TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43/PMK.05/2020
TENTANG
MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA ATAS BEBAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DALAM PENANGANAN PANDEMI
CORONA VIRUS DISEASE 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DALAM PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. |
2. | Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. |
3. | Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi BUN. |
4. | Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. |
5. | Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. |
6. | Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada penyedia barang/jasa, bendahara pengeluaran, dan/atau penerima hak lainnya atas dasar perjanjian/kontrak, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung. |
7. | Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS. |
8. | Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan. |
9. | Surat Pernyataan Kesanggupan Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat SPKPBJ adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh penyedia barang/jasa yang memuat jaminan atau pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara apabila penyedia barang/jasa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam kontrak/perjanjian/bentuk perikatan lainnya. |
10. | Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. |
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) | Peraturan Menteri ini mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). |
(2) | Alokasi dana untuk penanganan pandemi COVID-19 dialokasikan dalam DIPA kementerian negara/lembaga. |
(3) | Dalam memudahkan perencanaan kegiatan, koordinasi pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi kinerja penanganan pandemi COVID-19, alokasi dana penanganan pandemi COVID-19 dikelompokkan dalam klasifikasi akun khusus COVID-19. |
(4) | Peraturan Menteri ini berlaku dalam masa penanganan pandemi COVID-19. |
BAB III
PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGANAN PANDEMI
COVID-19
Bagian Kesatu
Pembuatan Komitmen
Pasal 3
(1) | Kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan berdasarkan alokasi dana dalam DIPA. | ||||
(2) | Dalam hal terdapat kondisi mendesak/tidak dapat ditunda dalam penanganan pandemi COVID-19, Pejabat Perbendaharaan dapat melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang dananya tidak tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA. | ||||
(3) | Kondisi mendesak/tidak dapat ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan hanya untuk kegiatan penanganan pandemi COVID-19 berupa obat-obatan, alat kesehatan, sarana prasarana kesehatan, sumber daya manusia baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan, dan kegiatan lain berkaitan dengan penanganan pandemi COVID-19. | ||||
(4) | KPA segera memastikan penyediaan dana untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melalui revisi DIPA. | ||||
(5) | Dalam hal diperkirakan pagu DIPA satker tidak tercukupi/tidak tersedia, kegiatan dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran. | ||||
(6) | Tindakan dalam penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui pembuatan komitmen. | ||||
(7) | Pembuatan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dalam bentuk:
|
||||
(8) | Berdasarkan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang belum tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPA segera mengajukan revisi anggaran sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai revisi anggaran. |
Pasal 4
(1) | Perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Pembayaran LS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak yang telah ditandatangani ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
(2) | Pencatatan perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. |
Bagian Kedua
Mekanisme Pembayaran
Paragraf 1
Umum
Pasal 5
(1) | Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan setelah barang/jasa diterima. | ||||||||
(2) | Dalam hal dipersyaratkan oleh penyedia barang/jasa, pembayaran sebagian atau seluruhnya dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima. | ||||||||
(3) | Pembayaran atas beban APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus, berdasarkan komitmen. | ||||||||
(4) | Pembayaran yang dilakukan sebelum barang/jasa diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas uang pembayaran yang akan dilakukan. | ||||||||
(5) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
|
||||||||
(6) | Tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicantumkan dalam perjanjian/kontrak antara PPK dengan penyedia barang/jasa. | ||||||||
(7) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak berlaku untuk perjanjian/kontrak yang berupa bukti pembelian dan kuitansi. | ||||||||
(8) | SPKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(9) | Ketentuan mengenai persyaratan jaminan, pengujian dan penatausahaan kontrak/wanprestasi, jaminan, pemutusan dan klaim jaminan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima. |
Pasal 6
(1) | Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa, pejabat/pegawai atau pelaksana kegiatan lainnya pada kementerian negara/lembaga, atau penerima pembayaran lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19 dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS atau UP. |
(2) | Dalam hal diperlukan/disepakati untuk diberikan uang muka, pemberian uang muka berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. |
(3) | Untuk pelaksanaan pekerjaan, sepanjang tercantum dalam perjanjian/kontrak, penyedia barang/jasa dapat diberikan pembayaran tahap pertama. |
(4) | Pembayaran tahap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan SPKPBJ. |
Paragraf 2
Mekanisme Pembayaran LS
Pasal 7
(1) | Pembayaran atas kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 dengan mekanisme Pembayaran LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan melalui penerbitan SPM-LS sesuai alokasi dana dalam DIPA. | ||||
(2) | Pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
(3) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat pada perjanjian/kontrak. | ||||
(4) | Dalam hal pembayaran dilakukan sebelum barang/jasa diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5. | ||||
(5) | Pembayaran LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui transfer dari kas negara ke rekening:
|
Paragraf 3
Mekanisme Pembayaran melalui UP
Pasal 8
(1) | Pembayaran atas kegiatan untuk penanganan pandemi COVID-19 melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
||||||
(2) | Pembayaran melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
|
||||||
(3) | Pembayaran melalui mekanisme UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian TUP tunai. | ||||||
(4) | Pengajuan SPM TUP tunai dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa komitmen dan/atau rencana pembayaran yang akan dilakukan dalam 1 (satu) bulan. | ||||||
(5) | Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP tunai untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan, Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dengan mempertimbangkan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan. | ||||||
(6) | KPA mengajukan permintaan TUP tunai kepada Kepala KPPN disertai dengan:
|
||||||
(7) | Dalam hal TUP tunai sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke kas negara, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP tunai berikutnya. | ||||||
(8) | Dalam pengajuan TUP tunai, Satker memperhitungkan jumlah realisasi anggaran, jumlah dana yang telah dikontrakkan, UP dan TUP yang dikelola, serta tidak boleh melampaui alokasi anggaran satker dalam DIPA. | ||||||
(9) | Dalam hal pengajuan TUP tunai melampaui alokasi anggaran Satker dalam DIPA, pengajuan TUP tunai setelah mendapatkan persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran. | ||||||
(10) | Dalam hal terdapat kebutuhan mendesak untuk membiayai pelaksanaan kegiatan dalam penanganan pandemi COVID-19 yang memerlukan TUP tunai atas alokasi anggaran yang belum tersedia/tidak cukup tersedia dalam DIPA, pengajuan permintaan TUP tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dilampiri dengan persetujuan pengguna anggaran/pejabat eselon I yang ditunjuk oleh pengguna anggaran. |
Pasal 9
(1) | TUP tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan atau sesuai persetujuan Kepala KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). | ||||
(2) | Pertanggungjawaban TUP tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah:
|
||||
(3) | Pertanggungjawaban TUP tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus. | ||||
(4) | Sisa TUP tunai yang tidak habis digunakan harus disetor ke kas negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 10
Dalam hal diperlukan, Kepala Satker dapat mengangkat bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan tugas kebendaharaan dalam penanganan pandemi COVID-19.
