TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 183/PMK.08/2021
TENTANG
PENUGASAN KHUSUS KEPADA
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. | Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
3. | Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
4. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); |
5. | Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957); |
6. | Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); |
5. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031); |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUGASAN KHUSUS KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
RUANG LINGKUP DAN KRITERIA PENUGASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Penugasan Khusus
Pasal 2
(1) | Penugasan Khusus meliputi:
|
(2) | Ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk barang yang diproduksi secara tidak langsung dalam rangka Ekspor antara lain kegiatan menyuplai bahan baku atau barang modal. |
(3) | Ekspor jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
(4) | Kegiatan pendukung untuk Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
(5) | Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif dan terbatas pada sektor ekonomi, produk, negara tujuan Ekspor, kriteria Pelaku Ekspor, dan/atau bentuk Pembiayaan Ekspor. |
Bagian Kedua
Kriteria Penugasan Khusus Ekspor
Pasal 3
(1) | Kriteria Penugasan Khusus meliputi Transaksi atau Proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan ekspor nasional. |
(2) | Transaksi atau Proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Transaksi atau Proyek dengan kriteria:
|
(3) | Kriteria secara komersial sulit dilaksanakan untuk kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, meliputi:
|
(4) | Ketentuan dianggap perlu oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kriteria antara lain:
|
BAB III
FASILITAS PEMBIAYAAN EKSPOR PENUGASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Bentuk Pembiayaan Ekspor Penugasan Khusus
Pasal 4
LPEI menyediakan Pembiayaan Ekspor untuk Penugasan Khusus dalam bentuk:
Bagian Kedua
Pembiayaan
Pasal 5
(1) | Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dapat diberikan kepada perorangan, badan usaha, dan/atau pihak lain yang:
|
(2) | Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan fasilitas Pembiayaan berdasarkan undang-undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. |
(3) | Pembiayaan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Pembiayaan Modal Kerja dan/atau Pembiayaan Investasi. |
(4) | Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
|
(5) | Pembiayaan Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
|
(6) | Pembiayaan untuk perorangan, badan usaha, dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam skema kredit kepada importir produk Indonesia (buyer's credit), Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing), dan/atau skema pembiayaan lainnya. |
Pasal 6
Selain Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, fasilitas Pembiayaan dapat berasal dari konversi regres Penjaminan menjadi Pembiayaan.
Bagian Ketiga
Penjaminan
Pasal 7
Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi:
Bagian Keempat
Asuransi
Pasal 8
Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi:
BAB IV
KOMITE
Pasal 9
(1) | Dalam rangka Penugasan Khusus, Menteri membentuk Komite yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. | ||||
(2) | Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
|
||||
(3) | Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite menyusun rencana kerja untuk Komite masa kerja tahun yang akan datang. | ||||
(4) | Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki wewenang:
|
||||
(5) | Tugas, wewenang, susunan anggota, tata kerja, dan prosedur operasi standar Komite lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri. | ||||
(6) | Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||||
(7) | Dalam mendukung pelaksanaan tugasnya, Komite dapat meminta masukan dari LPEI. |
Pasal 10
(1) | Dalam rangka mendukung kebijakan ekspor nasional, Komite menyusun Rencana Strategis untuk periode paling lama 5 (lima) tahun. |
(2) | Rencana Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | Komite menyampaikan Rencana Strategis kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan. |
(4) | Rencana Strategis dievaluasi satu kali dalam setahun atau dalam hal diperlukan. |
(5) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan membandingkan antara rencana dan realisasi tujuan, sasaran, strategi. |
(6) | Dalam hal diperlukan, Rencana Strategis dapat diubah dengan mempertimbangkan:
|
(7) | Untuk pertama kali, Rencana Strategis ditetapkan paling lambat 31 Desember 2022. |
(8) | Dalam hal Rencana Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, Komite mengecualikan pertimbangan keselarasan Program Ekspor dengan Rencana Strategis dalam melakukan penilaian terhadap Program Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a. |
BAB V
SUMBER, PENYIMPANAN DAN PEMANFAATAN DANA
PENUGASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Sumber Dana Penugasan Khusus
Pasal 11
(1) | Dana Penugasan Khusus bersumber dari:
|
(2) | Sumber dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa Penyertaan Modal Negara dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diakui dalam ekuitas LPEI sebagai penambahan modal. |
(4) | Kapitalisasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tambahan kontribusi modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 12
(1) | Dalam rangka pelaksanaan Penugasan Khusus, Menteri selaku Pengguna Anggaran menunjuk Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. |
(2) | Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran kepada pejabat eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. |
(3) | Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan keputusan untuk menetapkan:
|
(4) | Salinan atas keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerja selaku Kuasa Bendahara Umum Negara. |
Bagian Kedua
Penyimpanan, Pengadministrasian dan Pemanfaatan Dana
Penugasan Khusus
Pasal 13
LPEI menyimpan dan mengadministrasikan dana untuk Penugasan Khusus dalam Rekening DPK.
