TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PERENCANAAN, PENGALOKASIAN, PENCAIRAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PENGAWASAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGALOKASIAN, PENCAIRAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PENGAWASAN ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pasal 2
Pengelolaan Dana MPP dilaksanakan untuk menampung pendanaan misi pemeliharaan perdamaian yang dibebankan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional, dan/atau organisasi regional pada lingkup TNI dan Polri.
Pasal 3
Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
Pasal 4
(1) | Dalam rangka Pengelolaan Dana MPP dan Penggunaan Anggaran MPP, Menteri Pertahanan dan Kapolri menetapkan:
|
||||
(2) | Kepala Satker Pengelola Dana bertindak secara ex¬officio sebagai Pejabat Pengelola Dana. | ||||
(3) | Dalam hal Satker Pengelola Dana merupakan Satker Pengguna Anggaran, Menteri Pertahanan dan Kapolri menetapkan Pejabat Pengelola Dana dari Satker lain. | ||||
(4) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 5
(1) | Untuk pengelolaan Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Satker Pengelola Dana membuka RDMP. | ||||||||
(2) | Dalam hal telah terdapat rekening penampungan sementara yang telah didaftarkan sebagai rekening pemerintah untuk menampung Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, rekening dimaksud diakui dan digunakan sebagai RDMP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(3) | RDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Satker Pengelola Dana. | ||||||||
(4) | Satker Pengelola Dana melaksanakan Pengelolaan RDMP yang terdiri atas:
|
||||||||
(5) | Tata cara pembukaan, pengoperasian, pelaporan, dan penutupan RDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik Satuan Kerja lingkup kementerian negara/lembaga. |
BAB II
PERENCANAAN KEBUTUHAN ANGGARAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN SERTA PENYETORAN DAN IZIN PENGGUNAAN DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN
Pasal 6
(1) | KPA pada Satker Pengguna Anggaran menyusun rencana kebutuhan Anggaran MPP atau penambahan kebutuhan Anggaran MPP pada tahun anggaran berjalan. | ||||
(2) | Rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
|
||||
(3) | Dalam hal rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam valuta asing, disertai dengan nilai ekuivalen rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral. | ||||
(4) | KPA pada Satker Pengguna Anggaran menyampaikan rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Pertahanan dan Kapolri sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. |
Pasal 7
(1) | Berdasarkan rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), Menteri Pertahanan dan Kapolri sesuai dengan lingkup tugas masing-masing atau pejabat yang menerima pelimpahan wewenang menerbitkan surat usulan penggunaan dana PNBP MPP. | ||||||||||
(2) | Surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
|
||||||||||
(3) | Surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran. | ||||||||||
(4) | Berdasarkan surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||
(5) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP. | ||||||||||
(6) | Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal memuat:
|
||||||||||
(7) | Dalam hal usulan penggunaan dana PNBP MPP ditolak, Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan beserta alasannya. |
Pasal 8
(1) | Dana MPP yang ada dalam RDMP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disetorkan ke Kas Negara sebagai PNBP MPP. | ||||||||||||||
(2) | Penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit sebesar Anggaran MPP yang terealisasi pada tahun anggaran berkenaan. | ||||||||||||||
(3) | Penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pengelola Dana pada Satker Pengelola Dana. | ||||||||||||||
(4) | Satker Pengelola Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertindak sebagai Satker penghasil PNBP MPP. | ||||||||||||||
(5) | PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai keperluan misi pemeliharaan perdamaian pada Satker Pengguna Anggaran yang terdiri atas:
|
||||||||||||||
