TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 108/PMK.04/2020
TENTANG
PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
SARANA PENGANGKUT
Pasal 2
Pengangkut merupakan Orang atau kuasanya yang:
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut dan manifes keberangkatan sarana pengangkut.
BAB III
PEMBONGKARAN
Bagian Kesatu
Pembongkaran Barang Impor
Pasal 3
(1) | Pembongkaran barang impor dari sarana pengangkut wajib dilakukan:
|
(2) | Pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a menyerahkan Inward Manifest dan telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
(3) | Dalam hal barang impor berupa sarana pengangkut, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dinyatakan telah melakukan Pembongkaran yakni pada saat Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
Pasal 4
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan terhadap Pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan terhadap Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan Pembongkaran. |
Bagian Kedua
Pembongkaran Dilakukan di Tempat Lain
Selain Kawasan Pabean
Pasal 5
(1) | Pembongkaran barang impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Untuk dapat melakukan Pembongkaran di tempat lain, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui SKP. |
(5) | Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
|
(6) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
Pasal 6
(1) | Persetujuan Pembongkaran barang impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. |
(2) | Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
|
(3) | Untuk dapat memperoleh persetujuan Pembongkaran secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan:
|
(4) | Dalam hal terdapat perubahan rencana Pembongkaran barang, pembahan daftar rencana Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Pembongkaran berikutnya. |
(5) | Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean. |
Bagian Ketiga
Pembongkaran Barang Impor dari Sarana Pengangkut Laut
ke Sarana Pengangkut Laut Lainnya
yang Dilakukan di Luar Pelabuhan
Pasal 7
(1) | Pembongkaran barang impor dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya dapat dilakukan di luar pelabuhan. |
(2) | Barang impor yang dibongkar dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibawa ke:
|
(3) | Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal sarana pengangkut awal tidak dapat sandar langsung ke dermaga. |
(4) | Untuk melakukan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
(5) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap. |
Pasal 8
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat mengajukan 1 (satu) permohonan yang di dalamnya memuat permohonan mengenai:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
Bagian Keempat
Pembongkaran Barang Impor Langsung
ke Sarana Pengangkut Lain
Tanpa Dilakukan Penimbunan di TPS
Pasal 9
(1) | Pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat dilakukan langsung ke sarana pengangkut lain tanpa terlebih dahulu dilakukan Penimbunan di TPS yang berada di dalam area pelabuhan. |
(2) | Pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal barang impor:
|
Pasal 10
Pembongkaran barang impor yang berbentuk barang cair, gas, atau barang curah lainnya, dapat dilakukan melalui:
yang dihubungkan dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut darat atau tempat penimbunan.
Pasal 11
(1) | Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat membongkar barang impor terlebih dahulu. |
(2) | Atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut harus:
|
(3) | Kepala Kantor Pabean dapat melakukan penelitian atas laporan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB III
PENIMBUNAN BARANG
Bagian Kesatu
Penimbunan Barang Impor
Pasal 12
(1) | Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan di:
|
(2) | Dalam hal barang impor berupa sarana pengangkut, Penimbunan dinyatakan telah dilakukan yakni setelah sarana pengangkut selesai dilakukan Pembongkaran. |
Pasal 13
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan terhadap Penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan Penimbunan. |
Pasal 14
(1) | Jangka waktu Penimbunan barang impor di:
|
(2) | Barang impor yang ditimbun melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai dan disimpan di tempat penimbunan pabean. |
(3) | Biaya yang timbul atas pemindahan barang impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b ke tempat penimbunan pabean, merupakan tanggung jawab Importir. |
(4) | Penyelesaian barang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang tidak dikuasai. |
Bagian Kedua
Penimbunan Barang Impor di Tempat Lain yang Diperlakukan
Sama Dengan TPS
Pasal 15
(1) | Penimbunan barang impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, diberikan dalam hal:
|
(2) | Untuk dapat melakukan Penimbunan barang impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Importir harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Ketentuan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap barang impor yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran. |
(4) | Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
|
(5) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
(6) | Persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berfungsi sebagai dokumen untuk melindungi pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean ke tempat lain yang dipersamakan dengan TPS. |
Pasal 16
(1) | Persetujuan Penimbunan barang impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. |
(2) | Persetujuan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
|
(3) | Untuk memperoleh persetujuan atas permohonan Penimbunan secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilampiri dengan daftar rencana Penimbunan barang dalam periode tertentu. |
(4) | Dalam hal terdapat perubahan rencana Penimbunan barang, perubahan daftar rencana Penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Penimbunan berikutnya. |
(5) | Persetujuan atas permohonan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean. |
Pasal 17
(1) | Pengusaha TPS wajib menyampaikan daftar timbun barang impor yang ditimbun di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, dalam bentuk dan jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPS. |
(2) | Importir wajib menyampaikan daftar timbun barang impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, yang memuat informasi mengenai:
|
(3) | Daftar timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan melalui SKP kepada Kepala Kantor Pabean yang memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah selesai Penimbunan. |
(4) | Pengusaha TPS yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai TPS. |
(5) | Importir yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Penimbunan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS selanjutnya tidak dilayani sampai dengan daftar timbun disampaikan. |
Pasal 18
(1) | Dalam hal pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan Importir merupakan pihak yang sama, permohonan Penimbunan barang impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diajukan dalam 1 (satu) permohonan yang di dalamnya memuat permohonan mengenai:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
BAB IV
TANGGUNG JAWAB ATAS BEA MASUK
Pasal 19
(1) | Dalam hal pada saat Pembongkaran terdapat selisih jumlah barang impor dengan pemberitahuan pabean Inward Manifest, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat membuktikan bahwa ketidaksesuaian jumlah barang impor terjadi di luar kemampuannya. |
(3) | Ketidaksesuaian jumlah barang impor yang terjadi di luar kemampuan pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
|
(4) | Penyelesaian atas ketidaksesuaian jumlah barang impor curah yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanganan selisih berat dan/atau volume barang impor curah. |
(5) | Dalam hal barang impor bukan merupakan barang curah, jumlah barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
Pasal 20
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang impor yang dibongkar di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). |
(2) | Pengusaha TPS bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang impor yang ditimbun di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a. |
(3) | Importir bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b. |
BAB V
SISTEM KOMPUTER PELAYANAN DAN NATONAL LOGISTIC
ECOSYSTEM
Pasal 21
Dalam hal SKP belum diterapkan atau mengalami gangguan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik melalui media penyimpan data elektronik atau surat elektronik.
Pasal 22
(1) | Penyampaian permohonan dan persetujuan perizinan:
|
(2) | SKP dapat melakukan pertukaran data dengan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). |
(3) | Data Pembongkaran barang impor di tempat lain selain Kawasan Pabean dan Penimbunan barang impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dapat digunakan untuk kepentingan percepatan logistik nasional melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). |
(4) | Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP dapat menggunakan dan memanfaatkan data yang diperoleh melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/ NLE) untuk kepentingan pelayanan dan pengawasan kepabeanan. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 23
Ketentuan mengenai Pembongkaran dan Penimbunan barang impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dikecualikan terhadap Impor peranti lunak dan/atau data elektronik melalui transmisi elektronik.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Petunjuk teknis pelaksanaan ketentuan mengenai Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 26
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 896