Peraturan Pemerintah Nomor 49 TAHUN 2022

  • 12 Desember 2022
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

TIMELINE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2022

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DARI
LUAR DAERAH PABEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :    


  1. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat beberapa perubahan terkait pengaturan objek pajak dan nonobjek pajak serta pemberian kemudahan di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, sehingga perlu dilakukan penyesuaian pengaturan dalam pemberian kemudahan di bidang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah;
  2. bahwa pengaturan pemberian kemudahan di bidang pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai belum menyesuaikan pengaturan dalam pemberian kemudahan di bidang pajak pertambahan nilai dan penyederhanaan regulasi sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari luar Daerah Pabean;

Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN. 




BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  2. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  4. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
  5. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  6. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak.
  7. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  8. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
  9. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  10. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
  11. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  12. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
  13. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


Pasal 2

Lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:

  1. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
  4. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai; dan
  5. Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


BAB II
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU
DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG DIBEBASKAN
DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pasal 3

(1) Barang Kena Pajak tertentu yang atas Impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
  1. vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional dan vaksin dalam rangka penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
  2. buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama; dan
  3. Barang Kena Pajak yang diterima oleh kementerian, badan, atau lembaga yang menangani bencana pada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam penanganan bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.
(2) Buku pelajaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
  1. buku pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem perbukuan; dan
  2. buku umum yang mengandung unsur pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai kriteria dan/atau batasan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 4

Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

  1. jasa konstruksi yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan pembangunan tempat yang hanya untuk keperluan ibadah;
  2. jasa konstruksi yang diserahkan oleh kontraktor untuk pembangunan bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana dan biayanya berasal dari:
    1. anggaran pendapatan dan belanja negara;
    2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
    3. sumbangan; dan
  3. Jasa Kena Pajak selain jasa konstruksi yang diterima oleh kementerian, badan, atau lembaga yang menangani bencana pada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam penanganan bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.

Pasal 5

Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai.



BAB III
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG

BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI

Pasal 6

(1) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
  1. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;
  2. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
  3. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
  4. ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
  5. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;
  6. pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
  7. pakan ikan yang memenuhi persyaratan umum dan khusus/teknis dalam Impor pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;
  8. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;
  9. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan;
  10. senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diimpor oleh:
    1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;
    2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; atau
    3. pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 atau angka 2 untuk melakukan Impor tersebut;
  11. komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf j angka 1 atau angka 2, yang digunakan dalam pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:
    1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
    2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
  12. senjata, amunisi, peralatan militer, dan perlengkapan militer milik negara lain yang diimpor oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka kegiatan militer sebagai bagian dari kerja sama militer berupa latihan militer bersama;
  13. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan nasional, yang diimpor oleh:
    1. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan;
    2. Tentara Nasional Indonesia; atau
    3. pihak yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia;
  14. kendaraan dinas khusus kepresidenan yang diimpor oleh lembaga kepresidenan atau pihak yang ditunjuk oleh lembaga kepresidenan untuk melakukan Impor, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;
  15. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;
  16. barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  17. gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;
  18. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:
    1. minyak mentah (crude oil);
    2. gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
    3. panas bumi;
    4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, zeolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan
    5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;
  19. liquified natural gas dan compressed natural gas;
  20. barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;
  21. obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
  22. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan Bea Masuk.
(2) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
  1. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas perolehannya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;
  2. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
  3. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
  4. ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
  5. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;
  6. pakan temak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
  7. pakan ikan yang memenuhi persyaratan pendaftaran dan peredaran pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;
  8. bahan pakan untuk pembuatan pakan temak dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;
  9. satuan rumah susun umum milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit/pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
    1. luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
    2. pembangunannya mengacu kepada peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
    3. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan
    4. batasan terkait harga jual satuan rumah susun umum milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh satuan rumah susun umum milik diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
  10. rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja yang batasannya diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
  11. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan;
  12. listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) voltase ampere;
  13. air bersih;
  14. senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diserahkan kepada:
    1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
    2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
  15. komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf n angka 1 atau angka 2 untuk pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:
    1. kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
    2. lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
  16. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional, yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia;
  17. barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  18. gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;
  19. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:
    1. minyak mentah (crude oil);
    2. gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
    3. panas bumi;
    4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, zeolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan
    5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit; dan
  20. liquified natural gas dan compressed natural gas.
(3) Ketentuan mengenai kriteria Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri.