(6) | Kegiatan lainnya yang terkait langsung dengan pelaksanaan MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf g ditetapkan oleh Panglima pada lingkup TNI dan Kapolri pada lingkup Polri. |
Pasal 9
(1) | Penggunaan dana PNBP MPP dilaksanakan berdasarkan surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri. |
(2) | Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk tahun anggaran berkenaan. |
(3) | Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali pada tahun anggaran berkenaan dengan mempertimbangkan perubahan keperluan misi pemeliharaan perdamaian. |
(4) | Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar pengalokasian Anggaran MPP dalam DIPA. |
BAB III
PENGALOKASIAN DAN PENCAIRAN ANGGARAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN
Bagian Kesatu
Pengalokasian Anggaran Misi Pemeliharaan Perdamaian
Pasal 10
(1) | Anggaran MPP dialokasikan dalam DIPA Satker Pengguna Anggaran. |
(2) | Anggaran MPP yang dialokasikan dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak dapat dilampaui. |
(3) | Alokasi Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara yang sumber dananya berasal dari PNBP MPP. |
Pasal 11
(1) | Pengalokasian Anggaran MPP dan target PNBP MPP dalam DIPA dilakukan melalui mekanisme revisi anggaran dan dapat dilakukan secara bertahap sesuai proyeksi kebutuhan dan kemampuan penyerapan Anggaran MPP tahun anggaran berkenaan. | ||||
(2) | Pengalokasian Anggaran MPP dan target PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maksimum sebesar surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5). | ||||
(3) | Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Satker Pengguna Anggaran dan Satker Pengelola Dana secara bersama-sama dengan ketentuan:
|
||||
(4) | Pagu Anggaran MPP dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam klasifikasi rincian output yang terpisah dengan anggaran selain yang dibiayai dengan PNBP MPP. | ||||
(5) | Kodefikasi segmen akun untuk klasifikasi belanja dalam Anggaran MPP berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai bagan akun standar. | ||||
(6) | Anggaran MPP tidak dapat direvisi/dilakukan pergeseran anggaran dari dan/atau ke selain Anggaran MPP. | ||||
(7) | Revisi pergeseran antar-Anggaran MPP yang tidak menyebabkan perubahan pagu Anggaran MPP secara keseluruhan berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
Pasal 12
(1) | Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I pada lingkup unit organisasi pada kementerian yang membidangi urusan pertahanan atau Polri mengajukan usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran melalui Sistem Informasi dengan melampirkan:
|
||||
(2) | Direktorat Pelaksanaan Anggaran melakukan pengujian usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui Sistem Informasi. | ||||
(3) | Berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pelaksanaan Anggaran mengesahkan Revisi Anggaran MPP melalui Sistem Informasi. | ||||
(4) | Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktorat Pelaksanaan Anggaran menerbitkan penolakan Revisi Anggaran MPP kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I pada lingkup unit organisasi pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Polri beserta alasannya melalui Sistem Informasi. | ||||
(5) | Batas akhir penyampaian usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran yakni tanggal 15 Desember tahun anggaran berkenaan. |
Pasal 13
Berdasarkan pengesahan Revisi Anggaran MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), Direktorat Pelaksanaan Anggaran menetapkan Maksimum Pencairan PNBP Satker Pengguna Anggaran sebesar Anggaran MPP pada Sistem Informasi.
Bagian Kedua
Pencairan Anggaran Misi Pemeliharaan Perdamaian
Pasal 14
(1) | Pencairan Anggaran MPP dilakukan berdasarkan komitmen dan pengajuan tagihan kepada negara. | ||||
(2) | Pembuatan komitmen dan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 15
Pembayaran atas tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui mekanisme:
Bagian Ketiga
Mekanisme Pembayaran Langsung
Pasal 16
Mekanisme Pembayaran LS yang dibebankan dari Anggaran MPP dilaksanakan untuk pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kepada penyedia barang/jasa di dalam negeri dengan mata uang rupiah.
