Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 199 TAHUN 2015

  • 09 Juli 2015
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 199 TAHUN 2015

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN KOORDINASI INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI
PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


  1. bahwa pemungutan PBB-P2 sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta secara efektif telah dilaksanakan terhitung mulai 1 Januari 2013;
  2. bahwa dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB-P2 serta untuk tertib administrasi pelaksanaan pemungutan PBB-P2 diperlukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka efektifitas pemungutan PBB-P2;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Koordinasi Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak;
  7. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
  8. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  9. Peraturan Gubernur Nomor 242 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;
  10. Peraturan Gubernur Nomor 254 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KOORDINASI INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah yang selanjutnya disingkat BPKAD adalah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Kepala BPKAD adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  7. Dinas Pelayanan Pajak adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  8. Kepala Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  9. Walikota/Bupati adalah Walikota/Bupati Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  10. Biro Tata Pemerintahan adalah Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  11. Kecamatan adalah Kecamatan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  12. Camat adalah Camat di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  13. Kelurahan adalah Kelurahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  14. Lurah adalah Lurah di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  15. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan.
  16. Tim Koordinasi Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi adalah Tim yang beranggota terdiri dari instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan instansi di luar Pemerintah Provinsi yang memiliki tujuan dalam rangka efektifitas pemungutan PBB-P2.
  17. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  18. Pemungutan PBB-P2 adalah rangkaian kegiatan Pemungutan PBB-P2 mulai dari pendataan subjek dan objek PBB-P2, penilaian objek PBB-P2, penentuan besarnya PBB-P2 yang terutang, penyampaian SKPD/SPPT PBB-P2 sampai kegiatan penagihan kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetoran PBB-P2.
  19. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  20. Nomor Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NOP adalah Nomor identifikasi objek pajak yang mempunyai karakteristik unik, permanen dan standar dengan satuan blok dalam wilayah Kelurahan yang berlaku secara nasional.
  21. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis atau nilai peralihan baru atau nilai pengganti dipergunakan sebagai dasar penggunaan PBB.
  22. Daftar Biaya Komponen Bangunan yang selanjutnya disingkat DBKB adalah daftar biaya yang digunakan sebagai dasar penilaian dan perhitungan bangunan PBB-P2 terutang.
  23. Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran yang selanjutnya disingkat DHKP adalah buku himpunan yang memuat data lokasi objek pajak, alamat subjek pajak, besar pajak terutang dan pembayaran pajak setiap Kelurahan.
  24. Zona Nilai Tanah yang selanjutnya disingkat ZNT adalah zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu nilai indikasi rata-rata yang dibatasi oleh penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pada batas blok.
  25. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.
  26. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang beserta sanksi administrasi.
  27. Pemutakhiran Data adalah kegiatan akurasi data PBB-P2 dalam wilayah tertentu dengan database PBB-P2.
  28. Penilaian adalah kegiatan untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak dengan menggunakan pendekatan data harga pasar, pendekatan biaya dan/atau pendekatan kepasitas pendapatan.
  29. Harga Pasar adalah suatu nilai objek pajak berdasarkan harga jual di masyarakat dengan memperhatikan letak kondisi fisik, waktu, fasilitas dan lingkungan.
  30. Tanda Bukti Penerimaan SPPT yang selanjutnya disebut Struk SPPT adalah tanda bukti bahwa SPPT telah diterima oleh Wajib Pajak.


BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan

Pasal 2

(1) Peraturan Gubernur ini dibuat dengan maksud sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan pemungutan PBB-P2.
(2) Tujuan meliputi :
  1. mencapai target penerimaan PBB-P2 yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
  2. mengoptimalkan NJOP PBB-P2 sesuai dengan perkembangan pembangunan dan penataan ruang kota;
  3. menyediakan dan menyajikan data objek dan subjek PBB-P2 yang akurat;
  4. mengintensifikasikan data objek dan subjek pajak PBB-P2;
  5. mengekstensifikasikan pendaftaran objek dan subjek pajak PBB-P2 bagi Wajib Pajak yang belum atau yang objeknya terdapat perubahan;
  6. melakukan penilaian objek PBB-P2 sebagai dasar penetapan NJOP setiap tahun; dan
  7. menatausahakan atau mengadministrasikan pemungutan PBB-P2.


Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup pelaksanaan koordinasi pemungutan PBB-P2, meliputi :

  1. kegiatan pendataan;
  2. kegiatan pemutakhiran;
  3. kegiatan penilaian;
  4. kegiatan koordinasi data objek bumi dan/atau bangunan dari instansi terkait;
  5. kegiatan koordinasi perumusan NJOP daerah perbatasan;
  6. kegiatan pembentukan dan pemutakhiran basis data;
  7. kegiatan penyampaian SPPT PBB-P2;
  8. kegiatan penyusunan regulasi;
  9. kegiatan pengembangan sistem informasi PBB-P2;
  10. kegiatan pencairan tunggakan PBB-P2; dan
  11. kegiatan sarana dan prasarana pemungutan PBB-P2.


Pasal 4

(1) Kegiatan pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilaksanakan oleh Tim Koordinasi.
(2) Susunan keanggotaan dan tugas Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Pelaksanaan teknis kegiatan pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan surat tugas yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak.


BAB III
PENDATAAN, PEMUTAKHIRAN DATA DAN PENILAIAN

Bagian Kesatu
Pendataan

Pasal 5

(1) Dinas Pelayanan Pajak melalui Unit Pemungutan Pajak Daerah (UPPD) bersama-sama dengan instansi terkait secara koordinatif melakukan kegiatan pendataan PBB-P2, meliputi kegiatan pendataan :
  1. data subjek dan objek bumi dan/atau bangunan dan perubahannya; dan
  2. data harga pasar objek bumi dan/atau bangunan.
(2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari kegiatan:
  1. penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP;
  2. identifikasi objek PBB-P2;
  3. verifikasi data objek PBB-P2; dan
  4. pengukuran bidang objek PBB-P2.
(3) Pendataan harta pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
  1. harga pasar bumi dan/atau bangunan; dan
  2. harga pasar bahan bangunan.
(4) Pendataan harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan melalui kegiatan pengumpulan harga pasar yang diperoleh dari :
  1. Kelurahan;
  2. agen perumahan/broker;
  3. hasil lelang;
  4. notaris/PPAT; dan
  5. sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(5) Pendataan harga pasar bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan melalui kegiatan pengumpulan harga pasar bahan bangunan yang diperoleh dari :
  1. survei;
  2. informasi penawaran harga;
  3. harga satuan dari instansi yang berwenang; dan
  4. sumber data lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
(6) Pelaksanaan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelompokkan berdasarkan kelompok tarif pajak sebagai berikut :
  1. Kecamatan dan Kelurahan, untuk kelompok tarif 0,01% (nol koma nol satu persen) dan 0,1% (nol koma satu persen);
  2. Kota/Kabupaten Administrasi untuk kelompok tarif 0,2% (nol koma dua persen); dan
  3. Provinsi, untuk kelompok tarif 0,3% (nol koma tiga persen).
(7) Pendataan subjek dan objek bumi dan/atau bangunan dan perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan menggunakan SPOP.
(8) Pendataan harga pasar bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Format 1 Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Bagian Kedua
Pemutakhiran

Pasal 6

(1) Hasil pendataan subjek dan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), digunakan sebagai pemutakhiran basis data.
(2) Pemutakhiran basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
  1. pemutakhiran data subjek dan objek PBB-P2; dan
  2. pemutakhiran data harga pasar.
(3) Pemutakhiran basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi kegiatan :
a. pengumpulan SPOP dari hasil pendataan dan penyampaian oleh Wajib Pajak;
b. inventarisasi SPOP dikelompokkan meliputi antara lain:
  1. rumah tinggal termasuk pagar mewah, taman mewah;
  2. rumah susun termasuk apartemen, kondominium, condotel strata title;
  3. gedung perkantoran, pertokoan dan sejenisnya;
  4. kolam renang;
  5. tempat/sarana olahraga;
  6. menara;
  7. jalan tol;
  8. bandara, galangan kapal dan dermaga;
  9. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
  10. lapangan golf;
  11. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
  12. sarana dan prasarana kelengkapan tempat ibadah;
  13. sarana dan prasarana kesehatan bukan milik pemerintah/daerah;
  14. sarana dan prasarana pendidikan bukan milik pemerintah/daerah;
  15. Badan Layanan Umum Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
  16. cagar budaya bukan milik pemerintah/daerah; dan
  17. lain-lain yang menjadi objek PBB-P2.
c. verifikasi (pencocokan) hasil pendataan dengan basis data.
(4) Pemutakhiran basis data harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sebagai dasar penetapan DBKB PBB-P2 secara massal dan individual.


