Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 115 TAHUN 2017

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 115 TAHUN 2017

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Daerah;


Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
  7. Peratuan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
  8. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
  9. Peraturan Gubernur Nomor 262 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pajak dan Retribusi Daerah;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK DAERAH.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  5. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  6. Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah pada Kota Administrasi.
  7. Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah adalah Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah pada Kota Administrasi.
  8. Pejabat yang Berwenang adalah Pejabat yang berada satu tingkat di bawah Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah memiliki kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  9. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  10. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, yang mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  12. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
  13. Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
  14. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
  15. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
  16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
  18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
  20. Surat Keberatan adalah surat yang diajukan oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang berwenang mengenai keberatan terhadap suatu surat ketetapan pajak.
  21. Sanksi Administrasi berupa Bunga, Kenaikan dan/atau Denda adalah tanggungan atau pembebanan di luar pokok pajak terutang sebagai akibat pelanggaran administrasi perpajakan.
  22. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Keterangan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan atau Surat Keputusan Keberatan.
  23. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan dari tim peneliti keberatan.
  24. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Keterangan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar.


BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk pelaksanaan terkait proses pengajuan dan penyelesaian Keberatan Pajak Daerah.
(2) Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk :
  1. memberikan kepastian hukum;
  2. mewujudkan tertib administrasi; dan
  3. meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak.


BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini, yaitu persyaratan pengajuan dan proses penyelesaian pengajuan Keberatan Pajak Daerah.



BAB IV
TATA CARA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang berwenang atas suatu :
  1. SPPT;
  2. SKPD;
  3. SKPDKB;
  4. SKPDKBT;
  5. SKPDLB; dan/atau
  6. SKPDN.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diajukan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak.
(3) Keberatan yang diajukan dengan alasan selain materi atau isi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dianggap bukan merupakan Surat Keberatan dan tidak dapat dipertimbangkan.


Bagian Kedua
Persyaratan Pengajuan Keberatan Pajak Daerah

Pasal 5

(1) Wajib Pajak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, harus memenuhi persyaratan dan melampirkan dokumen pendukung.
(2) Persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu sebagai berikut :
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. 1 (satu) keberatan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;
  3. mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  4. Surat Keberatan ditandatangani Wajib Pajak, dalam hal tidak ditandatangani Wajib Pajak harus dilampiri Surat Kuasa bermeterai cukup;
  5. Wajib Pajak telah membayar utang pajaknya, paling sedikit sejumlah yang telah disetujui berdasarkan penghitungan Wajib Pajak atau berdasarkan pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
  6. diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak atau SPPT, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; dan
  7. Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan atas surat ketetapan pajak yang diajukan keberatan, berupa :
    1. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi;
    2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
    3. pengurangan ketetapan pajak atau pokok pajak;
    4. pembatalan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
    5. keringanan atau pembebasan pajak.
(3) Dokumen pendukung yang harus dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas :
  1. fotokopi SPPT/SKPD/SKPDKB/SKPDKBT/SKPDLB/SKPDN;
  2. fotokopi KTP Wajib Pajak;
  3. surat kuasa bermeterai cukup, jika pengajuan dikuasakan dan fotokopi KTP penerima kuasa;
  4. fotokopi bukti pembayaran Pajak Daerah berdasarkan penghitungan Wajib Pajak atau berdasarkan pembahasan akhir hasil pemeriksaan; dan
  5. dokumen-dokumen yang mendukung pengajuan keberatan.
(4) Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan Surat Keberatan, apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e belum terpenuhi, selama masih dalam jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f.
(5) Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (4), merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.
(6) Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, meliputi :
  1. bencana alam;
  2. kebakaran;
  3. huru-hara/kerusuhan massal;
  4. adanya Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan adanya perubahan jumlah ketetapan pajak; dan/atau
  5. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah.
(7) Jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar terhadap surat ketetapan pajak atau SPPT yang diajukan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.


Pasal 6

(1) Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang berwenang.
(2) Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang berwenang wajib memberikan keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menambah jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f.

    

 

Bagian Ketiga
Penyampaian Surat Keberatan

Pasal 7

(1) Wajib Pajak menyampaikan Surat Keberatan kepada Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah sesuai tempat Wajib Pajak atau lokasi objek pajak terdaftar.
(2) Penyampaian Surat Keberatan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. penyampaian secara langsung;
  2. penyampaian melalui pos atau jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. cara lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Surat Keberatan yang disampaikan melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, diberikan bukti penerimaan surat oleh petugas pajak yang merupakan tanda bukti penerimaan Surat Keberatan.
(4) Format Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai Format 1 Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Bagian Keempat
Tindak Lanjut Surat Keberatan

Pasal 8

(1) Surat Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dianggap bukan merupakan Surat Keberatan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang berwenang, menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang pengajuan keberatanya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan disertai alasan pertimbangan.
(3) Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan dan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), ditindaklanjuti ke proses penyelesaian keberatan.
(4) Format Surat Pemberitahuan Pengajuan Keberatannya Tidak Memenuhi Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai Format 2 Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Bagian Kelima
Pencabutan Surat Keberatan

