Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2019

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 15/PJ/2019

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERTUKARAN INFORMASI SECARA SPONTAN
DALAM RANGKA MELAKSANAKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. Umum

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2018 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi secara Spontan dalam rangka Melaksanakan Perjanjian Internasional, dengan ini perlu diterbitkan petunjuk pelaksanaan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut sebagai pedoman bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), dan Unit Eselon II Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Unit Eselon II KPDJP) dalam melaksanakan pertukaran informasi secara spontan dalam rangka melaksanakan Perjanjian Internasional.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran ini disusun sebagai petunjuk teknis yang memuat prosedur, jangka waktu penyelesaian, format surat dan dokumen, serta contoh kasus sebagai pedoman bagi KPP, KPDE, Kanwil DJP, dan Unit Eselon II KPDJP dalam melaksanakan pertukaran informasi secara spontan dalam rangka melaksanakan Perjanjian Internasional.
2. Tujuan
Surat Edaran ini bertujuan agar penyelesaian pertukaran informasi secara spontan berjalan efektif dan optimal.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi:
1. pengertian;
2. Pertukaran Informasi secara Spontan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (Outbound Spontaneous Exchange of Information); dan
3. Pertukaran Informasi secara Spontan dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (Inbound Spontaneous Exchange of Information).
   
D. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.01/2017;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional; dan
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2018 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi secara Spontan dalam rangka Melaksanakan Perjanjian Internasional.
   