Bagian Ketiga
Penilaian

Pasal 7

(1) Hasil pendataan harga pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), digunakan sebagai dasar penilaian NJOP secara massal dan individual.
(2) Penilaian NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan :
  1. pengumpulan harga jual bumi dan/atau bangunan;
  2. pengumpulan harga jual bahan bangunan;
  3. analisa Nilai Indikasi Rata-rata (NIR);
  4. analisa ZNT;
  5. penentuan nilai jual ZNT; dan
  6. penyusunan peta ZNT blok yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data harga pasar tanah dengan memperhatikan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
(3) Penilaian NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Petugas Penilai yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak.
(4) Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat menunjuk tim pendamping Petugas Penilai dari instansi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan instansi lainnya yang memiliki sertifikasi keahlian penilai Pajak Bumi dan Bangunan.


Bagian Keempat
Koordinator Perumusan NJOP PBB-P2 Daerah Perbatasan

Pasal 8

(1) Dinas Pelayanan Pajak dapat berkoordinasi dengan instansi daerah lain yang berwenang dalam pemungutan PBB-P2 yang berbatasan dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan perumusan NJOP PBB-P2 Daerah Perbatasan.
(2) Pelaksanaan koordinasi perumusan NJOP PBB-P2 Daerah Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan kesepakatan bersama antar daerah.
(3) Koordinasi perumusan NJOP PBB-P2 Daerah Perbatasan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
  1. memberikan data NJOP PBB-P2 masing-masing wilayah yang berbatasan;
  2. perumusan bersama NJOP PBB-P2 Daerah Perbatasan; dan
  3. penetapan NJOP PBB-P2 bersama berlandaskan asas transparansi, akuntabilitas, kelayakan dan keseimbangan.


Bagian Kelima
Pelaporan

Pasal 9

(1) Pelaporan kegiatan pendataan atau pemutakhiran data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 disampaikan oleh Petugas paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya surat tugas kegiatan pendataan atau pemutakhiran data.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang memuat :
  1. mutasi atau perubahan subjek atau objek;
  2. perubahan klasifikasi NJOP bumi dan/atau bangunan; dan
  3. perubahan Biaya Komponen Bangunan.
(3) Bentuk Laporan Kegiatan Pendataan atau Pemutakhiran data sebagaimana tercantum dalam Format 2 Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Bagian Keenam
Pembentukan dan/atau Pemutakhiran Basis Data

Pasal 10

(1) Hasil pendataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, digunakan sebagai pembentukan dan/atau pemutakhiran basis data Sistem Informasi Manajemen PBB-P2 (SIM PBB-P2).
(2) Pembentukan dan/atau pemutakhiran basis data Sistem Informasi Manajemen PBB-P2 (SIM PBB-P2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
a. Kegiatan persiapan, meliputi :
  1. entri data hasil pendataan;
  2. penyusunan konsep peta blok;
  3. penyusunan konsep ZNT/NIR; dan
  4. penghimpun hasil harga pasar.
b. Kegiatan pelaksanaan/pengolahan data, meliputi :
1. pengolahan hasil pendataan untuk dasar penerbitan SPPT PBB-P2 yang disusun berdasarkan :
a) NOP;
b) nama dan alamat Wajib Pajak;
c) alamat objek pajak;
d) luas objek bumi;
e) luas objek bangunan; dan
f) NJOP bumi dan bangunan.
2. pengolahan hasil harga pasar, meliputi :
a) Bumi:
1) blok;
2) nama jalan;
3) kode ZNT;
4) kelas bumi;
5) penggolongan nilai jual bumi; dan
6) keterangan NJOP bumi.
b) Bangunan:
1) komponen jenis penggunaan bangunan;
2) luas/tipe/volume/lebar bentang;
3) lantai/tinggi kolom; dan
4) nilai/harga satuan.
c. Kegiatan penetapan NJOP, meliputi :
  1. penetapan klasifikasi NJOP Bumi;
  2. penetapan klasifikasi NJOP Bangunan; dan
  3. penetapan NJOP PBB-P2.