Pasal 7

(1) Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf p dan ayat (2) huruf q merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.
(2) Jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. beras;
  2. gabah;
  3. jagung;
  4. sagu;
  5. kedelai;
  6. garam;
  7. daging;
  8. telur;
  9. susu;
  10. buah-buahan; dan
  11. sayur-sayuran.
(3) Kriteria dan/atau perincian jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 8

(1) Air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf m terdiri atas:
a. air bersih yang belum siap untuk diminum; dan/atau
b. air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum),
termasuk biaya sambung atau biaya pasang air bersih dan biaya beban tetap air bersih.
(2) Biaya sambung atau biaya pasang air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penyambungan atau biaya pemasangan yang ditagihkan pengusaha kepada pelanggan atas kegiatan penyambungan instalasi air bersih milik pengusaha kepada instalasi air bersih milik pelanggan.
(3) Biaya beban tetap air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang ditagihkan pengusaha kepada pelanggan yang besarnya tidak dipengaruhi oleh volume pemakaian air bersih.
(4) Air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak termasuk air yang telah diolah dengan perlakuan khusus dan dikemas dalam botol atau kemasan lain serta memenuhi persyaratan air minum (air minum isi ulang).


Pasal 9

(1) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, huruf j, huruf k, dan huruf m serta ayat (2) huruf a, huruf n, huruf o, dan huruf p menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf i, huruf 1, dan huruf n sampai dengan huruf v serta ayat (2) huruf b sampai dengan huruf m dan huruf q sampai dengan huruf t tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB IV
PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DI
DALAM DAERAH PABEAN DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DARI LUAR DAERAH PABEAN DI
DALAM DAERAH PABEAN YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI

Pasal 10

Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:

  1. jasa pelayanan kesehatan medis;
  2. jasa pelayanan sosial;
  3. jasa pengiriman surat dengan prangko;
  4. jasa keuangan;
  5. jasa asuransi;
  6. jasa pendidikan;
  7. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  8. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri;
  9. jasa tenaga kerja;
  10. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
  11. jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
  12. jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum; dan
  13. jasa yang diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.


Pasal 11

(1) Jasa pelayanan kesehatan medis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi jasa:
a. pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat; dan
b. pelayanan kesehatan hewan/veteriner.
(2) Jasa pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi jasa:
a. pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya;
b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; dan
c. pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan.
(3) Jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi jasa:
a. dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis;
b. ahli kesehatan;
c. kebidanan;
d. perawat; dan
e. psikiater,
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan.
(4) Jasa fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut, laboratorium kesehatan, dan sanatorium sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
(5) Jasa pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi jasa:
a. ahli gigi;
b. dukun bayi;
c. paramedis;
d. psikolog; dan
e. tenaga pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal. 
(6) Jasa pelayanan kesehatan hewan/veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa jasa dokter hewan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang veteriner.


Pasal 12

(1) Jasa pelayanan sosial yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b merupakan jenis pelayanan sosial tertentu yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau organisasi nirlaba.
(2) Jenis pelayanan sosial tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jasa:
  1. pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
  2. pemadam kebakaran;
  3. pemberian pertolongan pada kecelakaan;
  4. lembaga rehabilitasi;
  5. penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
  6. di bidang olahraga.


Pasal 13

Jasa pengiriman surat dengan prangko yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c merupakan jasa pengiriman surat dengan menggunakan prangko tempel atau menggunakan cara lain pengganti prangko tempel.



Pasal 14

Jasa keuangan yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d meliputi jasa:

  1. menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
  2. menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
  3. pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
    1. sewa guna usaha dengan hak opsi;
    2. anjak piutang;
    3. usaha kartu kredit; dan/atau
    4. pembiayaan konsumen;
  4. penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
  5. penjaminan.


Pasal 15

(1) Jasa asuransi yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e meliputi jasa:
  1. asuransi kerugian;
  2. asuransi jiwa; dan
  3. reasuransi.
(2) Jasa asuransi yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jasa penunjang asuransi.
(3) Jasa penunjang asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa jasa:
  1. agen asuransi;
  2. penilai kerugian asuransi;
  3. pialang asuransi;
  4. pialang reasuransi;
  5. manajemen kantor agen atau kantor bersama;
  6. distribusi produk asuransi; dan
  7. kepada perusahaan perasuransian yang diserahkan oleh profesi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, dan pihak lainnya.


