Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.02/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12/PMK.02/2022

TENTANG

PEDOMAN UMUM PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (5), Pasal 16, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 29, dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;


Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245); 
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6613);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
  2. Instansi Pemeriksa adalah badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional. 
  3. Pemeriksaan PNBP adalah kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lain dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
  4. Pemeriksa adalah pejabat atau pegawai pada Instansi Pemeriksa yang ditugaskan untuk melakukan Pemeriksaan PNBP.
  5. Badan adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, kumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, badan hukum publik, dan bentuk badan lain yang melakukan kegiatan di dalam dan/atau di luar negeri.
  6. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau Badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Surat Tagihan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang digunakan untuk melakukan tagihan PNBP Terutang, baik berupa pokok maupun sanksi administratif berupa denda.
  9. Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang, yang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.
  10. Dokumen adalah dokumen fisik dan/atau dokumen elektronik.
  11. Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.
  12. Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya serta tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  13. Mitra Instansi Pengelola PNBP yang selanjutnya disebut MIP PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  15. Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh Instansi Pemeriksa secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.


BAB II
INSTANSI PEMERIKSA, INSTANSI YANG MEMINTA
PEMERIKSAAN PNBP, DAN INSTANSI PENGELOLA PNBP,
MIP PNBP, ATAU WAJIB BAYAR YANG DIPERIKSA

Pasal 2

(1) Pemeriksaan PNBP dilakukan oleh Instansi Pemeriksa.
(2) Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permintaan Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP.



Pasal 3

(1) Pemeriksaan PNBP dilakukan terhadap:
  1. Wajib Bayar;
  2. Instansi Pengelola PNBP; atau
  3. MIPPNBP.
(2) Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
  1. Wajib Bayar yang menghitung sendiri PNBP Terutang; dan
  2. Wajib Bayar yang PNBP Terutangnya dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP atau MIP PNBP.
(3) Dasar dan tata cara permintaan Pemeriksaan PNBP oleh Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP kepada Instansi Pemeriksa terhadap Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.


BAB III
RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN PNBP

Bagian Kesatu
Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar

Pasal 4

(1) Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar yang menghitung sendiri kewajiban PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a termasuk pemeriksaan atas:
  1. laporan keuangan serta Dokumen pendukung lain yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP; dan
  2. bukti transaksi keuangan yang berkaitan dengan pembayaran dan/atau penyetoran PNBP. 
(2) Dalam rangka Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan dapat dilakukan antara lain terhadap:
  1. penyelenggaraan catatan akuntansi yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP;
  2. dokumen penatausahaan dan laporan realisasi PNBP; dan
  3. dokumen lain yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP.



Pasal 5

(1) Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar yang kewajiban PNBP Terutangnya dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP atau dihitung oleh MIP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, meliputi pemeriksaan atas:
  1. Dokumen terkait pemenuhan kewajiban PNBP; dan
  2. pemenuhan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PNBP.
(2) Dokumen terkait pemenuhan kewajiban PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
  1. laporan keuangan serta Dokumen pendukung lain yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP;
  2. bukti transaksi keuangan yang berkaitan dengan pembayaran dan/atau penyetoran PNBP; dan
  3. penyelenggaraan catatan akuntansi yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP.
(3) Pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa:
  1. pemenuhan kewajiban pembayaran dan/atau penyetoran PNBP sesuai jumlah yang ditetapkan; dan
  2. pemenuhan kewajiban pembayaran dan/atau penyetoran PNBP sesuai batas jatuh tempo yang ditetapkan.


    

