Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.08/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 183/PMK.08/2021

TENTANG

PENUGASAN KHUSUS KEPADA
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagai lembaga khusus dan bersifat independen diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap pembangunan ekonomi nasional dengan turut menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong program ekspor nasional dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian;
  2. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola penugasan khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, perlu dilakukan penggantian atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.08/2017 tentang Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;

Mengingat :


1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957);
6. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUGASAN KHUSUS KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  2. Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia.
  3. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan produk berupa barang dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia.
  5. Pembiayaan Ekspor adalah pemberian fasilitas oleh LPEI berdasarkan prinsip konvensional dan/atau prinsip syariah.
  6. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas pinjaman oleh LPEI kepada nasabah.
  7. Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada penerima jaminan.
  8. Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti.
  9. Rencana Strategis adalah perencanaan strategis jangka menengah pelaksanaan penugasan khusus untuk menunjang Ekspor nasional.
  10. Program Ekspor adalah rancangan kegiatan dalam rangka Ekspor yang meliputi kegiatan memproduksi barang, jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya sesuai dengan Rencana Strategis yang disusun dan diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, baik secara tersendiri maupun secara bersama-sama dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian lainnya.
  11. Penugasan Khusus adalah penugasan yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan Pembiayaan Ekspor atas transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan ekspor nasional.
  12. Pembiayaan Modal Kerja adalah fasilitas pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah dalam jangka waktu sampai dengan satu tahun dan/atau lebih dari satu tahun sesuai siklus usaha.
  13. Pembiayaan Investasi adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk membiayai barang-barang modal dengan jangka waktu menengah/panjang.
  14. Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing) adalah fasilitas pembiayaan luar negeri yang meliputi pembiayaan proyek luar negeri (overseas project financing) dan/atau pembiayaan investasi luar negeri (overseas investment financing).
  15. Komite Penugasan Khusus Ekspor selanjutnya disebut Komite adalah Komite yang dibentuk oleh Menteri dalam rangka Penugasan Khusus.
  16. Rekening Dana Penugasan Khusus selanjutnya disebut Rekening DPK adalah rekening yang dibuka oleh LPEI sebagai tempat penyimpanan, pembayaran, dan pengembalian dana dalam rangka Penugasan Khusus.
  17. Transaksi adalah perjanjian kerja sama atau perjanjian jual-beli barang dan/atau jasa antara pihak yang berada di dalam negeri dengan pihak yang berada di dalam atau di luar negeri.
  18. Proyek adalah pengadaan barang dan jasa antara pihak yang berada di dalam negeri dengan pihak yang berada di dalam atau di luar negeri.
  19. Pelaku Ekspor adalah perorangan, badan usaha, dan/atau pihak lain sesuai peraturan perundang-undangan yang melakukan Transaksi dan/atau Proyek dalam rangka Ekspor atau pendukung untuk Ekspor.
  20. Selera Risiko (Risk Appetite) adalah jenis dan tingkat risiko yang dapat diterima dalam mencapai tujuan Penugasan Khusus.
  21. Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang selanjutnya disingkat RKAT adalah rencana kerja dan anggaran tahunan LPEI sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  22. Surplus adalah laba dari hasil kegiatan usaha Penugasan Khusus dalam 1 (satu) tahun buku.
  23. Defisit adalah kerugian dari hasil kegiatan usaha Penugasan Khusus dalam 1 (satu) tahun buku.


BAB II
RUANG LINGKUP DAN KRITERIA PENUGASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Penugasan Khusus

Pasal 2

(1) Penugasan Khusus meliputi:
  1. Ekspor barang;
  2. Ekspor jasa; dan/atau
  3. kegiatan pendukung untuk Ekspor.
(2) Ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk barang yang diproduksi secara tidak langsung dalam rangka Ekspor antara lain kegiatan menyuplai bahan baku atau barang modal.
(3) Ekspor jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
  1. jasa yang dipasok dari wilayah Negara Republik Indonesia ke wilayah negara lain (cross border supply);
  2. jasa yang dihasilkan di wilayah Negara Republik Indonesia untuk dikonsumsi oleh konsumen dari negara lain (consumption abroad);
  3. jasa yang dihasilkan melalui kehadiran badan usaha Indonesia di negara lain (commercial presence); dan/atau
  4. jasa yang dihasilkan dari keberadaan individu (pemasok jasa) dari Indonesia di negara lain (movement of natural persons).
(4) Kegiatan pendukung untuk Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
  1. kegiatan yang menghasilkan barang/jasa yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung kegiatan Ekspor antara lain kegiatan menghasilkan bahan penolong atau jasa logistik Ekspor; dan/atau
  2. kegiatan yang menghasilkan barang/jasa yang sebelumnya diimpor dalam rangka menghemat devisa.
(5) Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif dan terbatas pada sektor ekonomi, produk, negara tujuan Ekspor, kriteria Pelaku Ekspor, dan/atau bentuk Pembiayaan Ekspor.


