TIMELINE |
---|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2020
TENTANG
PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (3), Pasal 24, Pasal 40, Pasal 44, dan Pasal 46 ayat (4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PENGELOLA PNBP
Pasal 2
Pengelola PNBP terdiri atas:
Pasal 3
(1) | Instansi Pengelola PNBP terdiri atas:
|
(2) | Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipimpin oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang. |
(3) | Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipimpin oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara. |
Pasal 4
(1) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) dapat menunjuk Pejabat Kuasa Pengelola PNBP untuk melaksanakan tugas Pengelolaan PNBP. |
(2) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) dapat dibantu oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk melaksanakan sebagian tugas Pengelolaan PNBP. |
Pasal 5
Pengelolaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 6
Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
Pasal 7
(1) | Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan untuk penyusunan rancangan APBN dan/atau rancangan APBN perubahan dengan mengikuti siklus APBN. |
(2) | Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk Rencana PNBP berupa:
|
(3) | Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun secara realistis, optimal, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 8
(1) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyusun Rencana PNBP untuk tahun anggaran yang direncanakan dan prakiraan maju Rencana PNBP untuk 3 (tiga) tahun anggaran setelah tahun anggaran yang direncanakan. |
(2) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri paling lambat pada bulan Januari. |
(3) | Menteri melakukan penelaahan atas Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Menteri menetapkan Rencana PNBP tahun anggaran yang direncanakan untuk menyusun kapasitas fiskal pada bulan Februari berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
Pasal 9
(1) | Rencana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) digunakan sebagai bahan pembicaraan pendahuluan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. |
(2) | Berdasarkan hasil kesepakatan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau adanya perubahan kebijakan Pemerintah, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan penyesuaian atas Rencana PNBP. |
(3) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan penyesuaian atas Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri paling lambat pada bulan Juni. |
(4) | Menteri melakukan penelaahan terhadap penyesuaian atas Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Menteri menetapkan Rencana PNBP untuk menyusun rancangan Undang-Undang APBN pada bulan Juli berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
Pasal 10
(1) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melakukan pemutakhiran atas Rencana PNBP berdasarkan Rencana PNBP yang telah ditetapkan dalam APBN. |
(2) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan hasil pemutakhiran atas Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri paling lambat 1 (satu) minggu setelah APBN ditetapkan. |
(3) | Hasil pemutakhiran Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan penyusunan rincian pendapatan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. |
Pasal 11
(1) | Dalam rangka penyusunan rancangan perubahan APBN, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dapat menyampaikan perubahan Rencana PNBP kepada Menteri. |
(2) | Menteri melakukan penelaahan atas perubahan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Menteri menetapkan perubahan Rencana PNBP untuk menyusun rancangan perubahan APBN berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 12
(1) | Dalam hal Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP tidak menyampaikan:
|
(2) | Menteri menetapkan Rencana PNBP untuk menyusun rancangan APBN berdasarkan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 13
Dalam hal Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP tidak menyampaikan perubahan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Menteri menyusun dan menetapkan rencana PNBP untuk menyusun rancangan perubahan APBN.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penetapan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:
Bagian Kedua
Penentuan PNBP Terutang
Pasal 16
(1) | PNBP Terutang dihitung oleh:
|
(2) | Dalam hal Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menunjuk Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk melaksanakan sebagian tugas Pengelolaan PNBP, PNBP Terutang dihitung oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
(3) | Dalam hal sebagian atau seluruh formulasi perhitungan belum dapat dipastikan oleh Instansi Pengelola PNBP, PNBP Terutang dapat dihitung oleh Wajib Bayar. |
Bagian Ketiga
Pemungutan PNBP
Pasal 17
(1) | Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan pemungutan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a berdasarkan jenis dan tarif PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Instansi Pengelola PNBP yang tidak melaksanakan pemungutan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 18
Dalam hal Instansi Pengelola PNBP dibantu oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk melaksanakan sebagian tugas Pengelolaan PNBP, Mitra Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan pemungutan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b berdasarkan jenis dan tarif PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pembayaran dan Penyetoran PNBP
Paragraf 1
Mekanisme Pembayaran dan Penyetoran PNBP
Pasal 19
Seluruh PNBP wajib disetor ke Kas Negara.