Bagian Kedua
Pemeriksaan PNBP terhadap Instansi Pengelola PNBP

Pasal 6

(1) Pemeriksaan PNBP terhadap Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b termasuk pemeriksaan atas:
  1. sistem pengendalian intern terkait pengelolaan PNBP; dan
  2. bukti transaksi keuangan yang berkaitan dengan pembayaran dan/atau penyetoran PNBP.
(2) Dalam rangka Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan dapat dilakukan terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PNBP antara lain:  
  1. kewajiban melaksanakan pemungutan PNBP;
  2. kewajiban menyetorkan seluruh PNBP pada waktunya ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. kewajiban melakukan monitoring secara periodik atas pembayaran dan penyetoran PNBP Terutang dalam hal PNBP Terutang dihitung oleh MIP PNBP;
  4. kewajiban melakukan verifikasi atas PNBP Terutang yang dihitung oleh Wajib Bayar;
  5. kewajiban mengelola piutang PNBP yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara;
  6. kewajiban menetapkan PNBP Terutang dan menerbitkan serta menyampaikan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar sesuai kewajiban yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan;
  7. kewajiban menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar dan surat pemberitahuan kepada Wajib Bayar, dalam hal terdapat kelebihan pembayaran PNBP;
  8. kewajiban menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar, dalam hal terdapat kekurangan pembayaran PNBP;
  9. kewajiban melakukan penagihan terhadap PNBP terutang yang menjadi hak negara;
  10. kewajiban melakukan penatausahaan PNBP;
  11. kewajiban menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana PNBP dalam lingkungan Instansi Pengelola PNBP yang bersangkutan kepada Menteri;
  12. kewajiban melakukan pengawasan atas kewajiban pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh MIP PNBP; dan
  13. kewajiban menindaklanjuti laporan hasil pengawasan dan menyampaikan laporan hasil tindak lanjut kepada Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Ketiga
Pemeriksaan PNBP terhadap MIP PNBP

Pasal 7

(1) Pemeriksaan PNBP terhadap MIP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, termasuk pemeriksaan atas:
  1. sistem pengendalian intern terkait pemungutan, penagihan, penyetoran, dan pelaporan PNBP;
  2. laporan dan dokumen pendukung lain yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP; dan
  3. bukti transaksi keuangan lain yang berkaitan dengan pembayaran dan/atau penyetoran PNBP.
(2) Dalam rangka Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan dapat dilakukan terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PNBP antara lain:
  1. penyelenggaraan catatan akuntansi yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan PNBP;
  2. kewajiban melakukan pemungutan dan penyetoran PNBP;
  3. kewajiban melakukan penatausahaan PNBP;
  4. kewajiban terhadap pelaksanaan tugas sesuai ruang lingkup penugasan MIP PNBP dalam surat penunjukan dan/atau kontrak; dan/atau
  5. kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.


BAB IV
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PNBP

Bagian Kesatu
Persiapan Pemeriksaan PNBP

Paragraf 1
Penyusunan Rencana Pemeriksaan PNBP

Pasal 8

Instansi Pemeriksa menyusun rencana Pemeriksaan PNBP untuk tahun anggaran yang direncanakan.



Paragraf 2
Persiapan Pemeriksaan PNBP

Pasal 9

(1) Berdasarkan surat permintaan Pemeriksaan PNBP yang disampaikan oleh Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP, Instansi Pemeriksa melakukan penilaian dan koordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP.
(2) Penilaian dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka meneliti kesesuaian permintaan pemeriksaan yang disampaikan oleh Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP dengan dasar permintaan Pemeriksaan PNBP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP dan mempersiapkan tindak lanjut atas permintaan Pemeriksaan PNBP.
(3) Dalam hal hasil penilaian dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diputuskan bahwa permintaan Pemeriksaan PNBP dapat dipenuhi, Instansi Pemeriksa menyusun rencana penugasan dan persiapan Pemeriksaan PNBP, sesuai dengan mekanisme administrasi yang berlaku di lingkungan Instansi Pemeriksa.
(4) Instansi Pemeriksa menerbitkan surat tugas Pemeriksaan PNBP sesuai rencana penugasan dan persiapan pemeriksaan yang ditetapkan oleh Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penilaian Instansi Pemeriksa terhadap surat permintaan Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, Instansi Pemeriksa menyampaikan surat kepada Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan disertai dengan alasan penolakan Pemeriksaan PNBP.