Bagian Kedua
Kriteria Penugasan Khusus Ekspor

Pasal 3

(1) Kriteria Penugasan Khusus meliputi Transaksi atau Proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan ekspor nasional.
(2) Transaksi atau Proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Transaksi atau Proyek dengan kriteria:
  1. Pelaku Ekspor sulit untuk mendapatkan Pembiayaan Ekspor yang kompetitif dari LPEI di luar skema Penugasan Khusus atau dari lembaga keuangan;
  2. Produk Ekspor merupakan produk selain produk utama ekspor nasional yang diterbitkan oleh kementerian yang membidangi urusan perdagangan; dan/atau
  3. Negara tujuan Ekspor merupakan negara selain negara utama pasar ekspor nasional yang diterbitkan oleh kementerian yang membidangi urusan perdagangan.
(3) Kriteria secara komersial sulit dilaksanakan untuk kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, meliputi:
  1. produk yang dihasilkan di dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri; dan
  2. pelaku yang menghasilkan produk sebagaimana dimaksud pada huruf a sulit untuk mendapatkan Pembiayaan, Penjaminan, dan/atau Asuransi yang kompetitif dari LPEI di luar skema Penugasan Khusus atau dari lembaga keuangan.
(4) Ketentuan dianggap perlu oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kriteria antara lain:
  1. meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk Indonesia;
  2. mendukung pertumbuhan industri dalam negeri; dan/atau
  3. meningkatkan dan mengembangkan potensi Ekspor jangka panjang.


BAB III
FASILITAS PEMBIAYAAN EKSPOR PENUGASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Bentuk Pembiayaan Ekspor Penugasan Khusus
 
Pasal 4

LPEI menyediakan Pembiayaan Ekspor untuk Penugasan Khusus dalam bentuk:

  1. Pembiayaan
  2. Penjaminan; dan/atau
  3. Asuransi


Bagian Kedua
Pembiayaan

Pasal 5

(1) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dapat diberikan kepada perorangan, badan usaha, dan/atau pihak lain yang:
  1. berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia; dan/atau
  2. berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan fasilitas Pembiayaan berdasarkan undang-undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
(3) Pembiayaan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Pembiayaan Modal Kerja dan/atau Pembiayaan Investasi.
(4) Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
  1. Pembiayaan tunai (cash loan) dan/atau Pembiayaan non tunai (non-cash loan);
  2. mata uang rupiah dan/atau valuta asing; dan/atau
  3. Pembiayaan yang bersifat revolving dan/atau aflopend.
(5) Pembiayaan Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
  1. Pembiayaan proyek (project finance);
  2. Pembiayaan korporasi (corporate finance); dan/atau
  3. Pembiayaan dengan skema Pembiayaan ulang (re-financing).
(6) Pembiayaan untuk perorangan, badan usaha, dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam skema kredit kepada importir produk Indonesia (buyer's credit), Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing), dan/atau skema pembiayaan lainnya.


Pasal 6

Selain Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, fasilitas Pembiayaan dapat berasal dari konversi regres Penjaminan menjadi Pembiayaan.



Bagian Ketiga
Penjaminan

Pasal 7

Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi:

  1. Penjaminan bagi Pelaku Ekspor atas pembayaran yang dapat diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar negeri;
  2. Penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di luar negeri atas pembayaran yang telah diberikan atau akan diberikan kepada Pelaku Ekspor Indonesia untuk pembiayaan kontrak Ekspor atas penjualan barang dan/atau jasa atau pemenuhan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh suatu perusahaan Indonesia;
  3. Penjaminan bagi bank yang menjadi mitra penyediaan pembiayaan Transaksi yang telah diberikan kepada Pelaku Ekspor; dan/atau
  4. Penjaminan untuk tender terkait dengan pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian merupakan kegiatan yang menunjang Ekspor.


Bagian Keempat
Asuransi

Pasal 8

Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi:

  1. Asuransi atas risiko kegagalan Ekspor;
  2. Asuransi atas risiko kegagalan bayar;
  3. Asuransi atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri; dan/atau
  4. Asuransi atas risiko politik di suatu negara yang menjadi tujuan Ekspor.