Pasal 20
(1) | Wajib Bayar wajib membayar PNBP Terutang ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri. |
(2) | Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat melakukan pembayaran PNBP Terutang melalui Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
(3) | Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP yang menerima pembayaran PNBP dari Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyetorkan seluruh PNBP pada waktunya ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Instansi Pengelola PNBP yang tidak melaksanakan penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 21
Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) ke Kas Negara dapat dilakukan melalui bank persepsi, pos persepsi, atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 22
(1) | Wajib Bayar wajib membayar PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) paling lambat pada saat jatuh tempo sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Wajib Bayar yang tidak melakukan pembayaran PNBP Terutang sampai dengan jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif. |
(3) | Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. |
(4) | Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
Pasal 23
(1) | Pembayaran PNBP Terutang dan penyetoran PNBP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan dengan menggunakan dokumen atau sarana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Sarana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem informasi yang dikelola oleh Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan/atau Instansi Pengelola PNBP. |
(3) | Dokumen atau sarana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sebagai bukti penerimaan negara. |
Paragraf 2
Penerimaan Tertentu di Luar Mekanisme
Pembayaran dan Penyetoran PNBP
Pasal 24
(1) | Selain melalui mekanisme pembayaran dan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, terdapat penerimaan tertentu yang diakui sebagai PNBP. |
(2) | Penerimaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 25
Dalam hal terdapat PNBP yang terlebih dahulu harus memperhitungkan kewajiban Pemerintah sesuai kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan, penyetoran PNBP dilakukan dengan mekanisme yang diatur oleh Menteri.
Paragraf 3
Monitoring dan Verifikasi
Pasal 26
Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP melakukan monitoring dan/atau verifikasi terhadap pembayaran dan penyetoran PNBP.
Pasal 27
(1) | Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 wajib melakukan monitoring secara periodik atas pembayaran dan penyetoran PNBP Terutang dalam hal PNBP Terutang dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a. |
(2) | Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 wajib melakukan monitoring secara periodik atas pembayaran dan penyetoran PNBP Terutang dalam hal PNBP Terutang dihitung oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b. |
(3) | Instansi Pengelola PNBP yang tidak melakukan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 28
(1) | Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan verifikasi atas PNBP Terutang yang dihitung oleh Wajib Bayar. |
(2) | Instansi Pengelola PNBP yang tidak melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 29
Mitra Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan verifikasi atas PNBP Terutang yang dihitung oleh Wajib Bayar dalam hal Instansi Pengelola PNBP dibantu oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk melakukan sebagian tugas Pengelolaan PNBP.
Bagian Kelima
Pengelolaan Piutang PNBP
Pasal 30
(1) | Dalam hal Wajib Bayar belum melakukan pembayaran PNBP Terutang, Instansi Pengelola PNBP mencatat PNBP Terutang sebagai piutang PNBP. |
(2) | Instansi Pengelola PNBP membuat laporan pencatatan piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikannya kepada Menteri secara berkala. |
(3) | Penyampaian laporan pencatatan piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana PNBP. |
(4) | Pencatatan piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan piutang negara. |
Pasal 31
(1) | Instansi Pengelola PNBP wajib mengelola piutang PNBP yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara. |
(2) | Instansi Pengelola PNBP yang tidak melaksanakan pengelolaan piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Instansi Pengelola PNBP dapat dibantu oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP dalam hal pengelolaan piutang PNBP. |
Bagian Keenam
Penetapan dan Penagihan PNBP Terutang
Paragraf 1
Penetapan PNBP Kurang Bayar
Pasal 32
(1) | Dalam hal terjadi kurang bayar terhadap PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP menetapkan PNBP Terutang. |
(2) | Penetapan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
Pasal 33
(1) | Penetapan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf d wajib dilakukan oleh Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar. |
(2) | Penetapan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b wajib dilakukan oleh Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar. |
(3) | Dalam hal Instansi Pengelola PNBP tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Paragraf 2
Penetapan PNBP Lebih Bayar dan PNBP Nihil
Pasal 34
(1) | Dalam hal terjadi lebih bayar atas kewajiban PNBP dari laporan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar dan Surat Pemberitahuan kepada Wajib Bayar. |
(2) | Dalam hal tidak terdapat kurang bayar dan lebih bayar dari laporan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Nihil dan Surat Pemberitahuan kepada Wajib Bayar. |
(3) | Dalam hal kewajiban penerbitan dan penyampaian Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar dan Surat Pemberitahuan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penerbitan dan penyampaian Surat Ketetapan PNBP Nihil dan Surat Pemberitahuan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Instansi Pengelola PNBP dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Paragraf 3
Penetapan PNBP secara jabatan
Pasal 35
(1) | Dalam hal penetapan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b ditetapkan secara jabatan, Instansi Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP kepada Wajib Bayar. |
(2) | Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan sanksi administratif berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah PNBP Terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar. |
(3) | Mekanisme penetapan PNBP secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 36
Dalam hal Wajib Bayar tidak setuju atas penetapan PNBP secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Wajib Bayar dapat mengajukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Koreksi atas Surat Tagihan PNBP
Pasal 37
(1) | Dalam hal Wajib Bayar tidak setuju atas Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan koreksi terhadap Surat Tagihan PNBP secara tertulis kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Koreksi terhadap Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Permohonan koreksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disertai dengan penjelasan atas bagian Surat Tagihan PNBP yang dimintakan koreksi. |
(4) | Permohonan koreksi substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disertai dengan dokumen dan/atau penjelasan paling sedikit berupa:
|
(5) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP memberikan jawaban kepada Wajib Bayar atas permohonan koreksi terhadap Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 38
Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP memberikan jawaban atas permohonan koreksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan koreksi diterima dan dinyatakan lengkap.
