TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 157 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA PEMBEBASAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU
YANG BERSIFAT STRATEGIS DAN PENYERAHAN DI DALAM DAERAH PABEAN
DAN/ATAU PEMANFAATAN DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH
PABEAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS UNTUK
KEPERLUAN PERTAHANAN DAN/ATAU KEAMANAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DAN PENYERAHAN DI DALAM DAERAH PABEAN DAN/ATAU PEMANFAATAN DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN JASA KENA. PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS UNTUK KEPERLUAN PERTAHANAN DAN/ATAU KEAMANAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. | Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. |
2. | Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
3. | Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
4. | Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
5. | Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean. |
6. | Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang selanjutnya disebut Surat Keterangan Bebas adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa wajib pajak memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan/atau penyerahan di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan negara. |
7. | Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. |
8. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas:
a. | Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis; dan |
b. | penyerahan di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan negara. |
Pasal 3
(1) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan negara yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah untuk melakukan pengadaan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum Indonesia yang memenuhi syarat secara legal maupun formal untuk melakukan pengadaan senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya untuk keperluan kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. | ||||||||||||||||||||||
(3) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan negara yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
Pasal 4
(1) | Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam daerah pabean atau pemanfaatannya dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jasa yang diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional. |
Pasal 5
(1) | Senjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan senjata yang diisi dengan amunisi. | ||||||
(2) | Amunisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan bahan bermesiu sebagai pengisi senjata api atau bahan peledak bermesiu. | ||||||
(3) | Mesiu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bahan kimia yang mudah meledak. | ||||||
(4) | Kendaraan darat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan kendaraan darat untuk kepentingan:
|
||||||
(5) | Radar atau Radio Detection and Ranging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda, yang memiliki paling sedikit 3 (tiga) komponen utama berupa antena, pemancar sinyal, dan penerima sinyal yang bekerja dengan menangkap gelombang radio atau sinyal yang dipancarkan dan/atau dipantulkan dari suatu benda untuk kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi atau jenis benda tersebut. | ||||||
(6) | Benda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diantaranya pesawat terbang, kapal laut, kendaraan bermotor, alat komunikasi, dan informasi cuaca atau hujan. | ||||||
(7) | Termasuk dalam ruang lingkup badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) yaitu badan usaha baik perseroan terbatas maupun perseroan yang dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung maupun tidak langsung dengan modal terbagi dalam saham lebih dari 50% (lima puluh persen) dimiliki oleh negara atau badan usaha baik perseroan terbatas maupun perseroan dimana negara memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasarnya. | ||||||
(8) | Komponen dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan bagian atau unsur dan bahan yang diperlukan untuk membuat senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar. | ||||||
(9) | Suku cadang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan onderdil atau komponen dari senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar yang dicadangkan untuk perbaikan atau penggantian bagian senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar yang mengalami kerusakan. | ||||||
(10) | Kriteria dan/atau rincian Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB III
TATA CARA PEMBEBASAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 6
(1) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 menggunakan Surat Keterangan Bebas. | ||||||||||||||||||
(2) | Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk setiap kali:
|
||||||||||||||||||
(3) | Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan negara diajukan oleh wajib pajak pemohon sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||
(4) | Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean diajukan oleh wajib pajak pemohon sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||
(5) | Wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) yang melakukan Impor Barang Kena Pajak, menerima penyerahan Barang Kena Pajak, menerima penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean atau melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pencegahan dan pemberantasan pabean di dalam daerah pabean, harus memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum:
|
||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) telah melakukan pembayaran sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum penerimaan pembayaran oleh pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. |
Pasal 7
Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diberikan kepada wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. | telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir dan/atau surat pemberitahuan masa untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan |
b. | tidak mempunyai utang pajak, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 8
(1) | Permohonan Surat keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diajukan oleh Wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4)kepada Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan salinan digital dokumen pendukung yang diunggah secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Informasi mengenai nama dan/atau jenis barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b untuk Impor oleh pihak lain yang ditunjuk sesuai dengan nama dan/atau jenis barang dalam Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara, atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal Impor dilakukan oleh pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditambahkan dengan dokumen penunjukan berupa kontrak atau surat perintah kerja. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Informasi terkait dokumen pemesanan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g paling sedikit memuat informasi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Selain menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) harus menyatakan bahwa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau tidak dapat diakses, wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) dapat mengisi formulir permohonan Surat Keterangan Bebas dan mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas melalui kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak diadministrasikan dengan mengisi formulir yang berisi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan salinan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (9). | ||||||||||||||||||||||||||||||
(11) | Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 9