Pasal 9

(1) Wajib Pajak, dapat mencabut Surat Keberatan yang telah disampaikan sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak.
(2) Format Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai Format 3 Lampiran Peraturan Gubernur ini.
(3) Pencabutan Surat Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penyampaian surat permohonan dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mencantumkan alasan pencabutan Surat Keberatan; dan
  3. ditandatangani Wajib Pajak, dalam hal tidak ditandatangani Wajib Pajak harus dilampiri Surat Kuasa bermeterai cukup.
(4) Pencabutan Surat Keberatan disampaikan kepada Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi.
(5) Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah wajib memberikan jawaban atas pencabutan Surat Keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat pencabutan Surat Keberatan.
(6) Format Surat Jawaban atas Pencabutan Surat Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sesuai Format 4 Lampiran Peraturan Gubernur ini.
(7) Jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa menerima atau menolak dengan didasarkan atas pertimbangan tertentu.
(8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah belum memberikan jawaban, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.

    

Pasal 10

Dalam hal permohonan pencabutan Surat Keberatan diterima, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g.



Bagian Keenam
Proses Penyelesaian Keberatan

Pasal 11

(1) Dalam hal Surat Keberatan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ditindaklanjuti dengan menguji data yang dimiliki Badan Pajak dan Retribusi Daerah dengan data yang disampaikan oleh Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak.
(2) Petugas pajak dalam menguji data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan, sebagai berikut:
  1. mengajukan peminjaman dokumen yang berkaitan dengan proses penyelesaian keberatan kepada Wajib Pajak;
  2. meminta keterangan kepada Wajib Pajak;
  3. melakukan penelitian lapangan; dan/atau
  4. meminta data dan informasi kepada pihak lain.
(3) Apabila berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih dibutuhkan data atau informasi, petugas pajak dapat melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan ulang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 12

(1) Kewenangan mengajukan peminjaman dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, dilakukan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman dokumen.
(2) Format Surat Permintaan Peminjaman Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai Format 5 Lampiran Peraturan Gubernur ini.
(3) Wajib Pajak harus memenuhi permintaan peminjaman dokumen, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Apabila Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan peminjaman dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kegiatan pengujian data tetap dilanjutkan dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.


Pasal 13

(1) Kewenangan meminta keterangan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b, dilakukan melalui penyampaian undangan.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka memperoleh keterangan tambahan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
(3) Apabila Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak tidak memenuhi undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kegiatan proses penyelesaian keberatan tetap dilanjutkan.


Pasal 14

(1) Kewenangan melakukan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c, dilakukan apabila petugas pajak membutuhkan informasi yang berkaitan dengan kondisi objek pajak yang diajukan keberatan.
(2) Sebelum melakukan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja petugas pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak.
(3) Format Surat Pemberitahuan Penelitian Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai Format 6 Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Pasal 15

(1) Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak permohonan Surat Keberatan diterima Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah belum menerbitkan keputusan atas pengajuan Keberatan Wajib Pajak, maka pengajuan keberatan dianggap dikabulkan seluruhnya.
(2) Surat Keberatan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dengan sebelumnya tetap dibuatkannya Laporan Penelitian Keberatan.
(3) Format Laporan Penelitian Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai Format 7 Lampiran Peraturan Gubernur ini.

 

Bagian Ketujuh
Tindak Lanjut Proses Penyelesaian Keberatan

Pasal 16

(1) Hasil proses penyelesaian keberatan ditindaklanjuti dengan disusunnya Laporan Penelitian Keberatan.
(2) Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Kepala Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir yang dilampiri dengan :
  1. pemberitahuan hasil penelitian keberatan; dan
  2. surat tanggapan hasil penelitian keberatan.
(3) Pemberitahuan hasil penelitian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak bersifat final dan bukan merupakan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
(4) Tanggapan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dituangkan dalam Berita Acara Kehadiran Wajib Pajak.
(5) Format Berita Acara Kehadiran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai Format 8 Lampiran Peraturan Gubernur ini.
(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), petugas pajak tetap membuatkan Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak dan proses penyelesaian Keberatan tetap dilanjutkan.
(7) Format Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai Format 9 Lampiran Peraturan Gubernur ini.
(8) Format Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan dan Format Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai Format 10 dan Format 11 Lampiran Peraturan Gubernur ini.

     

Pasal 17

(1) Berdasarkan Laporan Penelitian Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dilanjutkan dengan menerbitkan Keputusan Keberatan.
(2) Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
  1. mengabulkan seluruhnya;
  2. mengabulkan sebagian;
  3. menolak; atau
  4. menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
(3) Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Keputusan Keberatan.
(4) Format Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai Format 12 Lampiran Peraturan Gubernur ini.


Pasal 18

(1) Dalam hal Keputusan Keberatan menolak, mengabulkan sebagian atau menambahkan besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Keputusan Keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dikenakan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding.

   

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah.



BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku :

  1. Peraturan Gubernur Nomor 203 Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  2. Ketentuan mengenai Tata Cara Pengajuan Keberatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2011 tentang Prosedur Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 21

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Agustus 2017
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

DJAROT SAIFUL HIDAYAT


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 September 2017

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA,


ttd


SAEFULLAH 




BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2017 NOMOR 21030