Pasal 39
(1) | Dalam hal permohonan koreksi substantif dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b tidak dimintakan pemeriksaan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP memberikan jawaban atas permohonan koreksi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan koreksi diterima dan dinyatakan lengkap. |
(2) | Dalam hal permohonan koreksi substantif dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b tidak dimintakan pertimbangan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP, Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP memberikan jawaban atas permohonan koreksi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan koreksi diterima dan dinyatakan lengkap. |
Pasal 40
(1) | Dalam hal permohonan koreksi substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b disampaikan Wajib Bayar kepada Intansi Pengelola PNBP, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan atas Wajib Bayar yang kewajiban PNBP Terutang dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menyampaikan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan koreksi diterima dan dinyatakan lengkap. |
Pasal 41
(1) | Dalam hal permohonan koreksi substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b disampaikan Wajib Bayar kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP, Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP dapat menyampaikan permohonan pertimbangan kepada Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Mitra Instansi Pengelola PNBP menyampaikan permohonan pertimbangan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP/Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan koreksi diterima dan dinyatakan lengkap. |
(3) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP memberikan jawaban atas permohonan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan pertimbangan diterima dan dinyatakan lengkap. |
(4) | Terhadap permohonan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan atas Wajib Bayar yang kewajiban PNBP Terutang dihitung oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
(5) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menyampaikan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan pertimbangan diterima dari Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
Pasal 42
(1) | Instansi Pemeriksa menerbitkan laporan hasil pemeriksaan berdasarkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (5). |
(2) | Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP memberikan jawaban atas permohonan koreksi. |
(3) | Dalam hal permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan Surat Ketetapan PNBP dan Surat Tagihan PNBP atau surat pemberitahuan kepada Wajib Bayar paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. |
(4) | Dalam hal permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP menyampaikan Surat Ketetapan PNBP dan Surat Tagihan kepada Wajib Bayar paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. |
Pasal 43
Wajib Bayar dapat mengajukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal Wajib Bayar tidak setuju atas:
Paragraf 5
Mekanisme Penagihan PNBP
Pasal 44
Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) terdiri atas:
Pasal 45
(1) | Surat Tagihan PNBP Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 diterbitkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima, kecuali yang berasal dari putusan pengadilan. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Tagihan PNBP Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Bayar tidak melunasi seluruh PNBP Terutang, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan Surat Tagihan PNBP Kedua kepada Wajib Bayar. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal Surat Tagihan PNBP Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Wajib Bayar tidak melunasi seluruh PNBP Terutang, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan Surat Tagihan PNBP Ketiga kepada Wajib Bayar. |
(4) | Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Tagihan PNBP Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Bayar tidak melunasi seluruh PNBP Terutang:
|
(5) | Berdasarkan Surat Penerusan Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan PNBP kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara. |
(6) | PNBP Terutang yang telah diserahkan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (5) tetap dicatat sebagai piutang PNBP pada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan besaran PNBP pada saat diserahkan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara. |
(7) | Dalam hal Wajib Bayar tidak melakukan pemenuhan kewajiban atas Surat Tagihan PNBP, dapat menjadi dasar Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk menghentikan layanan PNBP kepada Wajib Bayar. |
Pasal 46
Mekanisme Penagihan PNBP Terutang berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
(1) | Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) diterbitkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan hasil pemeriksaan diterima. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP diterbitkan, Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dan tidak mengajukan keberatan:
|
(3) | Berdasarkan Surat Penerusan Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan PNBP kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara. |
(4) | Surat Penyerahan Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3), dicantumkan sesuai dengan besaran yang terdapat dalam Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar dan Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | PNBP Terutang yang telah diserahkan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) tetap dicatat sebagai piutang PNBP pada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan besaran PNBP pada saat diserahkan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara. |
(6) | Dalam hal Wajib Bayar tidak melakukan pemenuhan kewajiban atas Surat Tagihan PNBP, dapat menjadi dasar Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP untuk menghentikan layanan PNBP kepada Wajib Bayar. |
Pasal 48