BAB IV
KOMITE

Pasal 9

(1) Dalam rangka Penugasan Khusus, Menteri membentuk Komite yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
  1. melakukan penilaian Program Ekspor yang diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian;
  2. menyusun Rencana Strategis;
  3. melaksanakan rencana kerja Komite;
  4. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Penugasan Khusus;
  5. melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi Penugasan Khusus kepada Menteri; dan
  6. menyusun dan menyampaikan laporan penutupan Penugasan Khusus kepada Menteri.
(3) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite menyusun rencana kerja untuk Komite masa kerja tahun yang akan datang.
(4) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki wewenang:
  1. merekomendasikan pengusulan, perubahan, dan/atau pencabutan Penugasan Khusus;
  2. menetapkan dan menyampaikan Rencana Strategis kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan;
  3. melakukan pergeseran alokasi dana antar Penugasan Khusus yang telah ditetapkan;
  4. menetapkan rencana kerja Komite;
  5. meminta kelengkapan data dan informasi Program Ekspor kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul;
  6. meminta laporan pelaksanaan Penugasan Khusus kepada LPEI secara berkala maupun sewaktu-waktu; dan/atau
  7. melakukan kewenangan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Tugas, wewenang, susunan anggota, tata kerja, dan prosedur operasi standar Komite lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(6) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Anggota Tetap, yaitu pejabat dari;
  1. Kementerian Keuangan;
  2. Kementerian Perdagangan; dan
  3. Kementerian Perindustrian; dan
b. Anggota Tidak Tetap, yaitu pejabat dari kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian terkait.
(7) Dalam mendukung pelaksanaan tugasnya, Komite dapat meminta masukan dari LPEI.


Pasal 10

(1) Dalam rangka mendukung kebijakan ekspor nasional, Komite menyusun Rencana Strategis untuk periode paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Rencana Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. tujuan dan sasaran yang hendak dicapai;
  2. strategi yang ditetapkan dalam mencapai tujuan dan sasaran;
  3. rencana pelaksanaan Penugasan Khusus terkait pelaku, produk, dan/atau pasar;
  4. asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan Rencana Strategis;
  5. Selera Risiko (Risk Appetite); dan
  6. jangka waktu Rencana Strategis.
(3) Komite menyampaikan Rencana Strategis kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan.
(4) Rencana Strategis dievaluasi satu kali dalam setahun atau dalam hal diperlukan.
(5) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan membandingkan antara rencana dan realisasi tujuan, sasaran, strategi.
(6) Dalam hal diperlukan, Rencana Strategis dapat diubah dengan mempertimbangkan:
  1. hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
  2. perkembangan kondisi perekonomian;
  3. perkembangan kondisi geopolitik;
  4. perubahan Selera Risiko (Risk Appetite); dan/atau
  5. perubahan kebijakan Pemerintah.
(7) Untuk pertama kali, Rencana Strategis ditetapkan paling lambat 31 Desember 2022.
(8) Dalam hal Rencana Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, Komite mengecualikan pertimbangan keselarasan Program Ekspor dengan Rencana Strategis dalam melakukan penilaian terhadap Program Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a.


BAB V
SUMBER, PENYIMPANAN DAN PEMANFAATAN DANA
PENUGASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Sumber Dana Penugasan Khusus

Pasal 11

(1) Dana Penugasan Khusus bersumber dari:
  1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  2. bagian kapitalisasi modal LPEI; dan
  3. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sumber dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa Penyertaan Modal Negara dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diakui dalam ekuitas LPEI sebagai penambahan modal.
(4) Kapitalisasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tambahan kontribusi modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12

(1) Dalam rangka pelaksanaan Penugasan Khusus, Menteri selaku Pengguna Anggaran menunjuk Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.
(2) Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran kepada pejabat eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
(3) Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan keputusan untuk menetapkan:
  1. pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran pembiayaan dari penanggung jawab kegiatan/pembuat komitmen; dan
  2. pejabat yang diberi wewenang untuk menguji tagihan kepada Negara dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM).
(4) Salinan atas keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerja selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.


Bagian Kedua
Penyimpanan, Pengadministrasian dan Pemanfaatan Dana
Penugasan Khusus

Pasal 13

LPEI menyimpan dan mengadministrasikan dana untuk Penugasan Khusus dalam Rekening DPK.


