Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 27/PJ/2021
 
TENTANG
 
PETUNJUK PELAKSANAAN TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN TEMPAT WAJIB PAJAK

TERDAFTAR DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM

RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL
 
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK,

 

A. Umum

Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan alas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak akan dilaksanakan reorganisasi yang meliputi
 
a. perubahan nomenklatur Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP);
b. perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP; serta
c. perubahan Jenis KPP dari KPP Pratama menjadi KPP Madya.
Berkenaan dengan perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP, serta perubahan Jenis KPP dari KPP Pratama menjadi KPP Madya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak.
 
Dalam rangka reorganisasi dimaksud. lelah diterbitkan KEP-28/PJ/2021 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan PER-06/PJ/2021 tentang Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
 
Oleh karena itu, guna keseragaman prosedur pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak dalam rangka reorganisasi dimaksud, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan penatausahaan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak dalam rangka reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman prosedur dan tertib administrasi dalam pelaksanaan kegiatan penatausahaan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak dalam rangka reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak
   
C. Ruang Lingkup

1. Pengertian
2. Pemberitahuan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak, dan/atau tempat administrasi objek PBB P5L.
3. Penerbitan Surat Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
4. Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban oleh Wajib Pajak, pemekaran SPT, data, dan/atau alat keterangan, serta pengemasan SPT.
5. Penanganan berkas Wajib Pajak, data Wajib Pajak, dan/atau berkas objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan. Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan Untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor Lainnya (PBS P5L).
6. Penyelesaian permohonan layanan perpajakan.
7. Penyelesaian permohonan pemberian Imbalan bunga.
8. Administrasi dan penyelesaian pemeriksaan.
9. Pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN, pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP, serta pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP.
10. Administrasi kegiatan ekstensifikasi.
11. Penyelesaian permohonan berdasarkan Pasal 16, Pasal 25, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP.
12. Pelaksanaan penagihan dan penyelesaian permohonan Wajib Pajak dalam ruang lingkup penagihan.
13. Pelaksanaan administrasi objek PBB P5L.
14. Penanganan surat keputusan lainnya yang harus ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum.
   
D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang KUP);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan alas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang PPN);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000;
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 kentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020;
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2021 tentang Tata Cara Penatausahaan Tempat Wajib Pajak Terdaftar dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
13. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-28/PJ/2021 tentang Penerapan Organisasi Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
   