Pasal 16

(1) Jasa pendidikan yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f meliputi jasa penyelenggaraan:
a. pendidikan sekolah; dan
b. pendidikan luar sekolah.
(2) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur formal sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sistem pendidikan nasional.
(3) Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur nonformal sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sistem pendidikan nasional.
(4) Jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur formal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jasa penyelenggaraan:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah; dan
d. pendidikan tinggi,
oleh satuan pendidikan yang memiliki izin pendidikan formal dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi jasa penyelenggaraan:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
g. pendidikan kesetaraan; dan
h. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik,
oleh satuan pendidikan yang memiliki izin pendidikan nonformal dari pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Jasa pendidikan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jasa pendidikan yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan penyerahan barang dan/atau jasa lainnya.


Pasal 17

(1) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf g merupakan kegiatan penayangan pesan layanan masyarakat atau rangkaian pesan layanan masyarakat dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran dan diserahkan oleh lembaga penyiaran kepada pemasang pesan atau kepada pemasang pesan melalui perusahaan periklanan, production house, atau pihak lainnya.
(2) Lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran.
(3) Pemasang pesan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pemerintah; atau
b. pemerintah dan badan usaha,
yang membiayai dan bertanggung jawab atas pesan layanan masyarakat atau rangkaian pesan layanan masyarakat.
(4) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan unit tertentu dari badan pemerintah yang bukan merupakan subjek pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.


Pasal 18

Jasa angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf h meliputi jasa:

a. angkutan umum di darat;
b. angkutan umum di air; dan
c. angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri,

yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.



Pasal 19

(1) Jasa angkutan umum di darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi jasa:
a. angkutan umum di jalan; dan
b. angkutan umum kereta api.
(2) Jasa angkutan umum di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan angkutan umum di ruang lalu lintas jalan, dengan dipungut bayaran.
(3) Jasa angkutan umum di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. angkutan orang dalam trayek;
b. angkutan dengan menggunakan taksi;
c. angkutan antar jemput;
d. angkutan permukiman;
e. angkutan karyawan;
f. angkutan sekolah;
g. angkutan orang di kawasan tertentu;
h. angkutan barang umum; dan
i. angkutan barang khusus,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan jalan.
(4) Jasa angkutan umum kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api, dengan dipungut bayaran.
(5) Jasa angkutan umum kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jasa angkutan menggunakan kereta api yang disewa atau yang dicarter.


Pasal 20

(1) Jasa angkutan umum di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi jasa:
  1. angkutan umum di laut;
  2. angkutan umum di sungai dan danau; dan
  3. angkutan umum penyeberangan.
(2) Jasa angkutan umum di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kapal dalam 1 (satu) perjalanan atau lebih dari 1 (satu) perjalanan, dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain, dengan dipungut bayaran.
(3) Jasa angkutan umum di sungai dan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, atau terusan, dengan dipungut bayaran.
(4) Jasa angkutan umum penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kapal yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, dengan dipungut bayaran.
(5) Jasa angkutan umum di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jasa angkutan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. terdapat perjanjian sewa atau carter kapal; dan/atau
  2. kapal dipergunakan hanya untuk mengangkut muatan barang milik 1 (satu) pihak dan/atau untuk mengangkut orang dalam 1 (satu) perjalanan.
(6) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak termasuk tiket, bill of lading, konosemen, dokumen pengangkutan di air, karcis, atau bukti pembayaran jasa angkutan penumpang kapal.


Pasal 21

(1) Jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan:
  1. kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk 1 (satu) perjalanan atau lebih dari 1 (satu) bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara; dan
  2. kegiatan jasa angkutan udara luar negeri ke beberapa bandar udara di Indonesia atau sebaliknya sepanjang kegiatan jasa angkutan udara tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan jasa angkutan luar negeri.
(2) Kegiatan jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan jasa angkutan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b jika seluruh penerbangan tersebut terangkum dalam 1 (satu) tiket.


Pasal 22

(1) Jasa tenaga kerja yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf i meliputi jasa:
  1. tenaga kerja;
  2. penyediaan tenaga kerja; dan
  3. penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
(2) Jasa tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan jasa yang diserahkan oleh tenaga kerja, pekerja/buruh, atau pegawai yang memperoleh penghasilan yang terikat dengan suatu hubungan kerja, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
(3) Jasa penyediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan jasa untuk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa tenaga kerja.
(4) Jasa penyediaan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa kegiatan perekrutan, penempatan, dan/atau penyaluran tenaga kerja, yang kegiatannya dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa penempatan dan penyaluran tenaga kerja.
(5) Jasa penyediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. pengusaha penempatan dan penyaluran tenaga kerja tersebut hanya menempatkan dan menyalurkan tenaga kerja kepada pengguna tenaga kerja, yang tidak terkait dengan pemberian Jasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar muat, dan/atau jasa lainnya;
  2. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan;
  3. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa tenaga kerja; dan
  4. tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.
(6) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan jasa pelatihan tenaga kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yang telah memperoleh izin dari atau terdaftar di pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
(7) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat berupa kegiatan pemagangan yang dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa pelatihan bagi tenaga kerja.


