TIMELINE |
---|
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 185 TAHUN 2016
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
BAB II
PEMUNGUTAN PKB
Bagian Kesatu
Sistem Pemungutan
Pasal 2
PKB terutang ditetapkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Bagian Kedua
Objek Pajak
Pasal 3
(1) | Objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. | ||||||||
(2) | Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
|
||||||||
(3) | Dikecualikan dari Objek PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah :
|
Bagian Ketiga
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 4
(1) | Subjek PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. |
(2) | Wajib PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kewajiban perpajakan diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut. |
(4) | Lembaga Keuangan Bukan Bank atau Bank yang memberikan fasilitas leasing dan/atau sewa beli, dapat menjadi Wajib Pajak, apabila :
|
Bagian Keempat
Saat Terutang Pajak
Pasal 5
(1) | PKB yang terutang terjadi pada saat kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor. |
(2) | Saat kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
Bagian Kelima
Masa Pajak
Pasal 6
(1) | PKB dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran Kendaraan Bermotor. |
(2) | PKB terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilunasi sekaligus dan tidak dapat dimohonkan angsuran. |
BAB III
DASAR PENGENAAN PAJAK, TARIF PAJAK
DAN TARIF PROGRESIF
Bagian Kesatu
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 7
(1) | Dasar Pengenaan Pajak adalah hasil perkalian dari NJKB dan bobot yang dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. |
(2) | Dalam hal NJKB tidak tercantum dalam tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka NJKB dapat ditetapkan oleh Gubernur. |
Pasal 8
(1) | Penetapan NJKB oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan berdasarkan permohonan penetapan NJKB seperti dari Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), importir atau pabrikan/produsen kendaraan bermotor. |
(2) | Permohonan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak dan diajukan paling lambat 30 (tiga) puluh hari sebelum kendaraan bermotor yang diajukan penetapan NJKB di jual atau dipasarkan kepada masyarakat. |
(3) | Permohonan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling kurang menyebutkan :
|
(4) | Berdasarkan permohonan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Dinas Pelayanan Pajak menetapkan NJKB dengan terlebih dahulu melakukan pembahasan melalui Tim Penilaian dan Perhitungan NJKB yang dibentuk oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(5) | Tim Penilaian dan Perhitungan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melakukan pembahasan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu. |
(6) | Hasil pembahasan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar penetapan NJKB oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak dan ditetapkan dalam Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(7) | Keputusan Penetapan NJKB oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), merupakan dasar usulan penetapan NJKB oleh Gubernur. |
(8) | Usulan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan atau per semester. |
Bagian Kedua
Tarif Pajak
Pasal 9
Tarif PKB ditetapkan sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Tarif Progresif
Pasal 10
(1) | Tarif Progresif dikenakan terhadap kendaraan bermotor kedua dan seterusnya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh orang pribadi berdasarkan nama dan/atau alamat yang sama. |
(2) | Sarana identifikasi nama dan/atau alamat yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Nomor Induk Kependudukan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). |
(3) | Tarif Progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan untuk kendaraan bermotor yang sejenis. |
(4) | Dikecualikan dari pengenaan Tarif Progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
|
(5) | Penerapan Tarif Progresif didasarkan pada tanggal, bulan dan tahun kepemilikan, yang terdaftar dalam database kendaraan bermotor atau SKPD/dokumen lain yang dipersamakan atau dokumen lain yang berkaitan dengan kepemilikan kendaraan bermotor. |
Pasal 11
Tarif Progresif untuk kepemilikan kendaraan bermotor orang pribadi, ditetapkan sebagai berikut :
Bagian Keempat
Cara Penghitungan PKB
Pasal 12
(1) | Besarnya pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(2) | Besarnya Tarif progresif yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
BAB IV
PENDAFTARAN DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 13
(1) | Setiap orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor baru atau bukan baru (bekas pakai), wajib melakukan pendaftaran kendaraan bermotor pada Dinas Pelayanan Pajak dalam hal ini Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB pada Kantor Bersama SAMSAT (KB SAMSAT) dengan menggunakan SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan. | ||||||||
(2) | SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan harus diisi dengan jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh Wajib Pajak. | ||||||||
(3) | Pendaftaran Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
||||||||
(4) | Pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak :
|
||||||||