Bagian Kedua
Keikutsertaan Pihak Lain

Pasal 10

(1) Dalam kondisi tertentu, Instansi Pemeriksa dapat dibantu dan/atau mengikutsertakan pihak lain dalam Pemeriksaan PNBP.
(2) Pengikutsertaan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berasal dari Menteri atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan dan/atau instansi/badan lainnya sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan.
(3) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk di dalamnya:
  1. pemeriksa pajak;
  2. auditor bea dan cukai;
  3. penyidik pegawai negeri sipil;
  4. personil/pegawai pada unit yang bertanggung jawab dalam pengelolaan PNBP; dan/atau
  5. tenaga ahli tertentu yang berkompeten sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan.
(4) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk namun tidak terbatas pada:
  1. kondisi pemeriksaan yang membutuhkan sinergi, pertukaran data, dan keahlian khusus; dan/atau
  2. adanya permintaan Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP untuk tujuan pemeriksaan tertentu.


Pasal 11

Dalam hal pengikutsertaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) diusulkan oleh Menteri atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP, pengikutsertaan pihak lain dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

  1. permintaan pengikutsertaan pihak lain oleh Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP disampaikan bersamaan dengan surat permintaan Pemeriksaan PNBP;
  2. permintaan pengikutsertaan pihak lain sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan atas pertimbangan kompetensi dan keahlian pihak lain yang diusulkan untuk diikutsertakan dalam Pemeriksaan PNBP; dan
  3. Instansi Pemeriksa dapat berkoordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam pengikutsertaan pihak lain.

 

Pasal 12

(1) Dalam rangka mendukung hasil pemeriksaan yang lebih komprehensif dan berkualitas, pengikutsertaan pihak lain dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 dapat dilakukan pada saat proses Pemeriksaan PNBP sedang berlangsung.
(2) Untuk keperluan penugasan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pemeriksa menerbitkan surat tugas sesuai dengan tanggal saat dimulai dan berakhirnya pemeriksaan yang diikuti pihak lain.


Pasal 13

Pihak lain yang diikutsertakan dalam Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 12 ayat (1) memiliki tugas paling sedikit meliputi:

  1. melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab;
  2. memberikan masukan kepada pejabat penerbit surat tugas terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan;
  3. memberikan keterangan dan pendapat sesuai dengan keahlian dan kompetensi yang terkait dengan pemeriksaan; dan
  4. menyusun dan menyampaikan laporan kepada Menteri atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang mengusulkan untuk ikut serta dalam pemeriksaan yang diketahui oleh Instansi Pemeriksa sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.


Pasal 14

(1) Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 12 ayat (1) wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepada pihak lain dan kepada Pemeriksa mengenai data Instansi Pengelola PNBP, MIP, dan/atau Wajib Bayar, kecuali kepada Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP, atau ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran terhadap kewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai data Instansi Pengelola PNBP, MIP PNBP dan/atau Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 15

Dalam hal permintaan pengikutsertaan pihak lain dalam Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) merupakan inisiatif dari Instansi Pemeriksa, tata cara pengikutsertaan dan penentuan kebutuhan personel dalam Pemeriksaan PNBP diatur lebih lanjut oleh Instansi Pemeriksa.



Bagian Ketiga
Pemeriksaan Bersama

Pasal 16

(1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan negara, Menteri meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP dalam kerangka pemeriksaan bersama (joint audit) perpajakan dan PNBP pada subjek pemeriksaan yang sama dan dalam periode waktu yang sama dalam satu tim pemeriksaan.
(2) Subjek pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Bayar yang juga merupakan wajib pajak dan/atau pengguna jasa kepabeanan.
(3) Pemeriksaan bersama (joint audit) perpajakan dan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas adanya indikasi ketidakpatuhan kewajiban di bidang PNBP dan perpajakan dan/atau adanya indikasi awal potensi PNBP dan perpajakan.
(4) Mekanisme pemeriksaan terhadap jenis penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Keempat
Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan PNBP    

Pasal 17

Jangka waktu pelaksanaan Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP atau MIP PNBP paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya surat tugas oleh Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa.



Pasal 18

(1) Dalam hal tertentu, jangka waktu pelaksanaan Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat diperpanjang paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak berakhirnya penugasan pertama oleh Instansi Pemeriksa.
(2) Instansi Pemeriksa menerbitkan surat tugas perpanjangan dan menyampaikan kepada Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa paling lambat 1 (satu) hari sebelum berakhirnya tanggal penugasan pada surat tugas pertama. 
(3) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. Kesulitan memperoleh data;
  2. kondisi geografis;
  3. lokasi pemeriksaan yang tersebar di berbagai wilayah; dan/atau
  4. bertambahnya lokus pemeriksaan.
(4) Perpanjangan jangka waktu pelaksanaan Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan secara tertulis oleh Instansi Pemeriksa kepada Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan disertai dasar pertimbangan diperlukannya perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan PNBP.