Pasal 23

Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf j merupakan jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta.



Pasal 24

(1) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a sampai dengan huruf l tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf m menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai.


BAB V
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS, PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS, DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DARI LUAR DAERAH PABEAN DI
DALAM DAERAH PABEAN YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI

Pasal 25

(1) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, dan alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;
b. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, dan alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara untuk melakukan Impor tersebut;
c. kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran, dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional sesuai dengan kegiatan usahanya;
d. pesawat udara dan suku cadangnya, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, dan peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
f. kereta api dan suku cadangnya, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, dan prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum;
g. komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dalam rangka pembuatan:
1. kereta api;
2. suku cadang;
3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau
4. prasarana perkeretaapian,
yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum; dan
h. emas batangan selain untuk kepentingancadangan devisa negara.
(2) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, dan alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;
b. kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran, dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional sesuai dengan kegiatan usahanya;
c. pesawat udara dan suku cadangnya, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, dan peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
d. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diserahkan kepada dan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum;
f. komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum dalam rangka pembuatan:
1. kereta api;
2. suku cadang;
3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau
4. prasarana perkeretaapian, yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum; dan
g. emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara.


Pasal 26

(1) Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean yang atas pemanfaatannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional.
(2) Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
  1. jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional, yang meliputi jasa:
    1. persewaan kapal;
    2. kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; dan
    3. perawatan dan perbaikan kapal;
  2. jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional, yang meliputi jasa:
    1. persewaan pesawat udara; dan
    2. perawatan dan perbaikan pesawat udara; dan
  3. jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum.


Pasal 27

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Barang Kena Pajak tertentu, persyaratan, dan tata cara tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, serta Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g dan ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f dan Pasal 26 diatur dengan Peraturan Menteri.



BAB VI
IMPOR BARANG KENA PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA
MASUK YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Pasal 28

(1) Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk merupakan Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor beberapa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang meliputi Impor:
  1. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan oleh badan atau lembaga di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan yang:
    1. berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    2. pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    3. bersifat nonprofit;
  2. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh:
    1. perguruan tinggi;
    2. kementerian atau lembaga pemerintah yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; atau
    3. badan atau lembaga berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan salah satu kegiatannya melakukan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
  3. barang untuk keperluan khusus penyandang disabilitas oleh badan atau lembaga sosial yang mengurus penyandang disabilitas;
  4. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
  5. barang pindahan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun, jika barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari perwakilan Republik Indonesia setempat;
  6. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
  7. barang Impor sementara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Impor sementara;
  8. barang yang dipergunakan oleh kontraktor kontrak kerja sama untuk:
    1. kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi meliputi eksplorasi dan eksploitasi; atau
    2. kegiatan penyelenggaraan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung yang meliputi penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi, eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan;
  9. barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;
  10. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian, kemudian diimpor kembali;
  11. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang mendapat kemudahan Impor untuk tujuan ekspor;
  12. barang dan bahan atau mesin yang diimpor oleh usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah atau konsorsium untuk usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah dengan menggunakan kemudahan Impor untuk tujuan ekspor;
  13. barang dalam rangka perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara yang dilakukan oleh kontraktor perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. kontraknya ditandatangani sebelum tahun 1990;
    2. kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan Bea Masuk atas Impor barang dalam rangka perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara;
    3. kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan Bea Masuk; dan
    4. barang impornya merupakan barang milik negara; dan
  14. barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam yang diajukan oleh:
    1. badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
    2. pemerintah pusat dan pemerintah daerah; atau
    3. lembaga internasional atau lembaga asing nonpemerintah.
(4) Impor Barang Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan tanpa menggunakan surat keterangan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
(5) Jenis kontrak kerja sama, kriteria barang, dan tata cara untuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pembebasan Bea Masuk dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


BAB VII
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

Pasal 29

(1) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
c. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); dan
d. Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
tidak dapat dikreditkan.
(2) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (2) dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


BAB VIII
EVALUASI

Pasal 30

(1) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat sementara waktu atau selamanya.
(2) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri.
(4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.



BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 31

(1) Atas:
a. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
c. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 25;
d. pemanfaatan dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 26; dan
e. Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3),
yang diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, tetapi Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah telanjur dipungut atau dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Pengusaha Kena Pajak penjual:
1. Paj ak Pertambahan Nilai yang dipungut waj ib disetorkan ke kas negara; dan
2. Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sehubungan dengan penyerahan yang:
a) seharusnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; atau
b) seharusnya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
b. bagi pihak terpungut:
1. dalam hal pihak terpungut merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
2. dalam hal pihak terpungut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar merupakan pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2) Pihak terpungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. importir;
b. pembeli barang;
c. penerima jasa;
d. pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean; atau
e. pihak yang memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.


Pasal 32

(1) Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dibebaskan atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf k serta ayat (2) huruf a, huruf i, huruf j, dan huruf o atau Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak dipungut atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf g dan ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor dan/atau perolehannya, Barang Kena Pajak tersebut:
  1. digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
  2. dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya.
(2) Dikecualikan dari kewajiban membayar kembali Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dipindahtangankan:
  1. dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau antarcabang;
  2. oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional kepada pihak lain atas kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, dan/atau kapal tongkang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf b untuk digantikan dengan kapal dalam jenis yang sama dengan ukuran atau kapasitas yang lebih besar; atau
  3. oleh badan usaha milik negara untuk tujuan setoran modal pengganti saham dalam rangka holdingisasi, dengan cara penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan/atau pengambilalihan usaha, jika digunakan sesuai dengan tujuan semula.
(3) Holdingisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan pembentukan perusahaan induk badan usaha milik negara melalui upaya restrukturisasi perusahaan dengan pengalihan saham dari 1 (satu) badan usaha milik negara ke badan usaha milik negara lain dan membentuk satu grup badan usaha milik negara dengan menginduk pada salah satu badan usaha milik negara setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
(4) Orang pribadi atau badan yang melakukan importasi Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b, huruf g, huruf h, huruf k, huruf 1, dan huruf m wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah tidak dipungut, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor, Barang Kena Pajak tersebut:
  1. digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
  2. dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
(5) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) wajib dilakukan oleh Wajib Pajak, orang pribadi, atau badan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Barang Kena Pajak tersebut digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
(6) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) tidak dapat dikreditkan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan atau tidak dipungut atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang diberikan atas Barang Kena Pajak yang mendapatkan pembebasan Bea Masuk sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan Bea Masuk mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.



Pasal 34

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, atas:

a. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4;
b. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2);
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
d. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis serta penyerahan dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26; dan
e. Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3),

yang dilakukan sejak tanggal 1 April 2022 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.



Pasal 35

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, atas:

a. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
c. Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 25;
d. pemanfaatan dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 26; dan
e. Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3),

yang diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sejak tanggal 1 April 2022 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah dipungut atau dibayar, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.



BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6549); dan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6366),

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.



Pasal 37

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6549);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5707) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6677); dan
d. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6366),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 38

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.






  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2022
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
 
JOKO WIDODO

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Desember 2022

MENTERI SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


PRATIKNO


 

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 225


 





PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 49 TAHUN 2022

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DARI
LUAR DAERAH PABEAN

I. UMUM

Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah memberikan dampak perubahan signifikan terhadap pokok pengaturan mendasar mengenai subjek, objek, dan tarif, serta pokok pengaturan lain terkait pelaksanaan administrasi perpajakan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Materi muatan yang berkaitan dengan pengaturan objek pajak dan nonobjek pajak, serta pemberian kemudahan di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menjadi bagian dari fokus penyesuaian kebijakan yang bersifat mendasar tersebut. Penyesuaian materi muatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai turut dilakukan guna menyelaraskan arah kebijakan fiskal dengan rencana strategis pemerintah untuk optimalisasi penerimaan negara melalui upaya perluasan basis pajak secara berkeadilan dan berkepastian hukum.

