Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 98/PMK.04/2019

TENTANG

TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN
SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN
DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN,
DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam;
 

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844);
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6302);




MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM.



Pasal 1

 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri.
  2. Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional.
  3. Devisa Hasil Ekspor dari Barang Ekspor Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DHE SDA adalah Devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam.
  4. Rekening Khusus DHE SDA adalah rekening Eksportir di Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing yang ditujukan khusus untuk menerima dan menyimpan DHE SDA.
  5. Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing adalah bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia.
  6. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepabeanan.
  7. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan Ekspor.
  8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
  11. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia.
  12. Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.



Pasal 2


Setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa.


Pasal 3

 

(1) Khusus Devisa berupa DHE SDA, wajib dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia.
(2) DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari hasil barang Ekspor:
  1. pertambangan;
  2. perkebunan;
  3. kehutanan; dan
  4. perikanan.
(3) Jenis barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.



Pasal 4

 

(1) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3):
  1. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.



Pasal 5

 

(1) Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melalui penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
(2) Penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.



Pasal 6

 

DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dapat digunakan oleh Eksportir yang menempatkan DHE SDA tersebut untuk pembayaran:

  1. bea keluar dan pungutan lain di bidang Ekspor;
  2. pinjaman:
  3. impor:
  4. keuntungan/dividen; dan/atau
  5. keperluan lain dari penanam modal sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

 
 

Pasal 7

 

(1) Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan melalui escrow account, Eksportir wajib membuat escrow account tersebut pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
(2) Dalam hal escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibuat di luar negeri, Eksportir wajib memindahkan escrow account pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Pasal 8

 

(1) Dalam hal Eksportir tidak melakukan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Eksportir dikenakan denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai DHE SDA yang belum ditempatkan ke dalam Rekening Khusus DHE SDA.
(2) Dalam hal Eksportir menggunakan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA untuk pembayaran di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Eksportir dikenakan denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai DHE SDA yang digunakan untuk pembayaran di luar ketentuan.
(3) Terhadap Eksportir yang tidak membuat escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau tidak memindahkan escrow account di luar negeri pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Eksportir dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.



Pasal 9

 

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disetor ke Kas Negara sebagai pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari hak negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak.



Pasal 10

 

(1) Kepala Kantor Pabean melakukan perhitungan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Kepala Kantor Pabean mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7.
(3) Berdasarkan perhitungan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan:
  1. surat tagihan pertama kepada Eksportir;
  2. surat tagihan kedua, yang diterbitkan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a diterbitkan, Eksportir tidak melunasi kewajibannya; dan
  3. surat tagihan ketiga, yang diterbitkan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada huruf b diterbitkan, Eksportir tidak melunasi kewajibannya.
(4) Surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
(5) Dalam hal penerbitan surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan, penerbitan surat tagihan dimaksud dilakukan secara manual.
(6) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, atas pemberitahuan ekspor barang (PEB) berikutnya tidak dilayani sampai dengan Eksportir melunasi kewajibannya.
(7) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
  1. menerbitkan surat penyerahan tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya;
  2. mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor; dan
  3. menyampaikan informasi kepada Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
(8) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat meminta penjelasan tertulis atas hasil pengawasan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia dan/atau Eksportir terkait adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6.
(9) Permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terkait dengan elemen data hasil pengawasan yang terdapat dalam sistem monitoring Bank Indonesia.
(10) Contoh format surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


    

Pasal 11

 

(1) Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3):
  1. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.



Pasal 12

 

Hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan bahwa Eksportir telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7, menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor.

 

Pasal 13

 

(1) Eksportir wajib membayar denda sesuai surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Hasil pengawasan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 yang dilampiri dengan bukti pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor.


 

Pasal 14

 

(1) Dalam hal Eksportir tidak setuju atas surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Eksportir dapat mengajukan permohonan koreksi terhadap surat tagihan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Koreksi terhadap surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak.



Pasal 15

 

Pelaksanaan penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2) serta pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

Pasal 16

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

  1. pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dan permintaan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8):
  2. pengenaan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (6);
  3. tata cara penyampaian penagihan atas pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); dan
  4. pembayaran denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1),

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.



Pasal 17


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 



  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 721