TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 133/PMK.03/2021
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 86 TAHUN 2021
TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), dan Pasal 11 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai;
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 86 TAHUN 2021 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
BAB II
PELAKSANAAN PENCETAKAN METERAI TEMPEL,
PEMBUATAN DAN DISTRIBUSI METERAI ELEKTRONIK,
SERTA DISTRIBUSI DAN PENJUALAN METERAI TEMPEL
MELALUI PENUGASAN
Pasal 3
(1) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia melaksanakan:
|
(2) | PT Pos Indonesia (Persero) melaksanakan distribusi dan penjualan Meterai Tempel melalui penugasan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(3) | Pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit berupa:
|
(4) | Pembuatan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit berupa:
|
(5) | Dalam mendistribusikan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bekerja sama dengan Distributor. |
(6) | Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri menetapkan penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dan PT Pos Indonesia (Persero). |
(7) | Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia. |
(8) | Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara kontraktual antara Direktorat Jenderal Pajak dengan PT Pos Indonesia (Persero). |
(9) | Pelaksanaan penugasan secara kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) pada Direktorat Jenderal Pajak dilakukan oleh PPK. |
(10) | Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketersediaan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
Pasal 4
Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) meliputi tahapan:
a. | penyampaian surat permintaan:
|
b. | penyampaian dokumen rencana:
|
c. | evaluasi dan klarifikasi; |
d. | penandatanganan Kontrak; |
e. | pelaksanaan Kontrak; dan |
f. | pembayaran atas pelaksanaan Kontrak. |
Pasal 5
(1) | Untuk penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), PPK menyampaikan:
|
(2) | Untuk penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), PPK menyampaikan surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 3 untuk melaksanakan distribusi dan penjualan Meterai Tempel, kepada PT Pos Indonesia (Persero). |
(3) | Ketentuan mengenai contoh format surat permintaan:
|
Pasal 6
(1) | Surat permintaan pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilampiri dengan:
|
(2) | Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
(3) | Standardisasi Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan ciri umum dan ciri khusus pada Meterai Tempel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(4) | Jumlah Meterai Tempel yang akan dicetak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditentukan dengan memperhatikan :
|
Pasal 7
(1) | Surat permintaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilampiri dengan:
|
(2) | Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
(3) | Standardisasi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kode unik dan keterangan tertentu pada Meterai Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(4) | Perkiraan jumlah Meterai Elektronik yang akan dibuat dan didistribusikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditentukan dengan memperhatikan target, realisasi, dan strategi penerimaan Bea Meterai dari penjualan dan penggunaan Meterai Elektronik. |
Pasal 8
(1) | Surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan:
|
(2) | Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
Pasal 9
(1) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyampaikan:
|
(2) | PT Pos Indonesia (Persero) menyampaikan dokumen rencana distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 3 kepada PPK berdasarkan surat permintaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
Pasal 10
(1) | Dokumen rencana pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
||||||
(2) | Dokumen rencana pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
||||||
(3) | Dokumen rencana distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdiri atas:
|
Pasal 11
(1) | PPK melakukan evaluasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c atas kesesuaian:
|
(2) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara surat permintaan dan dokumen rencana, PPK meminta Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia atau PT Pos Indonesia (Persero) untuk:
|
(3) | Hasil evaluasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara evaluasi dan klarifikasi. |
Pasal 12
(1) | PPK melakukan penandatanganan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dengan:
|
(2) | Kontrak pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 paling sedikit memuat:
|
(3) | Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 paling sedikit memuat:
|
(4) | Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
|
Pasal 13
(1) | Besaran dan perubahan besaran kompensasi:
|
(2) | Usulan besaran dan perubahan besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
|
Pasal 14
(1) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e yaitu atas:
|
(2) | PT Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e yaitu atas Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel. |
Pasal 15
(1) | Pelaksanaan Kontrak pencetakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), termasuk atas:
|
(2) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus melaporkan pelaksanaan pencetakan Meterai Tempel kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai:
|
(3) | Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(4) | Dalam hal sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa Kontrak berakhir. |
Pasal 16
(1) | Pelaksanaan Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), termasuk atas ketersediaan Meterai Elektronik. |
(2) | Dalam memastikan ketersediaan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Distributor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5). |
(3) | Pendistribusian Meterai Elektronik kepada Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah memastikan bahwa Distributor telah melakukan Deposit. |
(4) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 102 (satu nol dua) sebesar nilai Meterai Elektronik yang diminta. |
(5) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia harus melaporkan pelaksanaan pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai pembuatan, pendistribusian, penjualan, dan penggunaan Meterai Elektronik pada setiap transaksi. |
(6) | Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
Pasal 17
(1) | Distributor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) harus memenuhi kualifikasi:
|
||||||||||||
(2) | Distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
||||||||||||
(3) | Penjualan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan harga jual sebesar nilai nominal Meterai Elektronik. | ||||||||||||