Pasal 17
(1) | Berdasarkan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), PPK pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(2) | Terhadap pengujian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah sesuai, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPP-LS dan menyampaikan kepada PPSPM. |
(3) | Dalam hal pengujian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum sesuai, PPK menolak tagihan. |
(4) | Penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Dana MPP disetorkan ke Kas Negara minimal sebesar nilai bruto SPP-LS yang dibuktikan dengan BPN. |
(5) | Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian SPP-LS yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(6) | Berdasarkan pengujian atas SPP-LS dan BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah sesuai, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPM-LS dan menyampaikan kepada KPPN. |
(7) | Penyampaian SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(8) | Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum sesuai, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menolak tagihan. |
(9) | Penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
Pasal 18
(1) | KPPN melakukan pengujian SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) dengan berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(2) | Pengujian SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai pengujian BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4). |
(3) | Pengujian BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengujian atas nominal dalam BPN yang minimal sebesar nilai bruto pada SPM-LS. |
(4) | Dalam hal pengujian SPM-LS dan lampirannya beserta BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan SP2D LS atas beban Anggaran MPP. |
(5) | Dalam hal pengujian SPM-LS beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan penolakan SPM-LS beserta alasannya. |
Bagian Keempat
Mekanisme Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian
Paragraf 1
Penerbitan Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian
Pasal 19
(1) | Mekanisme penerbitan TUP MPP dilakukan berdasarkan surat permohonan persetujuan TUP MPP dari KPA pada Satker Pengguna Anggaran dengan memperhatikan pagu Anggaran MPP selain yang akan dibayarkan melalui mekanisme Pembayaran LS. | ||||
(2) | KPA Satker Pengguna Anggaran mengajukan surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPPN dilampiri dengan:
|
||||
(3) | Surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat dalam valuta asing dengan ketentuan:
|
Pasal 20
(1) | Berdasarkan surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), KPPN melakukan pengujian terhadap:
|
||||||||
(2) | Terhadap surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan persetujuan TUP MPP melalui Sistem Informasi. | ||||||||
(3) | Dalam hal surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan penolakan TUP MPP beserta alasannya. | ||||||||
(4) | Persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterbitkan tanpa didahului penerbitan uang persediaan. | ||||||||
(5) | Persetujuan TUP MPP yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam kartu pengawasan yang terpisah dalam Sistem Informasi. |
Pasal 21
(1) | Berdasarkan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPP TUP MPP. |
(2) | SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibuat dalam valuta asing menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. |
(3) | Penerbitan SPP TUP MPP atas persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dalam mata uang rupiah, dilakukan setelah Dana MPP disetorkan ke Kas Negara paling sedikit sebesar nominal persetujuan TUP MPP yang dibuktikan dengan BPN. |
(4) | SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran melalui Sistem Informasi. |
Pasal 22
(1) | PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran melakukan penelitian dan pengujian terhadap SPP TUP MPP yang disampaikan oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dalam Sistem Informasi. |
(2) | Proses penelitian dan pengujian SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menguji kesesuaian nominal antara SPP TUP MPP dengan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). |
(3) | Proses penelitian dan pengujian SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan secara elektronik berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(4) | Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, PPSPM menerbitkan SPM TUP MPP kepada KPPN dengan dilampiri BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). |
(5) | Dalam hal hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai, PPSPM menolak SPP TUP MPP. |
(6) | SPM TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dibuat dalam valuta asing menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. |
Pasal 23
(1) | KPPN melakukan penelitian dan pengujian SPM TUP MPP yang disampaikan oleh PPSPM dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) melalui Sistem Informasi. |
(2) | Proses penelitian dan pengujian SPM TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menguji kesesuaian nominal antara SPM TUP MPP dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dengan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2). |