(5) | Pendaftaran kendaraan bermotor bukan baru (bekas pakai) dilakukan paling lambat pada tanggal berakhirnya masa berlaku pajak atau pengesahan STNK. | ||||||||
(6) | Pendaftaran kendaraan bermotor terhadap perubahan TNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum dilakukan perubahan TNKB. | ||||||||
(7) | Pendaftaran kendaraan bermotor terhadap perubahan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan perubahan mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah perubahan bentuk atau mesin. |
Bagian Kedua
Persyaratan Pendaftaran
Pasal 14
Pendaftaran Kendaraan Bermotor baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), wajib melampirkan persyaratan untuk :
a. | Kendaraan Bermotor milik orang pribadi, melampirkan :
|
b. | Kendaraan Bermotor milik badan, melampirkan :
|
c. | Kendaraan Bermotor milik Pemerintah Pusat/Daerah/TNI/POLRI, melampirkan :
|
Pasal 15
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pendaftaran kendaraan bermotor baru harus dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. | Karena jual beli :
|
||||||||||||||||||||||||
b. | Karena hadiah :
|
||||||||||||||||||||||||
c. | Karena hibah/warisan :
|
||||||||||||||||||||||||
d. | Eks Kedutaan, Konsulat Jenderal, perwakilan negara asing dan eks Organisasi Internasional :
|
||||||||||||||||||||||||
e. | Eks penghapusan/dump, eks lelang negara (termasuk TNI/POLRI) :
|
||||||||||||||||||||||||
f. | Karena pindah/mutasi dari luar daerah :
|
||||||||||||||||||||||||
g. | Perubahan jenis, fungsi dan mesin kendaraan bermotor :
|
Pasal 16
(1) | Pendaftaran kendaraan bermotor bukan baru (bekas pakai) atau pendaftaran perpanjangan /daftar ulang kepemilikan dan/atau penguasaan :
|
||||
(2) | Pendaftaran kendaraan bermotor perpanjangan/daftar ulang milik Instansi Pemerintah, TNI dan POLRI, wajib melampirkan :
|
||||
(3) | Pendaftaran kendaraan bermotor perpanjangan/daftar ulang karena perubahan TNKB :
|
||||
(4) | Pendaftaran untuk perubahan bentuk dan/atau mesin :
|
||||
(5) | Terhadap pendaftaran perpanjangan/daftar ulang kendaraan bermotor bukan baru (bekas pakai) yang dilakukan setelah jatuh tempo masa pajak sebagaimana tercantum dalam SKPD atau STNK, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung sejak berakhirnya masa pajak. |
Pasal 17
Terhadap kendaraan bermotor yang pindah ke luar daerah, wajib melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. | Kepemilikan Orang pribadi, melampirkan :
|
b. | Kepemilikan Badan, melampirkan :
|
Pasal 18
(1) | Wajib Pajak yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor wajib melakukan pendaftaran perpanjangan/daftar ulang kepemilikan dan/atau penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. |
(2) | Kendaraan bermotor yang belum melakukan daftar ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan sebagai berikut :
|
(3) | Kendaraan bermotor pada ayat (2) huruf a adalah kendaraan bermotor yang belum melewati batas jangka waktu 2 (dua) tahun sejak berakhirnya masa berlaku STNK dan belum dilakukan penghapusan dari daftar regident kendaraan bermotor. |
(4) | Kendaraan bermotor pada ayat (2) huruf b adalah kendaraan bermotor yang telah melewati batas jangka waktu 2 (dua) tahun sejak berakhirnya masa berlaku STNK dan telah dilakukan penghapusan dari daftar regident kendaraan bermotor. |
(5) | Terhadap kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang kemudian melakukan pendaftaran perpanjangan/daftar ulang kepemilikan dan/atau penguasaan dikenakan BBN-KB dengan tarif untuk penyerahan pertama. |
Bagian Ketiga
Pelaporan
Pasal 19
(1) | Setiap kendaraan bermotor yang telah terdaftar pada Kantor Bersama SAMSAT dan dilepas/diserahkan hak kepemilikan atau penguasaannya karena jual beli/hibah/waris/hadiah/penghapusan/dump kepada pihak lain, harus dilaporkan atas pelepasan/penyerahan hak dimaksud pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Pelaporan atas pelepasan/penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan surat pemberitahuan atau surat keterangan pelepasan/penyerahan hak yang tersedia pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(3) | Pelaporan atas pelepasan/penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya pelepasan/penyerahan hak. |
(4) | Surat pemberitahuan atau surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang memuat :
|
(5) | Penyampaian pelaporan atas pelepasan/penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dengan melampirkan :
|
(6) | Berdasarkan surat pemberitahuan atas pelepasan hak kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melakukan pemblokiran kendaraan bermotor yang telah dilepas haknya atas penguasaannya |
Pasal 20
(1) | Untuk menghindari pengenaan tarif progresif, Wajib Pajak, yang belum atau tidak melaporkan pelepasan atau penyerahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dapat meminta informasi data kepemilikan kendaraan bermotor pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB di Kantor Bersama SAMSAT sebelum melakukan pendaftaran. |
(2) | Berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan atau keterangan yang tersedia pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, sebagai penyesuaian data urutan kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor yang dimiliki Wajib Pajak. |
Pasal 21
Bentuk formulir SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan atau surat pendaftaran sejenisnya, surat pemberitahuan atau keterangan pelaporan ditetapkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak.