Pasal 11
(1) | Besaran pembayaran UP dalam penanganan pandemi COVID-19 kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa tidak dibatasi nominalnya. |
(2) | Uang tunai pada setiap akhir hari kerja, yang berasal dari TUP tunai yang ada pada kas bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu dalam penanganan pandemi COVID-19 mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai kedudukan dan tanggung jawab bendahara pada satuan kerja pengelola APBN. |
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Penanganan Pandemi COVID-19 pada
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Pasal 12
(1) | Dalam pelaksanaan anggaran penanganan pandemi COVID-19, Satker BNPB dapat:
|
||||||
(2) | Pelaksanaan pembayaran atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19, Satker BNPB dapat menggunakan UP yang berasal dari:
|
||||||
(3) | Pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana. | ||||||
(4) | Pengajuan dan pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan operasional BNPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11. | ||||||
(5) | Pertanggungjawaban UP yang berasal dari dana siap pakai (on call), dana rehabilitasi dan rekonstruksi, dan/atau operasional BNPB dilakukan setelah tersedia alokasi dana dalam DIPA. |
Bagian Keempat
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga
Pasal 13
(1) | Pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui bank/pas penyalur kepada penerima bantuan sosial sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga. | ||||||
(2) | Pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui:
|
||||||
(3) | Berdasarkan penyaluran belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, bank/pos penyalur menyampaikan laporan penyaluran dana belanja bantuan sosial kepada PPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa penyaluran dana belanja bantuan sosial melalui rekening penerima bantuan sosial atau uang elektronik. | ||||||
(4) | PPK melakukan penelitian laporan penyaluran belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||||
(5) | Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diselesaikan oleh PPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterima laporan dari bank/pos penyalur. | ||||||
(6) | Berdasarkan penyaluran belanja bantuan sosial dengan pemberian uang tunai dari rekening bank/pos penyalur kepada penerima bantuan sosial oleh petugas bank/pos penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dalam hal terdapat sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, harus disetor ke kas negara pada hari kerja berikutnya. | ||||||
(7) | Selama periode penanganan pandemi COVID-19, batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebagaimana dimaksud ayat (6), diselesaikan paling lambat pada hari kerja terakhir Tahun Anggaran 2020. | ||||||
(8) | PPK menyampaikan surat perintah penyetoran sisa belanja bantuan sosial kepada bank/pos penyalur paling lambat 5 (lima) hari kalender setelah dilakukan penelitian atau paling lambat pada akhir hari kerja Tahun Anggaran 2020 selama periode penanganan pandemi COVID-19. | ||||||
(9) | Selama periode penanganan pandemi COVID-19, batas waktu penyetoran belanja bantuan sosial yang dilakukan oleh bank/pos penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lambat tanggal 15 Januari 2021. | ||||||
(10) | Dalam hal periode penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud ayat (7) melampaui tanggal 31 Desember 2020, ketentuan mengenai batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK dan penyetoran belanja bantuan sosial oleh bank/pos penyalur ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan. |
BAB IV
AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
Pasal 14
(1) | Akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 menjadi bagian dari laporan keuangan yang disusun oleh entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan. |
(2) | Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menggunakan sistem aplikasi pelaporan dan berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual. |
(3) | Pencatatan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. |
Pasal 15
(1) | Entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan melakukan pengungkapan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan sebagai bagian dari peristiwa luar biasa. |
(2) | Dalam hal diperlukan, entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan dapat menyusun laporan manajerial transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 sebagai laporan pendukung dan dapat menjadi bagian dari laporan keuangan. |
BAB V
PENGENDALIAN INTERNAL
Pasal 16
Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pengendalian internal atas pelaksanaan anggaran belanja dalam penanganan pandemi COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 17
(1) | Pembayaran atas beban APBN untuk penanganan pandemi COVID-19 sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. |
(2) | Pembayaran atas beban APBN untuk jaring pengaman sosial (social safety net), sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada kementerian negara/lembaga. |
Pasal 18
Belanja bantuan sosial yang disalurkan menggunakan akun selain akun khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), batas waktu penyelesaian hasil penelitian oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan penyetoran sisa belanja bantuan sosial yang tidak tersalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini sepanjang penyaluran dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial yang telah dilakukan terdampak secara langsung dari pandemi COVID-19.
Pasal 19
KPA bertanggung jawab atas jenis kegiatan, hasil keluaran dan penetapan harga terhadap pembayaran atas beban APBN berupa pengadaan barang/jasa dalam penanganan pandemi COVID-19.
Pasal 20
Penyampaian SPM dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai rencana penarikan dana, rencana penerimaan dana, dan perencanaan kas.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 410