Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 94 TAHUN 2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 94 TAHUN 2021

TENTANG

NILAI PEROLEHAN AIR TANAH SEBAGAI DASAR PENGENAAN
PAJAK AIR TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


  1. bahwa Peraturan Gubernur Nomor 86 Tahun 2012 tentang Nilai Perolehan Air Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga perlu diganti;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Nilai Perolehan Air Tanah Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pedoman Penetapan Nilai Air Tanah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 408);
  4. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2010 Nomor 17, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 14);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG NILAI PEROLEHAN AIR TANAH SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK AIR TANAH.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:

  1. Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.
  2. Air Tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.
  3. Air Baku merupakan air yang berasal dari Air Tanah yang telah diambil dari sumbernya dan telah siap untuk dimanfaatkan.
  4. Pajak Air Tanah adalah pajak pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
  5. Nilai Perolehan Air yang selanjutnya disingkat NPA adalah nilai Air Tanah yang telah diambil dan dikenai Pajak Air Tanah, besarnya sama dengan volume air yang diambil dikaitkan dengan harga dasar air.
  6. Harga Dasar Air yang selanjutnya disingkat HDA adalah harga rata-rata Air Tanah per satuan volume yang akan dikenai Pajak Air Tanah, besarnya sama dengan harga Air Baku dikalikan dengan faktor nilai air.
  7. Harga Air Baku yang selanjutnya disingkat HAB adalah harga rata-rata Air Tanah per satuan volume yang besarnya sama dengan nilai investasi untuk mendapatkan Air Tanah dibagi dengan volume produksinya (m3).
  8. Faktor Nilai Air yang selanjutnya disingkat FNA adalah suatu bobot nilai dari Komponen Sumber Daya Alam serta peruntukan dan pengelolaan yang besarnya ditentukan berdasarkan subyek kelompok pengguna Air Tanah serta volume pengambilannya.
  9. Kelompok Pengguna Air Tanah adalah orang atau badan yang memanfaatkan atau pengguna Air Tanah, terdiri dari kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4 dan kelompok 5.
  10. Konservasi Air Tanah adalah pengelolaan Air Tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya.
  11. Dewatering adalah kegiatan pengontrolan air untuk kepentingan mengeringkan areal penggalian yang akan dimanfaatkan sebagai bangunan bawah tanah atau untuk berbagai kepentingan.
  12. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.


BAB II
KOMPONEN NPA

Pasal 2

(1) NPA ditetapkan untuk setiap titik pengambilan Air Tanah yang sudah memiliki Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah maupun yang belum memiliki Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah.
(2) Besaran NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor, yaitu:
  1. jenis sumber air;
  2. lokasi sumber air;
  3. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
  4. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
  5. kualitas sumber air; dan
  6. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan air dan/atau pemanfaatan air.
(3) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diformulasikan untuk penghitungan NPA yang dinyatakan dalam rupiah ke dalam komponen, yaitu:
  1. sumber daya alam; dan
  2. peruntukan dan pengelolaan.

  


Pasal 3

Komponen Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a meliputi faktor:

  1. jenis sumber Air Tanah;
  2. lokasi sumber Air Tanah; dan
  3. kualitas Air Tanah.


Pasal 4

Komponen peruntukan dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b meliputi faktor:

  1. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah;
  2. volume Air Tanah yang diambil dan/atau dimanfaatkan dihitung dalam satuan meter kubik (m3) ; dan
  3. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah berdasarkan pada zona Konservasi Air Tanah.


Pasal 5

(1) Faktor jenis sumber Air Tanah dan lokasi sumber Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:
  1. ada sumber air alternatif (terdapat Jaringan Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PAM JAYA) dan atau terdapat sumber air permukaan);
  2. tidak ada sumber air alternatif, baik Jaringan Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PAM JAYA) maupun sumber air permukaan.
(2) Faktor kualitas Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:
  1. kualitas Air Tanah baik; atau
  2. kualitas Air Tanah tidak baik.
(3) Penentuan kualitas Air Tanah baik atau tidak baik berdasarkan sertifikat hasil pengujian laboratorium air yang terakreditasi.