(3) | Proses penelitian dan pengujian SPM TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan secara elektronik berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(4) | Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, KPPN menerbitkan SP2D TUP MPP. |
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai, KPPN menolak SPM TUP MPP disertai dengan alasan penolakan. |
(6) | SP2D TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dibuat dalam valuta asing, menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. |
(7) | Penerbitan SP2D TUP MPP dilakukan sesuai dengan prosedur standar operasional dan norma waktu SP2D TUP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
Paragraf 2
Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian
Pasal 24
(1) | Berdasarkan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), PPK pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. | ||||||||||||||||
(2) | Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPBy yang disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP. | ||||||||||||||||
(3) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menolak tagihan disertai alasan penolakan. | ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal TUP MPP digunakan untuk uang muka, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPBy disertai dengan:
|
||||||||||||||||
(5) | Berdasarkan SPBy yang disampaikan PPK, Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian yang meliputi:
|
||||||||||||||||
(6) | Terhadap SPBy yang telah memenuhi persyaratan, Bendahara Pengeluaran/BPP pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pembayaran dengan dana TUP MPP. | ||||||||||||||||
(7) | Dalam hal SPBy tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara Pengeluaran/BPP pada Satker Pengguna Anggaran mengembalikan tagihan/SPBy. |
Pasal 25
(1) | Setiap BPP mengajukan pertanggungjawaban TUP MPP melalui Bendahara Pengeluaran pada Satker Pengguna Anggaran. |
(2) | Pengajuan pertanggungjawaban TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan SPBy dan kelengkapan berupa bukti pengeluaran yang sah. |
(3) | Berdasarkan bukti pertanggungjawaban TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menerbitkan SPP PTUP MPP untuk pengesahan/pertanggungjawaban TUP MPP dan disampaikan kepada PPSPM paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti dukung diterima secara lengkap dan benar. |
(4) | SPP PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan secara bertahap. |
(5) | Berdasarkan SPP PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah memenuhi ketentuan pengujian formal, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPM PTUP MPP kepada KPPN secara elektronik menggunakan Sistem Informasi. |
(6) | Dalam hal SPP PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi ketentuan pengujian formal, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menolak dan mengembalikan SPP PTUP MPP kepada PPK pada Satker Pengguna Anggaran secara elektronik melalui Sistem Informasi disertai alasan penolakan. |
Pasal 26
(1) | KPPN melakukan penelitian dan pengujian SPM PTUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) yang dilakukan secara elektronik mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. | ||||
(2) | Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi ketentuan, KPPN menerbitkan SP2D PTUP MPP. | ||||
(3) | SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dibuat dalam valuta asing, menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. | ||||
(4) | Berdasarkan SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Satker Pengguna Anggaran:
|
||||
(5) | Dalam hal pencatatan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak dapat dilakukan atau menyebabkan kekurangan pagu akibat adanya selisih kurs, Satker Pengguna Anggaran melakukan revisi anggaran sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. | ||||
(6) | Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi ketentuan, KPPN menolak SPM PTUP MPP disertai dengan alasan penolakan. | ||||
(7) | Penerbitan SP2D PTUP MPP dilakukan sesuai dengan prosedur standar operasional dan norma waktu SP2D PTUP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
Pasal 27
(1) | Satker Pengguna Anggaran mempertanggungjawabkan TUP MPP paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP. |
(2) | Dalam hal batas waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetorkan sisanya ke Kas Negara, KPA pada Satker Pengguna Anggaran dapat mengajukan surat permohonan perpanjangan waktu pertanggungjawaban TUP MPP kepada Kepala KPPN. |
(3) | Sisa TUP MPP yang tidak habis digunakan dalam 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetor ke Kas Negara dalam bentuk mata uang yang sama dengan pada saat pencairan SP2D TUP MPP. |
(4) | Dalam hal 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada tahun anggaran berikutnya, penyetoran sisa TUP dilakukan sebelum tahun anggaran berakhir dengan memperhatikan norma waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(5) | Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa dana TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetorkan ke Kas Negara dan belum diajukan surat permohonan perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Pengguna Anggaran. |