   

Pasal 19

(1) Dalam rangka Pemeriksaan PNBP, Instansi Pemeriksa mengumpulkan data dan informasi sesuai dengan luas dan ruang lingkup pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia.
(2) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
  1. peminjaman dan pemeriksaan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan PNBP;
  2. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
  3. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan PNBP; 
  4. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa; dan/atau
  5. meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa.
(3) Instansi Pemeriksa menyampaikan surat permintaan kepada Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa dalam rangka pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


  

Pasal 20

(1) Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, wajib memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain yang diminta oleh Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permintaan diterima dari Instansi Pemeriksa.
(2) Dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa tidak memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pemeriksa menerbitkan surat peringatan pertama.
(3) Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, wajib menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan pertama.
(4) Dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa tetap tidak memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lainnya sesuai dengan  permintaan Instansi Pemeriksa dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan pertama, Instansi Pemeriksa menerbitkan surat peringatan kedua.
(5) Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa wajib memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan kedua.
(6) Instansi Pemeriksa dapat mengusulkan sanksi penghentian layanan terhadap Wajib Bayar kepada Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP apabila sampai dengan batas waktu penyampaian dokumen, keterangan, dan/atau bukti lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Wajib Bayar tetap tidak memberikan,    memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa.
(7) Dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa tetap tidak memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan kedua, Instansi Pemeriksa menerbitkan surat peringatan ketiga.
(8) Surat peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang disampaikan kepada Wajib Bayar, antara lain berisi informasi PNBP Terutang akan dihitung secara jabatan dan pengenaan sanksi penghentian layanan, apabila Wajib Bayar tetap tidak memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa.
(9)  Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, wajib memberikan, memperlihatkan, dan/atau menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan ketiga.
(10) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dipenuhi maka Instansi Pemeriksa:
  1. menyampaikan surat pemberitahuan kepada Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan; dan
  2. melakukan penghitungan PNBP Terutang secara jabatan dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Bayar.
(11) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a disampaikan oleh Instansi Pemeriksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal berakhirnya batas waktu penyampaian dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (9).
(12)   Penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a dapat dilakukan secara langsung atau melalui surat elektronik kedinasan.



Pasal 21

(1) Dalam hal Wajib Bayar yang diperiksa atau pihak yang dikuasakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan, Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan PNBP yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan oleh Wajib Bayar.
(2) Terhadap Wajib Bayar yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pemeriksa dapat mengusulkan sanksi penghentian layanan terhadap Wajib Bayar kepada Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP.
(3) Apabila Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan tidak bersedia menandatangani berita acara penolakan Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara yang menyatakan bahwa Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan tidak bersedia menandatangani berita acara penolakan Pemeriksaan PNBP, yang ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang Pemeriksa.
(4) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) menjadi dasar bagi Instansi Pemeriksa untuk:
  1. memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan; dan
  2. melakukan penghitungan PNBP Terutang secara jabatan dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Bayar.
(5) Format berita acara penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) diatur oleh Instansi Pemeriksa.


Bagian Kelima
Penghitungan PNBP Terutang secara Jabatan

Pasal 22

(1) Instansi Pemeriksa melakukan penghitungan PNBP Terutang secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (10) huruf b dan Pasal 21 ayat (4) huruf b, ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah PNBP Terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar.
(2) Penghitungan PNBP Terutang secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada dokumen, keterangan, dan/atau bukti lainnya yang diperoleh dari pihak selain Wajib Bayar.
(3) Dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya yang diperoleh dari pihak selain Wajib Bayar antara lain dapat berasal dari:
  1. Menteri;
  2. surveyor;
  3. badan usaha; dan/atau
  4. pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Bayar.