(4) | Pengecer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat menjual Meterai Elektronik dengan harga jual yang berbeda dengan nilai nominal Meterai Elektronik. |
Pasal 18
(1) | Pendistribusian Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dilakukan tanpa didahului Deposit oleh Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta Meterai Elektronik sebanyak perkiraan kebutuhan pemeteraian untuk 1 (satu) Masa Pajak. |
(3) | Pemungut Bea Meterai wajib menyetorkan Bea Meterai sebesar nilai nominal Meterai Elektronik yang telah dibubuhkan pada dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(4) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperhitungkan sebagai Deposit bagi Distributor yang mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai yang melakukan penyetoran. |
Pasal 19
(1) | Pelaksanaan Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), termasuk atas:
|
(2) | Dalam memastikan ketersediaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, PT Pos Indonesia (Persero) harus:
|
(3) | Penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan harga jual sebesar nilai nominal Meterai Tempel. |
(4) | Penyetoran hasil penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan formulir SSP, sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP, atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411612 (empat satu satu enam satu dua) dan kode jenis setoran 100 (satu nol nol) pada akhir hari dilakukannya penjualan Meterai Tempel. |
(5) | PT Pos Indonesia (Persero) harus melaporkan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak dengan menyediakan data dan/atau informasi mengenai:
|
(6) | Penyediaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan secara terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(7) | Dalam hal sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia, PT Pos Indonesia (Persero) harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. |
Pasal 20
Pembayaran atas pelaksanaan Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen Kontrak pencetakan Meterai Tempel, Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik, atau Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel, serta ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
BAB III
TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUATAN
METERAI DALAM BENTUK LAIN
Pasal 21
Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
a. | Meterai Teraan; |
b. | Meterai Komputerisasi; dan |
c. | Meterai Percetakan. |
Pasal 22
(1) | Pencetakan atau pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan oleh Pembuat Meterai setelah memperoleh izin Menteri. |
(2) | Pelaksanaan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 23
(1) | Untuk menjadi Pembuat Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. |
(2) | Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang:
|
(3) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(4) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia, permohonan izin dapat disampaikan:
|
(6) | Atas permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(7) | Ketentuan mengenai contoh format:
|
Pasal 24
(1) | Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
|
(2) | Atas penerbitan surat penolakan pemberian izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(3) | Ketentuan mengenai contoh format:
|
Pasal 25
(1) | Dalam pembuatan Meterai Teraan, Pembuat Meterai harus melakukan Deposit sebelum membuat Meterai Teraan. |
(2) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran tertentu sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya. |
(3) | Kode jenis setoran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 3 (tiga) digit angka berupa:
|
(4) | Pembuat Meterai harus menyetor ulang Deposit dalam hal terjadi kesalahan:
|
(5) | Kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyebabkan aplikasi yang diinstal dalam server milik distributor mesin teraan Meterai digital yang ditempatkan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi sebagai penerbit kode Deposit mesin teraan Meterai digital tidak dapat menghasilkan kode yang dibutuhkan untuk mengisi Deposit mesin teraan Meterai digital. |
Pasal 26
(1) | Dalam pembuatan Meterai Komputerisasi, Pembuat Meterai harus melakukan Deposit sebelum membuat Meterai Komputerisasi. |
(2) | Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 101 (satu nol satu) sebesar perkiraan kebutuhan pemeteraian. |
(3) | Pembuat Meterai tidak diperkenankan membuat Meterai Komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai Deposit. |
(4) | Pembuat Meterai yang membuat Meterai Komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai Deposit harus melakukan pemeteraian kemudian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(5) | Pembuat Meterai wajib menyampaikan laporan pembuatan Meterai Komputerisasi ke KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. |
(6) | Dalam hal tidak terdapat pembuatan Meterai Komputerisasi, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap dilakukan. |
(7) | Izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dicabut dalam hal Pembuat Meterai tidak atau terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(8) | Ketentuan mengenai contoh format laporan pembuatan Meterai Komputerisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 27
(1) | Dalam pembuatan Meterai Percetakan, surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a berlaku sampai dengan masa berlaku izin operasional di bidang pencetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c angka 1 berakhir. |
(2) | Pembuat Meterai dapat membuat Meterai Percetakan berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai tanpa didahului Deposit. |
(3) | Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan penyetoran Bea Meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(4) | Pembuat Meterai yang telah memperoleh surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan pembuatan Meterai Percetakan ke KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. |
(5) | Dalam hal tidak terdapat pembuatan Meterai Percetakan, pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap dilakukan. |
(6) | Izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dicabut dalam hal Pembuat Meterai tidak atau terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) | Ketentuan mengenai contoh format laporan pembuatan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 28
(1) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dan Pasal 27 ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, laporan dapat disampaikan:
|
(3) | Atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
Pasal 29
Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar dapat melakukan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain berdasarkan permohonan Pembuat Meterai atau secara jabatan.