(1) | Menteri dapat melakukan pemantauan atas penagihan PNBP yang dilakukan oleh Instansi Pengelola PNBP kepada Wajib Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) sampai dengan ayat (4) serta Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) dengan menggunakan sistem informasi. |
(2) | Menteri dapat menindaklanjuti dengan pengawasan PNBP berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 49
(1) | Dalam hal Wajib Bayar tidak setuju atas Surat Ketetapan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 42 ayat (4), Wajib Bayar dapat mengajukan keberatan. |
(2) | Mekanisme keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 50
(1) | Dalam hal Wajib Bayar menyampaikan surat permohonan keringanan, Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP menghentikan penyampaian Surat Tagihan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 47 setelah surat permohonan keringanan diterima. |
(2) | Berdasarkan surat permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanksi administratif berupa denda 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP Terutang akan dihentikan sementara sejak surat permohonan keringanan diterima Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP sampai jawaban surat permohonan keringanan diterbitkan. |
(3) | Mekanisme keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 51
(1) | Penetapan PNBP Terutang diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya PNBP. |
(2) | Penetapan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dapat diterbitkan setelah jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam hal Wajib Bayar melakukan tindak pidana di bidang PNBP. |
Pasal 52
Dalam hal Instansi Pengelola PNBP tidak memenuhi kewajiban Penagihan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 47, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Penggunaan Dana PNBP
Pasal 53
(1) | Instansi Pengelola PNBP dapat mengusulkan penggunaan dana PNBP yang dikelolanya kepada Menteri. |
(2) | Terhadap usulan penggunaan dana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri memberikan persetujuan atau penoiakan dengan mempertimbangkan:
|
(3) | Penggunaan dana PNBP dapat digunakan oleh Instansi Pengelola PNBP untuk unit-unit kerja di lingkungannya dalam rangka:
|
(4) | Penggunaan dana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan tetap memenuhi ketentuan seluruh PNBP wajib disetor ke Kas Negara dan dikelola dalam sistem APBN. |
Pasal 54
(1) | Usulan penggunaan dana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) diajukan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dituangkan dalam bentuk surat Menteri. |
Pasal 55
(1) | Menteri dapat meninjau kembali persetujuan penggunaan dana PNBP kepada Instansi Pengelola PNBP dengan mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2). |
(2) | Peninjauan kembali terhadap persetujuan penggunaan dana PNBP oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik. |
Pasal 56
(1) | Persetujuan penggunaan dana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) menjadi dasar Instansi Pengelola PNBP untuk mengusulkan pagu penggunaan PNBP dalam rangka penyusunan Rencana PNBP. |
(2) | Usulan pagu penggunaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditelaah dan ditetapkan oleh Menteri dengan mengikuti siklus APBN. |
(3) | Dalam melakukan penelaahan usulan pagu penggunaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat melibatkan Instansi Pengelola PNBP. |
Pasal 57
Dalam hal tertentu, Menteri dapat menerbitkan pengaturan tersendiri terhadap persetujuan penggunaan dana PNBP atas jenis PNBP tertentu dengan dasar pertimbangan:
Bagian Kedelapan
Monitoring Pelaksanaan PNBP
Pasal 58
(1) | Instansi Pengelola PNBP dan Menteri sesuai dengan tugas dan kewenangannya melakukan monitoring secara periodik atas pelaksanaan PNBP tahun anggaran berjalan. |
(2) | Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh APIP atau Menteri dengan melakukan pengawasan PNBP. |
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 58 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
PERTANGGUNGJAWABAN
Bagian Kesatu
Penatausahaan
Pasal 60
(1) | Instansi Pengelola PNBP dan Wajib Bayar yang menghitung sendiri PNBP Terutang wajib menatausahakan PNBP. |
(2) | Penatausahaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diselenggarakan di wilayah yurisdiksi Indonesia dan disusun dalam:
|
(3) | Dokumen yang menjadi dasar penatausahaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun. |
(4) | Dalam hal Instansi Pengelola PNBP tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Dalam hal Wajib Bayar tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). |
Pasal 61
(1) | Penatausahaan PNBP yang dilakukan oleh Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dilakukan terhadap Pengelolaan PNBP. |
(2) | Penatausahaan PNBP yang dilakukan oleh Wajib Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) meliputi:
|
Pasal 62
(1) | Dalam hal Instansi Pengelola PNBP menunjuk Mitra Instansi Pengelola PNBP, Mitra Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan penatausahaan PNBP. |
(2) | Penatausahaan PNBP yang dilakukan oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pencatatan:
|
(3) | Penatausahaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk membantu Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau perjanjian/kontrak dengan Instansi Pengelola PNBP. |
Bagian Kedua
Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 63
(1) | Dalam melaksanakan pertanggungjawaban PNBP, Wajib Bayar yang menghitung sendiri PNBP Terutang wajib menyampaikan laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara periodik setiap semester. |
(3) | Laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan secara periodik paling lama 20 (dua puluh) hari setelah periode laporan berakhir. |
(4) | Dalam hal Wajib Bayar tidak menyampaikan laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). |
Pasal 64
Laporan realisasi PNBP dan Laporan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) memuat jenis, periode, dan jumlah PNBP dengan dilengkapi data dukung terkait realisasi PNBP.