E. Materi

1. Pengertian
a. Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional.
b. Perjanjian Internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral, yang antara lain menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengikatkan dirinya dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B);
2) Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement);
3) Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters);
4) Persetujuan Pejabat yang Berwenang yang Bersifat Multilateral atau Bilateral (Multilateral or Bilateral Competent Authority Agreement);
5) Persetujuan antar Pemerintah (Intergovernmental Agreement); atau
6) perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
c. Pertukaran Informasi adalah pertukaran Informasi yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional atau Exchange of Information (EOI) sebagai pelaksanaan Perjanjian Internasional yang bertujuan untuk:
1) mencegah penghindaran pajak;
2) mencegah pengelakan pajak;
3) mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
4) mendapatkan Informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
d. Pertukaran Informasi secara Spontan (Spontaneous EOI) adalah pertukaran Informasi yang dilakukan secara spontan oleh Pejabat yang Berwenang di Indonesia dengan cara menyampaikan Informasi yang dinilai relevan untuk kepentingan perpajakan otoritas perpajakan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra secara langsung kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya, tanpa didahului dengan permintaan.
e. Pejabat yang Berwenang atau Competent Authority yang selanjutnya disebut Pejabat yang Berwenang adalah pejabat di Indonesia, di Negara Mitra, atau di Yurisdiksi Mitra yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi sebagaimana diatur dalam Perjanjian Internasional.
f. Unit di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Unit di Lingkungan DJP adalah Unit Eselon II Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atau Kantor Pelayanan Pajak yang dapat menyampaikan usulan kepada Direktur Perpajakan Internasional untuk melakukan Pertukaran Informasi secara Spontan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dan/atau yang harus menindaklanjuti Informasi yang diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional atas Pertukaran Informasi secara Spontan dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
2. Pertukaran Informasi secara Spontan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (Outbound Spontaneous EOI)
a. Pimpinan Unit di Lingkungan DJP menyampaikan usulan Pertukaran Informasi secara Spontan terkait wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra kepada Direktur Perpajakan Internasional secara tertulis, meliputi:
1) Informasi yang berkaitan dengan transaksi atau kegiatan antara Wajib Pajak Indonesia dengan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang diterima, diperoleh, atau dihasilkan dari kegiatan:
a) pengawasan kepatuhan perpajakan;
b) pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan;
c) pemeriksaan;
d) penagihan;
e) pemeriksaan bukti permulaan;
f) penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
g) pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
h) pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar;
i) keberatan;
j) banding;
k) peninjauan kembali; atau
l) prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP), atau kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) yang bersifat bilateral atau multilateral, atau
2) Informasi yang berkaitan dengan peraturan perpajakan domestik dan pelaksanaannya.
b. Informasi yang diusulkan untuk dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus memenuhi kriteria adanya:
1) indikasi hilangnya potensi pajak yang signifikan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
2) pembayaran kepada wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang diduga tidak dilaporkan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
3) pengurangan atau pembebasan pajak di Indonesia yang diterima oleh wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang dapat menambah kewajiban perpajakan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
4) kegiatan bisnis yang dilakukan antara Wajib Pajak Indonesia dan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra melalui satu atau beberapa negara sedemikian rupa sehingga menyebabkan pajak yang dibayar di Indonesia, di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, atau di kedua negara menjadi berkurang; dan/atau
5) kecurigaan bahwa terjadi pengurangan pembayaran pajak yang disebabkan oleh transfer yang tidak sebenarnya atas laba dalam sebuah grup usaha.
c. Informasi yang berkaitan dengan peraturan perpajakan domestik dan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) merupakan keputusan Direktur Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak tertentu yang diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berupa:
1) penegasan di muka atas skema transaksi yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut, misalnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) yang bersifat unilateral; atau
2) pemberian fasilitas perpajakan, yang informasinya wajib dipertukarkan berdasarkan penilaian forum internasional yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan Base Erosion and Profit Shifting Action 5 (Forum on Harmful Tax Practices/FHTP).
3) Tidak termasuk cakupan (out of scope) informasi yang wajib dipertukarkan berdasarkan penilaian forum internasional yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan Base Erosion and Profit Shifting Action 5 (Forum on Harmful Tax Practices/FHTP) yaitu pemberian fasilitas perpajakan berupa:
a) penurunan tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka (public/listed company regime) (Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2013);
b) fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (investment allowance regime) (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015);
c) fasilitas dan kemudahan di kawasan ekonomi khusus (special economic zone regime) (Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015); dan
d) fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday regime) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018).
d. Informasi yang diusulkan untuk dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus tercakup dalam periode (masa dan/atau tahun pajak) yang disepakati dalam Perjanjian Internasional.
e. Pimpinan Unit di Lingkungan DJP menyampaikan usulan Pertukaran Informasi secara Spontan atas Informasi yang berkaitan dengan transaksi atau kegiatan antara Wajib Pajak Indonesia dengan wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dengan menggunakan format  sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
f. Pimpinan Unit di Lingkungan DJP menyampaikan usulan Pertukaran Informasi secara Spontan atas Informasi yang berkaitan dengan peraturan perpajakan domestik dan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
g. Direktur Perpajakan Internasional melakukan penelitian terhadap usulan Pertukaran Informasi secara Spontan yang disampaikan oleh Pimpinan Unit di Lingkungan DJP sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f.
h. Penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf g dilakukan dengan mengisi lembar penelitian sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
i. Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf g, Direktur Perpajakan Internasional dapat:
1) menyampaikan Pertukaran Informasi secara Spontan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra secara tertulis dalam bahasa Inggris dan memberitahukan kepada pimpinan Unit di lingkungan DJP yang menyampaikan usulan bahwa Pertukaran Informasi secara Spontan telah disampaikan, dalam hal usulan Pertukaran Informasi memenuhi kriteria; atau
2) meminta penjelasan secara tertulis atau secara lisan dan/atau kelengkapan dokumen kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP yang menyampaikan usulan, dalam hal usulan Pertukaran Informasi belum memenuhi kriteria, 
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah usulan Pertukaran Informasi secara Spontan tersebut diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional.