Ketentuan mengenai pemberian kemudahan di bidang perpajakan terhadap Barang Kena Pajak tertentu dan Jasa Kena Pajak tertentu merupakan salah satu materi muatan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai yang terdampak langsung. Ketentuan tersebut sangat diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di kawasan tertentu atau tempat tertentu, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, membantu dalam penanganan bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional, serta memperlancar pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai terdapat pengaturan kembali objek barang dan jasa yang diberikan kemudahan di bidang perpajakan antara lain melalui penambahan barang dan jasa yang semula merupakan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai menjadi Barang Kena Pajak tertentu dan Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Adapun kemudahan di bidang perpajakan diberikan dengan sangat selektif dan terbatas, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Dalam menjaga iklim berusaha dan perekonomian nasional yang kondusif serta melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, pemerintah pusat perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pemberian kemudahan di bidang perpajakan berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam beberapa Peraturan Pemerintah menjadi satu dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pemberian kemudahan di bidang perpajakan ini bersifat sementara atau selamanya. Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk tidak lagi memberikan kemudahan di bidang perpajakan dimaksud berdasarkan pertimbangan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Selanjutnya, agar dalam penerapannya tidak terjadi penyimpangan, pemerintah perlu melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan dalam hal kemudahan di bidang perpajakan yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya kemudahan. Wajib Pajak yang memanfaatkan kemudahan di bidang perpajakan tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya kemudahan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.


Pasal 2

Cukup jelas.


Pasal 3

Cukup jelas.


Pasal 4

Cukup jelas.


Pasal 5

Cukup jelas.


Pasal 6

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "jangat dan kulit mentah" adalah jangat dan kulit mentah yang berasal dari hewan.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "hewan kesayangan" adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan olahraga, kesenangan, dan keindahan.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak" adalah bahan pakan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Yang dimaksud dengan "bahan baku utama pakan ikan" adalah bahan baku utama pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

Yang dimaksud dengan "imbuhan pakan (feed additive) adalah bahan baku pakan yang tidak mengandung zat gizi atau nutrisi (nutrient), yang tujuan pemakaiannya terutama untuk tujuan tertentu, seperti xantofil (xantophyl).

Yang dimaksud dengan "pelengkap pakan (feed supplement)" adalah zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan, tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan, seperti asam amino, vitamin, dan lain sebagainya.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara" antara lain Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, dan Badan Intelijen Negara.

Yang dimaksud dengan "kendaraan darat khusus" merupakan kendaraan darat untuk kepentingan:


  1. tempur;
  2. patroli; dan/atau
  3. angkutan khusus lainnya yang digunakan untuk keperluan pertahanan atau keamanan negara,


tidak termasuk yang digunakan oleh masyarakat umum dan yang penggunaannya melekat pada jabatan tertentu.

Yang dimaksud "pihak lain yang ditunjuk" merupakan badan hukum Indonesia yang memenuhi syarat secara legal maupun formal untuk melakukan pengadaan senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya untuk keperluan kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

Huruf k

Yang dimaksud dengan "kementerian atau lembaga pemerintah" antara lain Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, dan Badan Intelijen Negara.


Yang dimaksud dengan "kendaraan darat khusus" merupakan kendaraan darat untuk kepentingan:


  1. tempur;
  2. patroli; dan/atau
  3. angkutan khusus lainnya yang digunakan untuk keperluan pertahanan atau keamanan negara,


tidak termasuk yang digunakan oleh masyarakat umum dan yang penggunaannya melekat pada jabatan tertentu.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Cukup jelas.

Huruf o

Cukup jelas.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Cukup jelas.

Huruf r

Cukup jelas

Huruf s

Cukup jelas.

Huruf t

Yang dimaksud dengan "Impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum" merupakan:


  1. pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
  2. hibah yang diterima pemerintah pusat atau pemerintah daerah,


yang dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat umum atau orang banyak dan tidak mensyaratkan beban tertentu untuk memperoleh manfaatnya, misalnya proyek lampu penerangan jalan atau pembuatan jembatan yang untuk melewatinya masyarakat tidak perlu membayar.

Huruf u

Cukup jelas.

Huruf v

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Lihat penjelasan ayat (1) huruf c.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Lihat penjelasan ayat (1) huruf f.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Lihat penjelasan ayat (1) huruf h.

Huruf i

Yang dimaksud dengan "rumah susun umum" adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Yang dimaksud dengan "satuan rumah susun" adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "rumah umum" adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagr masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perumahan dan kawasan permukiman.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Lihat penjelasan ayat (1) huruf j.

Huruf o

Lihat penjelasan ayat (1) huruf k.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Cukup jelas.

Huruf r

Cukup jelas

Huruf s

Cukup jelas.

Huruf t

Cukup jelas.