BAB V
KETETAPAN PAJAK
Pasal 22
(1) | Berdasarkan formulir SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan atau Surat Pendaftaran sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melakukan penelitian dan perhitungan PKB yang terutang dengan menerbitkan SKKP dan/atau mengirimkan SKKP secara elektronik kepada Wajib Pajak. |
(2) | PKB dan biaya administrasi lainnya yang dibayar merupakan penghitungan pembayaran di muka untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan. |
(3) | Bukti pembayaran PKB dan biaya administrasi lainnya dalam SKKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditukar dengan SKPD pada Kantor Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atau tempat lain yang tetapkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(4) | Pendaftaran kendaraan bermotor secara elektronik ditindaklanjuti dengan pengiriman SKKP dan kode bayar kepada Wajib Pajak melalui media elektronik yang sah. |
BAB VI
MASA BERLAKU SKKP
Pasal 23
(1) | SKKP yang terkait dengan PKB dan BBN-KB berfungsi sebagai SKPD. |
(2) | SKKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) terdiri dari:
|
Pasal 24
SKKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENUNDAAN
PEMBAYARAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Pembayaran
Pasal 25
(1) | Berdasarkan SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Waiib Pajak membayar atau melunasi PKB yang terutang secara tunai pada Unit Pelayanan Kas BPKAD yang berada di Kantor SAMSAT atau bank atau tempat lain yang ditunjuk Gubernur. |
(2) | Pembayaran PKB yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama pada saat jatuh tempo pembayaran PKB. |
(3) | Apabila Jatuh Tempo pembayaran PKB jatuh pada hari libur, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(4) | Pembayaran PKB yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 40 (empat puluh) hari sebelum tanggal berlakunya SKKP/SKPD. |
(5) | Apabila pembayaran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak diterbitkannya SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan dan ditagih dengan STPD. |
Pasal 26
(1) | Pembayaran PKB dilakukan melalui bank atau non bank yang ditunjuk Gubernur. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. |
Bagian Kedua
Tata Cara Penundaan Pembayaran
Pasal 27
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran PKB terutang dalam SKKP kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Penundaan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan dalam hal kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat/Daerah, TNI dan POLRI yang belum dianggarkan dalam APBN/APBD tahun berkenaan. |
(3) | Penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. |
BAB VIII
PENAGIHAN PAJAK
Bagian Kesatu
STPD
Pasal 28
(1) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB menerbitkan STPD apabila :
|
(2) | Jumlah kekurangan pajak terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan, sejak saat terutang pajak sampai dengan diterbitkan STPD. |
Pasal 29
(1) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, melakukan penagihan pajak dalam hal :
|
||||||||
(2) | Pelaksanaan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
||||||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak setelah diberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis melakukan pembayaran PKB yang terutang selanjutnya dilakukan pencatatan pembayaran dalam administrasi pembukuan penagihan pajak. | ||||||||
(4) | Apabila Wajib Pajak setelah diberikannya surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis untuk yang kesatu, kedua dan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran PKB yang terutang, maka kepada Wajib Pajak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa. | ||||||||
(5) | Pelaksanaan penagihan dengan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak dengan surat paksa. |
Bagian Kedua
Surat Peringatan atau Surat Teguran
atau Surat Sejenisnya
Pasal 30
(1) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, melakukan penagihan pajak dengan menerbitkan surat peringatan atau surat teguran, atau surat sejenisnya apabila :
|
||||
(2) | Pelaksanaan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
||||
(3) | Dalam hal wajib pajak setelah diberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis melakukan pembayaran PKB yang terutang selanjutnya dilakukan pencatatan pembayaran dalam administrasi pembukuan penagihan pajak. | ||||
(4) | Apabila Wajib Pajak setelah diberikannya surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran PKB yang terutang, maka kepada Wajib Pajak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa. | ||||
(5) | Pelaksanaan penagihan dengan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak dengan surat paksa. | ||||
(6) | Bentuk dan tata cara penyampaian surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis, diatur oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Bagian Ketiga
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
Pasal 31
(1) | Penagihan pajak dapat dilakukan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran atau tanggal berakhirnya jatuh tempo surat peringatan atau surat teguran atau surat lain, dengan terlebih dahulu menerbitkan dan menyampaikan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. | ||||||||||
(2) | Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan, apabila :
|
||||||||||
(3) | Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang memuat :
|
||||||||||
(4) | Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan dan disampaikan kepada Wajib Pajak, sebelum penerbitan Surat Paksa. | ||||||||||
(5) | Dalam pelaksanaan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Petugas Dinas Pelayanan Pajak dapat menerima pembayaran jumlah PKB yang terutang berikut sanksi administrasi berupa bunga atau denda sebesar 2% (dua persen) dengan menerbitkan tanda terima pembayaran PKB. | ||||||||||
(6) | Pembayaran PKB terutang oleh petugas Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), wajib disetorkan ke Unit Pelayanan Kas SAMSAT yang berada di Kantor SAMSAT atau Bank DKI atau bank lain yang ditunjuk Gubernur, dalam jangka waktu paling lama 1x24 jam dan apabila jangka waktu tersebut tidak memungkinkan karena telah melampaui jam kerja, maka penyetoran pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. | ||||||||||
