TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4/PMK.03/2021
TENTANG
PEMBAYARAN BEA METERAI, CIRI UMUM DAN CIRI KHUSUS METERAI
TEMPEL, METERAI DALAM BENTUK LAIN, DAN PENENTUAN KEABSAHAN
METERAI, SERTA PEMETERAIAN KEMUDIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4), Pasal 13 ayat (5), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBAYARAN BEA METERAI, CIRI UMUM DAN CIRI KHUSUS METERAI TEMPEL, METERAI DALAM BENTUK LAIN, DAN PENENTUAN KEABSAHAN METERAI, SERTA PEMETERAIAN KEMUDIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
BAB II
PEMBAYARAN BEA METERAI
Bagian Kesatu
Pembayaran Bea Meterai yang Terutang
Pasal 2
(1) | Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen pada saat terutang Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Bea Meterai. |
(2) | Dokumen yang terutang Bea Meterai dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). |
Pasal 3
(1) | Pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen dilakukan dengan menggunakan:
|
(2) | Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
|
Bagian Kedua
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan Meterai Tempel
serta Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel
Pasal 4
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen, dengan cara menempelkan pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan Meterai tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
Pasal 5
(1) | Meterai tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a memiliki ciri umum dan ciri khusus. |
(2) | Ciri umum dan ciri khusus Meterai tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Selain ciri khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat ditambahkan ciri khusus Meterai tempel yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
Bagian Ketiga
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan Meterai Dalam Bentuk Lain
Pasal 6
Meterai dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b meliputi:
Paragraf 1
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan Meterai Teraan
Pasal 7
Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang yang telah memperoleh izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak untuk membuat Meterai teraan.
Pasal 8
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas dua lembar atau lebih, Meterai teraan dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen. |
(3) | Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a berwarna merah dan memiliki unsur-unsur yang meliputi:
|
Paragraf 2
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan Meterai Komputerisasi
Pasal 9
Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang yang telah memperoleh izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak untuk membuat Meterai komputerisasi.
Pasal 10
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan sistem komputerisasi pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas dua lembar atau lebih, Meterai komputerisasi dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen. |
(3) | Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b memiliki unsur-unsur yang meliputi:
|
Paragraf 3
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan Meterai Percetakan
Pasal 11
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dalam rangka pemungutan Bea Meterai atas Dokumen berupa cek dan bilyet giro. |
Pasal 12
(1) | Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan oleh Pembuat Meterai yang telah memperoleh izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak untuk membuat Meterai percetakan. |
(2) | Meterai percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c memiliki unsur-unsur yang meliputi:
|
Bagian Keempat
Pembayaran Bea Meterai
dengan Menggunakan SSP
Pasal 13
SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang dalam hal:
Pasal 14
Dalam hal pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel tidak memungkinkan untuk dilakukan pada saat terutang Bea Meterai yang disebabkan keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP oleh Pihak Yang Terutang dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak saat terutang Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Bea Meterai.
Pasal 15
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan dengan:
BAB III
PENENTUAN KEABSAHAN METERAI
Pasal 16
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel sah dalam hal:
|
(2) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai dalam bentuk lain sah dalam hal:
|
Pasal 17
Pembayaran Bea Meterai tidak sah dan Dokumen dianggap tidak dibubuhi Meterai dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak dipenuhi.
Pasal 18
(1) | Direktur Jenderal Pajak menentukan keabsahan Meterai dalam hal diperlukan penentuan keabsahan Meterai. |
(2) | Penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permintaan penentuan keabsahan Meterai dari pihak yang terutang atau pihak lain. |
(3) | Permintaan penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan Meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya. |
(4) | Keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan hasil penelitian keabsahan Meterai. |
(5) | Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang melaksanakan pencetakan Meterai tempel dalam rangka penelitian keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
BAB IV
PEMETERAIAN KEMUDIAN
Pasal 19
Pemeteraian Kemudian dilakukan untuk:
Pasal 20
Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Bea Meterai.
Pasal 21
Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sebesar:
Pasal 22
(1) | Pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan menggunakan :
|
(2) | Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dan huruf b dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 512. |
Pasal 23
(1) | Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 disahkan oleh:
|
(2) | Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memastikan:
|
(3) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terpenuhi, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada:
|
Pasal 24
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) atas Dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi Meterai. |
(2) | Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen dalam hal Pihak Yang Terutang dapat membuktikan bahwa Pemungut Bea Meterai telah menyetorkan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 25
(1) | Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar dapat menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan kepada Pihak Yang Terutang untuk menagih Bea Meterai yang terutang dan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a atau huruf b, dalam hal Pihak Yang Terutang tidak melakukan Pemeteraian Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a. |
(2) | Pihak Yang Terutang menyetorkan Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke kas negara. |
Pasal 26
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) atas Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. |
(2) | Dalam hal diperlukan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat melakukan penelitian mengenai:
|
(3) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terpenuhi, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak. |
Pasal 27
Bentuk cap Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 26 ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 28
(1) | Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar dalam hal ditemukan data bahwa Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar merupakan Dokumen yang Bea Meterainya seharusnya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar menindaklanjuti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Bea Meterai. |
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Januari 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 34