Pasal 14
(1) | Dana dalam Rekening DPK hanya dapat dimanfaatkan untuk:
|
(2) | Alokasi biaya kegiatan pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dicantumkan dalam RKAT. |
Bagian Ketiga
Biaya Kegiatan Pelaksanaan Penugasan Khusus
Paragraf 1
Umum
Pasal 15
(1) | Biaya kegiatan pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
(2) | Selain biaya pencadangan, alokasi biaya pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi proyeksi pendapatan pelaksanaan Penugasan Khusus dalam RKAT. |
(3) | Dalam hal proyeksi pendapatan pelaksanaan Penugasan Khusus dalam satu periode lebih kecil dari target RKAT, LPEI melakukan penyesuaian pelaksanaan Penugasan Khusus setelah berkoordinasi dengan Komite. |
Paragraf 2
Biaya Operasional
Pasal 16
(1) | Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dapat digunakan untuk membiayai kegiatan sebelum, selama, dan sesudah berakhirnya Penugasan Khusus. |
(2) | Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
(3) | Biaya operasional langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan Penugasan Khusus, antara lain biaya administrasi umum dan biaya tenaga kerja. |
(4) | Biaya operasional tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan biaya yang digunakan untuk kegiatan yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan Penugasan Khusus yang dibebankan secara proporsional terhadap biaya yang dikeluarkan LPEI secara keseluruhan. |
Paragraf 3
Belanja Modal
Pasal 17
Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, hanya digunakan untuk belanja langsung terkait dengan infrastruktur yang mendukung pelaksanaan Penugasan Khusus.
Pasal 18
Tata cara penyimpanan dan pengadministrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, serta pembayaran, standar biaya, dan pertanggungjawaban atas biaya/belanja pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh LPEI.
BAB VI
TATA CARA PENGUSULAN PENUGASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Tata Cara Pengusulan Program Ekspor
Pasal 19
(1) | Pimpinan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian menyampaikan Program Ekspor kepada Menteri c.q. Ketua Komite dengan dilampiri kajian pendukung Program Ekspor. |
(2) | Kajian pendukung Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan kriteria Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
(3) | Pedoman penyusunan kajian pendukung usulan Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Penilaian atas Program Ekspor
Pasal 20
(1) | Komite melakukan penilaian terhadap Program Ekspor dan kajian pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. |
(2) | Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite mempertimbangkan:
|
(3) | Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite dapat meminta pendapat kepada pihak lain yang berkompeten. |
(4) | Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite menyusun dan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri. |
(5) | Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
|
(6) | Dalam hal rekomendasi diberikan untuk Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, rekomendasi paling sedikit memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kecuali kriteria Pelaku Ekspor. |
Bagian Ketiga
Keputusan Penugasan Khusus
Pasal 21
(1) | Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4), Menteri memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan Program Ekspor. |
(2) | Dalam hal usulan Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai Penugasan Khusus. |
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
|
(4) | Dalam hal Keputusan Menteri ditetapkan untuk Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, Keputusan Menteri paling sedikit memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kecuali kriteria Pelaku Ekspor. |
(5) | Jangka waktu Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f merupakan batas waktu LPEI menerima dokumen permohonan Pembiayaan Ekspor dari Pelaku Ekspor. |
(6) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit disampaikan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul, LPEI, dan Komite. |