(7) | SKPD dan STNK harus diambil sendiri oleh Wajib Pajak atau kuasanya berdasarkan surat kuasa dari Wajib Pajak. | ||||||||||
(8) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Keempat
Surat Paksa
Pasal 32
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan surat paksa, apabila PKB terutang dalam SKKP atau SKPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, Surat Keputusan Penundaan atau Angsuran Pembayaran dan STPD yang tidak atau kurang dibayar, tidak dilunasi oleh Wajib Pajak. |
(2) | Penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila kepada Wajib Pajak telah disampaikan :
|
(3) | Penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam jangka waktu paling kurang 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenisnya atau Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterima oleh Wajib Pajak. |
(4) | Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan oleh Jurusita Pajak. |
Pasal 33
(1) | Surat Paksa paling kurang memuat :
|
||||||||||||||||
(2) | Sebelum penerbitan surat paksa, Dinas Pelayanan Pajak paling kurang telah melakukan kegiatan, antara lain :
|
||||||||||||||||
(3) | Pelaksanaan kegiatan penelitian, pemeriksaan dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. | ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal tertentu, pelaksanaan kegiatan penelitian, pemeriksaan dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, dapat dilakukan oleh Jurusita Pajak berdasarkan penugasan dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. | ||||||||||||||||
(5) | Untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa dapat dibentuk Tim Pencairan Tunggakan PKB dan BBN-KB yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Pasal 34
(1) | Penagihan pajak dengan surat paksa oleh Jurusita Pajak didasarkan pada surat tugas dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. | ||||
(2) | Surat paksa diberitahukan atau disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Wajib Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(3) | Pemberitahuan atau penyampaian surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara yang paling kurang memuat :
|
||||
(4) | Pemberitahuan atau penyampaian surat paksa kepada orang pribadi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
|
||||
(5) | Surat paksa terhadap badan diberitahukan atau disampaikan Jurusita kepada :
|
||||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa melalui surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban PKB terutang, maka surat paksa diberitahukan atau disampaikan kepada penerima kuasa dimaksud. | ||||
(7) | Apabila pemberitahuan atau penyampaian surat paksa tidak dapat dilaksanakan karena sesuatu hal maka surat paksa dapat disampaikan melalui Camat/Lurah sesuai tempat kedudukan Wajib Pajak. | ||||
(8) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pemberitahuan atau penyampaian surat paksa diatur oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Pasal 35
(1) | Dalam hal Wajib Pajak atau pihak-pihak, menolak untuk menerima surat paksa, maka Jurusita Pajak meninggalkan surat paksa dimaksud kepada Wajib Pajak atau pihak-pihak tersebut dan mencatatnya dalam berita acara bahwa Wajib Pajak atau pihak-pihak tidak mau menerima surat paksa. |
(2) | Pemberitahuan atau penyampaian surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap telah diberitahukan atau disampaikan. |
Pasal 36
(1) | Wajib Pajak dapat melunasi pembayaran PKB yang terutang dalam jangka waktu 3 x 24 jam, setelah surat paksa diberitahukan dan kepadanya tidak dilakukan pelaksanaan penyitaan. |
(2) | Pelunasan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui :
|
(3) | Petugas Jurusita Pajak yang menerima pelunasan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, wajib menyetorkan pelunasan PKB tersebut ke Unit Pelayanan Kas SAMSAT dalam jangka waktu paling lama 1x24 jam. |
Bagian Kelima
Penyitaan
Pasal 37
(1) | Apabila setelah diberitahukan surat paksa, Wajib Pajak tidak melunasi PKB yang terutang dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam surat paksa, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk selanjutnya menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). |
(2) | Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Jurusita Pajak Daerah dalam jangka waktu paling kurang 2 x 24 jam dan dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita dan Wajib Pajak, serta paling kurang 2 (dua) orang saksi. |
(3) | Penyitaan tetap dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak dengan syarat salah seorang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berasal dari pejabat Kelurahan setempat. |
(4) | Dalam hal pelaksanaan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak melunasi PKB terutang, maka pelaksanaan penyitaan dapat dihentikan dengan menerbitkan Surat Pencabutan Sita oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk. |
(5) | Surat Pencabutan Sita sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan oleh Jurusita kepada Wajib Pajak, apabila :
|
Pasal 38
(1) | Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Wajib Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di pihak lain atau yang dijanjikan sebagai pelunasan PKB terutang yang dapat berupa :
|
(2) | Penyitaan terhadap Wajib Pajak berupa badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan, di tempat tinggal mereka atau ditempat lainnya. |
(3) | Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita untuk melunasi PKB terutang dan biaya penagihan pajak. |
Bagian Keenam
Pelelangan Barang Sitaan
Pasal 39
(1) | Apabila setelah dilakukan penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak dan Wajib Pajak tidak melunasi PKB yang terutang serta biaya penagihan pajak, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang melaksanakan penjualan barang-barang sitaan milik Wajib Pajak secara lelang. |