Pasal 14

(1) Dana dalam Rekening DPK hanya dapat dimanfaatkan untuk:
  1. menyediakan Pembiayaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau
  2. membiayai kegiatan pelaksanaan Penugasan Khusus.
(2) Alokasi biaya kegiatan pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dicantumkan dalam RKAT.


Bagian Ketiga
Biaya Kegiatan Pelaksanaan Penugasan Khusus

Paragraf 1
Umum

Pasal 15

(1) Biaya kegiatan pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b terdiri atas:
  1. biaya operasional (operational expenditure); dan
  2. belanja modal (capital expenditure).
(2) Selain biaya pencadangan, alokasi biaya pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi proyeksi pendapatan pelaksanaan Penugasan Khusus dalam RKAT.
(3) Dalam hal proyeksi pendapatan pelaksanaan Penugasan Khusus dalam satu periode lebih kecil dari target RKAT, LPEI melakukan penyesuaian pelaksanaan Penugasan Khusus setelah berkoordinasi dengan Komite.


Paragraf 2
Biaya Operasional

Pasal 16

(1) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dapat digunakan untuk membiayai kegiatan sebelum, selama, dan sesudah berakhirnya Penugasan Khusus.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a terdiri atas:
  1. biaya operasional langsung; dan
  2. biaya operasional tidak langsung.
(3) Biaya operasional langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan Penugasan Khusus, antara lain biaya administrasi umum dan biaya tenaga kerja.
(4) Biaya operasional tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan biaya yang digunakan untuk kegiatan yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan Penugasan Khusus yang dibebankan secara proporsional terhadap biaya yang dikeluarkan LPEI secara keseluruhan.


Paragraf 3
Belanja Modal

Pasal 17

Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, hanya digunakan untuk belanja langsung terkait dengan infrastruktur yang mendukung pelaksanaan Penugasan Khusus.



Pasal 18

Tata cara penyimpanan dan pengadministrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, serta pembayaran, standar biaya, dan pertanggungjawaban atas biaya/belanja pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh LPEI.



BAB VI
TATA CARA PENGUSULAN PENUGASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Tata Cara Pengusulan Program Ekspor

Pasal 19

(1) Pimpinan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian menyampaikan Program Ekspor kepada Menteri c.q. Ketua Komite dengan dilampiri kajian pendukung Program Ekspor.
(2) Kajian pendukung Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan kriteria Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Pedoman penyusunan kajian pendukung usulan Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Penilaian atas Program Ekspor

Pasal 20

(1) Komite melakukan penilaian terhadap Program Ekspor dan kajian pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(2) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite mempertimbangkan:
  1. data/informasi pendukung yang menunjukkan bahwa Transaksi dan/atau Proyek dalam Program Ekspor secara komersial sulit dilaksanakan;
  2. data/informasi pendukung yang menunjukkan bahwa Transaksi dan/atau Proyek dalam Program Ekspor dianggap perlu oleh Pemerintah;
  3. aspek risiko Program Ekspor;
  4. ketersediaan dana Penugasan Khusus; dan
  5. keselarasan Program Ekspor dengan Rencana Strategis.
(3) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite dapat meminta pendapat kepada pihak lain yang berkompeten.
(4) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite menyusun dan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri.
(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
  1. sektor ekonomi;
  2. produk;
  3. kriteria Pelaku Ekspor;
  4. bentuk fasilitas Penugasan Khusus;
  5. besaran alokasi dana Pembiayaan Ekspor; dan
  6. jangka waktu Penugasan Khusus.
(6) Dalam hal rekomendasi diberikan untuk Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, rekomendasi paling sedikit memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kecuali kriteria Pelaku Ekspor.


Bagian Ketiga
Keputusan Penugasan Khusus

Pasal 21

(1) Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4), Menteri memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan Program Ekspor.
(2) Dalam hal usulan Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai Penugasan Khusus.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
  1. sektor ekonomi;
  2. produk;
  3. kriteria Pelaku Ekspor;
  4. bentuk fasilitas Penugasan Khusus;
  5. besaran alokasi dana Pembiayaan Ekspor; dan
  6. jangka waktu Penugasan Khusus.
(4) Dalam hal Keputusan Menteri ditetapkan untuk Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, Keputusan Menteri paling sedikit memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kecuali kriteria Pelaku Ekspor.
(5) Jangka waktu Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f merupakan batas waktu LPEI menerima dokumen permohonan Pembiayaan Ekspor dari Pelaku Ekspor.
(6) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit disampaikan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul, LPEI, dan Komite.
(7) Dalam hal usulan Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Menteri menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul.