(6) | Terhadap surat permohonan perpanjangan waktu pertanggungjawaban TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPPN dapat memperpanjang batas waktu PTUP MPP paling lama 1 (satu) bulan setelah batas waktu PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) | Dalam hal setelah 2 (dua) hari kerja setelah berakhirnya batas perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) masih terdapat sisa dana TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetorkan ke Kas Negara, Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Pengguna Anggaran. |
(8) | Dalam hal batas waktu 2 (dua) hari kerja setelah disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan pertanggungjawaban dan/atau penyetoran sisa TUP MPP ke Kas Negara, Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan tunai rupiah murni Satker Pengguna Anggaran sebesar 25% (dua puluh lima persen) untuk periode paling singkat 1 (satu) tahun anggaran. |
(9) | Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Penguna Anggaran untuk memperhitungkan potongan uang persediaan dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. |
(10) | TUP MPP dianggap telah selesai dipertanggungjawabkan seluruhnya dalam hal total nominal pengeluaran dalam SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) ditambah setoran sisa TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sama dengan nominal SP2D TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4). |
Paragraf 3
Penyelesaian Selisih Kurs Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian
Pasal 28
(1) | Dalam hal terdapat selisih kurs pada ekuivalensi mata uang rupiah atas setoran sisa TUP MPP dalam valuta asing antara Satker dengan pembukuan KPPN, selisih kurs dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(2) | Pengalokasian akun belanja karena rugi selisih kurs uang persediaan Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
Bagian Kelima
Mekanisme Penyetoran Dana Misi Pemeliharaan Perdamaian
Pasal 29
(1) | Pejabat Pengelola Dana menyetorkan Dana MPP ke Kas Negara sebagai PNBP MPP paling lambat:
|
||||||
(2) | Direktur Jenderal Perbendaharaan berwenang memerintahkan Pejabat Pengelola Dana menyetorkan Dana MPP ke Kas Negara di luar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(3) | Penyetoran Dana MPP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam rupiah atau valuta asing. | ||||||
(4) | Dalam hal penyetoran ke Kas Negara dilakukan dalam valuta asing, jumlah yang disetorkan sebesar ekuivalen rupiah pada realisasi belanja atas SP2D. | ||||||
(5) | Penyetoran Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan selisih kurs yang diakibatkan atas setoran sisa TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). | ||||||
(6) | Kodefikasi segmen akun pendapatan pada penyetoran Dana MPP ke Kas Negara sebagai PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan kode Satker Pengelola Dana dengan kode akun yang berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai bagan akun standar. | ||||||
(7) | Penyetoran Dana MPP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan melalui BPN yang telah mendapatkan NTPN. | ||||||
(8) | Penyetoran Dana MPP ke Kas Negara berdasarkan SP2D PTUP MPP pada akhir tahun anggaran dilakukan sebelum tahun anggaran berakhir dengan berpedoman pada norma waktu penyetoran penerimaan negara pada akhir tahun anggaran yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. | ||||||
(9) | Terhadap TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan hingga 31 Desember tahun anggaran berkenaan, penyetoran Dana MPP ke Kas Negara dilakukan mendahului SP2D PTUP MPP sesuai norma waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sebesar nilai TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan. | ||||||
(10) | Dalam hal nilai SP2D PTUP MPP lebih besar daripada penyetoran Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (9), kekurangan penyetoran disetorkan ke Kas Negara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah SP2D PTUP MPP diterbitkan. | ||||||
(11) | Dalam hal 2 (dua) hari kerja setelah tanggal SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atau ayat (10) belum dilakukan penyetoran Dana MPP ke Kas Negara, Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pejabat Pengelola Dana. | ||||||
(12) | Dalam hal 1 (satu) hari kerja setelah disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) belum dilakukan penyetoran Dana MPP ke Kas Negara, Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan tunai rupiah murni Satker Pengelola Dana sebesar 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan kekurangan Dana MPP disetorkan ke Kas Negara. | ||||||
(13) | Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Pengelola Dana untuk memperhitungkan potongan uang persediaan dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. |
BAB IV
PEMBAYARAN TAGIHAN ATAS MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DALAM KONDISI MENDESAK
Pasal 30