(2) | Sebelum pelaksanaan penjualan barang-barang sitaan milik Wajib Pajak secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk mengajukan permohonan atau permintaan lelang kepada Kantor Lelang. |
(3) | Penjualan barang-barang milik Wajib Pajak yang disita secara lelang sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan paling lambat dalam waktu paling kurang 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. |
(4) | Pengumuman lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lambat dalam waktu paling kurang 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. |
(5) | Pelaksanaan penjualan secara lelang atas barang-barang milik Wajib Pajak, bertempat di Badan Lelang milik Pemerintah Pusat atau Swasta. |
(6) | Pelaksanaan lelang tetap dilakukan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan. |
(7) | Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri Wajib Pajak. |
(8) | Lelang tidak dilaksanakan apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan pengadilan pajak, atau objek lelang musnah. |
Pasal 40
(1) | Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa. |
(2) | Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa tidak mengakibatkan penundaan hak Wajib Pajak mengajukan keberatan pajak. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB IX
KEBERATAN DAN BANDING
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 41
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan keberatan PKB kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atas suatu SKPD. |
(2) | Keberatan atas suatu SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikarenakan Wajib Pajak tidak sependapat dengan nilai dasar pengenaan PKB. |
(3) | Pengajuan permohonan keberatan PKB kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atas suatu SKPD, harus memenuhi persyaratan formal sebagai berikut :
|
(4) | Permohonan keberatan PKB yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dianggap sebagai surat permohonan keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan. |
(5) | Permohonan pengajuan keberatan PKB, tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 42
(1) | Permohonan pengajuan keberatan PKB selain memenuhi persyaratan formal harus melampirkan persyaratan lainnya paling kurang sebagai berikut :
|
||||||||
(2) | Permohonan keberatan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan langsung ke Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atau dapat melalui pos. | ||||||||
(3) | Bukti tanda terima pengiriman permohonan keberatan PKB melalui Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan tanda terima bukti penerimaan keberatan. |
Pasal 43
(1) | Berdasarkan permohonan keberatan PKB Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB menerima dan meneliti persyaratan permohonan keberatan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. |
(2) | Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, maka permohonan ditolak dengan menerbitkan surat keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. |
(3) | Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material, maka permohonan keberatan diproses. |
(4) | Penyelesaian permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan melalui Tim Pertimbangan Keberatan Pajak Daerah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(5) | Tim pertimbangan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), hanya memberikan pertimbangan dari aspek dasar hukum, kemampuan Wajib Pajak dan aspek lainnya sebagai bahan pertimbangan Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dalam mengambil keputusan. |
Pasal 44
(1) | Dalam hal permohonan keberatan memerlukan penelitian lapangan, maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dapat meminta kepada Petugas Pemeriksa untuk melakukan penelitian lapangan yang hasilnya dituangkan dalam Laporan Penelitian Pajak Daerah (LPPD). |
(2) | Terhadap surat permohonan keberatan yang tidak memerlukan penelitian lapangan, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dapat meminta penjelasan mengenai perhitungan pajak kepada pejabat yang menerbitkan surat ketetapan pajak dan hasilnya dituangkan dalam laporan penjelasan perhitungan pajak terutang. |
(3) | LPPD atau penjelasan perhitungan pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB paling lambat 2 (dua) bulan sejak pemeriksaan lapangan atau penjelasan perhitungan pajak yang terutang diterima. |
Pasal 45
(1) | Berdasarkan laporan hasil penelitian, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB selanjutnya membuat surat uraian keberatan pajak. |
(2) | Berdasarkan surat uraian keberatan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB membuat petikan surat keputusan keberatan pajak. |
Pasal 46
(1) | Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, harus memberi jawaban atas permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak atau kuasanya, yang dituangkan dalam surat keputusan keberatan. |
(2) | Surat keputusan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
|
(3) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan. |
(4) | Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan surat keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan dan ditagih dengan STPD. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding pada pengadilan pajak, maka sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dikenakan. |
(6) | STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak diterbitkan apabila Wajib Pajak yang mengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terlebih dahulu harus memberitahukan secara tertulis dengan meterai cukup paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat keputusan keberatan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(7) | Wajib Pajak yang mengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus menyampaikan bukti tanda terima pendaftaran banding dari pengadilan pajak sebagai bukti pendukung surat pemberitahuan dimaksud. |
(8) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan tanda bukti pendaftaran banding sebagaimana dimaksud pada ayat (7), atas sanksi denda sebesar 50% (lima puluh persen) tetap ditagih dengan STPD. |
Pasal 47