(7) | Dalam hal usulan Program Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Menteri menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul. |
BAB VII
TATA CARA PENGAJUAN PEMBIAYAAN EKSPOR
Bagian Kesatu
Tata Cara Pengajuan
Pasal 22
(1) | Pelaku Ekspor mengajukan usulan Pembiayaan Ekspor kepada LPEI dengan melampirkan rencana Transaksi dan/atau Proyek. |
(2) | Rencana Transaksi dan/atau Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit dilengkapi data dan dokumen mengenai:
|
(3) | Rencana Transaksi dan/atau Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2). |
Bagian Kedua
Penilaian atas Rencana Transaksi atau Proyek
Pasal 23
(1) | Penilaian atas rencana Transaksi dan/atau Proyek dilakukan oleh LPEI. |
(2) | Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI mempertimbangkan:
|
(3) | Selain mempertimbangkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LPEI juga mempertimbangkan:
|
(4) | Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditetapkan dalam Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. |
(5) | Kinerja keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI paling sedikit terkait perolehan laba, struktur permodalan, arus kas, sensitivitas terhadap risiko pasar atau hal lain dalam menilai kelayakan suatu Transaksi dan/atau Proyek. |
(6) | Prospek usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI paling sedikit terkait potensi pertumbuhan usaha, kondisi pasar dan posisi Pelaku Ekspor dalam persaingan, kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan dari grup atau afiliasi, dan upaya yang dilakukan Pelaku Ekspor dalam rangka memelihara lingkungan hidup. |
(7) | Kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI paling sedikit terkait ketepatan pembayaran pokok dan bunga, atau margin/bagi hasil/fee untuk kegiatan berdasarkan prinsip syariah, ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan Pelaku Ekspor, kelengkapan dokumentasi Pembiayaan, kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan, kesesuaian penggunaan dana, dan kewajaran sumber pembayaran kewajiban. |
(8) | Selera Risiko (Risk Appetite) LPEI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disusun dan ditetapkan oleh LPEI. |
(9) | Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan secara konsisten oleh LPEI mulai dari penilaian atas rencana Transaksi dan/atau Proyek hingga pemantauan Transaksi dan/atau Proyek. |
Bagian Ketiga
Persetujuan atau Penolakan atas Usulan Pembiayaan
Ekspor
Pasal 24
(1) | LPEI berwenang menyetujui atau menolak usulan Pembiayaan Ekspor berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). |
(2) | LPEI dapat memberikan persetujuan Pembiayaan Ekspor melewati jangka waktu penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf f sepanjang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3). |
(3) | LPEI wajib menjaga data dan dokumen dari Pelaku Ekspor yang menerima Pembiayaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2). |
Pasal 25
Tata cara pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pemberian persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ditetapkan oleh LPEI.
BAB VIII
TATA CARA PELAKSANAAN PENUGASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Imbalan Pembiayaan, Imbal Jasa Penjaminan, Premi
Asuransi, Biaya, Denda, dan Penggantian Kerugian
Pasal 26
(1) | LPEI mengenakan imbalan terhadap Pembiayaan atau Penjaminan, dan/atau premi terhadap Asuransi kepada Pelaku Ekspor. |
(2) | Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada badan usaha dan/atau pihak lain yang berdomisili di luar wilayah negara Indonesia dalam hal LPEI memberikan Pembiayaan dalam skema kredit kepada importir produk Indonesia (buyer's credit) dan/atau Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing). |
(3) | Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada badan usaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dengan mempertimbangkan daya saing produk. |
(4) | Besaran imbalan dan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan mempertimbangkan daya saing bagi Pelaku Ekspor dan tujuan dari Penugasan Khusus. |
