Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2014

  • 30 Desember 2014
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 254/PMK.03/2014

TENTANG

TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
OBJEK PAJAK DAN SUBJEK PAJAK ATAU WAJIB PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai pendaftaran dan pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 817/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Obyek dan Subyek Pajak Bumi dan Bangunan;
  2. bahwa untuk memberikan pedoman pelaksanaan, lebih meningkatkan pelayanan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan memberikan kepastian hukum, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;

 

Mengingat :

 

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);



MEMUTUSKAN :

            

Menetapkan :

    

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OBJEK PAJAK DAN SUBJEK PAJAK ATAU WAJIB PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.

            


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  2. Subjek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
  3. Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar PBB.
  4. Objek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Objek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
  5. Pendaftaran adalah kegiatan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi, dan menatausahakan, data Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak yang belum terdapat dalam administrasi perpajakan.
  6. Pemutakhiran adalah kegiatan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi, dan menatausahakan, data Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam administrasi perpajakan.
  7. Pemetaan adalah kegiatan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi, dan menatausahakan, data Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk menghasilkan informasi geografis terkait Objek Pajak dan Wajib Pajak untuk keperluan administrasi perpajakan.
  8. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  9. Lampiran SPOP yang selanjutnya disingkat LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci Objek Pajak.
  10. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan PBB.
  11. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
  12. Nomor Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NOP adalah nomor identitas Objek Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.

                  


Pasal 2

(1) Direktorat Jenderal Pajak melakukan pendataan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi, dan menatausahakan, data Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Pendaftaran, Pemutakhiran, dan/atau Pemetaan.


Pasal 3

(1) Dalam rangka Pendaftaran dan Pemutakhiran, KPP menyampaikan SPOP kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) Penyampaian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung, melalui pos, jasa pengiriman, atau cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak adalah:
  1. tanggal tanda diterima, dalam hal SPOP disampaikan secara langsung;
  2. tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dikirim melalui pos atau jasa pengiriman; atau
  3. tanggal lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal SPOP disampaikan melalui cara lain.
(4) Dalam hal tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal sebelum 1 Januari tahun pajak, maka tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak adalah tanggal 1 Januari tahun pajak.


Pasal 4

(1) Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib mengembalikan SPOP ke KPP atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) Tanggal pengembalian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
  1. tanggal disampaikan, dalam hal SPOP disampaikan secara langsung;
  2. tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dikirim melalui pos atau jasa pengiriman; atau
  3. tanggal lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal SPOP dikembalikan melalui cara lain.

 


Pasal 5

(1) Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak dapat dipenuhi, Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat menyampaikan surat pemberitahuan penundaan pengembalian SPOP ke KPP.
(2) Surat pemberitahuan penundaan pengembalian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diterima oleh KPP sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berakhir.
(3) Penundaan pengembalian SPOP dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berakhir.
(4) Surat pemberitahuan penundaan pengembalian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 


Pasal 6

(1) Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada tahun pajak yang bersangkutan bukan sebagai Subjek Pajak atau Wajib Pajak, Subjek Pajak atau Wajib Pajak memberitahukan hal tersebut secara tertulis ke KPP dengan disertai bukti pendukung.
(2) Pemberitahuan secara tertulis ke KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum atau sesudah Subjek Pajak atau Wajib Pajak menerima SPOP dari KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(3) Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak telah menerima SPOP, pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP.
(4) Berdasarkan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), data, dan/atau informasi yang berasal dari pihak lain, KPP melakukan penelitian untuk menentukan terpenuhi atau tidaknya persyaratan subjektif.


Pasal 7

 

(1) Dalam hal SPOP belum dikembalikan setelah jangka waktu:
  1. 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan penundaan pengembalian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); atau
  2. 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3),
KPP menerbitkan surat teguran dan menyampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) Subjek Pajak atau Wajib Pajak wajib mengembalikan SPOP dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal tanda terima atau tanggal bukti pengiriman surat teguran.
(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8

Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat mendaftarkan atau memutakhirkan sendiri data Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak, tanpa menunggu penyampaian SPOP oleh KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dengan cara mengisi dan menyampaikan SPOP ke KPP atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.