E. Materi

1. Pengertian
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
a. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. yang selanjutnya disebut Kanwil, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak
b. Kantor Pelayanan Pajak. yang selanjutnya disingkat KPP, adalah Instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil
c. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, yang selanjutnya disingkat KP2KP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung Jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama. 
d. KPP Pratama Lama adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya dialihkan ke KPP Pratama Baru.
e. KPP Pratama Baru adalah KPP Pratama yang menerima pengalihan wilayah kerja dari KPP Pratama Lama
f. Saat Mulai Terdaftar, yang selanjutnya disingkat SMT, adalah tanggal Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Baru atau KPP Madya yaitu tanggal 3 Mei 2021.
g. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak. dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
h. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. 
i. Penanggung Pajak adalah Orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
j. Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
k. Surat Pemberitahuan, yang selanjutnya disingkat SPT, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
l. Surat Ketetapan Pajak, yang selanjutnya disingkat SKP, adalah surat ketetapan yang meliput Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, termasuk Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Pemberitahuan.
m. Surat Tagihan Pajak, yang selanjutnya disingkat STP, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda, termasuk Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
n. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak tentang kepada Wajib Pajak.
o. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPLB, adalah surat ketetapan pajak yang menunjukkan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
p. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang selanjutnya disingkat SKPPKP, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
q. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, yang selanjutnya disingkat SKPKPP, adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
r. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB.
s. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak, yang selanjutnya disingkat SPMKP, adalah surat perintah dari Kepala KPP kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar kompensasi utang pajak dan/atau pajak yang akan terutang serta dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.
t. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SKPIB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
u. Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SKPPIB, adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan tang pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
v. Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SPMIB, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.
w. Berkas Wajib Pajak adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak dalam bentuk kertas maupun media elektronik dan bentuk lainnya, termasuk profil Wajib Pajak.
x. Data Wajib Pajak adalah data perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak.
y. Berkas Objek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor Lainnya, yang selanjutnya disebut Berkas Objek PBB P5L, adalah dokumen-dokumen perpajakan yang berkaitan dengan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor Lainnya dalam bentuk kertas maupun media elektronik dan bentuk lainnya.
z. Induk Berkas adalah berkas Wajib Pajak yang berisi dokumen-dokumen tentang Wajib Pajak. jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak, dan laporan penelitian, pemeriksaan, atau penyidikan serta informasi lainnya
aa. Anak Berkas adalah berkas Wajib Pajak per jenis pajak dan per Tahun Pajak termasuk SPT. Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen penerimaan lainnya, Surat Keterangan Bebas (SKB), Surat Keputusan Perubahan Angsuran, SKP, STP, SKPKPP, SKPPKP, SPMKP, SPMIB, berkas Pemindahbukuan (Pbk), dan dokumen lainnya.
bb. Berkas Pemeriksaan adalah berkas Wajib Pajak yang berisi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Nota Penghitungan (Nothit) dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
2. Pemberitahuan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak, dan/atau tempat administrasi objek PBS PSL.
a. KPP Pratama Lama memberitahukan pemindahan tempat terdaftar, tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak, dan/atau tempat administrasi objek PBB P5L kepada Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum SMT. 
b. KPP Pratama Baru atau KPP Madya memberitahukan pemindahan tempat terdaftar, tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak, dan/atau tempat administrasi objek PBB P5L kepada Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT.
c. Kartu NPWP baru dicetak dan disampaikan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya Baru paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT, dan disampaikan kepada Wajib Pajak bersamaan dengan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan menggunakan surat dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A.1, Lampiran Huruf A.2, atau Lampiran Huruf A.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
