TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 98/PMK.04/2019
TENTANG
TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN
SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN
DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN,
DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pasal 2
Setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa.
Pasal 3
(1) | Khusus Devisa berupa DHE SDA, wajib dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia. |
(2) | DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari hasil barang Ekspor:
|
(3) | Jenis barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
Pasal 4
(1) | Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3):
|
(2) | Dalam hal Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
Pasal 5
(1) | Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melalui penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. |
(2) | Penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor. |
Pasal 6
DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dapat digunakan oleh Eksportir yang menempatkan DHE SDA tersebut untuk pembayaran:
Pasal 7
(1) | Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan melalui escrow account, Eksportir wajib membuat escrow account tersebut pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. |
(2) | Dalam hal escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibuat di luar negeri, Eksportir wajib memindahkan escrow account pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 8
(1) | Dalam hal Eksportir tidak melakukan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Eksportir dikenakan denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai DHE SDA yang belum ditempatkan ke dalam Rekening Khusus DHE SDA. |
(2) | Dalam hal Eksportir menggunakan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA untuk pembayaran di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Eksportir dikenakan denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai DHE SDA yang digunakan untuk pembayaran di luar ketentuan. |
(3) | Terhadap Eksportir yang tidak membuat escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau tidak memindahkan escrow account di luar negeri pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Eksportir dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor. |
Pasal 9
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disetor ke Kas Negara sebagai pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari hak negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 10
(1) | Kepala Kantor Pabean melakukan perhitungan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6. |
(2) | Kepala Kantor Pabean mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7. |
(3) | Berdasarkan perhitungan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan:
|
(4) | Surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan melalui Sistem Komputer Pelayanan. |
(5) | Dalam hal penerbitan surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan, penerbitan surat tagihan dimaksud dilakukan secara manual. |
(6) | Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, atas pemberitahuan ekspor barang (PEB) berikutnya tidak dilayani sampai dengan Eksportir melunasi kewajibannya. |
(7) | Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
(8) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat meminta penjelasan tertulis atas hasil pengawasan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia dan/atau Eksportir terkait adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6. |
(9) | Permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terkait dengan elemen data hasil pengawasan yang terdapat dalam sistem monitoring Bank Indonesia. |
(10) | Contoh format surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 11
(1) | Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3):
|
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
Pasal 12
Hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan bahwa Eksportir telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7, menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor.
Pasal 13
(1) | Eksportir wajib membayar denda sesuai surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri. |
(2) | Hasil pengawasan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 yang dilampiri dengan bukti pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal Eksportir tidak setuju atas surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Eksportir dapat mengajukan permohonan koreksi terhadap surat tagihan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Koreksi terhadap surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
Pasal 15
Pelaksanaan penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2) serta pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 17
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juli 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 721