j. Dalam hal kriteria terpenuhi setelah pimpinan Unit di lingkungan DJP yang menyampaikan usulan memberikan penjelasan atau kelengkapan dokumen, Direktur Perpajakan Internasional melakukan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada huruf i angka 1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah penjelasan dan/atau kelengkapan dokumen tersebut diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional.
k. Dalam hal Direktorat Perpajakan Internasional memiliki informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) huruf l dan huruf a angka 2), Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan informasi tersebut secara tertulis dalam Bahasa Inggris kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah informasi tersebut tersedia.
l. Dalam hal Direktur Perpajakan Internasional menerima laporan pemanfaatan Informasi dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atas Pertukaran Informasi secara Spontan sebagaimana dimaksud pada huruf i angka 1) dan huruf j, Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan:
1) pemberitahuan telah diterimanya laporan pemanfaatan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan
2) pemberitahuan pemanfaatan Informasi oleh otoritas perpajakan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP yang menyampaikan usulan Pertukaran Informasi secara Spontan,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah laporan pemanfaatan Informasi tersebut diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional.
m Contoh informasi yang diusulkan oleh Pimpinan Unit di Lingkungan DJP untuk dilakukan Pertukaran Informasi secara Spontan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang  merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
3. Pertukaran Informasi secara Spontan dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (Inbound Spontaneous EOI)
a. Direktur Perpajakan Internasional menerima Pertukaran Informasi secara Spontan terkait Wajib Pajak Indonesia dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
b. Pertukaran Informasi secara Spontan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat ditindaklanjuti sepanjang informasi yang diterima memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) indikasi hilangnya potensi pajak yang signifikan di Indonesia;
2) pembayaran kepada Wajib Pajak Indonesia yang diduga tidak dilaporkan di Indonesia;
3) pengurangan atau pembebasan pajak di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang diterima oleh Wajib Pajak Indonesia yang dapat menambah kewajiban perpajakan di Indonesia;
4) kegiatan bisnis yang dilakukan antara wajib pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dan Wajib Pajak Indonesia melalui satu atau beberapa negara sedemikian rupa sehingga menyebabkan pajak yang dibayar di Indonesia, di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, atau di kedua negara menjadi berkurang; dan/atau
5) kecurigaan bahwa terjadi pengurangan pembayaran pajak yang disebabkan oleh transfer yang tidak sebenarnya atas laba dalam sebuah grup usaha.
c. Direktur Perpajakan Internasional melakukan penelitian berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf b atas Pertukaran Informasi secara Spontan dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dengan menggunakan lembar penelitian sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
d. Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf c, Direktur Perpajakan Internasional menindaklanjuti Pertukaran Informasi secara Spontan sebagai berikut:
1) menyampaikan pemberitahuan telah diterimanya Pertukaran Informasi secara Spontan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra,dan menyampaikan Informasi yang diterima dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP, dalam hal Informasi yang diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional dianggap telah jelas dan/atau lengkap; atau
2) menyampaikan permintaan penjelasan tambahan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam hal informasi yang diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional dianggap belum jelas dan/atau belum lengkap,
paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah Pertukaran Informasi secara Spontan tersebut diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional.
e. Penyampaian Informasi kepada pimpinan Unit di Lingkungan DJP sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1) disampaikan kepada:
1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi dan/atau badan terdaftar, dalam hal Informasi yang diperoleh mengenai orang pribadi dan/atau badan yang telah memiliki NPWP;
2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi dan/atau tempat kedudukan badan, dalam hal Informasi yang diperoleh mengenai orang pribadi dan/atau badan yang belum memiliki NPWP; dan
3) Kepala Kantor Pengolahan Data Eksternal, untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan mengenai pedoman pembangunan, pengelolaan, dan pengawasan data.
f. Informasi yang disampaikan kepada Kepala Kantor Pengolahan Data Eksternal sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 3) juga meliputi Informasi yang diterima Direktur Perpajakan Internasional dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra melalui Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan (EOI on Request).
g. Dalam hal pimpinan Unit di Lingkungan DJP sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1) meminta penjelasan tambahan atas informasi yang diterima dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, Direktur Perpajakan Internasional dapat meminta penjelasan tambahan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permintaan penjelasan tambahan tersebut diterima dari pimpinan Unit di lingkungan DJP.
h. Dalam hal Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra belum memberikan penjelasan tambahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak disampaikannya permintaan penjelasan tambahan sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 2) atau huruf g, Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan kembali permintaan penjelasan tambahan kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender tersebut terlewati.
i. Dalam hal Direktur Perpajakan Internasional menerima penjelasan tambahan dari Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atas permintaan penjelasan tambahan sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 2), huruf g atau huruf h, Direktur Perpajakan Internasional menindaklanjuti dengan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1) paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah penjelasan tambahan tersebut diterima oleh Direktur Perpajakan Internasional.
j. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permintaan penjelasan tambahan sebagaimana dimaksud pada huruf h disampaikan, Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra belum memberikan penjelasan tambahan, Direktur Perpajakan Internasional menindaklanjuti dengan:
1) menyampaikan informasi tersebut kepada Kepala Kantor Pengolahan Data Eksternal, dalam hal permintaan penjelasan disampaikan oleh Direktur Perpajakan Internasional sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 2); atau
2) menyampaikan pemberitahuan kepada Pimpinan Unit di lingkungan DJP bahwa Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak memberikan penjelasan tambahan, dalam hal permintaan penjelasan disampaikan oleh pimpinan Unit di lingkungan DJP sebagaimana dimaksud pada huruf g,
paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak jangka waktu tersebut terlewati.
k. Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang menerima Informasi yang dipertukarkan sebagaimana dimaksud dalam huruf e angka 1) dan angka 2) harus menyampaikan laporan pemanfaatan Informasi kepada Direktur Perpajakan Internasional paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah Informasi tersebut diterima dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
l. Dalam hal Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra meminta laporan pemanfaatan Informasi atas Pertukaran Informasi secara Spontan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Direktur Perpajakan Internasional menyampaikan laporan pemanfaatan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra secara tertulis dalam bahasa Inggris paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah laporan pemanfaatan Informasi sebagaimana dimaksud pada huruf k diterima dari Pimpinan Unit di Lingkungan DJP.
4. Penutup.
Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juni 2019
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

ROBERT PAKPAHAN