Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.06/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 145/PMK.06/2021


 
TENTANG

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI BARANG

RAMPASAN NEGARA DAN BARANG GRATIFIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

               

Menimbang :

  1. bahwa untuk pelaksanaan pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.06/2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi;
  2. bahwa untuk optimalisasi dan menyikapi perkembangan pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.06/2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 104 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.



Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
  3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713);
  4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409);
  5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  7. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
  8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1947 tentang Mengurus Barang-Barang yang Dirampas dan Barang-Barang Bukti (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1947 Nomor 24) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1948 tentang Mengadakan Perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1947 dari Hal Barang-Barang yang Dirampas atas Kekuatan Putusan Pengadilan, serta Barang-Barang Bukti yang Tidak Diambil oleh yang Berhak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1948 Nomor 5);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
  11. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

               

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI BARANG RAMPASAN NEGARA DAN BARANG GRATIFIKASI.

               


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah Pengelola Barang atas Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
  2. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang, yang diselenggarakan oleh kejaksaan agung yang berkedudukan di ibukota negara, kejaksaan tinggi yang berkedudukan di ibukota provinsi dan kejaksaan negeri yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
  3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disingkat KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas pemberantasan tindak pidana korupsi bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  4. Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi, Oditurat Jenderal Tentara Nasional Indonesia, dan Oditurat Militer Pertempuran yang selanjutnya disebut Oditurat adalah badan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima Tentara Nasional Indonesia.
  5. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara.
  6. Pengurus Barang Rampasan Negara adalah pejabat pemegang kewenangan pengurusan Barang Rampasan Negara.
  7. Pengurus Barang Gratifikasi adalah pejabat pemegang kewenangan pengurusan Barang Gratifikasi.
  8. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
  9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
  10. Direktur adalah pejabat eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
  11. Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
  12. Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
  13. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
  14. Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.  
  15. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
  16. Barang Rampasan Negara adalah BMN yang berasal dari benda sitaan atau barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang lainnya yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk Negara.
  17. Barang Gratifikasi adalah BMN yang telah ditetapkan status kepemilikan gratifikasinya menjadi milik Negara oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
  18. Pengurusan Barang Rampasan Negara adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat dalam rangka penyelesaian Barang Rampasan Negara.
  19. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
  20. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Rampasan Negara dengan tidak mengubah status kepemilikan.
  21. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
  22. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
  23. Hibah adalah pengalihan kepemilikan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian.
  24. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
  25. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi dari daftar barang dengan atau tanpa menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang atau Pengurus Barang Rampasan Negara dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
  26. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  27. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian berupa Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi pada saat tertentu.
  28. Penilai Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  29. Penilai Publik adalah Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh Pemerintah.
  30. Lelang adalah penjualan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.
  31. Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
  32. Nilai Limit adalah nilai minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual.


Pasal 2


Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pengelolaan BMN yang berasal dari:

a. Barang Rampasan Negara; dan
b. Barang Gratifikasi.


          

BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
 
Bagian Kesatu
Tugas dan Wewenang Menteri
 
Pasal 3

(1) Menteri selaku Bendahara Umum Negara merupakan Pengelola Barang atas BMN yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
(2) Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki tugas meliputi:
a. melakukan Penatausahaan, pengamanan, pemeliharaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, pengawasan dan pengendalian, dan Penghapusan Barang Rampasan Negara yang telah diserahkan kepada Menteri;
b. melakukan penelitian atas usulan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan Barang Rampasan Negara berdasarkan usulan Pengurus Barang Rampasan Negara; dan
c. melakukan Penatausahaan, pengamanan, pemeliharaan, Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, pengawasan dan pengendalian, dan Penghapusan Barang Gratifikasi yang telah diserahkan kepada Menteri.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang berwenang:
a. menerima penyerahan Barang Rampasan Negara dari Kejaksaan/KPK/Oditurat sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang amar putusannya menyatakan dirampas untuk negara c.q Menteri Keuangan/Kementerian Keuangan;
b. melaksanakan pengelolaan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. melaksanakan penitipan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. menerima Penyerahan atas Barang Gratifikasi dari KPK yang telah ditetapkan menjadi milik negara;
e. menetapkan keputusan penetapan status Penggunaan Barang Rampasan Negara;
f. menerbitkan surat persetujuan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan Barang Rampasan Negara;
g. menetapkan keputusan penetapan status Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan Barang Gratifikasi;
h. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap Barang Rampasan Negara yang berada pada Pengurus Barang Rampasan Negara;
i. menandatangani dokumen lain yang diperlukan dalam rangka pengelolaan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi; dan
j. melaksanakan kewenangan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri selaku Pengelola Barang melimpahkan tugas dan wewenangnya kepada:
a. Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; atau
b. pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.