Pasal 65
(1) | Dalam melaksanakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Pimpinan Instansi Pengelola PNBP wajib menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana PNBP dalam lingkungan Instansi Pengelola PNBP yang bersangkutan kepada Menteri. |
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara periodik setiap semester. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan paling lama 1 (satu) bulan setelah periode laporan berakhir. |
Pasal 66
Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 paling sedikit memuat jenis, periode, jumlah PNBP, dan jumlah penggunaan dana PNBP beserta data dukung terkait realisasi penerimaan.
Pasal 67
(1) | Dalam rangka pertanggungiawaban Pengelolaan PNBP sebagai bagian dalam pelaksanaan APBN, Pimpinan Mitra Instansi Pengelola PNBP wajib menyampaikan laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara periodik setiap semester. |
(3) | Laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan secara periodik paling lama 20 (dua puluh) hari setelah periode laporan berakhir. |
Pasal 68
(1) | Laporan realisasi PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) paling sedikit memuat jenis, periode, dan jumlah PNBP dengan dilengkapi data dukung terkait realisasi PNBP. |
(2) | Laporan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) paling sedikit memuat jenis, periode, dan jumlah PNBP dengan dilengkapi data dukung terkait PNBP Terutang. |
Pasal 69
Pelaporan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 65, dan Pasal 67 dapat dilaksanakan melalui sistem informasi.
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 69 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Pengawasan PNBP
Pasal 71
Pengawasan PNBP dilakukan terhadap:
Bagian Kedua
Pengawasan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP
Pasal 72
(1) | Setiap Instansi Pengelola PNBP melaksanakan pengawasan intern atas Pengelolaan PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pengawasan intern atas Pengelolaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh APIP yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga. |
Pasal 73
Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan pengawasan atas kewajiban Pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP.
Pasal 74
(1) | APIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan Menteri. |
(2) | Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan konsolidasi dan penelaahan. |
Bagian Ketiga
Pengawasan PNBP oleh Menteri
Pasal 75
(1) | Untuk meningkatkan kualitas perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban PNBP, Menteri melakukan pengawasan terhadap Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk verifikasi, penilaian, dan/atau evaluasi. |
(3) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh unit yang ditunjuk oleh Menteri. |
Pasal 76
(1) | Dalam melaksanakan pengawasan, unit yang ditunjuk Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) dapat meminta dokumen, keterangan, dan/atau bukti lain kepada Wajib Bayar yang menghitung sendiri kewajiban PNBP Terutang, Mitra Instansi Pengelola PNBP, dan/atau pihak lain. |
(2) | Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap berkoordinasi dengan Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
Pasal 77
(1) | Unit yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikan kepada Menteri dan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP wajib menindaklanjuti laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikan laporan hasil tindak lanjut kepada Menteri. |
Pasal 78
(1) | Menteri dan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dapat menindaklanjuti laporan hasil pengawasan untuk dimintakan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa. |
(2) | Permintaan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan PNBP. |
Pasal 79
Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, Menteri dapat memberikan penghargaan atau sanksi kepada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan kinerja Pengelolaan PNBP yang dilaksanakan oleh Instansi Pengelola PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
Pelaporan hasil pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 77 dapat dilaksanakan melalui sistem informasi.
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 sampai dengan Pasal 80 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
PENGELOLAAN PNBP OLEH BENDAHARA UMUM NEGARA
DAN MITRA INSTANSI PENGELOLA PNBP
Bagian Kesatu
Pengelolaan PNBP oleh Bendahara Umum Negara
Pasal 82
(1) | Menteri selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan PNBP tertentu yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara. |
(2) | Terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Pimpinan Lembaga tetap menjalankan tugas dan fungsi meliputi perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan urusan teknis, pembinaan, dan pengawasan. |
(3) | Penetapan PNBP tertentu sebagai PNBP yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan:
|
Pasal 83
PNBP yang selama ini telah dikelola Menteri selaku Bendahara Umum Negara ditetapkan sebagai PNBP tertentu yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara.
