Peraturan Pemerintah Nomor 91 TAHUN 2010

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

TIMELINE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 91 TAHUN 2010

TENTANG

JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN
KEPALA DAERAH ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak;


Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN KEPALA DAERAH ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK.



Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  3. Pemungutan Pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan Pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
  4. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota.


Pasal 2

(1) Pajak terdiri atas:
  1. Pajak provinsi; dan
  2. Pajak kabupaten/kota.
(2) Jenis Pajak provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan; dan
  5. Pajak Rokok.
(3) Jenis Pajak kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
  1. Pajak Hotel;
  2. Pajak Restoran;
  3. Pajak Hiburan;
  4. Pajak Reklame;
  5. Pajak Penerangan Jalan;
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir;
  8. Pajak Air Tanah;
  9. Pajak Sarang Burung Walet;
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


Pasal 3

Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d dan ayat (3) huruf d, huruf h, huruf j dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah.



Pasal 4

Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, huruf e dan ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, huruf i, huruf k dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.



Pasal 5

Pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dilarang diborongkan.



Pasal 6

(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan Pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Pemungutan Pajak terutang berdasarkan surat ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pembayaran Pajak terutang oleh Wajib Pajak berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan:
  1. Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; atau
  2. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
(3) Pemungutan Pajak terutang dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pembayaran Pajak terutang oleh Wajib Pajak dengan menggunakan:
  1. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah;
  2. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar; dan/atau
  3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.


Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


PATRIALIS AKBAR



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 153




PENJELASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 91 TAHUN 2010

TENTANG

JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN
KEPALA DAERAH ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK

  1. UMUM

Pada dasarnya, pengaturan mengenai pemungutan Pajak telah diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Namun demikian, pengaturan tersebut masih bersifat umum dan belum membedakan secara tegas mengenai jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 98 Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan memperhatikan aspek kemudahan, kesederhanaan, dan pelaksanaan pemungutan Pajak yang selama ini telah dilaksanakan oleh Daerah.

Salah satu tujuan dari Peraturan Pemerintah ini adalah untuk membantu fiskus dan Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing, khususnya berkaitan dengan administrasi perpajakan daerah. Di samping itu, dengan pengaturan ini diharapkan dapat mempermudah Pemerintahan Daerah dalam melakukan penyusunan dan penyiapan peraturan daerah tentang Pajak.


  1. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2


Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”Pajak Kendaraan Bermotor” adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Huruf b


Yang dimaksud dengan ”Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor” adalah Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

Huruf c


Yang dimaksud dengan ”Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor” adalah Pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.

Huruf d


Yang dimaksud dengan ”Pajak Air Permukaan” adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

Huruf e


Yang dimaksud dengan ”Pajak Rokok” adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.


Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”Pajak Hotel” adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Huruf b


Yang dimaksud dengan ”Pajak Restoran” adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Huruf c


Yang dimaksud dengan ”Pajak Hiburan” adalah Pajak atas penyelenggaraan hiburan.

Huruf d


Yang dimaksud dengan ”Pajak Reklame” adalah Pajak atas penyelenggaraan reklame.

Huruf e


Yang dimaksud dengan ”Pajak Penerangan Jalan” adalah Pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

Huruf f


Yang dimaksud dengan ”Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan” adalah Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

Huruf g


Yang dimaksud dengan ”Pajak Parkir” adalah Pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Huruf h


Yang dimaksud dengan ”Pajak Air Tanah” adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

Huruf i


Yang dimaksud dengan ”Pajak Sarang Burung Walet” adalah Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

Huruf j


Yang dimaksud dengan ”Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan” adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Huruf k


Yang dimaksud dengan ”Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan” adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.


Pasal 3


Cukup jelas.

Pasal 4


Cukup jelas.

Pasal 5


Yang dimaksud dengan ”dilarang diborongkan” adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan Pajak tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang meliputi kegiatan penghitungan besarnya Pajak terutang, pengawasan penyetoran Pajak, dan penagihan Pajak.

Namun, dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka mendukung kegiatan pemungutan Pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat kepada Wajib Pajak, atau penghimpunan data Objek Pajak dan Subjek Pajak.

Pasal 6


Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang hanya digunakan dalam rangka pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Yang dimaksud dengan ”dokumen lain yang dipersamakan”, antara lain, berupa karcis atau nota perhitungan.



Ayat (3)

Wajib Pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri, diwajibkan melaporkan Pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah. Jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang menjadi sarana penagihan.

Pasal 7


Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5179