BAB VII
TATA CARA PENGAJUAN PEMBIAYAAN EKSPOR

Bagian Kesatu
Tata Cara Pengajuan

Pasal 22

(1) Pelaku Ekspor mengajukan usulan Pembiayaan Ekspor kepada LPEI dengan melampirkan rencana Transaksi dan/atau Proyek.
(2) Rencana Transaksi dan/atau Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit dilengkapi data dan dokumen mengenai:
  1. profil Pelaku Ekspor;
  2. informasi finansial Pelaku Ekspor;
  3. kebutuhan Pembiayaan Ekspor; dan
  4. informasi pembeli dan/atau rekanan.
(3) Rencana Transaksi dan/atau Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).


Bagian Kedua
Penilaian atas Rencana Transaksi atau Proyek

Pasal 23

(1) Penilaian atas rencana Transaksi dan/atau Proyek dilakukan oleh LPEI.
(2) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI mempertimbangkan:
  1. ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
  2. ketersediaan dana Penugasan Khusus;
  3. Selera Risiko (Risk Appetite) yang ditetapkan oleh LPEI; dan
  4. dokumen permohonan fasilitas yang diterima LPEI tidak melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf f.
(3) Selain mempertimbangkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LPEI juga mempertimbangkan:
  1. kinerja keuangan;
  2. prospek usaha; dan/atau
  3. kemampuan untuk membayar.
(4) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditetapkan dalam Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
(5) Kinerja keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI paling sedikit terkait perolehan laba, struktur permodalan, arus kas, sensitivitas terhadap risiko pasar atau hal lain dalam menilai kelayakan suatu Transaksi dan/atau Proyek.
(6) Prospek usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI paling sedikit terkait potensi pertumbuhan usaha, kondisi pasar dan posisi Pelaku Ekspor dalam persaingan, kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan dari grup atau afiliasi, dan upaya yang dilakukan Pelaku Ekspor dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
(7) Kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI paling sedikit terkait ketepatan pembayaran pokok dan bunga, atau margin/bagi hasil/fee untuk kegiatan berdasarkan prinsip syariah, ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan Pelaku Ekspor, kelengkapan dokumentasi Pembiayaan, kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan, kesesuaian penggunaan dana, dan kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
(8) Selera Risiko (Risk Appetite) LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disusun dan ditetapkan oleh LPEI.
(9) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan secara konsisten oleh LPEI mulai dari penilaian atas rencana Transaksi dan/atau Proyek hingga pemantauan Transaksi dan/atau Proyek.


Bagian Ketiga
Persetujuan atau Penolakan atas Usulan Pembiayaan
Ekspor

Pasal 24

(1) LPEI berwenang menyetujui atau menolak usulan Pembiayaan Ekspor berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
(2) LPEI dapat memberikan persetujuan Pembiayaan Ekspor melewati jangka waktu penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf f sepanjang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3).
(3) LPEI wajib menjaga data dan dokumen dari Pelaku Ekspor yang menerima Pembiayaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).


Pasal 25

Tata cara pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pemberian persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ditetapkan oleh LPEI.



BAB VIII
TATA CARA PELAKSANAAN PENUGASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Imbalan Pembiayaan, Imbal Jasa Penjaminan, Premi
Asuransi, Biaya, Denda, dan Penggantian Kerugian

Pasal 26

(1) LPEI mengenakan imbalan terhadap Pembiayaan atau Penjaminan, dan/atau premi terhadap Asuransi kepada Pelaku Ekspor.
(2) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada badan usaha dan/atau pihak lain yang berdomisili di luar wilayah negara Indonesia dalam hal LPEI memberikan Pembiayaan dalam skema kredit kepada importir produk Indonesia (buyer's credit) dan/atau Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing).
(3) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada badan usaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dengan mempertimbangkan daya saing produk.
(4) Besaran imbalan dan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan mempertimbangkan daya saing bagi Pelaku Ekspor dan tujuan dari Penugasan Khusus.