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat melimpahkan sebagian kewenangan penyelesaian permohonan keberatan pajak kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Batasan kewenangan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Bagian Kedua
Banding
Pasal 48
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding kepada pengadilan pajak atas keputusan keberatan pajak. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dengan dilampirkan salinan dari surat keputusan tersebut. |
(3) | Terhadap per satu keputusan keberatan, diajukan per satu surat banding. |
(4) | Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. |
(5) | Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. |
(6) | Dalam hal pengajuan permohonan banding, dapat diajukan pernyataan pencabutan kepada pengadilan pajak. |
Pasal 49
Tata cara dan pelaksanaan banding dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 50
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PKB berdasarkan perhitungan Wajib Pajak secara tertulis, kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Apabila PKB yang telah dilunasi karena keadaan kahar (force majeure), masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan dapat dilakukan restitusi atau kompensasi atas pajak yang telah dibayar untuk sisa masa pajak yang belum dilalui/dimanfaatkan. |
(3) | Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PKB, mengacu kepada Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah dan Pemindahbukuan Pajak Daerah. |
BAB XI
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Kesatu
Pembetulan
Pasal 51
(1) | Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SKKP/SKPD dalam hal terdapat kesalahan pada :
|
(2) | Kesalahan penerapan tarif PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
|
(3) | Pembetulan SKKP/SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dengan dilengkapi persyaratan formal yang meliputi :
|
(4) | Permohonan Pembetulan SKKP/SKPD terhadap kesalahan penerapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib diteruskan oleh Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(5) | Pengajuan permohonan pembetulan SKPD yang telah diterbitkan dapat dimohonkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterbitkannya SKPD PKB. |
Pasal 52
(1) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melakukan penelitian kelengkapan syarat formal Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal syarat formal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB wajib melakukan penelitian syarat materiil. |
(3) | Dalam hal syarat formal wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melakukan pengembalian berkas dengan memberikan surat pengembalian berkas kepada Wajib Pajak. |
(4) | Setelah mendapatkan surat pengembalian berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali dengan dilengkapi kekurangan dokumen sebagai pemenuhan persyaratan formal. |
(5) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB wajib menerbitkan surat pengembalian berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sejak diterimanya surat permohonan pembetulan SKKP/SKPD dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja. |
Pasal 53
(1) | Berdasarkan permohonan pembetulan SKKP/SKPD yang tidak memenuhi syarat materiil, Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB menerbitkan surat keputusan penolakan permohonan pembetulan SKKP/SKPD. |
(2) | Surat keputusan penolakan permohonan pembetulan SKKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diterbitkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan pembetulan SKKP/SKPD. |
Pasal 54
(1) | Dalam hal permohonan pembetulan SKKP/SKPD Wajib Pajak telah memenuhi syarat formal dan materiil, Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB wajib menerbitkan surat keputusan pembetulan SKKP dan melakukan pembetulan SKKP/SKPD dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja. |
(2) | Permohonan pembetulan SKKP/SKPD yang telah diterima oleh Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan melakukan penyesuaian data informasi pada SIM-PKB dan diterbitkan ulang SKKP/SKPD yang telah dilakukan pembetulan. |
Bagian Kedua
Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi
Pasal 55
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Uni Pelayanan PKB dan BBN-KB dapat menghapuskan atau mengurangkan sanksi administrasi berupa bunga yang terutang sesuai ketentuan menurut Peraturan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. |
(2) | Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam hal sanksi administrasi dikenakan bukan karena kesalahan Wajib Pajak. |
(3) | Pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap kekhilafan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban PKB. |
(4) | Pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan terhadap :
|
Pasal 56
(1) | Penghapusan sanksi administrasi dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis dengan menyebutkan alasan yang jelas dan permohonan diajukan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
|
(2) | Bukti atau dokumen lain yang mendukung permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, adalah sebagai berikut :
|
Pasal 57
Pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis disertai alasan yang jelas kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. | permohonan dibuat dalam bahasa Indonesia yang baik, diberi tanggal, bulan, tahun, ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya bermeterai cukup. | ||||||||||||||||||||||
b. | untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus melampirkan :
|
||||||||||||||||||||||
c. | jangka waktu pengajuan permohonan pengurangan sanksi administrasi :
|
Pasal 58
(1) | Berdasarkan permohonan penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan sanksi administrasi, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, melakukan penelitian surat permohonan beserta lampirannya. |
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan, harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan. |
(3) | Dalam hal permohonan diterima, jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan maka dalam bentuk keputusan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi. |