Pasal 6

(1) Komponen peruntukan dan pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dibedakan dalam 5 (lima) Kelompok Pengguna Air Tanah yang ditetapkan dalam bentuk pengusahaan, yaitu:
a. Kelompok 1, merupakan bentuk pengusahaan produk berupa Air, meliputi:
  1. pemasok air baku;
  2. perusahaan air minum;
  3. industri air minum dalam kemasan;
  4. pabrik es kristal; dan
  5. pabrik minuman olahan.
b. Kelompok 2, merupakan bentuk pengusahaan produk bukan air termasuk untuk membantu proses produksi dengan penggunaan air dalam jumlah besar, meliputi:
  1. industri tekstil;
  2. pewarnaan/pencelupan kain;
  3. pabrik makanan olahan;
  4. hotel bintang 3, hotel bintang 4, dan hotel bintang 5;
  5. pabrik kimia;
  6. tempat pengolahan bahan beton/batching plant,
  7. industri peternakan dan perikanan;
  8. pabrik kertas;
  9. industri farmasi;
  10. lapangan golf; dan
  11. pabrik kaca, gelas dan keramik.
c. Kelompok 3, merupakan bentuk pengusahaan produk bukan air termasuk untuk membantu proses produksi dengan penggunaan air dalam jumlah sedang, meliputi:
  1. hotel bintang 1 dan hotel bintang 2;
  2. usaha persewaan jasa kantor;
  3. apartemen dan kampus;
  4. pabrik es skala kecil;
  5. agro industri;
  6. showroom Kendaraan Bermotor;
  7. industri pengolahan logam;
  8. industri spare part kendaraan bermotor;
  9. industri kebutuhan sehari-hari (consumer goods);
  10. steam bath, spa dan salon;
  11. industri tahu/tempe;
  12. supermarket;
  13. pusat pertokoan;
  14. percetakan besar;
  15. pool kendaraan umum; dan
  16. bengkel besar.
d. Kelompok 4, merupakan bentuk pengusahaan produk bukan air untuk membantu proses produksi dengan penggunaan air dalam jumlah kecil, meliputi:
  1. hotel kelas melati;
  2. losmen/pondokan/penginapan/asrama/rumah sewa;
  3. tempat hiburan;
  4. restoran;
  5. cafe;
  6. gudang pendingin;
  7. pabrik mesin elektronik;
  8. pencucian kendaraan bermotor;
  9. kolam renang dan waterboom;
  10. jasa pencucian pakaian/laundry;
  11. bank;
  12. kantor konsultan menengah ke bawah; dan
  13. gedung olah raga
e. Kelompok 5, merupakan bentuk pengusahaan produk bukan Air untuk menunjang kebutuhan pokok, meliputi:
  1. usaha kecil skala rumah tangga;
  2. hotel non-bintang;
  3. rumah makan;
  4. rumah sakit;
  5. klinik;
  6. laboratorium;
  7. stasiun pengisian bahan bakar umum;
  8. stasiun pengisian bahan bakar gas;
  9. stasiun pengisian bahan bakar elpiji;
  10. tempat istirahat/ restarea;
  11. institut/perguruan/lembaga kursus;
  12. kantor pengacara;
  13. yayasan sosial;
  14. koperasi;
  15. pangkas rambut kecil;
  16. panti pijat;
  17. bengkel kecil;
  18. percetakan kecil;
  19. fitness center,
  20. lembaga swasta non komersial;
  21. kedutaan besar/konsulat/kantor perwakilan asing;
  22. dewatering; dan
  23. rumah tangga mewah dengan sumur bor
(2) Dalam hal terdapat pengguna Air Tanah baru yang belum tercantum dalam bentuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimasukkan dalam kelompok bentuk pengusahaan yang sejenis berdasarkan tujuan dan besar penggunaan Air Tanah sebagai bahan pendukung, bantu proses, atau baku utama.

  


BAB III
TATA CARA PERHITUNGAN HDA, KOMPONEN DAN
BOBOT FNA

Pasal 7

(1) Besarnya HDA ditentukan oleh:
  1. HAB; dan
  2. FNA.
(2) HAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar Rpl4.583,00 (empat belas ribu lima ratus delapan puluh tiga rupiah) per m3 (meter kubik).