Pasal 27
(1) | Pengenaan imbalan terhadap Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ditetapkan oleh LPEI dengan mempertimbangkan:
|
(2) | Biaya dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan biaya yang harus dibayar oleh LPEI atas dana yang diterima dari sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan biaya dalam rangka pengelolaan dana tersebut. |
(3) | Biaya yang dikeluarkan untuk memberikan Pembiayaan Ekspor (overhead cost) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan beban yang dikeluarkan oleh LPEI berupa biaya operasional bukan bunga termasuk biaya pajak yang harus dibayar dalam rangka pelaksanaan Penugasan Khusus. |
(4) | Unsur risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan komponen-komponen yang dipertimbangkan dalam mengantisipasi risiko terkait Pembiayaan. |
(5) | Dalam hal terjadi keterlambatan pengembalian Pembiayaan, LPEI dapat mengenakan denda. |
Pasal 28
(1) | Pengenaan imbalan terhadap Penjaminan dan premi terhadap Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), ditetapkan oleh LPEI dengan mempertimbangkan:
|
(2) | Potensi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kemungkinan terjadinya risiko yang dijamin atau diasuransikan. |
(3) | Nilai kompensasi finansial (coverage) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan porsi risiko yang menjadi bagian LPEI dalam hal terjadi klaim. |
(4) | Biaya yang dikeluarkan terkait pemberian Penjaminan dan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk biaya terkait lainnya selama jangka waktu pertanggungan. |
Bagian Kedua
Kerja Sama Pelaksanaan Penugasan Khusus
Pasal 29
(1) | Dalam rangka memberikan fasilitas Pembiayaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPEI dapat bekerja sama dengan lembaga dalam negeri dan/atau lembaga luar negeri. |
(2) | Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Rencana Kerja Komite
Pasal 30
(1) | Rencana kerja Komite disusun setiap tahun anggaran oleh anggota Komite tetap. |
(2) | Rencana kerja Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain memuat:
|
(3) | Penyusunan rencana kerja Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan norma waktu penyusunan RKAT LPEI sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. |
(4) | Rencana kerja Komite ditetapkan oleh ketua Komite dan disampaikan kepada LPEI. |
(5) | Biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan rencana kerja Komite menjadi bagian dari biaya pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b. |
Pasal 31
(1) | Dalam kondisi tertentu, Komite dapat melakukan penyesuaian atas rencana kerja yang telah disusun oleh Komite periode sebelumnya. |
(2) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
Bagian Keempat
Pelaksanaan Manajemen Risiko
Pasal 32
(1) | Dalam melaksanakan Penugasan Khusus, LPEI menerapkan manajemen risiko secara efektif. |
(2) | Dalam penerapan manajemen risiko Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat berkoordinasi dengan Komite dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait. |
BAB IX
OPTIMALISASI DANA PENUGASAN KHUSUS
Pasal 33
(1) | Dana Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang belum digunakan dapat dilakukan optimalisasi. |
(2) | Optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemanfaatan akumulasi dana Penugasan Khusus yang:
|
(3) | Optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
(4) | Optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan evaluasi pelaksanaan Penugasan Khusus. |
(5) | Pelaksanaan optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Dalam rangka penempatan dana Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, LPEI memperhatikan:
|
Pasal 34
Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf c, dapat dilaksanakan dalam mata uang asing untuk kegiatan:
Pasal 35
Pembiayaan Ekspor yang diberikan oleh LPEI tidak boleh melampaui akumulasi dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang tersedia dan dihitung berdasarkan perjanjian pembiayaan, cadangan klaim penjaminan, dan cadangan klaim/retensi asuransi.