 

Pasal 7

Cukup jelas.


Pasal 8

Cukup jelas.


Pasal 9

Cukup jelas.


Pasal 10

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "jasa angkutan umum di air" merupakan jasa angkutan di perairan sebagaimana diatur dalam UndangUndang mengenai pelayaran.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.


Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "ahli kesehatan" antara lain ahli gizi, ahli fisioterapi, dan ahli akupunktur sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "psikiater" adalah dokter spesialis ilmu kedokteran jiwa sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.


Pasal 12

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "organisasi nirlaba" merupakan organisasi berbentuk yayasan atau bentuk lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

  a. sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan;
  b. menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, narnun jika suatu entitas menghasilkan laba maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut; dan
  c. tidak ada kepemilikan seperti Lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas,


sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo" merupakan jasa pelayanan panti sosial yang diselenggarakan oleh unit pelaksana teknis milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau organisasi nirlaba untuk melaksanakan rehabilitasi sosial bagi 1 (satu) jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial.

Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo termasuk mmah singgah, pusat rehabilitasi sosial, rumah perlindungan sosial, sentra terpadu, dan sentra.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "jasa lembaga rehabilitasi" merupakan kegiatan pelayanan oleh lembaga/unit pelayanan untuk rehabilitasi sosial bagi lebih dari 1 (satu) jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial. Penyandang disfungsi sosial antara lain penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas intelektual, penyandang disabilitas mental, penyandang disabilitas sensorik, tunasusila, gelandangan, pengemis, eks penderita penyakit kronis, eks narapidana, eks pecandu narkotika, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban tindak kekerasan, korban bencana, korban perdagangan orang, anak telantar, dan anak dengan kebutuhan khusus.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "jasa pelayanan sosial di bidang olahraga" merupakan kegiatan yang diselenggarakan untuk mengembangkan kemampuan penyandang disabilitas.


Pasal 13

Cukup jelas.


Pasal 14

Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Angka 1

Yang dimaksud dengan "sewa guna usaha dengan hak opsi" merupakan sewa pembiayaan (finance lease) dalam bentuk pembiayaan untuk penyediaan barang untuk digunakan debitur yang mengalihkan secara substansial manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan.

 

Angka 2

Yang dimaksud dengan "anjak piutang" adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan.

 

Angka 3

Yang dimaksud dengan "usaha kartu kredit" adalah kegiatan pembiayaan oleh penerbit kartu atas pembelian dengan pembayaran secara angsuran yang dilakukan oleh debitur dengan menggunakan kartu kredit.

Angka 4

Yang dimaksud dengan "pembiayaan konsumen" adalah pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan.


Huruf d

Cukup jelas.


Huruf e

Cukup jelas.


Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "asuransi kerugian" adalah asuransi umum dan asuransi umum syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "asuransi jiwa" adalah asuransi jiwa dan asuransi jiwa syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "reasuransi" adalah reasuransi dan reasuransi syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

 

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "distribusi produk asuransi" antara lain kegiatan layanan oleh perusahaan pembiayaan atau bank kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah untuk memasarkan produk asuransi dalam rangka kerja sama kontrak asuransi atas objek pembiayaan.

Huruf g

Cukup jelas.


Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "pendidikan anak usia dini" antara lain taman kanak-kanak, raudatul athfal, atau bentuk lain yang sederajat.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "pendidikan dasar" antara lain sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "pendidikan menengah" antara lain sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, dan madrasah aliyah kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "pendidikan tinggi" antara lain akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.


Ayat (5)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "pendidikan anak usia dini" antara lain kelompok bermain, taman penitipan anak, atau bentuk lain yang sederajat.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.


Huruf g

Cukup jelas.


Huruf h

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 17

Ayat (1)

Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan dikenal dengan istilah siaran iklan layanan masyarakat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.


Pasal 18

Cukup jelas.


Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "angkutan karyawan" adalah kegiatan pelayanan angkutan karyawan/pekerja dari dan ke lokasi kerja yang disediakan oleh pemberi kerja kepada karyawan/pekerja.

Contoh:
Perusahaan A memberikan layanan angkutan dari dan ke lokasi pabrik tempat kerja di Kota Bekasi bagi karyawannya yang bertempat tinggal di Kota Bogor. Atas penyerahan jasa angkutan oleh Perusahaan A kepada karyawannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Jika Perusahaan A dalam memberikan layanan angkutan kepada karyawannya menggunakan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan angkutan, atas penyediaan kendaraan oleh perusahaan angkutan kepada Perusahaan A dipungut Pajak Pertarnbahan Nilai.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "angkutan sekolah" adalah kegiatan pelayanan angkutan siswa dari dan ke lokasi sekolah kepada siswa oleh sekolah dan pemerintah.