(4) | Berdasarkan keputusan penghapusan dan pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selanjutnya dilakukan pembetulan atau pembatalan SKPD dan/atau SKKP yang telah diterbitkan, dengan cara :
|
(5) | Dalam hal permohonan ditolak, karena tidak atau belum terpenuhinya persyaratan permohonan, maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dalam jangka waktu 1 (satu) bulan harus menerbitkan surat penolakan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai persyaratan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi serta kemampuan membayar diatur dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Pasal 59
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak karena jabatannya dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi dan/atau mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak secara jabatan. |
(2) | Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(3) | Penerbitan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan pada pertimbangan tertentu. |
Bagian Ketiga
Pengurangan dan Pembatalan SKPD
Pasal 60
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan dan pembatalan SKPD yang tidak benar dalam penerbitannya. | ||||||||||||
(2) | Pengurangan dan pembatalan SKPD yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan apabila terjadi :
|
||||||||||||
(3) | Pengurangan dan pembatalan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi jumlah pokok pajak beserta sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPD. | ||||||||||||
(4) | Tata cara pengajuan permohonan pengurangan dan pembatalan SKPD diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
BAB XII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Bagian Kesatu
Pengurangan
Pasal 61
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dapat memberikan pengurangan PKB yang terutang paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pengurangan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk kepentingan sosial dan keagamaan yang tidak bersifat komersil antara lain :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan diajukan secara tertulis yang dibuat dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya dan diajukan kepada kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dengan melampirkan :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pengajuan permohonan pengurangan pokok pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dimiliki atau dikuasai kendaraan bermotor, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pengurangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), tidak dapat dianggap sebagai pengajuan pengurangan, sehingga tidak dipertimbangkan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Terhadap pengajuan pengurangan yang tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijawab dengan surat biasa. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal pengajuan permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali secara tertulis yang dibuat dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan diajukan kepada kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, setelah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Pengajuan pengurangan pajak tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Wajib Pajak yang telah mendapatkan pengurangan pajak tidak dapat mengajukan permohonan keringanan pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Berdasarkan persyaratan permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Kepala Dinas Pelayanan Pajak memberikan jawaban secara tertulis menolak atau menerima permohonan pengurangan pokok pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(11) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai tata cara pengurangan pajak diatur oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Bagian Kedua
Keringanan
Pasal 62
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dapat memberikan keringanan PKB yang terutang paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak. |
(2) | Pemberian keringanan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan berdasarkan pertimbangan atau keadaan tertentu. |
(3) | Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada kondisi kendaraan bermotor yang rusak berat sehingga tidak dapat dipergunakan lebih dari 6 (enam) bulan. |
(4) | Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), seperti kondisi perekonomian sedang resesi atau bencana alam. |
(5) | Kondisi perekonomian yang sedang resesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan oleh Pemerintah dan dapat mempengaruhi perekonomian Daerah. |
(6) | Kendaraan bermotor yang dapat diberikan keringanan pada kondisi resesi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), hanya diberikan untuk kendaraan angkutan penumpang orang dan barang yang berkaitan dengan usaha/perekonomian. |
(7) | Dalam rangka pemberian keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Gubernur dapat menerbitkan Keputusan Gubernur tentang kondisi dalam keadaan resesi. |
Pasal 63
Pemberian keringanan PKB bagi kendaraan bermotor yang rusak berat sehingga tidak dapat dipergunakan lebih dari 6 (enam) bulan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. | kendaraan rusak berat dan tidak dapat digunakan di jalan lebih dari 6 (enam) bulan terhitung sejak kendaraan rusak berat; |
b. | mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak dengan disertai alasan yang jelas dan melampirkan paling kurang :
|
Pasal 64
Pemberian keringanan PKB bagi kendaraan bermotor yang terkena musibah karena bencana alam atau kendaraan bermotor yang diadakan untuk keperluan bencana alam, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. | Kendaraan yang terkena bencana alam :
|
||||||||||||||||
b. | Kendaraan yang digunakan untuk keperluan bencana alam, mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak dengan disertai alasan yang jelas dan melampirkan paling kurang :
|
Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai tata cara pemberian keringanan diatur oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak.