BAB IV
PENYAMPAIAN SPPT PBB-P2

Pasal 11

(1) Berdasarkan hasil pembentukan dan pemutakhiran basis data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, UPPD melakukan penetapan PBB-P2 yang terutang, dengan menerbitkan SPPT PBB-P2 dan DHKP melalui Sistem Informasi Manajemen PBB-P2.
(2) Penerbitan SPPT PBB-P2 dan DHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada bulan Januari tahun berikutnya.
(3) SPPT PBB-P2 dan DHKP yang telah diterbitkan disampaikan oleh UPPD kepada Kelurahan.
(4) SPPT PBB-P2 dapat disampaikan oleh Lurah kepada Wajib Pajak.
(5) Lurah menghimpun dan mengadministrasikan Struk SPPT PBB-P2 yang telah disampaikan kepada Wajib Pajak.
(6) Dalam hal terdapat sisa SPPT PBB-P2 yang belum dapat disampaikan, maka Lurah wajib mengembalikan SPPT PBB-P2 kepada UPPD.
(7) Lurah menyampaikan hasil penyampaian SPPT PBB-P2 kepada Camat dengan tembusan :
  1. Walikota; dan
  2. UPPD.
(8) SPPT PBB-P2 yang tidak atau belum disampaikan karena tidak diketemukan Wajib Pajak atau terdapat perubahan data subjek dan/atau objek atau terdapat kesalahan data subjek, dan/atau objek wajib disampaikan oleh Lurah kepada UPPD.
(9) Tata cara, pelaporan dan evaluasi penyampaian SPPT PBB-P2 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak.


BAB V
PEMBAYARAN

Pasal 12

(1) Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melakukan pembayaran PBB-P2 pada bank, kantor pos atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Bank, kantor pos atau tempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan transaksi pembayaran pada BPKAD.
(3) Dinas Pelayanan Pajak melakukan pemantauan dan konfirmasi pembayaran PBB-P2 kepada bank, kantor pos atau tempat lain yang ditunjuk paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah lewat masa jatuh tempo pembayaran PBB-P2.
(4) Dinas Pelayanan Pajak melakukan rekonsiliasi, konfirmasi dan koordinasi dengan BPKAD dan instansi terkait lainnya terhadap pembayaran PBB-P2.


BAB VI
PENAGIHAN

Pasal 13

(1) Kegiatan penagihan PBB-P2 meliputi kegiatan pencairan tunggakan PBB-P2 hasil pelimpahan dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan pencairan tunggakan setelah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan penagihan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, meliputi kegiatan :
  1. pemantauan penyampaian SPPT PBB-P2 oleh Kelurahan;
  2. pemantauan pembayaran PBB-P2; dan
  3. inventarisasi target dan realisasi penerimaan PBB-P2.
b. Tahapan konfirmasi pembayaran, meliputi kegiatan :
  1. konfirmasi pada bank, kantor pos dan tempat lain yang ditunjuk; dan
  2. pencocokan SPPT PBB-P2 dan DHKP yang masih tertinggal pada bank, kantor pos, tempat lain yang ditunjuk dan Kelurahan.
c. Pencairan tunggakan, meliputi kegiatan :
1. pencairan tunggakan PBB-P2 hasil pelimpahan dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia:
a) inventarisasi data tunggakan;
b) verifikasi data tunggakan pada basis data dengan negatif list;
c) pengelompokan data tunggakan berdasarkan usia masa pajak;
d) inventarisasi dokumen surat tagihan pajak atau surat sejenisnya yang pernah diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama;
e) konfirmasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama atas tunggakan Wajib Pajak yang tidak memiliki dokumen surat tagihan pajak atau surat sejenisnya; dan
f) pelaporan kegiatan pencairan tunggakan PBB-P2.
2. pencairan tunggakan setelah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah:
a) inventarisasi data tunggakan tahun berjalan;
b) verifikasi data tunggakan pada basis data;
c) pengelompokan data tunggakan berdasarkan masa pajak;
d) penerbitan surat tagihan pajak daerah;
e) penerbitan surat paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
f) pelaporan kegiatan pencairan tunggakan PBB-P2.
(3) Tata cara pencairan tunggakan PBB-P2 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak.