Pasal 27

(1) Pengenaan imbalan terhadap Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ditetapkan oleh LPEI dengan mempertimbangkan:
  1. biaya dana (cost of fund);
  2. biaya yang dikeluarkan untuk memberikan Pembiayaan (overhead cost);
  3. unsur risiko; dan/atau
  4. unsur lain.
(2) Biaya dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan biaya yang harus dibayar oleh LPEI atas dana yang diterima dari sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan biaya dalam rangka pengelolaan dana tersebut.
(3) Biaya yang dikeluarkan untuk memberikan Pembiayaan Ekspor (overhead cost) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan beban yang dikeluarkan oleh LPEI berupa biaya operasional bukan bunga termasuk biaya pajak yang harus dibayar dalam rangka pelaksanaan Penugasan Khusus.
(4) Unsur risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan komponen-komponen yang dipertimbangkan dalam mengantisipasi risiko terkait Pembiayaan.
(5) Dalam hal terjadi keterlambatan pengembalian Pembiayaan, LPEI dapat mengenakan denda.


Pasal 28

(1) Pengenaan imbalan terhadap Penjaminan dan premi terhadap Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), ditetapkan oleh LPEI dengan mempertimbangkan:
  1. potensi kerugian dari risiko yang dijamin atau diasuransikan;
  2. nilai kompensasi finansial (coverage) dari jenis risiko yang akan diambil;
  3. biaya yang dikeluarkan untuk memberikan Penjaminan atau Asuransi; dan/atau
  4. unsur lain.
(2) Potensi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kemungkinan terjadinya risiko yang dijamin atau diasuransikan.
(3) Nilai kompensasi finansial (coverage) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan porsi risiko yang menjadi bagian LPEI dalam hal terjadi klaim.
(4) Biaya yang dikeluarkan terkait pemberian Penjaminan dan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk biaya terkait lainnya selama jangka waktu pertanggungan.


Bagian Kedua
Kerja Sama Pelaksanaan Penugasan Khusus

Pasal 29

(1) Dalam rangka memberikan fasilitas Pembiayaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPEI dapat bekerja sama dengan lembaga dalam negeri dan/atau lembaga luar negeri.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ini.


Bagian Ketiga
Rencana Kerja Komite

Pasal 30

(1) Rencana kerja Komite disusun setiap tahun anggaran oleh anggota Komite tetap.
(2) Rencana kerja Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain memuat:
  1. penyusunan potensi Program Ekspor;
  2. pemantauan dan evaluasi Rencana Strategis;
  3. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Penugasan Khusus; dan
  4. penyusunan kegiatan pendukung pelaksanaan Penugasan Khusus.
(3) Penyusunan rencana kerja Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan norma waktu penyusunan RKAT LPEI sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(4) Rencana kerja Komite ditetapkan oleh ketua Komite dan disampaikan kepada LPEI.
(5) Biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan rencana kerja Komite menjadi bagian dari biaya pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b.


Pasal 31

(1) Dalam kondisi tertentu, Komite dapat melakukan penyesuaian atas rencana kerja yang telah disusun oleh Komite periode sebelumnya.
(2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
  1. kesiapan kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian dalam menyusun Program Ekspor; dan
  2. ketersediaan dana Penugasan Khusus.


Bagian Keempat
Pelaksanaan Manajemen Risiko

Pasal 32

(1) Dalam melaksanakan Penugasan Khusus, LPEI menerapkan manajemen risiko secara efektif.
(2) Dalam penerapan manajemen risiko Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat berkoordinasi dengan Komite dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.


BAB IX
OPTIMALISASI DANA PENUGASAN KHUSUS

Pasal 33

(1) Dana Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang belum digunakan dapat dilakukan optimalisasi.
(2) Optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemanfaatan akumulasi dana Penugasan Khusus yang:
  1. tersedia namun belum digunakan; dan
  2. belum terdapat komitmen antara LPEI dengan nasabah.
(3) Optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
  1. penetapan Penugasan Khusus;
  2. pergeseran dana Penugasan Khusus antarprogram Penugasan Khusus; dan
  3. penempatan dana Penugasan Khusus.
(4) Optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan evaluasi pelaksanaan Penugasan Khusus.
(5) Pelaksanaan optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. penetapan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan oleh Menteri;
  2. pergeseran dana Penugasan Khusus antar program Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan oleh ketua Komite;
  3. penempatan dana Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan oleh LPEI pada instrumen keuangan yang memiliki risiko terkendali dan likuid; dan/atau
  4. optimalisasi lainnya dilakukan oleh Komite setelah mendapat persetujuan oleh Menteri.
(6) Dalam rangka penempatan dana Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, LPEI memperhatikan:
  1. RKAT; dan
  2. kebutuhan likuiditas dalam melaksanakan Penugasan Khusus.