Pasal 23

(1) Penghitungan PNBP Terutang secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
  1. Instansi Pemeriksa mengumpulkan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya dalam rangka penghitungan PNBP Terutang secara jabatan dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3);
  2. berdasarkan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya yang berhasil dikumpulkan dari pihak lain, Instansi Pemeriksa melakukan penelitian, penilaian, dan penghitungan PNBP Terutang secara jabatan;
  3. ketentuan jangka waktu pelaksanaan Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 ayat (1) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka penghitungan PNBP Terutang secara jabatan;
  4. hasil penghitungan PNBP Terutang secara jabatan selanjutnya dibahas bersama dengan Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak hasil penghitungan secara jabatan selesai disusun;
  5. dalam hal permintaan pemeriksaan berasal dari Menteri, pembahasan hasil penghitungan PNBPTerutang secara jabatan mengikutsertakan Instansi Pengelola PNBP; dan
  6. hasil pembahasan penghitungan PNBP Terutang secara jabatan dituangkan dalam berita acara hasil pembahasan yang ditandatangani oleh Instansi Pemeriksa dan Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan.
(2) Berdasarkan berita acara hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, Instansi Pemeriksa menyusun LHP.
(3) LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Instansi Pemeriksa kepada Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal berita acara hasil pembahasan ditandatangani.
(4) Dalam hal permintaan Pemeriksaan PNBP berasal dari Menteri dan perlu ditindaklanjuti oleh Instansi Pengelola PNBP, Menteri menyampaikan LHP kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP.
(5) Format berita acara hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur oleh Instansi Pemeriksa.



Pasal 24

(1) Instansi Pengelola PNBP menyusun ketentuan mengenai metode dan/atau formula penghitungan PNBP Terutang secara jabatan.
(2) Metode dan/atau formula perhitungan PNBP Terutang secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam hal Pemeriksa tidak memperoleh data dari Wajib Bayar yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (10) dan Pasal 21 ayat (1).
(3) Dalam hal ketentuan mengenai metode dan/atau formula perhitungan PNBP Terutang secara jabatan belum disusun oleh Instansi Pengelola PNBP dan tidak diperoleh data dari Instansi Pengelola PNBP, Instansi Pemeriksa berkoordinasi dengan Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan untuk menentukan metode dan/atau formula penghitungan PNBP Terutang secara jabatan.

   


Pasal 25

(1) Berdasarkan LHP yang disampaikan oleh Instansi Pemeriksa PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Instansi Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak LHP diterima.
(2) Wajib Bayar wajib menindaklanjuti Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP diterbitkan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penagihan PNBP terutang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan PNBP.


Bagian Keenam
Pengecualian Sanksi Penghitungan PNBP Terutang secara
Jabatan

Pasal 26

(1) Penghitungan PNBP Terutang secara jabatan tidak dikenakan terhadap Wajib Bayar yang tidak memberikan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (10), dalam hal permintaan Pemeriksaan PNBP didasarkan atas adanya permohonan koreksi Surat Tagihan PNBP, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP, atau permohonan keringanan PNBP.
(2) Terhadap Wajib Bayar yang tidak memberikan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa memberikan rekomendasi kepada Menteri atau Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP untuk menolak atau tidak menyetujui permohonan koreksi Surat Tagihan PNBP, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP, atau permohonan keringanan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar.


  

Bagian Ketujuh
Permintaan Dokumen, Keterangan, dan/atau Bukti Lain
Kepada Pihak Lain

Pasal 27

(1) Untuk kepentingan Pemeriksaan PNBP, Instansi Pemeriksa dapat meminta dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Instansi Pemeriksa menyampaikan surat permintaan kepada pihak lain dalam rangka permintaan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain yang dimiliki sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan dari Instansi Pemeriksa.
(4) Dalam hal pihak lain tidak menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pemeriksa menerbitkan surat permintaan kedua.
(5) Pihak lain wajib menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kedua.
(6) Dalam hal pihak lain tidak menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Instansi Pemeriksa menerbitkan surat permintaan ketiga.
(7) Pihak lain wajib menyampaikan dokumen, keterangan dan/atau bukti lainnya sesuai dengan permintaan Instansi Pemeriksa yang diperlukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan ketiga.
(8) Pihak lain yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PNBP.