 

 Pasal 4


Pelimpahan tugas dan wewenang dalam bentuk subdelegasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 5

(1) Pelimpahan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b atas Barang Rampasan Negara meliputi:
a. menerima penyerahan Barang Rampasan Negara dari Kejaksaan/KPK/Oditurat sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang amar putusannya menyatakan dirampas untuk negara c.q Menteri Keuangan/Kementerian Keuangan;
b. melaksanakan penitipan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menetapkan keputusan penetapan status Penggunaan; dan
d. menerbitkan surat persetujuan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan.
(2) Pelimpahan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan batasan sebagai berikut:
a. Barang Rampasan Negara dengan Nilai Wajar sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Kepala Kantor Pelayanan;
b. Barang Rampasan Negara dengan Nilai Wajar di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Kepala Kantor Wilayah;
c. Barang Rampasan Negara dengan Nilai Wajar di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur; dan
d. Barang Rampasan Negara dengan Nilai Wajar di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal.
(3) Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan laporan Penilaian yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.



Pasal 6



(1) Pelimpahan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b atas Barang Gratifikasi meliputi:
a. menerima penyerahan Barang Gratifikasi dari KPK yang telah ditetapkan menjadi milik negara;
b. menetapkan keputusan penetapan status Penggunaan Barang Gratifikasi; dan
c. menetapkan keputusan Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan Barang Gratifikasi.
(2) Pelimpahan tugas dan wewenang untuk menerima Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur.
(3) Pelimpahan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa penetapan status Penggunaan dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur.
(4) Pelimpahan tugas dan wewenang untuk Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa:
a. Pemindahtanganan, dalam bentuk:
1. Hibah atas:
a) Barang Gratifikasi dengan indikasi nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur; dan
b) Barang Gratifikasi dengan indikasi nilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal; atau
2. selain Hibah atas:
a) Barang Gratifikasi dengan Nilai Wajar sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur; dan
b) Barang Gratifikasi dengan Nilai Wajar di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal; dan
b. Pemusnahan dan Penghapusan, dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur.
(5) Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 berdasarkan laporan Penilaian yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.



Pasal 7

(1) Direktur dapat melakukan penitipan Barang Rampasan Negara yang diserahkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dengan pihak yang ditunjuk.
(2) Penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan:
a. pengamanan fisik; dan/atau
b. pengoperasian Barang Rampasan Negara.
(3) Penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam perjanjian penitipan antara Pengelola Barang dan pihak yang ditunjuk.
(4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas para pihak;
b. objek perjanjian;
c. hak dan kewajiban para pihak; dan
d. jangka waktu.
(5) Dalam hal dari pelaksanaan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat hak negara, maka pihak yang ditunjuk wajib menyetorkan secara periodik atau sekaligus ke kas negara.



Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang Kejaksaan
 
Pasal 8

(1) Jaksa Agung menjalankan tugas sebagai Pengurus Barang Rampasan Negara.
(2) Pengurus Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas meliputi:
a. melakukan Penatausahaan;
b. melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya; dan
c. mengajukan usul penetapan status Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemanfaatan, Pemusnahan, atau Penghapusan kepada Menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengurus Barang Rampasan Negara berwenang:
a. menyerahkan Barang Rampasan Negara kepada Menteri sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang amar putusannya menyatakan dirampas untuk negara c.q Menteri Keuangan/Kementerian Keuangan; dan
b. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang KPK
 
Pasal 9

Pimpinan KPK menjalankan tugas sebagai:

a. Pengurus Barang Rampasan Negara; dan
b. Pengurus Barang Gratifikasi.


 
Pasal 10

(1) Pengurus Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a memiliki tugas meliputi:
a. melakukan Penatausahaan;
b. melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya; dan
c. mengajukan usul penetapan status Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan dan Penghapusan kepada Menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang Menteri sesuai dengan batas kewenangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengurus Barang Rampasan Negara berwenang:
a. menyerahkan Barang Rampasan Negara kepada Menteri sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang amar putusannya menyatakan dirampas untuk negara c.q Menteri Keuangan/Kementerian Keuangan; dan
b. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


 
Pasal 11


(1) Pengurus Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b memiliki tugas meliputi:
a. melakukan Penatausahaan; dan
b. melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Gratifikasi yang belum diserahkan kepada Menteri.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengurus Barang Gratifikasi berwenang:
a. menyerahkan Barang Gratifikasi yang telah ditetapkan sebagai milik negara kepada Menteri; dan
b. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.