(1) | Satker Pengguna Anggaran dapat melakukan pembayaran tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak untuk keperluan misi pemeliharaan perdamaian mendahului:
|
||||||||
(2) | Pembayaran tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
|
||||||||
(3) | Dana MPP yang telah digunakan untuk membayar tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperhitungkan dalam:
|
||||||||
(4) | Pengajuan usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilampiri surat pernyataan Panglima pada lingkup TNI atau Kapolri pada lingkup Polri atau pejabat yang menerima pelimpahan wewenang. | ||||||||
(5) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) minimal memuat:
|
||||||||
(6) | Dalam hal TUP MPP telah dicairkan ke Bendahara Pengeluaran Satker Pengguna Anggaran, nominal Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan penggantian sesuai dengan nominal dana yang telah digunakan. | ||||||||
(7) | Usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembayaran terhadap kondisi mendesak yang mendahului surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. | ||||||||
(8) | Usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah:
|
||||||||
(9) | Pengajuan usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memperhatikan batas waktu penyampaian usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5). | ||||||||
(10) | Terhadap dana TUP MPP yang telah dicairkan ke Rekening Bendahara Pengeluaran Satker Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran memindahbukukan dana TUP MPP ke RDMP. | ||||||||
(11) | Pemindahbukuan dana TUP MPP ke RDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan sebesar Dana MPP yang telah dibayarkan untuk pembayaran tagihan dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||
(12) | Bukti pengeluaran atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipertanggungjawabkan melalui mekanisme PTUP MPP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(13) | Terhadap PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (12), berlaku ketentuan penyetoran Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. |
BAB V
AKUNTANSI DAN PELAPORAN
Pasal 31
(1) | Saldo Dana MPP dicatat oleh Satker Pengelola Dana sebagai dana yang dibatasi penggunaannya. | ||||
(2) | Dana MPP yang disetorkan ke Kas Negara dicatat oleh Satker Pengelola Dana sebagai pendapatan PNBP. | ||||
(3) | Realisasi Anggaran MPP dicatat oleh Satker Pengguna Anggaran. | ||||
(4) | Dalam hal Penggunaan Anggaran MPP menghasilkan persediaan/aset tetap/aset lainnya, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan dan Polri:
|
||||
(5) | Penatausahaan dan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan atas persediaan/aset tetap/aset lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Satker Pengguna Anggaran. | ||||
(6) | Perolehan persediaan/aset tetap/aset lainnya yang dibayarkan menggunakan valuta asing dengan TUP MPP dinilai dengan ekuivalen rupiah berdasarkan kurs yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. | ||||
(7) | Transaksi yang berkaitan dengan pengelolaan atas saldo Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satker Pengelola Dana mengungkapkan secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan. | ||||
(8) | Pencatatan dan pelaporan keuangan pada Satker Pengelola Dana dan Satker Pengguna Anggaran berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. |
BAB VI
PENGENDALIAN DAN PEMANTAUAN
Pasal 32
(1) | Pengendalian dan pemantauan dilakukan terhadap:
|
||||||||
(2) | Pengendalian dan pemantauan terhadap pengelolaan Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap:
|
||||||||
(3) | Tata cara pengendalian dan pemantauan terhadap Pengelolaan Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Pertahanan atau Kapolri. | ||||||||
(4) | Pengendalian dan pemantauan terhadap penggunaan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. | ||||||||
(5) | Hasil pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk:
|
BAB VII
PENGAWASAN ANGGARAN MISI PEMELIHARAAN
PERDAMAIAN DAN DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN
Pasal 33
(1) | Pengawasan Anggaran MPP dan Dana PNBP MPP dilakukan oleh:
|
||||
(2) | Tata cara pelaksanaan pengawasan Anggaran MPP dan Dana PNBP MPP sebagaimana dimakasud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1) | Usulan revisi Anggaran MPP Tahun Anggaran 2024 untuk pertama kali diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri ini diundangkan. |
(2) | Dalam hal terdapat tagihan atas komitmen untuk keperluan misi pemeliharaan perdamaian untuk Tahun Anggaran 2024 sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan sebelum usulan revisi Anggaran MPP Tahun Anggaran 2024 untuk pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan, Satker Pengguna Anggaran dapat membayar tagihan dimaksud menggunakan Dana MPP. |
(3) | Tata cara pembayaran tagihan atas misi pemeliharaan perdamaian dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembayaran tagihan atas komitmen untuk keperluan misi pemeliharaan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (7) dan ayat (8) dikecualikan terhadap pembayaran tagihan atas komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 33