Pasal 84
(1) | Pengelolaan PNBP tertentu oleh Bendahara Umum Negara dilaksanakan melalui sistem APBN. |
(2) | Pengawasan PNBP tertentu oleh Bendahara Umum Negara dilaksanakan oleh APIP pada Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan/atau unit yang ditunjuk oleh Menteri. |
(3) | Dalam melaksanakan Pengelolaan PNBP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri selaku Bendahara Umum Negara menunjuk Pejabat Kuasa Pengelola PNBP Bendahara Umum Negara pada unit di lingkungan Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
(4) | Pejabat Kuasa Pengelola PNBP Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai tugas:
|
Pasal 85
Ketentuan lebih lanjut terkait Pengelolaan PNBP tertentu oleh Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 84 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Mitra Instansi Pengelola PNBP
Pasal 86
(1) | Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapat ditunjuk berdasarkan:
|
(2) | Penugasan dari Instansi Pengelola PNBP kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat ditetapkan dalam kontrak/perjanjian. |
Pasal 87
(1) | Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dapat membantu Instansi Pengelola PNBP untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau penagihan PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pelaksanaan pemungutan, penyetoran, dan/atau penagihan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan penatausahaan dan menyampaikan laporan PNBP kepada Instansi Pengelola PNBP. |
Pasal 88
(1) | Mitra Instansi Pengelola PNBP yang tidak melaksanakan:
|
(2) | Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(3) | Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan secara berjenjang. |
(4) | Instansi Pengelola PNBP memberikan sanksi administratif kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 89
Ketentuan mengenai mekanisme Pengelolaan PNBP pada Mitra Instansi Pengelola PNBP dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 88 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 90
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 91
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 92
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2020 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 230
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2020
TENTANG
PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
I. |
UMUM Penyempurnaan pengaturan atas pengelolaan PNBP berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah dalam pelayanan, pengaturan, pelindungan masyarakat, kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan, dalam rangka lebih profesional, terbuka, serta bertanggung jawab dan berkeadilan. Pengaturan pengelolaan PNBP dalam Peraturan Pemerintah ini diharapkan akan menjadi pedoman bagi Instansi Pengelola PNBP dalam melaksanakan pengelolaan PNBP termasuk memberikan jawaban atas permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan PNBP antara lain adanya pungutan tanpa dasar hukum, terlambat/tidak disetor ke Kas Negara, penggunaan langsung PNBP, dan PNBP dikelola di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta penagihan dan pengelolaan piutang PNBP yang kurang optimal. Untuk menjawab permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan PNBP tersebut, Peraturan Pemerintah ini telah memberikan pengaturan lebih lanjut terkait verifikasi dan pengawasan PNBP, penyetoran PNBP yang menggunakan sistem informasi, penggunaan PNBP yang lebih fleksibel, dan pengaturan yang lebih jelas terhadap penagihan dan piutang PNBP. Selain sebagai pedoman bagi Instansi Pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP, Peraturan Pemerintah ini juga memberikan pengaturan terkait hak dan kewajiban Wajib Bayar dalam menjalankan kewajibannya kepada negara, misalnya hak Wajib Bayar yang dapat mengajukan koreksi surat tagihan, dan kewajiban Wajib Bayar dalam membayar PNBP sesuai waktu yang ditetapkan dan menyampaikan laporan PNBP. Pengaturan pengelolaan PNBP yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah ini terdiri atas:
|
||||||
II. |
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2Cukup jelas. Pasal 3Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang pada hakikatnya merupakan Chief Operational Officer, termasuk di dalamnya Menteri selaku pengguna anggaran/pengguna barang. Ayat (3)Selain menjalankan fungsi sebagai pengguna anggaran/pengguna barang (Chief Operational Officer), Menteri juga menjalankan fungsi Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer). Cukup jelas. Pasal 5Cukup jelas. Pasal 6Huruf a Cukup jelas. Huruf bYang dimaksud dengan “penelaahan” antara lain proses evaluasi perhitungan dan penilaian Rencana PNBP berdasarkan data antara lain perkiraan asumsi makro, pokok kebijakan Kementerian/Lembaga, dan data historis. