PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 34 TAHUN 2017
TENTANG
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 51 Tahun 2003, telah diatur tata cara pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi pajak daerah;
- bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 107 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pasal 37 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu disempurnakan khususnya mengenai ketentuan tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Daerah;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
-
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
-
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
-
Peratuan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
- Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
- Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah pada Kota Administrasi.
- Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah pada Kota Administrasi.
- Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat UPPRD adalah Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah Badan Pajak dan Retribusi Daerah yang berada di wilayah Kecamatan.
- Kepala Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Kepala UPPRD adalah Kepala Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah yang berada di wilayah Kecamatan.
- Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB adalah Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Badan Pajak dan Retribusi Daerah.
- Kepala Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB adalah Kepala Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
- Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat yang berada satu tingkat di bawah Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah memiliki kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Gubernur paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
- Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
- Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
- Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
- Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
BAB II
PENDELEGASIAN KEWENANGAN
Pasal 2
(1) |
Gubernur mendelegasikan kewenangan pemberian pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. |
(2) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah. |
BAB III
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Bagian Kedua
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Atas Permohonan Wajib Pajak
Paragraf 1
Umum
Pasal 4
(1) |
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Daerah berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dilakukan terhadap:
- Kekhilafan Wajib Pajak; atau
- Bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
|
(2) |
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap sanksi administrasi yang tercantum dalam STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT. |
(3) |
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak. |
(4) |
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan dalam hal :
- Wajib Pajak sedang melakukan upaya hukum perpajakan;
- bunga yang dikenakan atas surat keputusan angsuran dan/atau penundaan pembayaran; atau
- kekhilafan Wajib Pajak yang terjadi merupakan suatu perbuatan pengulangan dalam kurun waktu satu tahun pajak.
|
(5) |
Surat keputusan angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan surat keputusan atas angsuran terhadap SKPD/SPPT/SKPDKB/SKPDKBT/STPD/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding/Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. |
Paragraf 2
Kekhilafan Wajib Pajak
Pasal 5
(1) |
Kekhilafan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dalam hal Wajib Pajak tidak sadar atau lupa atau pada kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sehingga mengakibatkan Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi. |
(2) |
Keadaan tidak sadar atau lupa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Wajib Pajak orang pribadi mengidap penyakit yang berkaitan dengan kemampuan daya ingat yang menyebabkan Wajib Pajak dalam keadaan tidak sadar atau lupa, dibuktikan dengan surat keterangan dokter rumah sakit. |
(3) |
Kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal wajib pajak orang pribadi memiliki batasan kemampuan keuangan sehingga sulit menentukan pilihan untuk membiayai musibah atau membayar kewajiban perpajakannya. |
(4) |
Kondisi tertentu sulit untuk menentukan pilihan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diakibatkan adanya peristiwa sebagai berikut:
- Wajib Pajak pada saat tanggal jatuh tempo mendapat musibah seperti mengalami kecelakaan, bencana alam atau sakit yang mengharuskan rawat inap di rumah sakit sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakan dibuktikan dengan surat pernyataan dan foto atau surat keterangan dokter rumah sakit;
- Wajib Pajak sedang berada di luar Indonesia dalam rangka ibadah atau pengobatan sejak tanggal penyampaian STPD, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT sampai dengan tanggal setelah jatuh tempo pembayaran Pajak Daerah dimana Wajib Pajak tidak memiliki suami/istri dan keturunan dan belum terdaftar dalam akun pajak daerah online dibuktikan dengan fotokopi paspor dan foto atau surat keterangan dokter rumah sakit dengan melampirkan Kartu Keluarga; atau
- Wajib Pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin atau Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
|
(5) |
Wajib Pajak yang mengalami peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) huruf a diberikan penghapusan sanksi administrasi. |
(6) |
Wajib Pajak yang mengalami peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c diberikan pengurangan sanksi administrasi sebesar 50% (lima puluh persen). |
Paragraf 3
Bukan Karena Kesalahan Wajib Pajak
Pasal 6
(1) |
Bukan karena kesalahan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, dalam hal kesalahan administrasi oleh fiskus atau keadaan lainnya sehingga mengakibatkan Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi. |
(2) |
Kesalahan administrasi oleh fiskus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :
- Keterlambatan petugas pajak dalam mengirimkan STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT sehingga Wajib Pajak mendapatkan STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT pada saat atau melewati tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Daerah dalam hal Wajib Pajak belum terdaftar dalam akun pajak daerah online;
- Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan Pajak Daerah, namun keputusan pengurangan diterbitkan pada saat atau setelah tanggal jatuh tempo pembayaran; atau
- Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena kesalahan Badan Pajak dan Retribusi Daerah selain kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah.