Pasal 34

Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf c, dapat dilaksanakan dalam mata uang asing untuk kegiatan:

  1. memperoleh atau melepaskan aset yang dinilai dalam mata uang asing;
  2. meminjam (utang) atau meminjamkan (piutang) dana dalam mata uang asing;
  3. menimbulkan atau melunasi kewajiban dalam mata uang asing;
  4. menjadi pihak untuk suatu perjanjian dalam mata uang asing yang belum terjadi; atau
  5. membeli atau menjual barang atau jasa dalam mata uang asing.


Pasal 35

Pembiayaan Ekspor yang diberikan oleh LPEI tidak boleh melampaui akumulasi dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang tersedia dan dihitung berdasarkan perjanjian pembiayaan, cadangan klaim penjaminan, dan cadangan klaim/retensi asuransi.



BAB X
PENANGANAN PEMBIAYAAN EKSPOR BERMASALAH PADA
PENUGASAN KHUSUS

Bagian Kesatu
Penilaian Kualitas Pembiayaan Ekspor

Pasal 36

(1) LPEI wajib menilai, memantau dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan terhadap Pembiayaan Ekspor yang diberikan agar kualitas Pembiayaan Ekspor senantiasa baik.
(2) Penilaian kualitas Pembiayaan dilakukan dengan mempertimbangkan:
  1. kinerja keuangan;
  2. prospek usaha; dan/atau
  3. kemampuan untuk membayar.
(3) Penerapan penilaian kualitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicantumkan dalam Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(4) Dalam hal kualitas Pembiayaan memburuk, LPEI wajib melakukan upaya penanganan Pembiayaan yang bermasalah.


Pasal 37

(1) LPEI wajib menghitung penyisihan penilaian kualitas aset berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
(2) LPEI wajib membentuk cadangan kerugian penurunan nilai sesuai standar akuntansi keuangan.


Bagian Kedua
Penanganan Pembiayaan Bermasalah

Pasal 38

(1) Pembiayaan bermasalah (non performing financing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) terdiri atas piutang Pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
(2) Terhadap Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan penambahan pencadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2).


Pasal 39

(1) Dalam hal pelaksanaan Penugasan Khusus mengalami kerugian, kerugian tersebut ditutup dari cadangan umum.
(2) Besaran alokasi cadangan umum yang digunakan untuk menutupi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri.
(3) Dalam hal cadangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, kerugian Penugasan Khusus mengurangi nilai ekuitas termasuk kapitalisasinya.


Pasal 40

(1) Terhadap Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), LPEI melakukan penanganan yang mencakup:
  1. pembinaan; dan
  2. penyelamatan (restrukturisasi).
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan upaya yang dilakukan untuk pemenuhan ketentuan dan syarat-syarat oleh penerima fasilitas yang tercantum dalam perjanjian mengenai Pembiayaan, termasuk upaya penagihan.
(3) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain mencakup:
  1. penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah dan/atau jangka waktunya;
  2. persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan; dan
  3. penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan tidak terbatas pada penjadwalan kembali (rescheduling) atau persyaratan kembali (reconditioning).
(4) Sebelum melakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LPEI melakukan penilaian prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) terhadap Pembiayaan bermasalah.
(5) Penilaian kualitas Pembiayaan setelah dilakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan kemampuan membayar.
(6) Selain upaya penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), upaya penyelamatan Pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui langkah-langkah antara lain:
  1. penyertaan sementara;
  2. konversi Pembiayaan menjadi surat berharga;
  3. likuidasi jaminan;
  4. penyelesaian secara hukum; dan
  5. langkah-langkah lain yang lazim dilakukan dalam penyelamatan Pembiayaan bermasalah.
(7) Dalam hal upaya penanganan berupa pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) tidak berhasil, penyelesaian dilakukan melalui penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan.
(8) Tata cara penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan berdasarkan peraturan Menteri yang mengatur mengenai penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang LPEI.


Pasal 41

(1) Dalam hal terjadi klaim atas pelaksanaan kegiatan Penjaminan, LPEI melakukan upaya:
  1. penagihan piutang regres; atau
  2. mengkonversi fasilitas Penjaminan menjadi Pembiayaan dalam rangka regres.
(2) Piutang regres atau konversi fasilitas Penjaminan menjadi Pembiayaan dalam rangka regres sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan bagian dari skema Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(3) Dalam hal Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi Pembiayaan bermasalah, berlaku secara mutatis mutandis ketentuan mengenai penanganan Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.


BAB XI
PEMBUKUAN DAN PELAPORAN

Pasal 42

(1) LPEI menyelenggarakan pembukuan pelaksanaan Penugasan Khusus berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
(2) Dalam menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI menyampaikan informasi keuangan Penugasan Khusus sebagai informasi segmen dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan LPEI.