Bagian Keempat
Tugas dan Wewenang Oditurat
 
Pasal 12

(1) Oditurat menjalankan tugas sebagai Pengurus Barang Rampasan Negara.
(2) Pengurus Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas meliputi:
a. melakukan Penatausahaan;
b. melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya; dan
c. mengajukan usul penetapan status Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemanfaatan, Pemusnahan, atau Penghapusan kepada Menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengurus Barang Rampasan Negara melaksanakan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



BAB III
BARANG RAMPASAN NEGARA

Bagian Kesatu
Umum
 
Pasal 13

Penyelesaian Barang Rampasan Negara meliputi:

a. Pengurusan; dan
b. Pengelolaan.



Bagian Kedua
Pengurusan Barang Rampasan Negara
 
Pasal 14

(1) Pengurusan Barang Rampasan Negara dilakukan melalui mekanisme Penjualan.
(2) Penjualan Barang Rampasan Negara oleh Kejaksaan/KPK/Oditurat dilakukan dengan cara Lelang melalui Kantor Pelayanan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan cara Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. Barang Rampasan Negara yang berasal dari Kejaksaan dengan Nilai Wajar sampai dengan Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) dilakukan Penjualan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kejaksaan; atau
b. Barang Rampasan Negara berupa saham perusahaan terbuka yang diperdagangkan di bursa efek dilakukan Penjualan melalui mekanisme perdagangan di bursa efek dengan perantaraan anggota bursa.
(4) Dalam hal Barang Rampasan Negara dengan Nilai Wajar sampai dengan Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a memiliki dokumen kepemilikan, dilakukan Penjualan dengan cara Lelang melalui Kantor Pelayanan.
(5) Penjualan Barang Rampasan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini tidak memerlukan persetujuan Menteri/Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat.



Pasal 15

(1) Dalam hal Barang Rampasan Negara diperlukan pengelolaannya dengan tidak melalui mekanisme Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) atau tidak laku dijual Lelang, dapat dilakukan pengelolaan Barang Rampasan Negara.
(2) Pengelolaan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penetapan status Penggunaan;
b. Pemindahtanganan;
c. Pemanfaatan;
d. Pemusnahan; dan/atau
e. Penghapusan.
(3) Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat dapat mengajukan usulan pengelolaan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pengelola Barang untuk mendapatkan persetujuan.










 

Pasal 16

Barang Rampasan Negara yang pengelolaannya tidak melalui Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilakukan dalam hal:

a. Barang Rampasan Negara yang diperlukan untuk kepentingan negara dengan ditetapkan status penggunaannya oleh Menteri atas usul Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat;
b. Barang Rampasan Negara yang diperlukan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah/desa dengan dihibahkan oleh Menteri atas usul Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat;
c. Barang Rampasan Negara selain tanah dan/atau bangunan yang:
1. tidak mempunyai nilai ekonomis atau secara ekonomis memiliki nilai lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkan apabila dilakukan Penjualan melalui Lelang;
2. dapat membahayakan lingkungan atau tata niaga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
3. dilarang untuk beredar secara umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
berdasarkan pertimbangan Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat, penyelesaiannya dilakukan dengan Pemusnahan oleh Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat setelah mendapat persetujuan Menteri; atau
d. Barang Rampasan Negara selain tanah dan/atau bangunan yang telah berada dalam kondisi busuk atau lapuk dapat langsung dilakukan Pemusnahan oleh Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat tanpa persetujuan Menteri, yang hasilnya dituangkan dalam suatu berita acara dan dilaporkan kepada Menteri paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan.











Pasal 17

(1) Penyelesaian dengan cara Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c dan huruf d menjadi tanggung jawab sepenuhnya Kejaksaan, KPK dan/atau Oditurat.
(2) Pemusnahan dilakukan dengan cara:
a. dibakar;
b. dihancurkan;
c. ditimbun;
d. ditenggelamkan;
e. dirobohkan; atau
f. cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Ketiga
Pengelolaan Barang Rampasan Negara
 
Paragraf 1
Penetapan Status Penggunaan
 
Pasal 18

(1) Penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a, diusulkan secara tertulis oleh Pengurus Barang Rampasan Negara kepada Pengelola Barang, yang meliputi:
a. data Kementerian/Lembaga calon Pengguna Barang Rampasan Negara;
b. alasan/tujuan Penggunaan;
c. nomor dan tanggal putusan pengadilan terkait;
d. bukti kepemilikan atau dokumen lainnya yang setara, apabila ada;
e. nilai perkiraan;
f. jenis Barang Rampasan Negara;
g. spesifikasi Barang Rampasan Negara;
h. lokasi Barang Rampasan Negara; dan
i. data teknis lainnya.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan:
a. fotokopi putusan pengadilan terkait;
b. surat pernyataan dari Pengurus Barang Rampasan Negara yang menerangkan bahwa dokumen yang disampaikan telah sesuai dengan aslinya; dan
c. surat pernyataan kesediaan menerima penetapan status Penggunaan dari Menteri/Pimpinan Lembaga yang akan menerima Barang Rampasan Negara.

