Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 203 Tahun 2012

  • 20 Desember 2012
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA


NOMOR 203 TAHUN 2012

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


  1. bahwa sesuai ketentuan Pasal 19 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Wajib Pajak berhak mengajukan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas surat pemberitahuan pajak terutang dan/atau surat ketetapan pajak daerah;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
  2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak;
  6. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  7. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  8. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  9. Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;
  10. Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Unit Pelayanan Pajak Daerah;
  11. Peraturan Gubernur Nomor 200 Tahun 2012 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  12. Peraturan Gubernur Nomor 208 Tahun 2012 tentang Penilaian dan Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Dinas Pelayanan Pajak adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Suku Dinas Pelayanan Pajak pada Kota Administrasi.
  7. Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak pada Kota Administrasi.
  8. Unit Pelayanan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat UPPD adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak yang berada di wilayah Kecamatan.
  9. Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah adalah Kepala UPPD yang berada di wilayah Kecamatan.
  10. Pejabat yang ditunjuk adalah Kepala Bidang, Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak dan Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah pada Dinas Pelayanan Pajak.
  11. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan Pada sektor  perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  12. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.
  13. Klasifikasi Bumi dan Bangunan adalah pengelompokan nilai jual bumi dan nilai jual bangunan yang digunakan sebagai pedoman penetapan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
  14. NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman serta laut) dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.
  15. Objek Pajak Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut Objek Pajak adalah objek pajak bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali objek pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  16. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  17. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
  18. Surat Ketetapan Pajak daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang beserta sanksi administrasi.
  19. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  20. Keberatan adalah keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang terdapat dalam SPPT dan/atau SKPD.
  21. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SPPT atau SKPD.
  22. Tim Penyelesaian Keberatan PBB-P2 yang selanjutnya disebut Tim Penyelesaian Keberatan adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atas nama Gubernur yang bertugas untuk menyelesaikan keberatan PBB-P2.


BAB II
KEBERATAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Keberatan

Pasal 2

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk, atas :
  1. SPPT; dan/atau
  2. SKPD.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan formal sebagai berikut :
a. permohonan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang benar dan baik disertai alasan, dengan ketentuan :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
a) surat permohonan mencantumkan nama, tanggal, bulan dan tahun serta ditandatangani oleh Wajib Pajak;
b) apabila permohonan dikuasakan harus disertai dengan surat kuasa bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemberi kuasa dan penerima kuasa; dan/atau
c) dalam hal waris, permohonan bermeterai cukup ditandatangani oleh salah seorang dari ahli waris yang ditunjuk oleh para ahli waris.
2. Wajib Pajak Badan :
a) surat permohonan dibuat di atas kop surat badan, diberi tanggal, bulan dan tahun, serta ditandatangani oleh pengurus atau direksi dan diberi stempel badan; dan/atau
b) apabila permohonan dikuasakan, kuasanya adalah seseorang atau badan yang diberi kuasa oleh pengurus atau direksi dengan surat kuasa bermeterai cukup.
b. keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKPD PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkam bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; dan
c. keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar PBB-P2 paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak, dalam hal ini adalah PBB-P2 terutang menurut Wajib Pajak.
(3) Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
(4) Terhadap keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijawab dengan surat biasa dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak ata pejabat yang ditunjuk.


Pasal 3

(1) Selain memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), pengajuan keberatan juga harus memenuhi persyaratan materil paling sedikit sebagai berikut :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi :
  1. identitas Wajib Pajak;
  2. fotokopi pembayaran PBB-P2 5 (lima) tahun terakhir;
  3. fotokopi sertifikat/status tanah;
  4. fotokopi Kartu Keluarga untuk waris; dan
  5. surat penunjukan ahli waris dari para ahli waris dalam hal permohonan diajukan oleh ahli waris dan diketahui oleh pejabat, sekurang-kurangnya Lurah.
b. Wajib Pajak Badan :
  1. identitas pengurus atau direksi atau yang dikuasakan;
  2. fotokopi pembayaran PBB-P2 5 (lima) tahun terakhir;
  3. fotokopi sertifikat/status tanah; dan
  4. fotokopi Akta Pendirian/Perubahan.
(2) Wajib Pajak dapat menyampaikan dokumen lain yang berhubungan dengan pengajuan keberatannya kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian keberatan.
(3) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditolak dengan menerbitkan surat biasa dari Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk.


Pasal 4

(1) Wajib Pajak yang ditolak permohonan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) atau Pasal 3 ayat (3), dapat mengajukan kembali keberatan, sepanjang masih dalam jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b.
(2) Pengajuan kembali Permohonan keberatan dengan permohonan baru dan melengkapi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan persyaratan materil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).


Bagian Kedua
Pengajuan Pemohon Keberatan

Pasal 5

(1) Pengajuan permohonan keberatan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk, diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Kepala Dinas Pelayanan Pajak untuk pelayanan penyelesaian keberatan atas ketetapan pajak termasuk sanksi administrasi dengan jumlah di atas Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
  2. Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak untuk pelayanan penyelesaian keberatan atas ketetapan pajak termasuk sanksi administrasi dengan jumlah di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah); dan
  3. Kepala UPPD untuk pelayanan penyelesaian keberatan atas ketetapan pajak termasuk sanksi administrasi dengan jumlah sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan formal dan materil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan persyaratan materil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(3) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan melalui pos tercatat dan tanda terima dari pos merupakan bukti penerimaan surat permohonan keberatan.
(4) Pengajuan permohonan keberatan tetap dapat diterima, apabila Wajib Pajak dalam penyampaian pengajuan permohonan keliru atau tidak sesuai dengan kewenangan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal terjadinya kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu Paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan keberatan dari Wajib Pajak, maka permohonan keberatan disampaikan oleh petugas dari Dinas Pelayanan Pajak atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD ke pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan disertai tanda terima atau bukti penyampaian permohonan keberatan dimaksud.