Pasal 8

(1) FNA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, memuat komponen sebagai berikut:
  1. sumber daya alam Air Tanah; dan
  2. peruntukan dan pengelolaan Air Tanah.
(2) Kriteria komponen sumber daya alam Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditentukan oleh faktor:
a. kualitas Air Tanah, meliputi:
  1. kualitas baik; atau
  2. kualitas tidak baik.
b. alternatif sumber daya air, meliputi:
  1. ada sumber daya air alternatif seperti jaringan Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PAM JAYA); atau
  2. tidak ada sumber daya air alternatif.
(3) FNA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b disesuaikan dengan bobot nilai komponen sumber daya alam serta peruntukan dan pengelolaan yang besarnya ditentukan berdasarkan subyek kelompok penggunaan Air Tanah serta volume pengambilan yang dihitung secara progresif.
(4) Untuk menentukan besarnya FNA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara memberikan nilai tertentu pada masing-masing komponennya.
(5) Nilai Komponen Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dihitung secara eksponensial dengan bobot sebagai berikut:

No Kriteria Peringkat Bobot
1. Air Tanah kualitas baik, ada Sumber Air alternatif 4 16
2. Air Tanah kualitas baik, tidak ada Sumber Air alternatif 3 9
3. Air Tanah kualitas tidak baik, ada Sumber Air alternatif 2 4
4. Air Tanah kualitas tidak baik dan tidak ada Sumber Air alternatif 1 1
(6) Komponen peruntukan dan pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b memiliki nilai berdasarkan kelompok peruntukan dan volume pengambilan yang dihitung secara progresif dengan tabel berikut:

No Peruntukan Volume Pengambilan (m3)
0-50 51-500 501-1000 1001-2500 >2500
1. Kelompok 5 1 1.5 2.25 3.38 5.06
2. Kelompok 4 3 4.5 6.75 10.13 15.19
3. Kelompok 3 5 7.5 11.25 16.88 25.31
4. Kelompok 2 7 10.5 15.75 23.63 35.44
5. Kelompok 1 9 13.5 20.25 30.38 45.56
(7) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dipakai sebagai faktor pengali terhadap persentase komponen sumber daya alam dan komponen peruntukan dan pengelolaan.


Pasal 9

(1) Besaran FNA diperoleh dari penjumlahan perkalian bobot Komponen Sumber Daya Alam dengan bobot komponen peruntukan dan pengelolaan.
(2) Besarnya bobot Komponen Sumber Daya Alam dan bobot komponen peruntukan dan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
Komponen Bobot
Sumber Daya Alam (S) 60%
Peruntukan dan Pengelolaan (P) 40%
(3) Besaran FNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.

 


BAB IV
PERHITUNGAN NPA

Pasal 10

(1) NPA sebagai dasar pengenaan Pajak Air Tanah diperoleh dengan cara mengalikan volume air yang diambil dan/ atau dimanfaatkan (dalam ukuran m3) dengan HDA.
(2) HDA diperoleh dengan mengalikan FNA dengan HAB.
(3) Cara perhitungan NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

NPA   =   Volume Pengambilan x HDA
HDA   =   HAB x FNA
FNA   =   [60% x nilai Komponen Sumber Daya Alam (S)] +
                [40% x nilai Komponen Peruntukan dan Pengelolaan (P)]
NPA   =   Volume Pengambilan x HAB x FNA
(4) Contoh perhitungan NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.



BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 11

Cara perhitungan Pajak Air Tanah dewatering sebagai berikut:
a. memasang alat meter air
Menghitung besarya luas volume air dewatering dengan menggunakan meter air dan pemasangan meter air dilakukan sampai kegiatan dewatering telah selesai dilaksanakan.
b. menghitung besar volume air dewatering
Debit pengambilan air dewatering = k x luas selimut dinding lahan dewatering k = permeabilitas tanah, dimana:
1. permeabilitas tanah liat (k) = 10.6 m/s
2. permeabilitas tanah pasir (k) = 10.4 m/s
c. Pajak Air Tanah dewatering = Tarif Pajak x NPA Tarif Non Niaga x Volume Dewatering.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 12

Terhadap Pajak Air Tanah yang tertuang dalam masa pajak sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, perhitungan pajaknya dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Nomor 86 Tahun 2012 tentang Nilai Perolehan Air Tanah sebagai Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah.



BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 86 Tahun 2012 tentang Nilai Perolehan Air Tanah sebagai Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2012 Nomor 84) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 14

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.











Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2021
GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

ttd.

ANIES RASYID BASWEDAN


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 26 Oktober 2021

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,


ttd.


MARULLAH MATALI




BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2021 NOMOR 73014