 


Pasal 19

(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas usulan penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan;
b. kesesuaian data antara dokumen yang dipersyaratkan dengan objek Barang Rampasan Negara yang diusulkan; dan
c. kesesuaian antara alasan/tujuan Penggunaan Barang Rampasan Negara dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga calon pengguna Barang Rampasan Negara.
(3) Dalam pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengurus Barang Rampasan Negara;
b. meminta konfirmasi dan/atau klarifikasi kepada instansi terkait; dan/atau
c. melakukan pengecekan lapangan.
(4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh Pengelola Barang dan Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan secara tertulis kepada Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan disertai dengan alasannya.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan dapat disetujui, Pengelola Barang menetapkan keputusan penetapan status Penggunaan.
(7) Keputusan penetapan status Penggunaan paling sedikit memuat:
a. pertimbangan penetapan status Penggunaan;
b. Barang Rampasan Negara yang ditetapkan statusnya;
c. Kementerian/Lembaga yang ditetapkan sebagai pengguna barang; dan
d. tindak lanjut penetapan status Penggunaan Barang Rampasan Negara.



Pasal 20

Pelaksanaan penetapan status Penggunaan Barang Rampasan Negara yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Paragraf 2
Pemindahtanganan
 
Pasal 21


(1) Pemindahtangan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam bentuk Hibah.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan secara tertulis oleh Pengurus Barang Rampasan Negara kepada Pengelola Barang, yang meliputi:
a. data calon penerima Hibah;
b. alasan/tujuan Hibah;
c. nomor dan tanggal putusan pengadilan terkait;
d. bukti kepemilikan atau dokumen lainnya yang setara, apabila ada;
e. nilai perkiraan;
f. jenis Barang Rampasan Negara;
g. spesifikasi Barang Rampasan Negara;
h. lokasi Barang Rampasan Negara; dan
i. data teknis lainnya.
(3) Usulan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan:
a. fotokopi putusan pengadilan terkait;
b. surat pernyataan dari Pengurus Barang Rampasan Negara yang menerangkan bahwa dokumen yang disampaikan telah sesuai dengan aslinya; dan
c. surat pernyataan kesediaan menerima Hibah dari calon penerima Hibah Barang Rampasan Negara.




Pasal 22

(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas usulan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan; dan
b. kesesuaian data antara dokumen yang dipersyaratkan dengan objek Barang Rampasan Negara yang diusulkan.
(3) Dalam pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengurus Barang Rampasan Negara;
b. meminta konfirmasi dan/atau klarifikasi kepada instansi terkait; dan/atau
c. melakukan pengecekan lapangan.
(4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh Pengelola Barang dan Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan secara tertulis kepada Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan dengan disertai alasannya.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Hibah.
(7) Surat persetujuan Hibah paling sedikit memuat:
a. pertimbangan Hibah;
b. identitas penerima Hibah;
c. data Barang Rampasan Negara yang dihibahkan; dan
d. peruntukan Hibah.
(8) Berdasarkan surat persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pengurus Barang Rampasan Negara:
a. menetapkan keputusan Hibah;
b. menyusun konsep naskah Hibah;
c. menandatangani naskah Hibah dengan penerima Hibah;
d. melakukan pencocokan dan penelitian barang;
e. melakukan serah terima kepada penerima Hibah; dan
f. membuat berita acara serah terima yang ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk.



Pasal 23

Pelaksanaan Hibah Barang Rampasan Negara yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Paragraf 3
Pemanfaatan
 
Pasal 24


(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c, diusulkan secara tertulis oleh Pengurus Barang Rampasan Negara kepada Pengelola Barang dengan disertai paling sedikit:
a. pertimbangan yang mendasari usulan Pemanfaatan;
b. proposal rencana usaha Pemanfaatan;
c. data Barang Rampasan Negara yang diusulkan menjadi objek Pemanfaatan; dan
d. jangka waktu Pemanfaatan.
(2) Pemanfaatan tidak mengubah status objek Pemanfaatan sebagai Barang Rampasan Negara dan tidak perlu didahului penetapan status Penggunaan.
(3) Pemanfaatan dilakukan dengan tujuan:
a. mengoptimalkan Barang Rampasan Negara;
b. meningkatkan penerimaan negara;
c. mencegah pihak lain dalam menggunakan, memanfaatkan dan mendapatkan hasil secara tidak sah atas Barang Rampasan Negara; dan/atau
d. pertimbangan kepentingan umum yang terkait dengan Barang Rampasan Negara.



