib Bayar atau pihak lain.

Kesalahan tersebut dapat berupa:

a. kesalahan jenis, volume, dan/atau tarif;
b. kesalahan pembayaran oleh Wajib Bayar atau penyetoran oleh pihak lain yang melebihi kewajiban;
c. kesalahan pembayaran/penyetoran untuk kewajiban pihak lain, antara lain kesalahan perekaman dan eksekusi kode billing setoran PNBP oleh Bank/Pos Persepsi.


Huruf b

Yang dimaksud dengan kesalahan “pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP” antara lain:

a. kesalahan jenis, volume, dan/atau tarif;
b. kesalahan pemungutan yang seharusnya bukan PNBP;
c. kesalahan pemungutan untuk kewajiban pihak lain; dan/atau
d. variabel lainnya dalam perhitungan PNBP, antara lain kelebihan pemotongan pada surat perintan membayar atas transaksi PNBP.


Huruf c

Yang dimaksud dengan “penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP” berupa persetujuan sebagian/seluruh atas keberatan yang diajukan oleh pemohon.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap” berupa timbulnya kewajiban negara untuk mengembalikan PNBP kepada Wajib Bayar berdasarkan putusan pengadilan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa” berupa adanya kelebihan pembayaran PNBP berdasarkan hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa terhadap Wajib Bayar yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar oleh Instansi Pengelola PNBP.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak” antara lain dapat berupa penghentian pelayanan karena:

a. kondisi kahar;
b. kerusakan sarana dan prasarana yang membutuhkan perbaikan yang relatif lama; dan/atau
c. dalam rangka mendukung kebijakan nasional.


Huruf g

Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” antara lain berupa:

a. ketentuan perundang-undangan yang menyebabkan hilangnya kewenangan pemungutan jenis dan tarif PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP; dan/atau
b. ketentuan perundang-undangan yang menyebabkan jenis dan tarif PNBP tidak berlaku.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan” adalah pembayaran pengembalian dari rekening Kas Negara ke rekening penerima.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar” adalah izin usaha dicabut, dan/atau tidak melakukan transaksi pembayaran PNBP selama paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang, atau pailit yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “tidak memiliki kewajiban PNBP sejenis secara berulang” adalah Wajib Bayar hanya melakukan transaksi PNBP untuk jenis PNBP yang sama tidak secara rutin.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar” meliputi:

a. bencana; atau
b. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Instansi Pengelola PNBP.    



Contoh kondisi bencana adalah Wajib Bayar mempunyai wilayah usaha yang terkena dampak gempa bumi sehingga tidak dapat beroperasional dalam beberapa bulan dan membutuhkan dana untuk membayar gaji karyawan.

Contoh keadaan lain berdasarkan pertimbangan Instansi Pengelola PNBP antara lain Wajib Bayar mempunyai jenis usaha yang pada saat tertentu pengaturan ekspornya dilarang oleh Pemerintah, sehingga membutuhkan biaya operasional.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “tunggakan kewajiban kepada negara” antara lain tunggakan kewajiban PNBP, perpajakan, serta kepabeanan dan cukai.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “pertimbangan Menteri” antara lain mencakup ada atau tidaknya tunggakan kepada negara. Pemberian pertimbangan dapat dilakukan melalui sarana sistem informasi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

   



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6564