Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 81 TAHUN 2019

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 81 TAHUN 2019

TENTANG

TATA CARA PEMBUKUAN DAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pembukuan dan Pencatatan Bagi Wajib Pajak Daerah;


Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
  6. Peratuan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah; 


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUKUAN DAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK DAERAH.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak yang bersangkutan.
  7. Pencatatan adalah pembukuan dalam bentuk sederhana dan dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk menghitung harga perolehan, atau harga penggantian yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak.
  8. Omzet adalah seluruh jumlah uang yang didapat dari hasil penjualan dalam jangka waktu tertentu.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi :

  1. kewajiban penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan;
  2. penyelenggaraan Pembukuan;
  3. penyelenggaraan Pencatatan;
  4. perubahan status penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan;
  5. kewajiban audit;
  6. penyimpanan dasar Pembukuan dan Pencatatan;
  7. sanksi.


BAB III
KEWAJIBAN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN
DAN PENCATATAN

Pasal 3

(1) Wajib Pajak yang memiliki kewajiban atas jenis pajak yang berasal dari kegiatan usaha, wajib menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
  1. Wajib Pajak badan; dan
  2. Wajib Pajak orang pribadi.
(3) Jenis pajak yang berasal dari kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan :
  1. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  2. Pajak Hotel;
  3. Pajak Restoran;
  4. Pajak Parkir;
  5. Pajak Hiburan; dan
  6. Pajak Penerangan Jalan.

  


Pasal 4

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a wajib menyelenggarakan Pembukuan.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dengan Omzet paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan Pembukuan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dengan Omzet kurang dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan Pencatatan atau menyelenggarakan Pembukuan dalam hal Wajib Pajak menghendaki.


BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN

Bagian Kesatu
Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan

Pasal 5

Pembukuan untuk kepentingan pajak daerah diselenggarakan dengan ketentuan :

  1. memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya;
  2. menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan Menteri Keuangan;
  3. prinsip taat asas dengan stelsel akrual atau stelsel kas;
  4. sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besar pajak terutang; dan
  5. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah berdasarkan izin Menteri Keuangan.


Pasal 6

(1) Prinsip taat asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c merupakan prinsip yang sama dalam metode Pembukuan pada tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran Omzet.
(2) Stelsel akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c merupakan suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang, sehingga tidak tergantung kapan penghasilan diterima dan biaya dibayar tunai.
(3) Stelsel kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c merupakan suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.


Bagian Kedua
Gambaran Pembukuan

Pasal 7

(1) Dalam rangka menyusun Pembukuan, Wajib Pajak mencatat bukti-bukti transaksi hingga menyajikan laporan keuangan dengan langkah :
  1. mengumpulkan dan mencatat dokumen dan bukti transaksi;
  2. membuat jurnal transaksi;
  3. memindahkan jurnal transaksi ke buku besar;
  4. membuat neraca lajur/kertas kerja; dan
  5. membuat laporan keuangan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit terdiri dari:
  1. laporan laba rugi yang berisi laba atau rugi bersih Wajib Pajak dalam suatu periode; dan
  2. neraca yang berisi posisi keuangan Wajib Pajak meliputi aset, modal dan kewajiban.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilengkapi juga dengan :
  1. laporan perubahan modal/ekuitas yang menunjukkan perubahan modal dalam suatu periode;
  2. laporan arus kas yang berisi informasi aliran keluar masuk kas dalam suatu periode; dan
  3. catatan atas laporan keuangan yang berisi informasi tentang rincian yang ada dalam laporan keuangan.


BAB V
PENYELENGGARAAN PENCATATAN

Bagian Kesatu
Ketentuan Penyelenggaraan Pencatatan

Pasal 8

Pencatatan untuk kepentingan pajak diselenggarakan dengan ketentuan :

  1. diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya;
  2. menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia; dan
  3. pencatatan dalam 1 (satu) tahun pajak diselenggarakan secara kronologis.


Pasal 9

(1) Keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a merupakan Pencatatan yang didukung dengan dokumen yang menjadi dasar Pencatatan termasuk diantaranya bon penjualan (bill).
(2) Diselenggarakan secara kronologis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c merupakan data yang disusun secara sistematis berdasarkan urutan tanggal penjualan dan/atau diterimanya pembayaran untuk setiap satu masa pajak.


Bagian Kedua
Gambaran Pencatatan

Pasal 10

(1) Dalam rangka menyusun Pencatatan, Wajib Pajak mencatat bukti-bukti transaksi hingga menyajikan laporan 1 (satu) tahun pajak dengan langkah :
  1. mengumpulkan dan mencatat dokumen dan bukti transaksi; dan
  2. membuat laporan Pencatatan untuk satu masa pajak.
(2) Laporan Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari data :
  1. tanggal penjualan dan pembayaran;
  2. nomor bon penjualan (bill);
  3. harga penjualan;
  4. jumlah potongan harga atau pemberian cuma-cuma jika ada;
  5. biaya layanan (service charge) jika ada;
  6. jumlah dasar pengenaan pajak;
  7. tarif pajak;
  8. jumlah pajak; dan
  9. tanda tangan, nama Wajib Pajak dan cap merek usaha.


BAB VI
PERUBAHAN STATUS PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN
DAN PENCATATAN

Pasal 11

(1) Wajib Pajak yang akan melakukan perubahan stelsel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) wajib mengajukan permohonan persetujuan secara tertulis disertai alasan kepada Kepala Badan atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun pajak.
(2) Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan secara keseluruhan :
  1. kebutuhan Wajib Pajak;
  2. tingkat kepatuhan Wajib Pajak; dan
  3. tidak terdapat indikasi bahwa perubahan tersebut akan mengakibatkan ketidakpatuhan Wajib Pajak.


Pasal 12

(1) Wajib Pajak orang pribadi yang telah menyelenggarakan Pembukuan dan berniat beralih kepada Pencatatan wajib mengajukan permohonan persetujuan secara tertulis disertai alasan kepada Kepala Badan atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun pajak.
(2) Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja.
(3) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan secara keseluruhan :
  1. kebutuhan Wajib Pajak;
  2. tingkat kepatuhan Wajib Pajak; dan
  3. tidak terdapat indikasi perubahan tersebut akan mengakibatkan ketidakpatuhan Wajib Pajak.


Pasal 13

Wajib Pajak orang pribadi yang telah menyelenggarakan Pencatatan dan berniat beralih kepada Pembukuan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis disertai alasan kepada Kepala Badan atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun pajak.



BAB VII
KEWAJIBAN AUDIT

Pasal 14

(1) Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas yang mempunyai aset dan/atau omzet dengan jumlah nilai paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) wajib menyelenggarakan Pembukuan yang diaudit oleh akuntan publik.
(2) Dalam hal dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembukuan yang menjadi dasar pemeriksaan adalah Pembukuan yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Wajib Pajak badan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menyelenggarakan Pembukuan.


BAB VIII
PENYIMPANAN DASAR PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

Pasal 15

(1) Bukti atau data yang menjadi dasar Pembukuan atau Pencatatan berupa buku, catatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari Pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 5 (lima) tahun.
(2) Bukti atau data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di Indonesia yaitu pada tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, tempat usaha, tempat kedudukan Wajib Pajak badan, atau tempat lainnya dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan dan kewajaran penyimpanan. 


BAB IX
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 16

(1) Terhadap Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 atau tidak menyimpan bukti atau data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan pemeriksaan.
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penghitungan pajak dilakukan secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 September 2019
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

ANIES BASWEDAN


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 15 Agustus 2019

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


ttd


SAEFULLAH




BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2019 NOMOR 61036