 

Pasal 25

(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas usulan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan; dan
b. kesesuaian data antara dokumen yang dipersyaratkan dengan objek Barang Rampasan Negara yang diusulkan.
(3) Dalam pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengurus Barang Rampasan Negara;
b. meminta konfirmasi dan/atau klarifikasi kepada instansi terkait; dan/atau
c. melakukan pengecekan lapangan.
(4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh Pengelola Barang dan Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan Pemanfaatan tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan secara tertulis kepada Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan Pemanfaatan dengan disertai alasannya.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan Pemanfaatan dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Pemanfaatan.
(7) Surat persetujuan Pemanfaatan paling sedikit memuat:
a. identitas Pengguna Barang;
b. data Barang Rampasan Negara yang dimanfaatkan; dan
c. jangka waktu Pemanfaatan.



Pasal 26


Barang Rampasan Negara yang telah berakhir pemanfaatannya, diserahkan kembali oleh pihak yang melaksanakan Pemanfaatan kepada Pengurus Barang Rampasan Negara untuk dilakukan pengurusan.



 


Pasal 27

 


Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Rampasan Negara yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



 


Paragraf 4
Pemusnahan
 
Pasal 28


(1) Pemusnahan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d, diusulkan secara tertulis oleh Pengurus Barang Rampasan Negara kepada Pengelola Barang dengan disertai alasan Pemusnahan Barang Rampasan Negara.
(2) Usulan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
a. data Barang Rampasan Negara yang akan dimusnahkan, paling sedikit memuat nomor dan tanggal putusan pengadilan terkait, dan identitas barang;
b. fotokopi putusan pengadilan terkait; dan
c. surat pernyataan dari Pengurus Barang Rampasan Negara yang menerangkan bahwa dokumen yang disampaikan telah sesuai dengan aslinya.
(3) Pengelola Barang melakukan penelitian atas usulan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap:
a. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan; dan
b. kesesuaian data antara dokumen yang dipersyaratkan dengan objek Barang Rampasan Negara yang diusulkan.
(5) Dalam pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengurus Barang Rampasan Negara;
b. meminta konfirmasi dan/atau klarifikasi kepada instansi terkait; dan/atau
c. melakukan pengecekan lapangan.
(6) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh Pengelola Barang dan Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan.
(7) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan Pemusnahan tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan secara tertulis kepada Pengurus Barang Rampasan Negara yang mengajukan usulan Pemanfaatan dengan disertai alasannya.
(8) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) usulan Pemusnahan dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Pemusnahan.
(9) Surat persetujuan Pemusnahan paling sedikit memuat:
a. pertimbangan dan alasan disetujuinya Pemusnahan Barang Rampasan Negara;
b. data Barang Rampasan Negara yang disetujui untuk dimusnahkan; dan
c. kewajiban Pengurus Barang Rampasan Negara untuk melaporkan pelaksanaan Pemusnahan Barang Rampasan Negara kepada Pengelola Barang.
(10) Berdasarkan surat persetujuan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pengurus Barang Rampasan Negara:
a. melakukan Pemusnahan Barang Rampasan Negara; dan
b. membuat berita acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh Pengurus Barang Rampasan Negara.



Pasal 29

Pelaksanaan Pemusnahan Barang Rampasan Negara yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Paragraf 5
Penghapusan
 
Pasal 30


(1) Penghapusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e, dilakukan dalam hal Barang Rampasan Negara sudah tidak berada dalam penguasaan Pengurus Barang Rampasan Negara karena:
a. Penjualan;
b. penetapan status Penggunaan;
c. Hibah;
d. Pemusnahan; atau
e. sebab-sebab lain.
(2) Penghapusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d dilakukan tanpa menerbitkan keputusan Penghapusan Barang Rampasan Negara.
(3) Penghapusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada:
a. risalah Lelang dan berita acara serah terima, dalam hal Penjualan dilakukan secara Lelang; atau
b. berita acara serah terima, dalam hal Penjualan dilakukan tanpa melalui Lelang.
(4) Penghapusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c didasarkan pada berita acara serah terima.
(5) Penghapusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d didasarkan pada berita acara Pemusnahan.
(6) Penghapusan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e didasarkan pada keputusan Penghapusan Barang Rampasan Negara.



