Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 168 TAHUN 2015

  • 08 Mei 2015
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 168 TAHUN 2015

TENTANG

PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN
PERKOTAAN ATAS CAGAR BUDAYA, KAWASAN SUAKA ALAM DAN
KAWASAN PELESTARIAN ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


  1. bahwa sesuai ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Gubernur dapat memberikan pengurangan pajak paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak;
  2. bahwa dalam rangka meningkatkan pelestarian Bangunan Cagar Budaya, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, perlu memberikan insentif kepada Wajib Pajak yang mengelola Cagar Budaya, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dengan Perkotaan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Atas Cagar Budaya, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak;
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
  8. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya;
  9. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  10. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  11. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
  12. Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
  13. Peraturan Gubernur Nomor 242 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN ATAS CAGAR BUDAYA, KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Dinas Pelayanan Pajak yang juga disebut Dinas adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Dinas Pelayanan Pajak adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan pada sektor perdesaan dan perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  7. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  8. Bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
  9. Objek Pajak Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
  10. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  11. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
  12. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang beserta sanksi administrasi.
  13. Pengurangan PBB-P2 adalah pengurangan PBB-P2 yang terutang dalam SPPT atau SKPD atau STPD PBB-P2.
  14. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
  15. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap.
  16. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
  17. Kawasan Suaka Alam yang selanjutnya disingkat KSA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pangawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyanggah kehidupan.
  18. Kawasan Pelestarian Alam yang selanjutnya disingkat KPA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyanggah kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
  19. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
  20. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
  21. Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi yang dimiliki oleh negara dalam menyelenggarakan pengaturan perbuatan hukum berkenaan dengan pelestarian Cagar Budaya.
  22. Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada negara.
  23. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
  24. Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran benih/bibit atau anakan dari tumbuhan liar dan satwa liar, baik yang dilakukan dihabitatnya maupun di luar habitatnya, dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan kemurnian jenis dan genetik.
  25. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.


BAB II
PEMBERIAN PENGURANGAN

Bagian Kesatu
Pengurangan PBB-P2 atas Bangunan Cagar Budaya

Pasal 2

(1) Bangunan/Situs Cagar Budaya yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan sebagai tempat hunian/tempat tinggal dan kegiatan usaha atau sejenisnya yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan dapat diberikan pengurangan PBB-P2 dari pokok pajak yang terutang.
(2) Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk melestarikan, merawat dan mempertahankan Bangunan Cagar Budaya agar tetap dalam keadaan baik sebagai aset budaya nasional.


Pasal 3

Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberikan untuk:

  1. Bangunan Cagar Budaya yang terdaftar pada instansi terkait; dan/atau
  2. Bangunan Cagar Budaya yang terdapat di dalam kawasan dan/atau situs Cagar Budaya yang ditetapkan oleh Pemerintah.


Pasal 4

(1) Terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan Bangunan Cagar Budaya untuk tempat hunian/tempat tinggal dan telah melakukan pemeliharaan, perawatan atau pemugaran sesuai dengan bentuk aslinya, dapat diberikan pengurangan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pokok PBB-P2 yang terutang.
(2) Terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan Bangunan Cagar Budaya untuk kegiatan usaha dengan maksud mencari keuntungan dan telah melakukan pemeliharaan, perawatan atau pemugaran sesuai dengan bentuk aslinya, dapat diberikan pengurangan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok PBB-P2 yang terutang.
(3) Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat diberikan terhadap Wajib Pajak yang tidak melakukan pemeliharaan, perawatan atau pemugaran sesuai dengan bentuk aslinya, atas Bangunan Cagar Budaya yang dimanfaatkan.


Bagian Kedua
Pengurangan PBB-P2 atas KSA dan/atau KPA

Pasal 5

(1) KSA dan/atau KPA yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan atau diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan untuk kegiatan usaha atau sejenisnya yang dimaksudkan memperoleh keuntungan dapat diberikan pengurangan PBB-P2 dari pokok pajak yang terutang.
(2) Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk melestarikan, merawat dan mempertahankan KSA dan/atau KPA agar tetap dalam keadaan baik sebagai aset nasional.


Pasal 6

(1) Terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan KSA dan/atau KPA untuk kegiatan usaha dengan maksud mencari keuntungan dan terdapat tempat penangkaran flora/fauna yang memiliki keunikan tertentu, dapat diberikan pengurangan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok PBB-P2 yang terutang.
(2) Terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan KSA dan/atau KPA untuk kegiatan usaha dengan maksud mencari keuntungan dan tidak terdapat tempat penangkaran flora/fauna yang memiliki keunikan tertentu, dapat diberikan pengurangan sebesar 15% (lima belas persen) dari pokok PBB-P2 yang terutang.
(3) Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada KSA dan/atau KPA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
(4) Pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat diberikan terhadap Wajib Pajak yang tidak memelihara, melindungi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa pada KSA dan/atau KPA yang dimanfaatkan.


