Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.04/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 135/PMK.04/2021

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 98/PMK.04/2019 TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF
BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN,
DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR
DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN

SUMBER DAYA ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tarif atas sanksi administratif berupa denda dan tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran ketentuan devisa hasil ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan sumber daya alam telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam;
  2. bahwa untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pelaksanaan pelayanan dan pengawasan kepabeanan di bidang ekspor serta untuk menyelaraskan ketentuan mengenai pengawasan devisa hasil ekspor dengan ketentuan penerimaan negara bukan pajak, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pengawasan pemenuhan ketentuan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6302);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 230, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6563);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 268, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6584);
  9. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 721);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif Atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 721);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98/PMK.04/2019 TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM.



Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 721), diubah sebagai berikut:


1. Ketentuan angka 6, angka 8, angka 10, angka 11, dan angka 12 Pasal 1 diubah, dan ditambahkan 2 (dua) angka yaitu angka 13 dan angka 14, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri.
  2. Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional.
  3. Devisa Hasil Ekspor dari Barang Ekspor Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DHE SDA adalah Devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam.
  4. Rekening Khusus DHE SDA adalah rekening Eksportir di Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing yang ditujukan khusus untuk menerima dan menyimpan DHE SDA.
  5. Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing adalah bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia.
  6. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  7. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan Ekspor.
  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
  11. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bank Indonesia.
  12. Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.
  13. Surat Pemberitahuan Penetapan Pemungutan adalah surat pemberitahuan kepada Eksportir yang berisi penetapan pelanggaran ketentuan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA, penggunaan DHE SDA, atau pembuatan atau pemindahan escrow account pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
  14. Escrow Account adalah rekening yang dibuka untuk tujuan tertentu guna menampung dana berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis.
   
2. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Dalam hal Eksportir tidak melakukan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Eksportir dikenakan pungutan berupa denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai DHE SDA yang belum ditempatkan ke dalam Rekening Khusus DHE SDA.
(2) Dalam hal Eksportir menggunakan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA untuk pembayaran di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Eksportir dikenakan pungutan berupa denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai DHE SDA yang digunakan untuk pembayaran di luar ketentuan.
(3) Terhadap Eksportir yang tidak membuat Escrow Account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau tidak memindahkan Escrow Account di luar negeri pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Eksportir dikenakan sanksi administrasi berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.
   
3. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disetor ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari hak negara lainnya.
(2) Penyetoran pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak dan sistem penerimaan negara secara elektronik.
   
4. Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9A

Hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan bahwa Eksportir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7, menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pabean untuk memberikan sanksi administrasi.
   
5. Ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (10) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 4 (empat) ayat yakni ayat (3a), ayat (3b), ayat (3c), dan ayat (3d), di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5a), dan di antara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (7a) sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

(1) Kepala Kantor Pabean melakukan perhitungan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(1a) Perhitungan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia yang terdapat pada hasil pengawasan Bank Indonesia.
(1b) Kepala Kantor Pabean melakukan monitoring pelunasan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) yang dilaksanakan oleh Eksportir.
(1c) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) dapat dilakukan melalui sistem informasi.
(2) Kepala Kantor Pabean mengenakan penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7, dan status pelunasan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(3) Berdasarkan perhitungan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan kepada Eksportir paling lama 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya hasil pengawasan yang menunjukkan adanya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(3a) Eksportir wajib melunasi pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(3b) Dalam hal berdasarkan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1b), Eksportir tidak melunasi pungutan berupa denda, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat tagihan pertama kepada Eksportir.
(3c) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3b) Eksportir tidak melunasi pungutan berupa denda, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat tagihan kedua kepada Eksportir.
(3d) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3c) Eksportir tidak melunasi pungutan berupa denda, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat tagihan ketiga kepada Eksportir.
(4) Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3c), dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3d) diterbitkan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
(5) Dalam hal penerbitan Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3c), dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3d) belum dapat dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan, penerbitan Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan dan surat tagihan dimaksud dilakukan secara tertulis.
(5a) Penagihan secara tertulis oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan secara simultan dengan upaya penagihan melalui kegiatan optimalisasi penagihan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3b) diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, atas Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) berikutnya tidak dilayani sampai dengan Eksportir melunasi kewajibannya.
(7) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3d) diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri:
  1. melakukan penyerahan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara;
  2. mengenakan penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor; dan
  3. menyampaikan informasi kepada Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan.
(7a) Dalam hal tanggal penerbitan surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3c,) surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3d), dan penyerahan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) jatuh pada tanggal yang tidak terdapat pada bulan sebelumnya, surat tagihan atau penyerahan pengurusan piutang negara kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang diterbitkan pada tanggal terakhir pada bulan berkenaan.
(8) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat meminta penjelasan tertulis atas hasil pengawasan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia dan/atau Eksportir terkait adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6.
(9) Permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terkait dengan elemen data hasil pengawasan yang terdapat dalam sistem monitoring Bank Indonesia.
(10) Contoh format:
  1. Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
  2. surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3b);
  3. surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3c); dan
  4. surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3d),
tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
   
6. Ketentuan ayat (1) Pasal 11 diubah, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), ayat (3b), ayat (3c), ayat (3d), dan ayat (7):
  1. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk.
(3) Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
   
7. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11A

(1) Eksportir yang tidak melunasi pungutan berupa denda sampai dengan jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dikenai denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pungutan terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2) Untuk jatuh tempo pembayaran pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7a), denda keterlambatan ditetapkan 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo.
(3) Denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
   
8. Pasal 12 dihapus.
   
9. Ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Eksportir wajib membayar pungutan berupa denda sesuai dengan Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan dan surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(2) Bukti pelunasan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pabean untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor.
(3) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan informasi terkait pelunasan pungutan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia.
   
10. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diubah, di antara ayat (1) dan (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a) dan ayat (1b), dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Terhadap surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dilakukan koreksi.
(1a) Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan terhadap:
  1. besaran pungutan berupa denda dalam surat tagihan; dan/atau
  2. kesalahan penulisan.
(1b) Untuk dapat melakukan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean.
(2) Koreksi terhadap surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(3) Contoh format surat tagihan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
   
11. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15A

(1) Direktur Jenderal dapat mengusulkan penggunaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak dari penerimaan denda atas pelanggaran ketentuan devisa hasil ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan Sumber Daya Alam kepada Menteri.
(2) Penggunaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
   
12. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16A

Petunjuk teknis mengenai pengenaan pungutan berupa denda, permintaan penjelasan secara tertulis, penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor, serta penyampaian dan pembayaran tagihan pungutan berupa denda dan denda keterlambatan, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
   
13. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, terhadap surat tagihan yang telah diterbitkan pada periode sebelumnya dan belum selesai proses pelunasannya, diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
   
14. Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif atas Sanksi Administratif  Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, diubah menjadi yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 Oktober 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


BENNY RIYANTO




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1114