Pasal 31

Pelaksanaan Penghapusan Barang Rampasan Negara yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Bagian Keempat
Barang Rampasan Negara Sebagai Kompensasi Uang

Pengganti
 
Pasal 32


(1) Barang Rampasan Negara yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai kompensasi uang pengganti, dilakukan Penjualan secara Lelang oleh Pengurus Barang Rampasan Negara melalui Kantor Pelayanan.
(2) Dalam hal Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak laku terjual secara Lelang, Pengurus Barang Rampasan Negara mengajukan Lelang ulang.
(3) Pelaksanaan Penjualan secara Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang.
(4) Dalam hal setelah dilakukan Lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Barang Rampasan Negara tidak laku terjual, Pengurus Barang Rampasan Negara mengajukan usulan pengelolaan lebih lanjut kepada Pengelola Barang berupa:
a. penetapan status Penggunaan; atau
b. Hibah.
(5) Usulan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan atas Barang Rampasan Negara dengan Nilai Wajar paling banyak sama dengan besaran uang pengganti.
(6) Pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan secara tertulis disertai dengan data dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditambah surat ketetapan mengenai penjara pengganti atas pidana uang pengganti dan kurungan pengganti pidana denda dari jaksa pada Pengurus Barang Rampasan Negara.
(7) Pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan secara tertulis disertai dengan data dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) ditambah surat ketetapan mengenai penjara pengganti atas pidana uang pengganti dan kurungan pengganti pidana denda dari jaksa pada Pengurus Barang Rampasan Negara.
(8) Pemrosesan usulan penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemrosesan usulan penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Pemrosesan usulan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemrosesan usulan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (7).



Bagian Kelima
Barang Rampasan Negara Berupa Saham
 
Pasal 33


(1) Pengurusan Barang Rampasan Negara berupa saham dilakukan melalui mekanisme Penjualan.
(2) Dalam hal:
a. Barang Rampasan Negara tidak laku terjual; atau
b. berdasarkan hasil penelitian oleh Pengurus Barang Rampasan Negara mekanisme Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan, Pengurus Barang Rampasan Negara melakukan penyerahan kepada Pengelola Barang.
(3) Berdasarkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang melakukan pengelolaan meliputi:
a. menghadiri dan mengambil keputusan dalam rapat umum pemegang saham;
b. permintaan pembayaran atas dividen saham atau hasil likuidasi;
c. Penilaian;
d. Pemindahtanganan;
e. Penatausahaan; dan/atau
f. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bagian Keenam
Penilaian
 
Pasal 34


(1) Pelaksanaan pengelolaan Barang Rampasan Negara berupa Penjualan, Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan dilakukan Penilaian.
(2) Penilaian Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik untuk mendapatkan Nilai Wajar.
(3) Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar bagi Pengurus Barang Rampasan Negara selaku penjual dalam menetapkan Nilai Limit Lelang untuk Penjualan Barang Rampasan Negara.
(4) Penetapan Nilai Limit Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah mempertimbangkan faktor risiko Penjualan melalui Lelang, yang meliputi:
a. bea Lelang pembeli;
b. biaya pengosongan bangunan/lahan; dan/atau
c. biaya lainnya yang berkaitan langsung dengan Barang Rampasan Negara.
(5) Biaya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c ditetapkan oleh Pengurus Barang Rampasan Negara dengan mendasarkan pada ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Kejaksaan/KPK/Oditurat.
(6) Pelaksanaan Penilaian oleh Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian BMN.



Bagian Ketujuh
Penyimpanan Dokumen
 
Pasal 35


Kejaksaan, KPK dan/atau Oditurat menyimpan dokumen legalitas kepemilikan dan dokumen pendukung lainnya atas Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya.



Bagian Kedelapan
Pelaporan
 
Pasal 36



(1) Kejaksaan, KPK, dan Oditurat menyusun laporan Barang Rampasan Negara secara semesteran dan tahunan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri.



Pasal 37




(1) Menteri menghimpun laporan Barang Rampasan Negara secara semesteran dan tahunan yang diterima dari Kejaksaan, KPK, dan Oditurat.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam pelaksanaan pengelolaan Barang Rampasan Negara termasuk:
a. untuk pengawasan dan pengendalian Barang Rampasan Negara; dan
b. untuk dasar pengungkapan nilai Barang Rampasan Negara pada laporan keuangan Pengurus Barang Rampasan Negara.



Pasal 38

Penyusunan laporan Barang Rampasan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan dengan cara:

a. manual; dan/atau
b. sistem aplikasi pendukung.



BAB IV
BARANG GRATIFIKASI
 
Bagian Kesatu
Penyerahan Barang Gratifikasi
 
Pasal 39


(1) Penyerahan Barang Gratifikasi yang menjadi milik negara kepada Menteri, dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkannya Barang Gratifikasi tersebut menjadi milik negara oleh KPK.
(2) Penyerahan Barang Gratifikasi oleh Pimpinan KPK disertai dengan kelengkapan data meliputi:
a. keputusan Pimpinan KPK mengenai penetapan status Barang Gratifikasi menjadi milik negara; dan
b. dokumen kepemilikan dan dokumen pendukung lainnya, apabila ada.
(3) Dalam hal data dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lengkap dan sesuai, penyerahan Barang Gratifikasi dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh Pengelola Barang dan Pengurus Barang Gratifikasi.