BAB VII
PENGEMBANGAN SISTEM

Pasal 14

(1) Dalam rangka pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB-P2, Dinas Pelayanan Pajak dapat melakukan pengembangan sistem pemungutan PBB-P2 yang meliputi :
  1. pengembangan sistem penerbitan SPPT PBB-P2;
  2. sistem pembayaran PBB-P2 yang mudah diakses oleh masyarakat;
  3. pengembangan sistem basis data; dan
  4. pengembangan sistem lainnya yang berkaitan dengan pemungutan PBB-P2.
(2) Penyediaan atau pengadaan pengembangan sistem pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VIII
KEGIATAN REGULASI

Pasal 15

(1) Dinas Pelayanan Pajak bersama dengan instansi terkait melakukan evaluasi atas Peraturan Daerah dan/atau Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah mengenai pemungutan PBB-P2.
(2) Dinas Pelayanan Pajak bersama instansi terkait melakukan perumusan dan penyusunan petunjuk teknis mengenai pemungutan PBB-P2.


BAB IX

SARANA DAN PRASARANA PEMUNGUTAN PBB-P2

Pasal 16

(1) Dalam rangka pelaksanaan pemungutan PBB-P2 diperlukan sarana dan prasarana pemungutan PBB-P2 meliputi :
a. sarana pemungutan yaitu :
  1. formulir SPOP;
  2. formulir pendataan;
  3. formulir pemutakhiran;
  4. formulir penilaian massal dan individual;
  5. SKPD; dan
  6. STPD.
b. prasarana, meliputi antara lain sistem, gedung/kantor, Sumber Daya Manusia (SDM).
(2) Penyediaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan barang dan jasa berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah.


BAB X
PEMBIAYAAN

Pasal 17

(1) Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Gubernur ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pelayanan Pajak, dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)

Alokasi kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan pada ayat (1), dilaksanakan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak selaku Pengguna Anggaran melalui Kuasa Pengguna Anggaran sebagai berikut:

a. Sekretaris Dinas, meliputi kegiatan pengadaan sarana dan prasarana pemungutan PBB-P2.
b. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pajak Daerah, meliputi kegiatan:
  1. pendataan;
  2. pemutakhiran;
  3. penilaian;
  4. koordinasi perumusan NJOP daerah perbatasan; dan
  5. koordinasi data objek bumi dan/atau bangunan dari instansi terkait.
c. Bidang Pengendalian dan Pembinaan Kinerja Pajak Daerah meliputi kegiatan pencairan tunggakan PBB-P2.
d. Bidang Peraturan dan Pelayanan Hukum Pajak Daerah, meliputi kegiatan penyusunan regulasi PBB-P2.
e. Bidang Teknologi Informasi Pajak Daerah, meliputi kegiatan :
  1. pembentukan dan pemutakhiran basis data PBB-P2; dan
  2. pengembangan sistem informasi PBB-P2.
f. Suku Dinas Pelayanan Pajak, meliputi kegiatan penyelesaian permohonan pengurangan PBB-P2.
g. UPPD, meliputi kegiatan :
  1. Penyampaian SPPT PBB-P2 kepada, Lurah dan Camat; dan
  2. Pencairan tunggakan PBB-P2.
h. Unit Pelayanan Informasi dan Penyuluhan Pajak Daerah meliputi kegiatan penyampaian SPPT PBB-P2.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Kegiatan dalam rangka pemungutan PBB-P2 yang telah dilaksanakan berdasarkan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berlakunya Peraturan Gubernur ini.



BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Koordinasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 20

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2015
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd.

BASUKI T. PURNAMA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Juli 2015

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


ttd.


SAEFULLAH





BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2015 NOMOR 72152