PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2023
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44
TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN
KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang dapat meningkatkan perlindungan terhadap pekerja/buruh dari risiko sosial ekonomi, baik pada saat bekerja maupun saat terjadi pemutusan atau pengakhiran hubungan kerja, telah dikembangkan jaminan sosial berupa program jaminan kehilangan pekerjaan yang bersifat asuransi sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
- bahwa untuk mendukung penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan dan meningkatkan pendayagunaan iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, perlu dilakukan rekomposisi terhadap iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian yang pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan Pasal 46E ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
- bahwa dalam rangka meningkatkan kepastian perlindungan terhadap peserta, perlu dilakukan penyesuaian pengaturan terhadap kepesertaan, pemberian manfaat pada dugaan kecelakaan kerja dan dugaan penyakit akibat kerja, pelaporan, serta kegiatan promotif dan preventif dalam penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
-
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6427);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6427), diubah sebagai berikut:
1. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 2 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) |
Program JKK dan JKM diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. |
(2) |
Program JKK dan JKM bagi Pekeija yang bekerja pada penyelenggara negara yang berstatus calon pegawai negeri sipil, pegawai negeri sipil, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat negara, prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia, dan peserta didik Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. |
(3) |
Program JKK dan JKM bagi Pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara selain Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) |
Peserta program JKK dan JKM terdiri atas:
- Peserta penerima Upah yang bekerja pada penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara; dan
- Peserta bukan penerima Upah.
|
(2) |
Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
- Pekerja pada perusahaan;
- Pekerja pada orang perseorangan; dan
- orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
|
(3) |
Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
- Pemberi Kerja selain penyelenggara negara;
- Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
- Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan penerima Upah.
|
|
|
|
3. |
Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16A
(1) |
Iuran JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) direkomposisi untuk Iuran jaminan kehilangan pekerjaan sebesar 0,14% (nol koma empat belas persen), sehingga Iuran JKK untuk setiap kelompok tingkat risiko menjadi:
- tingkat risiko sangat rendah sebesar 0,10% (nol koma sepuluh persen) dari Upah sebulan;
- tingkat risiko rendah sebesar 0,40% (nol koma empat puluh persen) dari Upah sebulan;
- tingkat risiko sedang sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari Upah sebulan;
- tingkat risiko tinggi sebesar 1,13% (satu koma tiga belas persen) dari Upah sebulan; dan
- tingkat risiko sangat tinggi sebesar 1,60% (satu koma enam puluh persen) dari Upah sebulan.
|
(2) |
Besaran Iuran JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Peserta penerima Upah yang wajib dan telah terdaftar sebagai Peserta dalam program jaminan kehilangan pekerjaan. |
(3) |
Besaran Iuran JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak direkomposisi dan tetap berlaku bagi:
- Peserta penerima Upah yang tidak terdaftar sebagai Peserta dalam program jaminan kehilangan pekerjaan; atau
- Peserta penerima Upah yang masih tertunggak Iurannya oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sampai dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah ini dan belum dibayarkan lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
|
|
|
|
(4) |
Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 18A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18A
(1) |
Iuran JKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) direkomposisi untuk Iuran jaminan kehilangan pekerjaan sebesar 0,10% (nol koma sepuluh persen), sehingga Iuran JKM menjadi 0,20% (nol koma dua puluh persen) dari Upah sebulan. |
(2) |
Besaran Iuran JKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Peserta penerima Upah yang wajib dan telah terdaftar sebagai Peserta dalam program jaminan kehilangan pekerjaan. |
(3) |
Besaran Iuran JKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak direkomposisi dan tetap berlaku bagi:
- Peserta penerima Upah yang tidak terdaftar sebagai Peserta dalam program jaminan kehilangan pekerjaan; atau
- Peserta penerima Upah yang masih tertunggak Iurannya oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sampai dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah ini dan belum dibayarkan lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
|
|
|
|
(5) |
Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 25A dan Pasal 25B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25A
(1) |
Pelayanan kesehatan untuk dugaan Kecelakaan Kerja sebelum mendapatkan kesimpulan atau penetapan status sebagai Kecelakaan Kerja atau bukan Kecelakaan Kerja dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Ketenagakerjaan. |
(2) |
Penjaminan pelayanan kesehatan atas dugaan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan status dugaan Kecelakaan Kerja disimpulkan atau ditetapkan sebagai Kecelakaan Kerja. |
(3) |
Penyimpulan atau penetapan status Kecelakaan Kerja atau bukan Kecelakaan Kerja dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak laporan tahap I diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan. |
(4) |
Pelayanan kesehatan untuk Peserta atas dugaan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama atau yang tidak bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan/atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) |
Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disimpulkan atau ditetapkan merupakan Kecelakaan Kerja, semua biaya pelayanan kesehatan menjadi manfaat JKK yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) |
Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disimpulkan atau ditetapkan bukan merupakan Kecelakaan Kerja, semua biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh Peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, atau penyelenggara jaminan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) |
Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dikoordinasikan antara BPJS Ketenagakerjaan dan Peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, atau penyelenggara jaminan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(8) |
Ketentuan mengenai tata cara penyimpulan atau penetapan status Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. |
Pasal 25B
(1) |
Pelayanan kesehatan untuk dugaan penyakit akibat kerja sebelum mendapatkan kesimpulan atau penetapan status sebagai penyakit akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Ketenagakerjaan. |
(2) |
Penjaminan pelayanan kesehatan atas dugaan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan status dugaan penyakit akibat kerja disimpulkan atau ditetapkan sebagai penyakit akibat kerja. |
(3) |
Penyimpulan atau penetapan status penyakit akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak laporan tahap I diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan. |
(4) |
Pelayanan kesehatan untuk Peserta atas dugaan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama atau yang tidak bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan/atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) |
Dalam hal dugaan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disimpulkan atau ditetapkan merupakan penyakit akibat kerja, semua biaya pelayanan kesehatan menjadi manfaat JKK yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) |
Dalam hal dugaan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disimpulkan atau ditetapkan bukan merupakan penyakit akibat kerja, semua biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) |
Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dikoordinasikan antara BPJS Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. |
(8) |
Ketentuan mengenai tata cara penyimpulan atau penetapan status penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. |
|
|
|
6. |
Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43A
(1) |
Peserta, keluarga Peserta, serikat Pekerja/serikat buruh di tempat Pemberi Kerja, dan/atau fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memberitahukan dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan penyakit akibat kerja yang dialami oleh Peserta penerima Upah kepada Pemberi Kerja, BPJS Ketenagakerjaan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dinas provinsi yang membidangi ketenagakerjaan, unit Pengawas Ketenagakerjaan setempat, atau satuan kerja pemerintah pusat/daerah yang membidangi kepegawaian. |
(2) |
Pemberi Kerja, BPJS Ketenagakerjaan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dinas provinsi yang membidangi ketenagakerjaan, unit Pengawas Ketenagakerjaan setempat, atau satuan kerja pemerintah pusat/daerah yang membidangi kepegawaian yang menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan penjaminan pelayanan kesehatan terlayani pada saat menerima pemberitahuan. |
(3) |
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban Pemberi Kerja untuk melaporkan Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja. |
(4) |
Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan wajib berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penjamin pertama dengan tetap memastikan pelayanan kesehatan diberikan oleh fasilitas kesehatan kepada Peserta. |
|
|
|
7. |
Di antara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 44A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44A
(1) |
Serikat Pekerja/serikat buruh yang Peserta bukan penerima Upah menjadi anggotanya, wadah atau kelompok tertentu, dan/atau fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memberitahukan dugaan Kecelakaan Kerja atau dugaan penyakit akibat kerja yang dialami oleh Peserta bukan penerima Upah kepada BPJS Ketenagakerjaan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dinas provinsi yang membidangi ketenagakerjaan, atau unit Pengawas Ketenagakerjaan setempat. |
(2) |
BPJS Ketenagakerjaan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dinas provinsi yang membidangi ketenagakerjaan, atau unit Pengawas Ketenagakerjaan setempat yang menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan penjaminan pelayanan kesehatan terlayani pada saat menerima pemberitahuan. |
(3) |
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban Peserta bukan penerima Upah dan/atau keluarganya untuk melaporkan Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja. |
(4) |
Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan wajib berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penjamin pertama dengan tetap memastikan pelayanan kesehatan diberikan oleh fasilitas kesehatan kepada Peserta. |
|
|
|
8. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 50 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 50 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
(1) |
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melakukan upaya pencegahan melalui kegiatan promotif dan preventif bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. |
(1a) |
BPJS Ketenagakerjaan dapat melaksanakan kegiatan promotif dan preventif bagi Peserta bukan penerima Upah dan Pekerja migran Indonesia. |
(2) |
Ketentuan mengenai kegiatan promotif dan preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (la) diatur dengan Peraturan Menteri. |
|
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2023
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 128
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2023
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44
TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN
KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN
I. |
UMUM
Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami Kecelakaan Kerja, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Untuk mewujudkan komitmen sistem jaminan sosial dimaksud, telah disahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Dengan berlakunya kedua Undang-Undang tersebut, pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional harus terlaksana dalam bingkai perlindungan sosial yang utuh untuk melindungi Peserta dari risiko sosial baik pada saat bekerja maupun tidak bekerja.
Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial bagi Peserta yang mengalami risiko Kecelakaan Kerja. Dampak dari Kecelakaan Kerja tersebut tentu akan mengakibatkan Peserta kehilangan mata pencaharian sehingga berdampak terhadap biaya hidup Peserta dan keluarganya. Namun demikian, memperhatikan dinamika perlindungan jaminan sosial yang terjadi, kehilangan mata pencaharian serta merta tidak hanya dimaknai sebagai akibat Kecelakaan Kerja, akan tetapi terdapat situasi lainnya yang mengakibatkan Peserta kehilangan mata pencaharian yaitu saat terjadi pemutusan hubungan kerja atau pengakhiran hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan. Oleh karena itu untuk memberikan kepastian jaminan sosial bagi Peserta yang kehilangan pekerjaan dapat berjalan optimal, telah disahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang salah satunya mengatur jaminan sosial bagi Peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
Bentuk jaminan sosial bagi Peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yaitu berupa program jaminan kehilangan pekerjaan. Program ini dilaksanakan dengan tidak menambah beban Iuran bagi Pekerja maupun Pemberi Kerja yaitu dilakukan melalui rekomposisi Iuran program JKK dan program JKM. Rekomposisi Iuran program dilakukan dengan mengalihkan sebagian Iuran program JKK dan program JKM untuk pembayaran Iuran program jaminan kehilangan pekerjaan, dengan tidak mengurangi manfaat yang diterima oleh Peserta.
Selain hal sebagaimana dimaksud di atas, beberapa pengaturan lain seperti cakupan kepesertaan, pemberian manfaat pada dugaan Kecelakaan Kerja dan dugaan penyakit akibat kerja, pelaporan, serta kegiatan promotif dan preventif dalam penyelenggaraan program JKK dan JKM juga perlu dilakukan penyesuaian untuk meningkatkan perlindungan bagi Peserta.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
|
|
|
II. |
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara selain Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)” antara lain pimpinan dan anggota lembaga nonstruktural.
Angka 2
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan penerima Upah” antara lain peserta pelatihan kerja, instruktur lembaga pelatihan kerja, peserta magang, siswa kerja praktik, mahasiswa kerja praktik atau peserta pendidikan pengembangan bakat dan minat, tenaga honorer, atau narapidana yang dipekerjakan dalam proses asimilasi pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
Angka 3
Pasal 16A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “direkomposisi” adalah pengurangan besaran Iuran JKK dalam jumlah tertentu untuk diperhitungkan sebagai pembayaran Iuran jaminan kehilangan pekerjaan.
Yang dimaksud dengan “jaminan kehilangan pekerjaan” adalah jaminan sosial yang diberikan kepada Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 18A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “direkomposisi” adalah pengurangan besaran Iuran JKM dalam jumlah tertentu untuk diperhitungkan sebagai pembayaran Iuran jaminan kehilangan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 25A
Cukup jelas.
Pasal 25B
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 43A
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 44A
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 50
Cukup jelas. Pasal II
Cukup jelas.
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6893