Bagian Ketiga
Penyampaian Tanda Terima

Pasal 6

(1) Tanda terima dari pos tercatat atas penyampaian permohonan keberatan oleh Wajib Pajak melalui pos tercatat, merupakan tanda terima autentik bagi Dinas Pelayanan Pajak untuk memproses permohonan keberatan.
(2) Dalam hal surat penolakan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan surat keputusan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), disampaikan melalui pos tercatat, maka tanda penerimaan pengiriman surat dimaksud dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk dan tanda terima Pengiriman surat melalui pos tercatat oleh Wajib Pajak merupakan bukti tanda bukti terima bagi Dinas Pelayanan Pajak atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD dan Wajib Pajak.


Bagian Keempat
Penyelesaian Keberatan

Pasal 7

(1) Berdasarkan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD melalui pejabat yang berwenang di bidang penyelesaian keberatan, melakukan penelitian administrasi permohonan dan penyelesaian persyaratan permohonan.
(2) Surat penolakan permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan keberatan.
(3) Surat penolakan permohonan keberatan yang tidak lengkap persyaratan materil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan keberatan.
(4) Penyampaian surat penolakan dan surat keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang telah diberi tanggal, bulan, tahun dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat dimaksud dengan disertai bukti tanda terima.
(5) Apabila berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan permohonan lengkap dan memenuhi persyaratan, maka permohonan diproses dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. membuat rekapitulasi data penelitian permohonan dan persyaratan pada formulir penelitian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Gubernur ini;
  2. menyusun dokumen persyaratan permohonan sesuai dengan data penelitian tersebut; dan
  3. membuat resume hasil penelitian sebagaimana bentuk resume sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Gubernur ini.
(6) Membuat surat pengantar penyelesaian permohonan keberatan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD, kepada Ketua Tim Penyelesaian Keberatan.
(7) Menyampaikan surat pengantar kepada Tim Penyelesaian Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dengan disertai hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dilengkapi dengan tanda terima.
(8) Berdasarkan permohonan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Tim Penyelesaian Keberatan melakukan penyelesaian permohonan keberatan.
(9) Dalam melakukan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Tim Penyelesaian Keberatan dapat :
  1. meminta dokumen tambahan yang berkaitan keberatan Wajib Pajak kepada Wajib Pajak melalui surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD;
  2. menerima keterangan atau penjelasan tambahan yang berkaitan dengan keberatan dari Wajib Pajak melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD;
  3. meminta dilakukannya pemeriksaan lapangan atau administrasi kepada pemeriksa melalui surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD untuk menguji data objek dan administrasi Wajib Pajak;
  4. mengundang Wajib Pajak dan/atau petugas pemeriksa yang melakukan pemeriksaan;
  5. melaksanakan hal lain yang berhubungan dengan permohonan keberatan; dan/atau
  6. meminta Laporan Pemeriksaan Pajak Daerah (LPPD).
(10) Tim Penyelesaian Keberatan membuat risalah hasil pembahasan, yang berisikan sekurang-kurangnya :
  1. hasil pembahasan;
  2. penjelasan Wajib Pajak;
  3. penjelasan petugas pemeriksa yang menerbitkan surat ketetapan;
  4. kesimpulan; dan
  5. usulan pertimbangan keputusan keberatan.
(11) Tim Penyelesaian Keberatan menyampaikan laporan penyelesaian keberatan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sebagai bahan keputusan melalui pejabat yang berwenang di bidang keberatan.


Pasal 8

(1) Tim Penyelesaian Keberatan pada tingkat Dinas Pelayanan Pajak atau Suku Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD, dibentuk oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atas nama Gubernur.
(2) Tim Penyelesaian Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas memberi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak.


Pasal 9

(1) Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD harus memberikan keputusan atas keberatan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan keberatan dari Wajib Pajak.
(2) Terhadap pengajuan kembali permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, jangka waktu pemberian keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak tanggal diajukan kembali permohonan keberatan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
  1. mengabulkan seluruhnya;
  2. mengabulkan sebagian;
  3. menolak; atau
  4. menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(5) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai Sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan dan ditagih dengan STPD.
(6) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding pada pengadilan pajak, maka sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dikenakan.
(7) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (6), terlebih dahulu harus memberitahukan secara tertulis dengan meterai cukup paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat keputusan keberatan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Suku Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD.
(8) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (7), harus menyampaikan bukti tanda terima pendaftaran banding dari pengadilan pajak sebagai bukti pendukung surat pemberitahuan dimaksud.
(9) Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan tanda bukti pendaftaran banding sebagaimana dimaksud pada ayat (6), atas sanksi denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), tetap ditagih dengan STPD.
(10) Terhadap Wajib Pajak yang mengajukan banding, tidak dilakukan penagihan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) sampai dengan adanya keputusan pengadilan pajak.


Pasal 10

(1) Surat keputusan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja, dengan disertai bukti tanda terima.
(2) Bentuk format Keputusan Gubernur tentang Keberatan PBB-P2 dan Keputusan Gubernur tentang Keberatan PBB-P2 secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV Peraturan Gubernur ini.


Pasal 11

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 12

(1) Terhadap putusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan pengajuan banding pada pengadilan pajak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya.
(2) Terhadap permohonan keberatan atas SPPT dan/atau SKPD tahun 2012 yang diajukan per tanggal 1 Januari 2013 berlaku ketentuan Peraturan Gubernur ini.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2012
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 21 Desember 2012

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


ttd


FADJAR PANJAITAN

NIP 195508261976011001



BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHU$US IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2012 NOMOR 195