(1) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:
|
||||
(2) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (10) atau saluran tertentu laman milik Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengalami gangguan, Direktur Jenderal Pajak:
|
||||
(3) | Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) diterbitkan atas sebagian atau seluruh barang dan/atau jasa yang diajukan permohonan, yang disetujui untuk diberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai. | ||||
(4) | Dalam hal terdapat penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penerbitan Surat Keterangan Bebas atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, Surat Keterangan Bebas diterbitkan atas bagian penyerahan yang belum dilakukan pembayaran dan belum dipungut Pajak Pertambahan Nilai. | ||||
(5) | Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf C, huruf D, dan huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IV
TATA CARA PENGGANTIAN DAN PEMBATALAN SURAT
KETERANGAN BEBAS
Pasal 10
(1) | Dalam hal terdapat kesalahan penerbitan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keterangan Bebas pengganti. |
||||
(2) | Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(3) | Penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||||
(4) | Dalam hal penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti berdasarkan permohonan wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai alasan penggantian. | ||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak. | ||||
(6) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan berupa:
|
||||
(7) | Masa berlaku Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan masa berlaku Surat Keterangan Bebas yang dilakukan penggantian. | ||||
(8) | Atas penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal terdapat kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat penerbitan Surat Keterangan Bebas yang mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak atau kurang dibayar. | ||||
(9) | Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terutang pada saat dilakukannya Impor atau saat penyerahan terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(10) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(11) | Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(12) | Atas keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(13) | Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dapat dikreditkan sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, pada masa pajak dilakukannya Impor atau penyerahan. | ||||
(14) | Permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf G dan huruf H, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 11
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan menerbitkan surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas dalam hal:
|
||||||
(2) | Atas pembatalan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang. | ||||||
(3) | Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terutang pada saat dilakukannya Impor atau saat terutang atas penyerahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(4) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(5) | Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(6) | Atas keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(7) | Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dikreditkan sebesar jumlah pokok sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, pada masa pajak dilakukannya Impor atau penyerahan. | ||||||
(8) | Surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 12
(1) | Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan, komponen atau bahan yang diimpor dan/atau diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf b:
|
||||
(2) | Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf b digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya. | ||||
(3) | Dalam hal terhadap komponen atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindahtangankan hanya sebagian, Pajak Pertambahan Nilai terutang terbatas pada komponen atau bahan yang dipindahtangankan. | ||||
(4) | Tidak termasuk ruang lingkup digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya, yaitu pemindahtanganan oleh badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a angka 4 dan huruf b angka 3 kepada wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 2, serta huruf b angka 1 dan angka 2. | ||||
(5) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak komponen atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya. | ||||
(6) | Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(7) | Atas keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(8) | Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tidak dapat dikreditkan. |
Pasal 13
(1) | Wajib pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam hal terdapat pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai namun:
|
||||||
(2) | Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat dilakukannya Impor atau saat terutang atas penyerahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(3) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||
(4) | Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(5) | Atas keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang sampai dengan tanggal dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(6) | Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikreditkan sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, pada masa pajak dilakukannya impor atau penyerahan. |
Pasal 14
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. | surat tagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal pembayaran dilakukan setelah saat terutang atau jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (10), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (5), dan Pasal 13 ayat (3); dan/atau |
b. | surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (9), Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 13 ayat (2) tidak dipenuhi. |
BAB V
FAKTUR PAJAK
Pasal 15
(1) | Wajib pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat:
|
||||||||||||
(3) | Dalam hal Faktur Pajak atau dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis diperlakukan sebagai impor dan/atau penyerahan yang tidak dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
BAB VI
PENDELEGASIAN WEWENANG
Pasal 16
Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangannya kepada kepala kantor pelayanan pajak untuk menerbitkan:
a. | Surat Keterangan Bebas; |
b. | surat penolakan penerbitan Surat Keterangan Bebas; |
c. | Surat Keterangan Bebas pengganti; |
d. | surat penolakan penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti; atau |
e. | pembatalan Surat Keterangan Bebas, |
Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis atau penyerahan di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Surat Keterangan Bebas yang sudah diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu tetap berlaku sampai dengan dimanfaatkan; |
b. | Surat Keterangan Bebas yang sudah diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang terdapat kesalahan, tata cara penggantian dan tata cara pembatalan Surat Keterangan Bebas mengikuti ketentuan tata cara penggantian dan tata cara pembatalan Surat Keterangan Bebas yang diatur dalam Peraturan Menteri |
c. | Permohonan Surat Keterangan Bebas yang telah diajukan dan masih dalam proses penyelesaian sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu; dan/atau |
d. | Surat Keterangan Bebas yang sudah diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak tidak digunakan sesuai dengan tujuan semula atau dipindah tangankan, ketentuan mengenai kewajiban membayar atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan penyerahan di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang telah dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat Impor dan/atau perolehan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1062