e. Selain melalui surat sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPP juga dapat menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada Wajib Pajak melalui media yang memungkinkan diketahui oleh Wajib Pajak seperti, email, SMS, pamflet. dan spanduk.
3. Penerbitan Surat Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
a. Dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya merupakan tempat pemusatan PPN Terutang, maka diterbitkan Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang oleh Kanwil atasan dari KPP Pratama Lama sehubungan dengan perubahan nama KPP yang mengadministrasikan pemusatan PPN Terutang tersebut.
b. Penerbitan Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT.
c. Salinan Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang disampaikan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya dan KPP lain tempat PPN Terutang yang dipusatkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak SMT.
d. Dalam rangka penerbitan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Kanwil atasan KPP Pratama Lama menginventarisasi Surat Keputusan Pemusatan PPN yang telah diterbitkan atas Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
e. Inventarisasi Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban oleh Wajib Pajak, perekaman SPT, data, dan/atau alat keterangan serta pengemasan SPT.
a. Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sejak SMT dilakukan dt KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
b. SPT, data, dan/atau alat keterangan (alket) yang perlu dilakukan perekaman diproses sebagai berikut:
1) Dalam hal SPT, data, dan/atau alat keterangan diterima di KPP Pratama Lama lebih dari 4 (empat) hari kerja sebelum SMT, maka perekaman SPT, data, dan/atau alat keterangan dilakukan oleh KPP Pratama lama dan wajib diselesaikan sebelum SMT; atau
2) Dalam hal SPT, data, dan/atau alat keterangan diterima di KPP Pratama Lama paling lama 4 (empat) hari kerja sebelum SMT, maka perekaman SPT, data, dan/atau alat keterangan dilakukan oleh KPP Pratama baru atau KPP Madya.
c. Pengemasan dan Pengiriman SPT, diproses sebagai berikut:
1) KPP Pratama Lama mengemas SPT yang diterima sampai dengan tanggal 16 April 2021 paling lama tanggal 30 April 2021 den bertanggung jawab atas penyimpanan serta pengiriman SPT yang sudah dikemas tersebut;
2) SPT yang diterima KPP Pratama Lama setelah tanggal 16 April 2021 dikirimkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum SMT, dan
3) Pengiriman sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilakukan menggunakan surat pengantar dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
d. Pengemasan SPT dilakukan oleh KPP yang menerbitkan Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD). Adapun pengiriman atau pengambilan SPT dilakukan oleh KPP Pratama Lama atau Unit Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (UPDDP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Sisa lebih logistik pengemasan SPT den barcode reader milik KPP Pratama Lama dapat digunakan KPP Madya yang dibentuk dalam reorganisasi dimaksud.
f. Dalam hal SPT tidak dapat diolah UPDDP, SPT dimaksud dikembalikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
g. Tata Cara penggunaan logistik pengemasan SPT dan tindak lanjut pengembalian SPT dilakukan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5. Penanganan berkas Wajib Pajak, data Wajib Pajak, dan/atau Berkas Objek PBB P5L.
a. KPP Pratama Lama bertanggung jawab atas kelengkapan dan keutuhan seluruh Berkas Wajib Pajak, Data Wajib Pajak, dan/atau Berkas Objek PBB P5L yang akan dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
b. Dalam hal terdapat Wajib Pajak KPP Pratama Lama yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya, maka KPP Pratama Lama berkewajiban untuk menyampaikan Berkas Wajib Pajak, Data Wajib Pajak, dan/atau Berkas Objek PBB P5L tersebut kepada KPP Pratama Baru atau KPP Madya dimaksud.
c. Dalam hal masih terdapat berkas Wajib Pajak yang dikirimkan ke alamat KPP Pratama Lama sejak SMT, KPP yang berada di alamat tersebut meneruskan berkas dimaksud kepada KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar.
d. Tata cara penanganan berkas Wajib Pajak, data Wajib Pajak, dan/atau berkas Objek PBB P5L dilakukan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
6. Penyelesaian permohonan layanan perpajakan.
a. Permohonan layanan perpajakan yang diberikan oleh KPP meliputi:
1) penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB);
2) penerbitan Surat Keterangan Fiskal;
3) penerbitan keputusan Pengurangan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25;
4) pelunasan Bea Meterai dengan Cara Lain;
5) permohonan pemindahbukuan;
6) permohonan pemberian Imbalan bunga;
7) perubahan Metode Pembukuan dan atau Tahun Buku yang Pertama;
8) penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan;
9) permohonan Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak; dan
10) permohonan perpajakan lainnya.
b. Terhadap permohonan yang belum diselesaikan sampai dengan sebelum SMT, KPP Pratama Lama melaksanakan inventarisasi dan menyelesaikan permohonan dimaksud berdasarkan saat Jatuh temponya.
c. Tata cara penyelesaian permohonan layanan perpajakan dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
7. Penyelesaian permohonan pemberian Imbalan bunga.