BAB V
HASIL PEMERIKSAAN

Bagian Kesatu
Temuan dan Tanggapan atas Temuan Hasil Pemeriksaan

Pasal 28

(1) Instansi Pemeriksa menyampaikan secara tertulis temuan hasil Pemeriksaan PNBP kepada Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP atau MIP PNBP yang diperiksa.
(2) Temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah berakhirnya kegiatan pemeriksaan.
(3) Temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui surat elektronik kedinasan.



Pasal 29

(1) Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas temuan hasil Pemeriksaan PNBP kepada Instansi Pemeriksa, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak temuan hasil pemeriksaan diterima.
(2) Tanggapan tertulis atas temuan hasil Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. pernyataan persetujuan dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa menyetujui seluruh temuan hasil pemeriksaan; atau
  2. pernyataan sanggahan dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa tidak menyetujui sebagian atau seluruh temuan hasil pemeriksaan.
(3) Dalam hal dibutuhkan tambahan waktu penyampaian tanggapan tertulis atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian tanggapan secara tertulis kepada Instansi Pemeriksa, sebelum batas waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
(4) Tambahan waktu penyampaian tanggapan tertulis atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan untuk paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
(5) Tanggapan tertulis atas temuan hasil Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara langsung kepada Instansi Pemeriksa atau melalui surat elektronik kedinasan.
(6)  Dalam hal tanggapan tertulis atas temuan hasil Pemeriksaan PNBP tidak disampaikan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (4), Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, dianggap menyetujui seluruh temuan hasil pemeriksaan.
(7) Dalam hal tanggapan tertulis atas temuan hasil Pemeriksaan PNBP tidak disampaikan oleh Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Instansi Pemeriksa membuat berita acara yang ditandatangani oleh tim pemeriksa.
(8) Instansi Pemeriksa memberitahukan secara tertulis konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan kepada Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP paling lambat 14 (empat belas) hari kerja, sejak surat tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan diterima oleh Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (4) atau kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6).


Bagian Kedua
Pembahasan Konsep LHP atas Temuan Hasil Pemeriksaan

Pasal 30

(1) Berdasarkan penyampaian konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan secara tertulis dari Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (8), Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan PNBP menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan dan/atau tanggapan dalam jangka waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak pemberitahuan secara tertulis diterima.
(2) Pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan, Instansi Pemeriksa, dan Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa.
(3) Kehadiran Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan dalam pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pejabat dan/atau pegawai pada unit atau instansi terkait.
(4) Kehadiran Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa dapat diwakili oleh pihak yang dikuasakan atau pejabat yang berwenang dengan dilengkapi surat kuasa atau surat tugas.
(5) Menteri atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP berkoordinasi dengan Instansi Pemeriksa untuk menetapkan jadwal pelaksanaan pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Instansi Pemeriksa menugaskan pejabat yang ditunjuk untuk hadir dalam pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan.
(7) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pejabat yang berwenang dalam Pemeriksaan PNBP dan/atau tim pemeriksa yang melakukan Pemeriksaan PNBP.
(8) Dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa tidak dapat hadir dalam pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa menyampaikan surat pemberitahuan kepada Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan.
(9)  Berdasarkan surat pemberitahuan tidak dapat hadir dalam pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta pemeriksaan menjadwalkan kembali pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan.
(10) Penjadwalan kembali pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan untuk 1 (satu) kali kesempatan dan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja, sejak surat pemberitahuan tidak dapat hadir dalam pembahasan LHP atas temuan hasil pemeriksaan diterima oleh Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP.
(11) Hasil pembahasan akhir konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan, dituangkan dalam suatu berita acara pembahasan, yang ditandatangani oleh pejabat dan/atau pegawai dari Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP, Instansi Pemeriksa, dan Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa.
(12)   Dalam hal Wajib Bayar yang diperiksa menunjuk pihak yang dikuasakan untuk hadir dan menandatangani berita acara pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan, harus dibuktikan dengan surat kuasa dari Wajib Bayar.
(13) Dalam hal terdapat ketidaksepakatan saat pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketidaksepakatan tersebut dituangkan dalam berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (11).
(14) Wajib Bayar yang tidak sepakat terhadap konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap Surat Ketetapan PNBP yang diterbitkan oleh Instansi Pengelola PNBP.
(15) Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP atau MIP PNBP yang tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas temuan hasil Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) dianggap menyetujui konsep LHP dan tidak memiliki hak untuk menyampaikan ketidaksepakatan dalam pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan.
(16)  Dalam hal Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa tidak hadir dan/atau tidak bersedia menandatangani berita acara pembahasan konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan, berita acara pembahasan ditandatangani oleh pejabat dan/atau pegawai dari Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP dan Instansi Pemeriksa.