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Huruf a Rencana PNBP berupa target PNBP disusun oleh seluruh Instansi Pengelola PNBP. Huruf bRencana PNBP berupa target dan pagu penggunaan dana PNBP disusun oleh Instansi Pengelola PNBP yang telah memperoleh persetujuan penggunaan dana PNBP. Yang dimaksud dengan “realistis” dalam Rencana PNBP antara lain mempertimbangkan data historis, potensi, asumsi, dan informasi terkait yang dapat dipertanggungiawabkan. Cukup jelas. Pasal 9Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Penyesuaian meliputi Rencana PNBP tahun anggaran yang direncanakan dan perkiraan maju Rencana PNBP 3 (tiga) tahun anggaran setelah tahun anggaran yang direncanakan. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Cukup jelas. Ayat (5)Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal 11Cukup jelas. Pasal 12Cukup jelas. Pasal 13Cukup jelas. Pasal 14Cukup jelas. Pasal 15Cukup jelas. Pasal 16Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Untuk meyakini kebenaran formulasi perhitungan yang digunakan oleh Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP wajib melakukan verifikasi atas transaksi pembayaran. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Cukup jelas. Pasal 19Cukup jelas. Pasal 20Ayat (1) Yang dimaksud dengan “membayar” adalah melunasi kewajiban PNBP Terutang oleh Wajib Bayar. Yang dimaksud dengan “hal tertentu” untuk pembayaran PNBP antara lain kondisi geografis, jumlah PNBP yang disetorkan tidak signifikan, kurangnya sarana dan prasarana, dan/atau PNBP yang terlebih dahulu harus memperhitungkan kewajiban Pemerintah sesuai dengan kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Yang dimaksud dengan “lembaga lain” adalah suatu badan usaha yang ditetapkan menjadi lembaga persepsi lainnya di luar bank persepsi dan pos persepsi, antara lain e-commerce, fintech, dan gerai retail. Pasal 22Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Contoh perhitungan sanksi administratif berupa denda:
Apabila pembayaran dilakukan pada tanggal 3 Januari 2020 jumlah PNBP yang Terutang = (2% x Rpl00.000.000,00) + Rp 100.000.000,00 = Rp 102.000.000,00. Apabila pembayaran dilakukan pada tanggal 3 Februari 2020 maka: jumlah PNBP yang Terutang = (2 bulan X 2% X Rp 100.000.000,00) + Rp 100.000.000,00 = Rp 104.000.000,00. Apabila pembayaran dilakukan pada tanggal 3 November 2020, maka: jumlah PNBP yang Terutang = (11 bulan X 2% X Rp100.000.000,00) + Rp 100.000.000,00 = Rp 122.000.000,00. Ayat (4) Selama Wajib Bayar tidak melunasi jumlah PNBP yang Terutang, sanksi administratif berupa denda diperhitungkan sebagai PNBP yang Terutang. Pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) hanya untuk selama 24 (dua puluh empat) bulan sejak jatuh tempo, setelah itu tidak dikenakan denda lagi. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Dokumen yang dihasilkan oleh sistem informasi antara lain Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI). Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penerimaan tertentu” antara lain premium obligasi dan selisih kurs. Ayat (2)Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” antara lain peraturan mengenai standar akuntasi Pemerintah. PNBP yang terlebih dahulu harus memperhitungkan kewajiban Pemerintah merupakan penerimaan negara yang masih membutuhkan earning process, antara lain penerimaan minyak dan gas bumi, dan panas bumi yang diatur berdasarkan kontrak. Cukup jelas. Pasal 27Ayat (1) Yang dimaksud dengan “monitoring” antara lain terkait pemenuhan pembayaran PNBP oleh Wajib Bayar. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Cukup jelas. Pasal 30Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Yang dimaksud dengan “pengelolaan piutang negara” antara lain pengakuan, pencatatan, dan klasifikasi piutang negara. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Cukup jelas. Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kurang bayar” dapat berupa jumlah pokok PNBP Terutang dan/atau denda. Ayat (2)Huruf a Cukup jelas. Huruf bCukup jelas. Huruf cCukup jelas. Huruf dYang dimaksud dengan “sumber lainnya” antara lain hasil temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan, hasil pengawasan Menteri, dan hasil pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang bertanggung jawab kepada Menteri/Pimpinan Lembaga. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP. Cukup jelas. Pasal 36Cukup jelas. Pasal 37Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Wajib Bayar tidak setuju” antara lain disebabkan kesalahan tulis dan kesalahan hitung. Huruf a Yang dimaksud dengan “koreksi administratif’ adalah koreksi disebabkan kesalahan tulis. Huruf bYang dimaksud dengan “koreksi substantif” adalah koreksi disebabkan kesalahan perhitungan. Cukup jelas. Ayat (4)Cukup jelas. Ayat (5)Jawaban kepada Wajib Bayar dapat berupa penetapan kembali jumlah PNBP Terutang yang sama atau jumlah PNBP Terutang baru, disertai dengan penjelasan atas disetujui atau ditolaknya permohonan koreksi oleh Instansi Pengelola PNBP. Cukup jelas. Pasal 39Cukup jelas. Pasal 40Cukup jelas. Pasal 41Cukup jelas. Pasal 42Cukup jelas. Pasal 43Cukup jelas. Pasal 44Cukup jelas. Pasal 45Cukup jelas. Pasal 46Cukup jelas. Pasal 47Cukup jelas. Pasal 48Cukup jelas. Pasal 49Cukup jelas. Pasal 50Cukup jelas. Pasal 51Ayat (1) Hak untuk mengeluarkan penetapan PNBP Terutang diberikan kepada Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP dengan batas waktu tertentu guna memberikan kepastian hukum. Ayat (2)Cukup jelas.