BAB X
PENANGANAN PEMBIAYAAN EKSPOR BERMASALAH PADA
PENUGASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Penilaian Kualitas Pembiayaan Ekspor
Pasal 36
(1) | LPEI wajib menilai, memantau dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan terhadap Pembiayaan Ekspor yang diberikan agar kualitas Pembiayaan Ekspor senantiasa baik. |
(2) | Penilaian kualitas Pembiayaan dilakukan dengan mempertimbangkan:
|
(3) | Penerapan penilaian kualitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicantumkan dalam Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). |
(4) | Dalam hal kualitas Pembiayaan memburuk, LPEI wajib melakukan upaya penanganan Pembiayaan yang bermasalah. |
Pasal 37
(1) | LPEI wajib menghitung penyisihan penilaian kualitas aset berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. |
(2) | LPEI wajib membentuk cadangan kerugian penurunan nilai sesuai standar akuntansi keuangan. |
Bagian Kedua
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Pasal 38
(1) | Pembiayaan bermasalah (non performing financing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) terdiri atas piutang Pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. |
(2) | Terhadap Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan penambahan pencadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2). |
Pasal 39
(1) | Dalam hal pelaksanaan Penugasan Khusus mengalami kerugian, kerugian tersebut ditutup dari cadangan umum. |
(2) | Besaran alokasi cadangan umum yang digunakan untuk menutupi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri. |
(3) | Dalam hal cadangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, kerugian Penugasan Khusus mengurangi nilai ekuitas termasuk kapitalisasinya. |
Pasal 40
(1) | Terhadap Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), LPEI melakukan penanganan yang mencakup:
|
(2) | Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan upaya yang dilakukan untuk pemenuhan ketentuan dan syarat-syarat oleh penerima fasilitas yang tercantum dalam perjanjian mengenai Pembiayaan, termasuk upaya penagihan. |
(3) | Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain mencakup:
|
(4) | Sebelum melakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LPEI melakukan penilaian prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) terhadap Pembiayaan bermasalah. |
(5) | Penilaian kualitas Pembiayaan setelah dilakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan kemampuan membayar. |
(6) | Selain upaya penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), upaya penyelamatan Pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui langkah-langkah antara lain:
|
(7) | Dalam hal upaya penanganan berupa pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) tidak berhasil, penyelesaian dilakukan melalui penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan. |
(8) | Tata cara penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan berdasarkan peraturan Menteri yang mengatur mengenai penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang LPEI. |
Pasal 41
(1) | Dalam hal terjadi klaim atas pelaksanaan kegiatan Penjaminan, LPEI melakukan upaya:
|
(2) | Piutang regres atau konversi fasilitas Penjaminan menjadi Pembiayaan dalam rangka regres sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan bagian dari skema Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. |
(3) | Dalam hal Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi Pembiayaan bermasalah, berlaku secara mutatis mutandis ketentuan mengenai penanganan Pembiayaan bermasalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40. |
BAB XI
PEMBUKUAN DAN PELAPORAN
Pasal 42
(1) | LPEI menyelenggarakan pembukuan pelaksanaan Penugasan Khusus berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku. |
(2) | Dalam menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI menyampaikan informasi keuangan Penugasan Khusus sebagai informasi segmen dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan LPEI. |
Pasal 43
(1) | LPEI menyampaikan laporan bulanan, triwulanan, dan tahunan atas pelaksanaan Penugasan Khusus kepada Menteri c.q. Ketua Komite dan ditembuskan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian anggota Komite. | ||||||||||||
(2) | Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||
(3) | Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||
(4) | Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||
(5) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat:
|
||||||||||||
(6) | Direktur Eksekutif LPEI yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis. |
Pasal 44
(1) | Surplus dihitung dari selisih lebih antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. |
(2) | Defisit dihitung dari selisih kurang antara pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. |
(3) | Penetapan bagian kapitalisasi Penugasan Khusus dihitung secara proporsional dalam hal LPEI mencatatkan Surplus secara konsolidasian. |
(4) | Perhitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
BAB XII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 45
(1) | Komite melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). |
(2) | Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan Penugasan Khusus dan kemanfaatannya untuk perekonomian nasional. |
(3) | Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri paling sedikit sekali dalam setahun atau atas permintaan Menteri. |
(4) | Evaluasi terhadap kemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Transaksi atau Proyek Penugasan Khusus berakhir. |
(5) | Apabila Penugasan Khusus telah berakhir, Komite menyampaikan laporan penutupan kepada Menteri yang memuat antara lain:
|
(6) | Laporan penutupan Penugasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Penugasan Khusus berakhir. |
BAB XIII
PERUBAHAN DAN PENCABUTAN PENUGASAN KHUSUS
Pasal 46
(1) | Menteri dapat melakukan perubahan atau pencabutan atas keputusan Penugasan Khusus dengan pertimbangan:
|
(2) | Dalam melakukan perubahan atau pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mengeluarkan keputusan yang disampaikan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pengusul, LPEI, dan Komite. |
(3) | Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dapat digunakan sebagai masukan dalam perubahan atau pencabutan keputusan Penugasan Khusus. |
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.08/2017 tentang Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1883), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 49
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BENNY RIYANTO |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1354