Contoh:
Sekolah A memberikan layanan angkutan dari dan ke lokasi sekolah bagi siswanya. Atas penyerahan jasa angkutan oleh Sekolah A kepada siswanya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Jika sekolah dan pemerintah dalam memberikan layanan angkutan tersebut menggunakan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan angkutan, atas penyediaan kendaraan tersebut oleh perusahaan angkutan kepada sekolah dan pemerintah dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "angkutan barang umum" adalah kegiatan pemindahan barang yang memenuhi ketentuan angkutan barang umum sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan barang di jalan.

Huruf i

Yang dimaksud dengan "angkutan barang khusus" adalah kegiatan pemindahan barang yang memenuhi ketentuan angkutan barang khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan barang di jalan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 20

Cukup jelas.


Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Contoh kegiatan jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagran yang tidak terpisahkan dari kegiatan jasa angkutan luar negeri:.


  a. Kegiatan penerbangan London-Jakarta-Yoryakarta-Denpasar yang terangkum dalam 1 (satu) tiket dibebaskan dari pengenaa.n Pajak Pertambahan Nilai. Namun, jika kegiatan penerbangan dari Jakarta-Yoryakarta, dan Denpasar tiketnya terpisah, tetap dikenai Pajak Pertambahan Nilai meskipun diterbitkan di luar negeri; atau.
  b. Kegiatan penerbangan Jakarta-Medan-Singapura yang terangkum dalam 1 (satu) tiket dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Namun, jika penerbangan Medan-Singapura batal setelah sampai di Medan, atas penerbangan Jakarta-Medan dikenai Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut saat penumpang yang bersangkutan meminta pengembalian harga tiket.



Pasal 22

Cukup jelas.


Pasal 23

Cukup jelas.


Pasal 24

Cukup jelas.


Pasal 25

Ayat (1)

Huruf a

Alat angkutan di air termasuk kapal tempur/patroli dan kapal tempur/patroli tanpa awak, beserta alat persenjataannya yang melekat pada kapal. Alat angkutan di udara termasuk pesawat tempur dan pesawat terbang tanpa awak, beserta persenjataannya yang melekat pada pesawat.

Huruf  b

Cukup jelas.

Huruf  c

Yang dimaksud dengan "kegiatan usahanya" adalah kegiatan usaha utama pengusaha di bidang pelayaran niaga, penangkapan ikan, penyelenggara jasa kepelabuhanan atau penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.

Namun, perizinan berusaha di bidang jasa angkutan laut yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, antara lain surat izin usaha pelayaran angkutan laut, tidak secara serta merta menjadikan pemegang izin berhak atas kemudahan Pajak Pertambahan Nilai.

Huruf  d

Cukup jelas.

Huruf  e

Cukup jelas.

Huruf  f

Cukup jelas.

Huruf  g

Cukup jelas.


Huruf  h

Yang dimaksud dengan "emas batangan" adalah emas yang berbentuk batangan dengan kadar emas paling rendah sebesar 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan persen) yang dibuktikan dengan sertifikat, termasuk emas batangan yang catatan kepemilikan emasnya dilakukan secara digital (elektronis).

Ayat (2)

Huruf  a

Lihat penjelasan ayat (1) huruf a.

Huruf  b

Lihat penjelasan ayat (1) huruf c.

Huruf  c

Cukup jelas.

Huruf  d

Cukup jelas.

 

Huruf  e

Cukup jelas.

Huruf  f

Cukup jelas.

Huruf  g

Lihat penjelasan ayat (1) huruf h.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Huruf  a

Yang dimaksud dengan "perusahaan penangkapan ikan nasional" adalah perusahaan perikanan nasional yang melakukan kegiatan penangkapan ikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

Huruf  b

Cukup jelas.

Huruf  c

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.


Pasal 28

Cukup jelas.


Pasal 29

Cukup jelas.


Pasal 30

Cukup jelas.


Pasal 31

Cukup jelas.


Pasal 32

Cukup jelas.


Pasal 33

Cukup jelas.


Pasal 34

Cukup jelas.


Pasal 35

Cukup jelas.


Pasal 36

Cukup jelas.


Pasal 37

Cukup jelas.


Pasal 38

Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6833