TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 239/PMK.03/2020
TENTANG
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG
DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS
DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2020
TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA
PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 2
(1) | Insentif PPN diberikan kepada:
|
(2) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
(3) | Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
|
(4) | Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol. |
(5) | Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
|
(6) | Jasa pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d merupakan jasa yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 termasuk pelaksanaan vaksinasi. |
(7) | PPN yang terutang atas:
|
(8) | Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma-cuma. |
(9) | Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(10) | Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan huruf c bagi Pihak Lain diberikan jika:
|
(11) | Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan:
|
Pasal 3
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, wajib membuat:
|
(2) | Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memuat keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020”. |
(3) | Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, diperlakukan sebagai Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(4) | Atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, yang:
|
(5) | Pihak Tertentu yang melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf c harus:
|
(6) | Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dibuat setiap Masa Pajak. |
(8) | Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7). |
(9) | Pihak Tertentu yang memanfaatkan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tetapi tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, tidak diberikan insentif PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf c. |
Pasal 4
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.
BAB III
FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
Pasal 5
(1) | PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. |
(2) | PPh Pasal 22 dipungut oleh:
|
(3) | Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. |
(4) | Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), meliputi:
|
(5) | Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol. |
(6) | Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan:
|
(7) | Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22. |
(8) | Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22. |
(9) | Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (8), diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan:
|
(10) | Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 kepada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan/atau badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22. |
(11) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (6), dan ayat (7), meliputi:
|
(12) | Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. |
(13) | Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, ayat (7), ayat (8), dan ayat (10) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22. |
Pasal 6
(1) | Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13):
|
(2) | Pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
|
(4) | Pihak Tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan:
|
(5) | Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) | Pihak Ketiga yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22. |
(7) | Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) | Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22. |
(9) | Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(10) | Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (6), dan ayat (8) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak. |
Pasal 7
(1) | Penghasilan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 21, selain penghasilan atas jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh. |
(2) | Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21. |
(3) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 21. |
(5) | Pihak Tertentu harus membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pembayaran imbalan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) | Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(7) | Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) | Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak. |
Pasal 8
(1) | Penghasilan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh, yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 23. |
(2) | Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23. |
(3) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 23. |
Pasal 9
(1) | Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. |
(2) | Pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
|
(4) | Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang telah memperoleh pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 harus membuat Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23. |
(5) | Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) | Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak. |
Pasal 10
(1) | Pemberian insentif PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf a dan/atau pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf b, ayat (7), ayat (8), dan ayat (10), pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), berlaku sejak Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021. |
(2) | Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) kepada Pihak Tertentu, Pihak Ketiga, atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat dan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021. |
(3) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (11) dan Pasal 5 ayat (9) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2021. |
BAB IV
PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN
CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
Pasal 11
Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020, berupa:
berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan tanggal 30 Juni 2021.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, diperlakukan sebagai Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1132), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1754