Sanksi dikenakan kepada Pejabat Pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP.
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Huruf a Yang dimaksud dengan “kondisi keuangan negara” adalah mempertimbangkan kemampuan negara untuk membiayai belanja negara. Pemberian izin penggunaan dana PNBP harus dilakukan secara selektif, baik dari besaran penggunaan maupun jenis kegiatan. Huruf bYang dimaksud dengan “kebijakan fiskal” antara lain kebijakan untuk meningkatkan kapasitas pendapatan negara dan kebijakan prioritas pengalokasian belanja pada bidang atau sektor tertentu. Huruf cKebutuhan pendanaan Instansi Pengelola PNBP untuk pelayanan PNBP menjadi prioritas utama untuk dibiayai. Huruf a Yang dimaksud dengan “kegiatan lainnya” adalah kegiatan di luar tugas dan fungsi unit yang menghasilkan PNBP, terutama untuk peningkatan pelayanan. Huruf bCukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal 55Cukup jelas. Pasal 56Cukup jelas. Pasal 57Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” antara lain mencakup kebijakan Pemerimah dalam rangka penanganan bencana termasuk penggunaan PNBP dari penerimaan klaim atas asuransi Barang Milik Negara, penggunaan dana PNBP yang berasal dari dana kapitasi jaminan kesehatan nasional, dan penggunaan dana yang berasal dari hak kekayaan intelektual. Pasal 58Cukup jelas. Pasal 59Cukup jelas. Pasal 60Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Huruf a Cukup jelas. Huruf bPenatausahaan PNBP yang disusun dalam bahasa asing disertai dengan terjemahan bahasa Indonesia. Cukup jelas.
Sanksi dikenakan kepada pejabat pengelola PNBP di lingkungan Instansi Pengelola PNBP.
Cukup jelas. Pasal 61Cukup jelas. Pasal 62Cukup jelas. Pasal 63Cukup jelas. Pasal 64Yang dimaksud dengan “data dukung terkait realisasi PNBP” antara lain volume, kurs, harga komoditi, dan tarif PNBP. Cukup jelas. Pasal 66Yang dimaksud dengan “data dukung terkait” antara lain volume dan tarif PNBP, program, unit eselon I penghasil PNBP, dan unit eselon I non-penghasil PNBP. Pasal 67Cukup jelas. Pasal 68Cukup jelas. Pasal 69Cukup jelas. Pasal 70Cukup jelas. Pasal 71Cukup jelas. Pasal 72Cukup jelas. Pasal 73Cukup jelas. Pasal 74Cukup jelas. Pasal 75Ayat (1) Untuk pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat berkoordinasi dengan Instansi Pengelola PNBP. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain penyelenggara jasa survei dan Bank Sentral. Ayat (2)Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal 78Cukup jelas. Pasal 79Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” antara lain pengaturan mengenai tata cara pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi atas pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga. Pasal 80Cukup jelas. Pasal 81Cukup jelas. Pasal 82Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Huruf a Yang dimaksud dengan “PNBP yang penghitungan dan/atau penetapannya membutuhkan earning process” antara lain PNBP yang dikelola melalui rekening khusus yang dibentuk oleh Menteri. Cukup jelas. Huruf cCukup jelas. Cukup jelas.
Cukup jelas. Pasal 85Ketentuan yang diatur dengan Peraturan Menteri antara lain proses bisnis PNBP BUN secara umum, end-to-end proses bisnis secara khusus PNBP BUN sesuai karakteristik masing-masing (antara lain PNBP minyak dan gas bumi, panas bumi, dan kekayaan negara dipisahkan) mulai dari perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban. Pasal 86Cukup jelas. Pasal 87Cukup jelas. Pasal 88Cukup jelas. Pasal 89Cukup jelas. Pasal 90Cukup jelas. Pasal 91Cukup jelas. Pasal 92Cukup jelas. |
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6563