BAB III
TATA CARA

Bagian Kesatu
Permohonan dan Persyaratan

Pasal 7

(1) Wajib Pajak mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPFD sesuai dengan kewenangannya.
(2) Permohonan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan formal sebagai berikut :
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh wajib pajak dengan mencantumkan :
  1. nama dan alamat Wajib Pajak;
  2. besar pengurangan PBB-P2 yang dimohon; dan
  3. alasan yang mendasari diajukannya permohonan pengurangan PBB-P2.
b. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKPD PBB-P2;
c. fotokopi SPPT atau SKPD PBB-P2 yang dimohonkan pengurangan;
d. surat tanda terdaftar dan/atau surat keterangan sebagai Bangunan Cagar Budaya atau KSA dan KPA dari instansi berwenang; dan
e. surat keterangan pemugaran Bangunan Cagar Budaya dari instansi yang berwenang.
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
b. lansekap areal/kawasan Bangunan Cagar Budaya atau KSA dan/atau KPA;
c. foto bangunan Cagar Budaya atau KSA dan KPA;
d. fotokopi identitas pemohonan wajib pajak atau kuasanya; dan
e. fotokopi tempat penangkaran flora/fauna yang memiliki keunikan tertentu.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikuasakan, harus dilengkapi dengan surat kuasa bermeterai cukup.
(5) Selama mengajukan permohonan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Wajib Pajak tidak dapat mengajukan keberatan.
(6) Dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan keberatan, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan pengurangan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 8

(1) Kepala UPPD berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal pokok PBB-P2 yang terutang sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Kepala Unit Penyelesaian Pengurangan, Keberatan dan Banding berwenang memberikan keputusan permohonan pengurangan dalam hal pokok PBB-P2 yang terutang di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Apabila permohonan pengurangan yang diterima Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD yang bukan kewenangannya maka permohonan tersebut diteruskan sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) atau ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.


Pasal 9

(1) Berdasarkan permohonan beserta persyaratan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai kewenangannya melakukan penelitian administrasi dan dapat :
  1. menolak secara tertulis dilengkapi dengan alasan apabila persyaratan permohonan tidak lengkap; atau
  2. memproses permohonan apabila persyaratan permohonan lengkap.
(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disampaikan kepada wajib pajak atau kuasanya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan.
(3) Wajib Pajak yang permohonannya ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan kembali permohonan pengurangan setelah melengkapi persyaratan.
(4) Dalam hal permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD dapat melakukan penelitian lapangan.
(5) Penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. berdasarkan surat tugas;
  2. memberitahukan secara tertulis mengenai waktu pelaksanaan penelitian lapangan pada Wajib Pajak atau kuasanya;
  3. membuat Berita Acara Penelitian Lapangan; dan
  4. membuat Laporan Hasil Penelitian Lapangan.
(6) Pelaksanaan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan dinyatakan lengkap.


Pasal 10

(1) Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala UPPD sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan secara lengkap, harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan.
(2) Tanggal diterimanya permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
  1. bukti tanda terima surat permohonan pengurangan secara lengkap yang sah dari petugas penerima surat dari Dinas Pelayanan Pajak atau UPPD; dan
  2. bukti tanda terima pengiriman surat permohonan pengurangan secara lengkap, dalam hal disampaikan melalui pos atau perusahaan jasa pengantar surat.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap dikabulkan, dengan menerbitkan keputusan.
(4) Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.


Pasal 11

(1) Wajib Pajak yang menguasai, memanfaatkan, mengelola dan/atau memiliki Bangunan/Situs Cagar Budaya yang telah memperoleh pergurangan PBB-P2 berdasarkan Peraturan Gubernur ini tidak dapat diberikan pengurangan PBB-P2 berdasarkan peraturan lainnya atas objek yang sama.
(2) Wajib Pajak yang menguasai, memanfaatkan, mengelola dan/atau memiliki KSA atau KPA yang telah memperoleh pengurangan PBB-P2 berdasarkan Peraturan Gubernur ini tidak dapat diberikan pengurangan PBB-P2 berdasarkan peraturan lainnya atas objek yang sama.


Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pemberian pengurangan PBB-P2 atas Cagar Budaya, KSA dan/atau KPA diatur dalam Standar Operasional Prosedur yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak.



BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2015
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd.

BASUKI T. PURNAMA


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 13 Mei 2015

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


ttd.


SAEFULLAH



BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2015 NOMOR 71013