Pasal 31

(1) Berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (11) atau ayat (16) merupakan dasar diterbitkannya LHP.
(2) Instansi Pemeriksa wajib membuat LHP paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak ditandatanganinya berita acara pembahasan akhir konsep LHP atas temuan hasil pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Menteri dan/atau Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP.
(3) Format berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Instansi Pemeriksa.


     

TINDAK LANJUT ATAS LHP

Pasal 32

(1) LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) wajib ditindaklanjuti oleh Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP.
(2) Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menindaklanjuti LHP paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak LHP diterima.


Pasal 33

(1) Dalam hal berdasarkan LHP terhadap Wajib Bayar terdapat kekurangan pembayaran PNBP Terutang, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menindaklanjuti dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar.
(2) LHP, Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, dan Surat Tagihan PNBP yang disampaikan kepada Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memperhitungkan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(4) Dalam hal PNBP Terutang ditetapkan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar telah memperhitungkan sanksi administratif berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah PNBP Terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar.
(5) Wajib Bayar menindaklanjuti Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (4) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP diterbitkan.
(6) Dalam hal hasil Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar terdapat kelebihan pembayaran PNBP, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar dan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Bayar.
(7) Dalam hal hasil Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar tidak terdapat kekurangan atau kelebihan pembayaran PNBP, Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan Surat Ketetapan PNBP Nihil dan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Bayar.
(8) Dalam hal hasil Pemeriksaan PNBP terhadap permohonan keringanan berupa pengurangan atau pembebasan PNBP dari Wajib Bayar merupakan suatu rekomendasi, Menteri atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menindaklanjuti dengan menerbitkan surat persetujuan atau penolakan.
(9)  Dalam hal hasil Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar terdapat kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pengembalian kelebihan pembayaran PNBP dapat diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya atau dapat dibayarkan secara langsung melalui pemindahbukuan, setelah memenuhi kondisi tertentu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP. 


Pasal 34

(1) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau pimpinan MIP PNBP yang diperiksa, wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak LHP diterima.
(2) Tindak lanjut LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis oleh pimpinan Instansi Pengelola PNBP kepada Menteri dan Instansi Pemeriksa.


Pasal 35

(1) Berdasarkan pertimbangan tertentu, Menteri dapat meminta pemeriksaan kembali kepada Instansi Pemeriksa.
(2) Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain adanya data dan informasi baru.
(3) Permintaan pemeriksaan kembali oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.

     

Pasal 36

(1) Dalam hal Pemeriksa menemukan adanya indikasi tindak pidana dalam pemeriksaan terhadap Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, atau MIP PNBP yang diperiksa, Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh data dan informasi tentang:
  1. indikasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara;
  2. indikasi kerugian negara; dan/atau
  3. indikasi unsur tindak pidana;
di luar yang diperiksa, Instansi Pemeriksa menyampaikan data dan informasi secara terpisah kepada Menteri atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP.
(3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis oleh Instansi Pemeriksa kepada Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP paling lambat bersamaan dengan penyampaian LHP.
(4) Terhadap data dan informasi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Menteri dan/atau pimpinan Instansi Pengelola PNBP yang meminta Pemeriksaan PNBP menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 37

Tindak lanjut penerbitan LHP dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Pasal 38

Instansi Pengelola PNBP menyampaikan laporan atas tindak lanjut penyelesaian LHP kepada Instansi Pemeriksa dan Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaporan pertanggungjawaban PNBP.



BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Pemeriksaan PNBP yang sedang berproses dilaksanakan dan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini.



BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.02/2009 tentang Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 517) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.02/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.02/2009 tentang Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 631), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 41

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Februari 2022

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


BENNY RIYANTO




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 197