Pasal 9

(1) SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 8:
  1. dilampiri dengan LSPOP yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan SPOP;
  2. harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap, serta ditandatangani oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
  3. dalam hal yang menjadi Subjek Pajak atau Wajib Pajak adalah badan, SPOP ditandatangani oleh pengurus atau direksi;
  4. dalam hal ditandatangani bukan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  5. harus disertai dengan data pendukung isian SPOP.
(2) Jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berarti bahwa pengisian data dalam SPOP tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Subjek Pajak atau Wajib Pajak sendiri.
(3) Benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berarti bahwa semua data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
(4) Lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berarti bahwa SPOP memuat semua unsur yang harus dilaporkan.
(5) Bentuk dan format SPOP, serta data pendukung isian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 10

(1) KPP meneliti SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak ditandatangani dianggap tidak dikembalikan atau tidak disampaikan.


Pasal 11

(1) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdapat indikasi bahwa kewajiban perpajakan dalam pengisian SPOP tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, KPP dapat meminta klarifikasi kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat permintaan klarifikasi, dan dalam hal diperlukan dapat dilanjutkan dengan melakukan peninjauan Objek Pajak.
(3) Hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan pelaksanaan klarifikasi.
(4) Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menanggapi surat permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPP tetap menuangkan dalam laporan pelaksanaan klarifikasi.


Pasal 12

(1) Dalam hal terdapat perbedaan data dalam SPOP dengan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Subjek Pajak atau Wajib Pajak menindaklanjuti dengan melakukan pembetulan SPOP.
(2) Pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
  1. paling lambat tanggal 15 Maret tahun pajak untuk SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diterima oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebelum 1 Januari tahun pajak dan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebelum 1 Januari tahun pajak.
  2. paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya surat permintaan klarifikasi oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diterima oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak setelah 1 Januari tahun pajak dan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak setelah 1 Januari tahun pajak.
(3) Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
  1. tidak menanggapi surat permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2);
  2. melakukan pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak sesuai dengan laporan pelaksanaan klarifikasi; atau
  3. tidak melakukan pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
laporan pelaksanaan klarifikasi digunakan sebagai bahan usulan Penelitian PBB atau analisis risiko untuk usulan Pemeriksaan.


Pasal 13

(1) Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat membetulkan SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan ke KPP atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diterima oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebelum 1 Januari tahun pajak dan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebelum 1 Januari tahun pajak, dilakukan paling lambat tanggal 15 Maret tahun pajak.
(3) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diterima oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak setelah 1 Januari tahun pajak dan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak setelah 1 Januari tahun pajak, dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari:
  1. setelah berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, dalam hal SPOP dikembalikan sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari berakhir;
  2. sejak dikembalikannya SPOP, dalam hal SPOP dikembalikan setelah diterbitkan surat teguran; atau
  3. sejak disampaikannya SPOP, dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak mendaftarkan atau memutakhirkan sendiri data Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(4) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk SPOP yang:
  1. dikembalikan setelah Subjek Pajak atau Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan penundaan pengembalian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); atau
  2. dikembalikan setelah KPP menerbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
(5) Pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan SPOP disertai pernyataan tertulis ke KPP atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 14

(1) Berdasarkan SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan ke KPP atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, KPP melakukan penilaian untuk menentukan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB.
(2) Dalam hal KPP melakukan klarifikasi SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menanggapi, tidak melakukan pembetulan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), atau melakukan pembetulan SPOP tetapi tidak sesuai dengan laporan pelaksanaan klarifikasi, atas SPOP dimaksud tetap dilakukan penilaian untuk menentukan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB.
(3) Tata cara penilaian untuk menentukan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

 


Pasal 15

(1) Dalam rangka Pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Direktorat Jenderal Pajak melakukan:
a. pengukuran dengan:
1) menggunakan Global Positioning System atau alat ukur lain; atau
2) bantuan data penginderaan jauh.
b. pengkonversian peta.
(2) Hasil Pemetaan dapat digunakan sebagai bahan usulan Penelitian PBB atau analisis risiko untuk usulan Pemeriksaan, dalam hal terdapat perbedaan data yang tercantum dalam SPOP dengan hasil Pemetaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara Pemetaan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

    


Pasal 16

(1) Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, atas suatu Objek Pajak diberikan NOP.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian NOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 17

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, atas pengajuan penundaan pengembalian SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang:

  1. belum diberikan persetujuan penundaan, diselesaikan berdasarkan ketentuan yang berlaku pada saat pengajuan; atau
  2. sudah diberikan persetujuan penundaan, jangka waktu penundaan sebagaimana dimaksud dalam surat persetujuan dimaksud tetap berlaku.


Pasal 18

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 817/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Obyek dan Subyek Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 19

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                               





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal  30 Desember 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY

 



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2009