Pasal 30
(1) | Pembuat Meterai dapat menyampaikan permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dalam hal:
|
(2) | Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(3) | Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar. |
(4) | Permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia, permohonan pencabutan izin dapat disampaikan:
|
(6) | Atas permohonan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) yang telah diterima secara lengkap diterbitkan Bukti Penerimaan. |
(7) | Ketentuan mengenai contoh format:
|
Pasal 31
(1) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Teraan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi dan penelitian fisik mesin teraan Meterai digital. |
(2) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Komputerisasi atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi. |
(3) | Berdasarkan hasil penelitian administrasi dan penelitian fisik mesin teraan Meterai digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal Bukti Penerimaan. |
(4) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar tidak memberikan keputusan, permohonan pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain dianggap diterima dan Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pembuat Meterai terdaftar harus menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir. |
(5) | Ketentuan mengenai contoh format surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 32
(1) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dalam hal:
|
||||||
(2) | Pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan. | ||||||
(3) | Ketentuan mengenai contoh format surat pencabutan izin pembuatan Meterai Dalam Bentuk Lain secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 33
(1) | Pembuat Meterai dapat mengajukan pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas:
|
(2) | Pemindahbukuan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB IV
TATA CARA PENATAUSAHAAN DAN PENGAWASAN ATAS
PENJUALAN METERAI
Pasal 34
(1) | Direktur Jenderal Pajak melakukan penatausahaan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c yang meliputi:
|
(2) | Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari laporan pelaksanaan distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5). |
Pasal 35
Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan atas penjualan:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c.
Pasal 36
(1) | Dalam pengawasan atas penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, Direktur Jenderal Pajak secara periodik melakukan verifikasi kesesuaian:
|
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat nilai penjualan yang belum dilaporkan, PT Pos Indonesia (Persero) wajib menyetorkan Bea Meterai sebesar nilai penjualan yang belum dilaporkan. |
Pasal 37
(1) | Dalam pengawasan atas penjualan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan atas Sistem Meterai Elektronik. |
(2) | Pemeriksaan atas Sistem Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
|
BAB V
TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN PENUNJUKAN
PIHAK LAIN UNTUK MELAKUKAN PENCETAKAN METERAI
TEMPEL ATAU PEMBUATAN METERAI ELEKTRONIK DAN
DISTRIBUSI DAN/ATAU PENJUALAN METERAI TEMPEL
DALAM KEADAAN KAHAR
Pasal 38
(1) | Dalam hal Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyatakan tidak sanggup melaksanakan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik yang disebabkan oleh keadaan kahar, Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik. |
(2) | Dalam hal PT Pos Indonesia (Persero) menyatakan tidak sanggup melaksanakan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel yang disebabkan oleh keadaan kahar, PT Pos Indonesia (Persero) dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel. |
(3) | Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan keadaan kahar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(4) | Penunjukan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Menteri. |
(5) | Pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri. |
Pasal 39
(1) | Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia menyampaikan surat pernyataan mengenai ketidaksanggupan untuk melaksanakan:
|
||||||
(2) | PT Pos Indonesia (Persero) menyampaikan surat pernyataan mengenai ketidaksanggupan untuk melaksanakan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel yang disebabkan oleh keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak. | ||||||
(3) | Surat pernyataan ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampiri dengan data kualifikasi administrasi dan teknis pihak lain yang akan ditunjuk. | ||||||
(4) | Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(5) | Penyampaian surat pernyataan ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak menyadari atau seharusnya menyadari kejadian atau keadaan yang merupakan keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3). |
Pasal 40
(1) | Atas penyampaian surat pernyataan ketidaksanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2), Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak memberikan:
|
(2) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada:
|
(3) | Dalam hal Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan persetujuan penunjukan pihak lain:
|
Pasal 41
(1) | Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak melalui PPK memerintahkan secara tertulis kepada Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia untuk meneruskan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain. |
(2) | Pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam adendum Kontrak pencetakan Meterai Tempel atau Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a. |
(3) | Pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berpengaruh terhadap besaran kompensasi dan nilai Kontrak pencetakan Meterai Tempel atau besaran kompensasi dan nilai Kontrak pembuatan dan distribusi Meterai Elektronik. |
Pasal 42
(1) | Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak melalui PPK memerintahkan secara tertulis kepada PT Pos Indonesia (Persero) untuk meneruskan distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain. |
(2) | Distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam adendum Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b. |
(3) | Distribusi dan/atau penjualan Meterai Tempel melalui pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berpengaruh terhadap besaran kompensasi dan nilai Kontrak distribusi dan penjualan Meterai Tempel. |
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) | Izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan mesin teraan Meterai digital yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku sampai dengan izin dicabut. |
(2) | Izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan sistem komputerisasi yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku dalam hal:
|
(3) | Izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan teknologi percetakan yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku sampai dengan pihak yang memiliki izin ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(4) | Izin sebagai pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan teknologi percetakan yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain masih berlaku sampai dengan masa berlaku izin berakhir atau izin dicabut. |
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
a. | Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Benda Meterai; dan |
b. | Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 tentang Pemusnahan Benda Meterai, |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 45
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1108