Pasal 40


(1) Direktur melakukan penyimpanan, pengamanan dan pemeliharaan atas dokumen dan fisik Barang Gratifikasi yang telah diserahkan oleh KPK.
(2) Direktur dapat menugaskan Kepala Kantor Pelayanan untuk melakukan:
a. penyimpanan, pengamanan dan pemeliharaan;
b. pemeriksaan fisik; dan/atau
c. Penilaian,
atas Barang Gratifikasi yang berada dalam wilayah kerjanya.
(3) Kepala Kantor Pelayanan yang mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaporkan pelaksanaan tugas kepada Direktur.
(4) Kepala Kantor Wilayah melakukan pemantauan kepada Kantor Pelayanan atas pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).




Bagian Kedua
Bentuk Pengelolaan
 
Pasal 41


Bentuk pengelolaan Barang Gratifikasi meliputi:

a. penetapan status Penggunaan;
b. Penjualan;
c. Hibah;
d. Pemusnahan; atau
e. Penghapusan.



Bagian Ketiga
Penetapan Status Penggunaan
 
Pasal 42



Penetapan status Penggunaan Barang Gratifikasi sebagaimana maksud dalam Pasal 41 huruf a, dilakukan dengan pertimbangan diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.



Pasal 43

(1) Permohonan penetapan status Penggunaan Barang Gratifikasi diajukan secara tertulis oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Pengelola Barang.
(2) Permohonan penetapan status Penggunaan Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat Barang Gratifikasi yang menjadi objek permohonan dan alasan/tujuan Penggunaan.
(3) Direktur melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) permohonan dapat disetujui, Direktur menetapkan keputusan penetapan status Penggunaan.
(5) Berdasarkan keputusan penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur melakukan serah terima Barang Gratifikasi kepada Pemohon, yang dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh Pengelola Barang dan pemohon.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) permohonan tidak dapat disetujui, Direktur memberitahukan secara tertulis kepada Kementerian/Lembaga yang mengajukan permohonan disertai dengan alasannya.






Bagian Keempat
Penjualan
 
Pasal 44

Penjualan Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dilaksanakan dengan pertimbangan secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara.



Pasal 45

(1) Barang Gratifikasi yang menjadi objek Penjualan dilakukan Penilaian.
(2) Penilaian Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Penilai Pemerintah untuk mendapatkan Nilai Wajar.
(3) Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar bagi Pengelola Barang selaku penjual dalam menetapkan Nilai Limit Lelang untuk Penjualan Barang Gratifikasi.
(4) Penetapan Nilai Limit Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah mempertimbangkan faktor risiko Penjualan melalui Lelang yang meliputi:
a. bea Lelang pembeli; dan/atau
b. faktor lainnya yang berkaitan langsung dengan Barang Gratifikasi.
(5) Pelaksanaan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian BMN.



Pasal 46

(1) Penjualan Barang Gratifikasi oleh Pengelola Barang dilakukan dengan cara Lelang melalui Kantor Pelayanan.
(2) Dalam hal Penjualan Lelang Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak laku terjual, dilakukan Lelang ulang.
(3) Dalam hal setelah pelaksanaan Lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Barang Gratifikasi tetap tidak laku terjual, dapat dilakukan pengelolaan lain.




Bagian Kelima

Hibah
 
Pasal 47

Hibah atas Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c, dilakukan dengan pertimbangan untuk:

a. penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah/Desa; atau
b. kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, atau pendidikan yang bersifat non komersial.



Pasal 48

Pihak yang dapat menerima Hibah:

a. lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial berdasarkan akta pendirian, anggaran dasar/rumah tangga, atau pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga termaksud;
b. masyarakat, untuk menjalankan program pembangunan nasional;
c. Pemerintah Daerah/Desa;
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk pencegahan korupsi;
e. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum; atau
f. Pihak Lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Pasal 49

Hibah Barang Gratifikasi dilakukan berdasarkan:

a. inisiatif Pengelola Barang; atau
b. permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.



Pasal 50

(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a dilakukan dengan tahapan:
a. meneliti Barang Gratifikasi yang akan menjadi objek Hibah;
b. meneliti calon penerima Hibah; dan
c. melaksanakan hibah.
(2) Dalam tahapan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, selain dilakukan dengan mendasarkan pada pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, didasarkan pula pada pertimbangan:
a. faktor kondisi barang yang memiliki masa kadaluwarsa;
b. faktor nilai ekonomis dan kemanfaatan barang; dan/atau
c. barang tidak laku terjual dalam Lelang ulang.
(3) Dalam tahapan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pengelola Barang melakukan penelitian atas data calon penerima Hibah, meliputi tetapi tidak terbatas pada identitas calon penerima Hibah.
(4) Dalam tahapan pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
a. calon penerima Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyampaikan surat kesediaan menerima Hibah kepada Pengelola Barang; dan
b. Direktur Jenderal atau Direktur menetapkan keputusan Hibah sesuai dengan kewenangannya.