Pasal 43

(1) LPEI menyampaikan laporan bulanan, triwulanan, dan tahunan atas pelaksanaan Penugasan Khusus kepada Menteri c.q. Ketua Komite dan ditembuskan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian anggota Komite.
(2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. informasi umum:
  1. jenis penugasan;
  2. negara tujuan; dan
  3. komoditas ekspor;
b. utilitisasi (disbursement);
c. kolektibilitas (kualitas aset); dan
d. informasi lain yang dianggap penting.
(3) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. informasi umum:
  1. jenis penugasan;
  2. perkembangan usaha;
  3. strategi; dan
  4. kebijakan terkait Penugasan Khusus;
b. capaian target aspek finansial, operasional, dan pelanggan (disbursement, kualitas aset, efisiensi biaya operasional, dan jumlah debitur/pelaku ekspor yang diberikan pembiayaan);
c. informasi keuangan (laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas);
d. analisis isu dan risiko; dan
e. informasi lain yang dianggap penting.
(4) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. informasi umum:
  1. jenis penugasan;
  2. perkembangan usaha;
  3. strategi; dan
  4. kebijakan terkait Penugasan Khusus;
b. capaian target aspek finansial, operasional dan pelanggan (disbursement, kualitas aset, efisiensi biaya operasional, dan jumlah debitur/Pelaku Ekspor yang diberikan pembiayaan);
c. informasi keuangan (laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas);
d. analisis isu dan risiko;
e. progress dampak/kemanfaatan program Penugasan Khusus; dan
f. informasi lain yang dianggap penting.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat:
  1. tanggal 15 (lima belas) untuk laporan bulanan;
  2. 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan triwulanan; dan
  3. pada akhir triwulan pertama setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan tahunan.
(6) Direktur Eksekutif LPEI yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.


Pasal 44

(1) Surplus dihitung dari selisih lebih antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
(2) Defisit dihitung dari selisih kurang antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
(3) Penetapan bagian kapitalisasi Penugasan Khusus dihitung secara proporsional dalam hal LPEI mencatatkan Surplus secara konsolidasian.
(4) Perhitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. jika Surplus LPEI positif dan Surplus Penugasan Khusus positif, maka besaran kapitalisasi dihitung secara proporsional;
  2. jika Surplus LPEI positif dan Surplus Penugasan Khusus negatif, maka Penugasan Khusus tidak mendapatkan kapitalisasi; atau
  3. jika Surplus LPEI negatif dan Surplus Penugasan Khusus positif, maka seluruh bagian kapitalisasi menjadi bagian Penugasan Khusus.


BAB XII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 45

(1) Komite melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan Penugasan Khusus dan kemanfaatannya untuk perekonomian nasional.
(3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri paling sedikit sekali dalam setahun atau atas permintaan Menteri.
(4) Evaluasi terhadap kemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Transaksi atau Proyek Penugasan Khusus berakhir.
(5) Apabila Penugasan Khusus telah berakhir, Komite menyampaikan laporan penutupan kepada Menteri yang memuat antara lain:
  1. ringkasan hasil pelaksanaan Penugasan Khusus;
  2. evaluasi terhadap kemanfaatan Penugasan Khusus;
  3. ringkasan isu dan risiko;
  4. rekomendasi perbaikan di masa mendatang; dan
  5. informasi lain yang dianggap penting.
(6) Laporan penutupan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Penugasan Khusus berakhir.


BAB XIII
PERUBAHAN DAN PENCABUTAN PENUGASAN KHUSUS

Pasal 46

(1) Menteri dapat melakukan perubahan atau pencabutan atas keputusan Penugasan Khusus dengan pertimbangan:
  1. melaksanakan kebijakan fiskal;
  2. memperbaiki kondisi transaksi berjalan (current account); dan/atau
  3. melaksanakan arahan presiden.
(2) Dalam melakukan perubahan atau pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mengeluarkan keputusan yang disampaikan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul, LPEI, dan Komite.
(3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dapat digunakan sebagai masukan dalam perubahan atau pencabutan keputusan Penugasan Khusus.


BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 47

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Program Ekspor yang telah diajukan dan belum mendapatkan persetujuan Menteri sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
  2. terhadap penyusunan laporan triwulanan dan tahunan sampai dengan periode bulan Juli 2022 dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.08/2017 tentang Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.


BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.08/2017 tentang Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1883), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 49

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan    Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.












Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BENNY RIYANTO
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI











BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1354