|
(3) |
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena kesalahan administrasi oleh fiskus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan penghapusan sanksi administrasi. |
(4) |
Keadaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :
- Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum dan saat jatuh tempo pembayaran Pajak Daerah (pengajuan oleh ahli waris);
- Objek Pajak PBB-P2 sedang mengalami gugatan perkara tanah di pengadilan;
- Objek Pajak dalam keadaan disita oleh instansi yang berwenang, yang dibuktikan dengan surat penyitaan;
- kendaraan hilang yang dibuktikan surat keterangan kehilangan kendaraan bermotor dari kepolisian;
- Wajib Pajak PKB dan BBN-KB yang dikenai sanksi administrasi karena tertunda penetapan pajaknya dalam hal belum ditetapkan NJKB nya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri;
- Objek Pajak Kendaraan Bermotor yang mengalami kerusakan berat dan tidak dapat dipergunakan lebih dari 6 (enam) bulan, dibuktikan dengan bukti keterangan terjadinya kerusakan dari instansi yang berwenang atau media informasi cetak atau bengkel yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan bukti berupa media elektronik seperti video/rekaman gambar;
- Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak antara lain dalam hal terjadi gagal teknologi;
- Wajib Pajak dan/atau Objek Pajak yang dikenai sanksi administrasi mengalami force majeure berupa musibah seperti terkena bencana alam, kebakaran, banjir besar, huru-hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang (mempunyai kemampuan untuk membayar); atau
- Objek pajak PBB-P2 yang secara fisik telah digunakan sebagai prasarana lingkungan, fasum, fasos yang telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Walikota/Bupati berdasarkan Berita Acara Penelitian Fisik (BAPF).
|
(5) |
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena keadaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diberikan penghapusan sanksi administrasi. |
(6) |
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena keadaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g diberikan penghapusan sanksi administrasi dalam hal :
- gagal teknologi terjadi sebelum jatuh tempo pembayaran/daftar ulang/perpanjangan pajak daerah; atau
- gagal teknologi terjadi setelah jatuh tempo pembayaran/daftar ulang/perpanjangan pajak daerah sebesar persentase sanksi administrasi yang dikenakan sesuai jumlah bulan terjadinya peristiwa gagal teknologi.
|
(7) |
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena keadaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h dengan ketentuan sebagai berikut :
- diberikan penghapusan sanksi administrasi dalam hal musibah yang terjadi mengakibatkan kerusakan objek pajak lebih dari atau sama dengan 50% (lima puluh persen); atau
- diberikan pengurangan sanksi administrasi sebesar 50% (lima puluh persen) dalam hal musibah yang terjadi mengakibatkan kerusakan objek pajak kurang dari 50% (lima puluh persen).
|
(8) |
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena keadaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf i diberikan pengurangan, sanksi administrasi sebesar 50% (lima puluh persen). |
Bagian Ketiga
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Secara Jabatan
Pasal 7
(1) |
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah. |
(2) |
Penerbitan Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada pertimbangan tertentu. |
(3) |
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sebagai berikut:
- Kepentingan Daerah dalam rangka :
- HUT Kota Jakarta;
- percepatan target penerimaan (akhir tahun); dan/atau
- penggalian potensi piutang pajak daerah; (piutang PBB limpahan Direktorat Jenderal Pajak).
- Stimulus kepada Wajib Pajak untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam hal tertib administrasi pembayaran; dan/atau
- Kepentingan sosial kemanusiaan.
|
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah.
BAB IV
TATA CARA DAN PERSYARATAN PENGAJUAN PERMOHONAN
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 9
(1) |
Pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), harus memenuhi ketentuan :
- 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT;
- surat permohonan diajukan dalam bahasa Indonesia, paling sedikit memuat:
- nama dan alamat Wajib Pajak;
- NPWPD dan NOPD;
- jenis pajak;
- jumlah, sanksi administrasi;
- besar pengurangan yang dimohon; dan
- alasan yang mendasari diajukannya permohonan.
- disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya STPD, SPPT, SKPD, SKPDKB atau SKPDKBT kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;
- Wajib Pajak telah melunasi pokok pajak; dan/atau
- surat permohonan ditandatangani Wajib Pajak, dalam hal surat permohonan bukan ditandatangani oleh Wajib Pajak, harus dilampirkan Surat Kuasa.
|
(2) |
Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus melampirkan persyaratan sebagai berikut :
- fotokopi identitas Wajib Pajak dan kuasanya jika dikuasakan;
- surat kuasa jika dikuasakan;
- fotokopi STPD;
- fotokopi SKPD, SPPT PBB-P2, SKPDKB atau SKPDKBT;
- fotokopi bukti pelunasan pokok pajak;
- surat pernyataan yang berisi alasan kekhilafan Wajib Pajak; dan ’
- bukti surat, petunjuk atau keterangan lainnya yang membuktikan adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
|
Pasal 10
(1) |
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. |
(2) |
Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan, wajib memberikan jawaban secara tertulis dengan memberitahukan kekurangan persyaratan serta alasan yang mendasari kepada Wajib Pajak atau Kuasanya jika dikuasakan. |
(3) |
Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
BAB V
TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN
ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 11
(1) |
Permohonan Wajib Pajak atau kuasanya yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selanjutnya dilakukan kegiatan penelitian administrasi atau penelitian lapangan apabila diperlukan oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk dan dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian. |
(2) |
Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk. |
(3) |
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa menerima seluruhnya, menolak atau menerima sebagian. |
(4) |
Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan lengkap, wajib memberi keputusan atas permohonan Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. |
(5) |
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir dengan tetap melakukan kegiatan penelitian dan menuangkannya dalam Laporan Hasil Penelitian. |
Pasal 12
Wajib Pajak yang telah diberikan pengurangan sanksi administrasi, tidak dapat diberikan penghapusan sanksi administrasi dan sebaliknya.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Pasal 6 Keputusan Gubernur Nomor 51 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi yang mengatur tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 2017 Plt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
ttd
SUMARSONO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2017
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
ttd
SAEFULLAH
BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2017 NOMOR 61015