Pasal 51

(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b dilakukan dengan tahapan:
a. permohonan Hibah;
b. penelitian atas permohonan Hibah; dan
c. pelaksanaan Hibah.
(2) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan secara tertulis oleh calon penerima Hibah kepada Pengelola Barang dengan disertai alasan/tujuan Hibah dan dilampiri dengan surat kesediaan menerima Hibah dari calon penerima Hibah.
(3) Direktur melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) permohonan Hibah dapat disetujui, Direktur Jenderal atau Direktur menetapkan keputusan Hibah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) permohonan Hibah tidak disetujui, Direktur memberitahukan secara tertulis kepada pemohon Hibah disertai dengan alasannya.



Pasal 52

Pelaksanaan Hibah Barang Gratifikasi yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Bagian Keenam

Pemusnahan
 
Pasal 53

Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d, dilakukan dengan pertimbangan Barang Gratifikasi tidak dapat dijual, tidak dapat digunakan, dan/atau tidak dapat dihibahkan.



Pasal 54

Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan dengan tahapan:

a. Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap Barang Gratifikasi yang akan dilakukan Pemusnahan yang meliputi:
1. penelitian administratif, yang terdiri dari penelitian data dan dokumen; dan
2. penelitian fisik, untuk mencocokkan fisik Barang Gratifikasi yang akan dimusnahkan dengan data administratif.
b. Penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
c. Dalam hal berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf b Barang Gratifikasi tersebut layak dan memenuhi syarat untuk dimusnahkan, Pengelola Barang menetapkan keputusan Pemusnahan Barang Gratifikasi.
d. Berdasarkan keputusan Pemusnahan Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c, Pengelola Barang melakukan Pemusnahan Barang Gratifikasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal keputusan Pemusnahan Barang Gratifikasi ditetapkan.
e. Pelaksanaan Pemusnahan Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf d dituangkan dalam berita acara Pemusnahan.


Pasal 55

Pelaksanaan Pemusnahan Barang Gratifikasi yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Bagian Ketujuh
Penghapusan
 
Pasal 56

Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e, dilakukan dengan cara menghapus Barang Gratifikasi dari daftar Barang Gratifikasi.



Pasal 57

(1) Penghapusan dari daftar Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilakukan dalam hal Barang Gratifikasi sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang karena:
a. Penjualan;
b. penetapan status Penggunaan;
c. Hibah;
d. Pemusnahan; atau
e. sebab-sebab lain.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d dilakukan tanpa menerbitkan keputusan Penghapusan.
(3) Penghapusan dari daftar Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada risalah Lelang.
(4) Penghapusan dari daftar Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c didasarkan pada berita acara serah terima.
(5) Penghapusan dari daftar Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d didasarkan pada berita acara Pemusnahan.
(6) Penghapusan karena sebab-sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e didasarkan pada keputusan Penghapusan Barang Gratifikasi.



Pasal 58

Pelaksanaan Penghapusan Barang Gratifikasi yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.



Bagian Kedelapan

Penatausahaan
 
Pasal 59

(1) Penatausahaan meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan Barang Gratifikasi.
(2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. manual; dan/atau
b. sistem aplikasi pendukung.



Pasal 60

(1) Direktur melakukan pencatatan Barang Gratifikasi dalam daftar Barang Gratifikasi.
(2) Pencatatan Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara semesteran dan tahunan kepada Direktur Jenderal.
(3) Perubahan daftar Barang Gratifikasi sebagai akibat dari Penghapusan, dicantumkan dalam laporan Barang Gratifikasi semesteran dan tahunan.
(4) Laporan Barang Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan keuangan pemerintah pusat.



BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 61

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, usulan peruntukan Barang Rampasan Negara dan Batang Gratifikasi yang telah diajukan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan belum mendapatkan persetujuan, tetap dilanjutkan proses penyelesaian persetujuannya berdasarkan Peraturan Menteri ini.


Pasal 62

Persetujuan atas usulan peruntukan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum ditindaklanjuti, diproses dan diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.06/2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.


BAB VI

KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 63

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.06/2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 8), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 64

 







Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal  22 Oktober 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 
ttd.
 
SRI MULYANI INDRAWATI

               


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Oktober 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BENNY RIYANTO



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1191