a. KPP Pratama Lama menginventarisasi status penyelesaian permohonan pemberian imbalan bunga terhadap Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
b. Penyelesaian permohonan Imbalan bunga dilakukan sebagai berikut:
1) terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Pratama Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum SMT, KPP Pratama Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan SKPJB, SKPPIB, dan SPMIB paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
2) terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Pratama Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan SKPIB, SKPPIB, dan SPMIB.
c. Hasil inventarisasi terhadap permohonan pemberian Imbalan bunga yang diselesaikan di KPP Pratama Baru atau KPP Madya sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) disampaikan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya pada hari kerja terakhir sebelum SMT.
d. inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran Huruf E.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini dan contoh checklist berkas kelengkapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
8. Administrasi dan penyelesaian pemeriksaan
a. Berdasarkan hasil inventarisasi seluruh tunggakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya, KPP Pratama Lama:
1) menyelesaikan pementasan paling lama tanggal 16 April 2021;
2) mengajukan usulan pengalihan pemeriksaan; atau
3) mengajukan usulan pembatalan penugasan pemeriksaan
b. Tata cara administrasi dan penyelesaian pemeriksaan dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
9. Pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 7C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN, pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP, serta pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP;
a. Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP serta Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN yang diterima sebelum SMT diproses berdasarkan jangka waktu penyelesaiannya.
b. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang KUP dari Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya Baru diproses berdasarkan saat diterimanya permohonan dari Wajib Pajak
c. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP dari Wajib Pajak yang diadministrasikan oleh KPP Pratama Lama yang mengalami perubahan jenis KPP diproses berdasarkan batas waktu penerbitan surat ketetapan pajaknya.
d. Dalam hal sebelum SMT, KPP Pratama Lama telah menerbitkan SKPPKP atau SKPLB, namun KPP Pratama Lama belum menerbitkan SKPKPP dan SPMKP, maka diproses berdasarkan saat jatuh temponya
e. Dalam hal sebelum SMT, KPP Pratama Lama telah menerima permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri, namun KPP Pratama Lama belum menerbitkan SKPIB, SKPPIB, dan/atau SPMIB, maka diproses berdasarkan saat diterimanya permohonan dan Wajib Pajak.
f. Tata cara pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN, pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP, serta pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP, dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
10. Administrasi kegiatan ekstensifikasi.
a. KPP Pratama lama dapat menindaklanjuti Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE) dengan memperhatikan beban kerja dan probabilitas penyelesaian tindak lanjut DSE tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum SMT.
b. KPP Pratama lama menyelesaikan seluruh DSE yang masih dalam proses paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum SMT dengan ketentuan:
1) apabila tindak lanjut DSE menghasilkan NPWP baru, maka penyelesaian DSE dilakukan sampai dengan perekaman NPWP hasil tindak lanjut DSE pada aplikasi SIDJP Nine Modul Ekstensifikasi; atau
2) apabila tindak lanjut DSE tidak menghasilkan NPWP baru, maka penyelesaian DSE ditutup dengan Berita Acara sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2019 tentang Tata Cara Ekstensifikasi.
c. DSE yang belum selesai ditindaklanjuti pada SMT akan dipindahkan dari KPP Pratama Lama ke KPP Pratama Baru oleh Direktorat Data dan informasi Perpajakan.
11. Pelaksanaan penyelesaian permohonan berdasarkan Pasal 16, Pasal 25, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP.
a. Penyelesaian permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP yang merupakan kewenangan KPP dan diterima KPP Pratama Lama sebelum SMT, diproses berdasarkan batas waktu penyelesaiannya.
b. Penyelesaian pengajuan/permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 25, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP yang merupakan kewenangan Kanwil dan diterima KPP Pratama Lama sebelum SMT, diproses oleh KPP Pratama Lama paling lama 1 (hari) kerja sebelum SMT.
c. Pelaksanaan surat keputusan yang berkaitan dengan permohonan atau secara jabatan atas pembetulan, pengajuan keberatan, permohonan atau secara Jabatan atas pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar. pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau SKP dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang KUP, yang diterbitkan dan tindak lanjutnya belum dilaksanakan oleh KPP Pratama Lama saat SMT, diproses berdasarkan batas waktu penyelesaiannya.
d. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang diajukan oleh Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya dan belum ditindaklanjuti sampai dengan SMT, diproses berdasarkan batas waktu penyelesaiannya.