Bagian Ketiga
Pembebasan
Pasal 66
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat memberikan pembebasan PKB kepada Wajib Pajak atau terhadap objek pajak tertentu, berdasarkan asas keadilan dan asas timbal balik (reciprocitas). | ||||||||||||||||||||||
(2) | Pemberian pembebasan pajak berdasarkan asas keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sebagian atau seluruhnya dari PKB yang terutang, terhadap :
|
||||||||||||||||||||||
(3) | Pemberian pembebasan pajak berdasarkan asas timbal balik (reciprocitas) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada lembaga atau organisasi internasional/lembaga internasional lainnya yang bertempat kedudukan di Indonesia dalam rangka kerja sama dan/atau memberikan bantuan teknis di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan kepada Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Tata cara pembebasan PKB karena disita oleh pengadilan/sita lelang oleh Pemerintah/sita oleh instansi Penegak Hukum ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. | ||||||||||||||||||||||
(5) | Pemberian pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
||||||||||||||||||||||
(6) | Kendaraan bermotor yang dapat diberikan pembebasan PKB kepada badan/lembaga/organisasi internasional atas pembelian kendaraan bermotor yang diproduksi di dalam negeri maupun dalam keadaan jadi (CBU) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
||||||||||||||||||||||
(7) | Pemberian pembebasan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberikan untuk Pejabat dari kantor badan/lembaga/organisasi internasional yang bertugas di Indonesia dengan masa tugas minimal 1 (satu) tahun. |
BAB XIII
PEMERIKSAAN
Pasal 67
(1) | Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pembayaran PKB, dilakukan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa Dinas Pelayanan Pajak. |
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara koordinatif dengan instansi terkait seperti Kepolisian dan PT Jasa Raharja (Persero). |
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan berdasarkan surat tugas dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(4) | Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
|
Pasal 68
(1) | Surat teguran dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan di kediaman/tempat tinggal Wajib Pajak. |
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang dengan melakukan penelitian :
|
(3) | Pemeriksa wajib membuat berita acara pemeriksaan lapangan dan ditandatangani oleh Wajib Pajak. |
(4) | Pemeriksa wajib memberikan imbauan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang PKB pada hari yang sama dengan pelaksanaan pemeriksaan. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak tidak sanggup melakukan pelunasan pembayaran utang pajak, pemeriksa menyampaikan surat pernyataan kesanggupan membayar utang PKB kepada Wajib Pajak. |
(6) | Surat pernyataan kesanggupan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib dilunasi oleh Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari sejak ditandatangani surat tersebut. |
(7) | Bentuk surat pernyataan kesanggupan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 69
Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat bekerja sama dengan pihak lainnya untuk menyelenggarakan sistem elektronik dalam jaringan (online) mengenai pelaporan, pendaftaran dan penagihan PKB.
Pasal 70
(1) | Dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, Dinas Pelayanan Pajak dapat menyediakan loket atau layanan khusus pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB (Kantor Bersama SAMSAT) atau tempat lain yang ditunjuk. |
(2) | Penyediaan loket atau layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 168 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 72
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut terhitung sejak tanggal 1 Oktober 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2016
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
ttd
BASUKI T. PURNAMA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Oktober 2016
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
ttd
SAEFULLAH
BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2016 NOMOR 61029