e. Direktorat Keberatan dan Banding memberitahukan kepada Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung perihal perubahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sejak SMT sehubungan dengan pengiriman putusan atas Banding atau Gugatan dan putusan Peninjauan Kembali terkait Banding atau Gugatan
f. Tata cara pelaksanaan penyelesaian permohonan berdasarkan Pasal 16, Pasal 25. dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
12. Pelaksanaan penagihan dan penyelesaian permohonan Wajib Pajak dalam ruang lingkup penagihan.
a. Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya memiliki utang pajak pada KPP Pratama Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
b. Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya memiliki utang pajak pada KPP Pratama Lama yang dalam kurun waktu 1 (satu) tahun mendekati daluwarsa penagihan pajak, maka harus dilakukan penelitian dan dipastikan pemberitahuan Surat Paksa telah dilakukan.
c. Dalam hal pada saat SMT, terdapat barang sitaan milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya yang belum dilakukan penjualan barang sitaan oleh KPP Pratama Lama, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menindaklanjuti proses penjualan barang sitaan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
d. Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dalam rangka penagihan pajak, yaitu permohonan mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak, permohonan pembetulan, penggantian, dan/atau pembatalan surat-surat terkait penagihan yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya yang belum selesai ditindaklanjuti oleh KPP Pratama Lama, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menindaklanjuti proses penyelesaian permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e. Dalam hal terdapat:
1) surat permintaan pemblokiran rekening keuangan, informasi nomor rekening, dan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sektor perbankan, LJK sektor perasuransian, UK lainnya, dan/atau entitas lain;
2) surat permintaan pemblokiran akses Sistem Administrasi Badan Hukum;
3) nota dinas permintaan Jadwal waktu dan tempat pelaksanaan lelang;
4) surat pemberitahuan penyitaan dan permohonan pencatatan sita barang milik Penanggung Pajak; dan/atau
5) surat korespondensi lainnya dalam rangka penagihan pajak yang ditujukan kepada pihak ketiga atau instansi lain,
atas Wajib Pajak, Penanggung Pajak. dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya yang telah dikirimkan oleh KPP Pratama Lama kepada pihak ketiga atau instansi lain dan belum memperoleh jawaban/tanggapan dari pihak ketiga atau instansi lain tersebut KPP Pratama Lama segera menyampaikan Informasi mengenai perubahan tersebut kepada pihak ketiga atau instansi lain tujuan korespondensi sebelum SMT.
f. Tata cara pelaksanaan penagihan dan penyelesaian permohonan Wajib Pajak dalam ruang lingkup penagihan dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
13. Pelaksanaan administrasi objek PBS PSL.
a. Pelaksanaan pemisahan basis data PBB P5L dilakukan oleh Kantor Pusat DJP.
b. Penyelesaian permohonan terkait PBB PSL yang menjadi kewenangan KPP diproses berdasarkan batas waktu penyelesaiannya.
c. Penyelesaian permohonan terkait PBB PSL yang menjadi kewenangan Kanwil dan diterima oleh KPP Pratama Lama sebelum SMT, diproses oleh KPP Pratama Lama.
d. Terhadap penelitian PBB yang telah selesai dikerjakan KPP Pratama Lama. disampaikan ke KPP Pratama Baru pada hari kerja terakhir sebelum SMT.
e. Terhadap tunggakan Penelitian PBB yang belum selesai dikerjakan KPP Pratama Lama, diproses berdasarkan status penyampaian Surat Pemberitahuan Penelitian PBS kepada Wajib Pajak.
f. Tata cara pelaksanaan administrasi objek PBB PSL dilaksanakan sesuai prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
14. Penanganan surat keputusan lainnya yang harus ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum.
a. Terhadap surat keputusan lainnya yang harus ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum tetapi belum diselesaikan pada saat SMT oleh KPP Pratama Lama, maka KPP Pratama Lama menyusun Daftar Nominatif Surat Keputusan yang belum ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum.
b. Daftar Nominatif Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c. KPP Pratama Lama menyampaikan daftar nominatif surat keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf a beserta berkasnya ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
   
F. Penutup

1. Kanwil atasan KPP Pratama Lama melakukan pendampingan, pengawasan, dan evaluasi terhadap penatausahaan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak dalam rangka reorganisasi Instansi vertikal DJP.
2. Kepala KPP Pratama Lama bertanggung jawab terhadap penatausahaan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak dalam rangka reorganisasi instansi vertikal DJP.
3. Proses migrasi data Wajib Pajak sehubungan dengan pemindahan Wajib Pajak dari yang semula terdaftar pada KPP Pratama Lama ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya dilakukan oleh Direktorat Data dan Informasi Perpajakan.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal mi mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 
 


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Maret 2021
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

SURYO UTOMO