PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 75 TAHUN 2025TENTANGTATA CARA PELAKSANAAN PEMBAYARAN PROYEK YANG DIBIAYAI MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 135 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2023 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Proyek yang Dibiayai Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2023 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6857);
-
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 427) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1082);
-
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN :Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMBAYARAN PROYEK YANG DIBIAYAI MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA.
BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
| 1. |
Proyek adalah kegiatan yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, yang pembiayaannya bersumber dari penerbitan surat berharga syariah negara dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. |
| 2. |
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. |
| 3. |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. |
| 4. |
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
| 5. |
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. |
| 6. |
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga. |
| 7. |
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/lembaga yang bersangkutan. |
| 8. |
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. |
| 9. |
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. |
| 10. |
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. |
| 11. |
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
| 12. |
Pembiayaan Pendahuluan adalah pembayaran yang dilakukan terlebih dahulu atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa atas Proyek, untuk kemudian dilakukan penggantian dana setelah dilakukannya penerbitan SBSN. |
| 13. |
Rekening Khusus SBSN yang selanjutnya disebut Reksus SBSN adalah rekening yang dibuka oleh Menteri pada Bank Indonesia atau bank umum syariah untuk menampung dan menyalurkan dana hasil penerbitan SBSN dalam rangka pembayaran atas beban APBN untuk pelaksanaan Proyek. |
| 14. |
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. |
| 15. |
Bank Umum Syariah adalah bank sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai perbankan syariah. |
| 16. |
Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN adalah Bank Umum Syariah yang ditetapkan sebagai pengelola dana Reksus SBSN oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
| 17. |
Giro Mudarabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudarabah yang diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
| 18. |
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. |
| 19. |
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. |
| 20. |
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran. |
| 21. |
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan uang persediaan. |
| 22. |
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan tambahan uang persediaan. |
| 23. |
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan uang persediaan yang telah dipakai. |
| 24. |
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disingkat SPM-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban uang persediaan yang membebani DIPA. |
| 25. |
Surat Perintah Membayar Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban atas tambahan uang persediaan yang membebani DIPA. |
| 26. |
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. |
| 27. |
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan fungsi kuasa BUN. |
| 28. |
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko. |
| 29. |
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
| 30. |
Direktur Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Dirjen Perbendaharaan adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan perbendaharaan. |
| 31. |
Surat Pemberitahuan Pembebanan SBSN yang selanjutnya disingkat SPB SBSN adalah surat pemberitahuan telah dibebankan belanja pada rupiah murni yang akan diganti dengan penerbitan SBSN yang diterbitkan KPPN berdasarkan SP2D atas belanja yang sumber dananya berasal dari SBSN. |
| 32. |
Reklasifikasi adalah proses pengelompokan kembali satu transaksi keuangan baik penerimaan maupun pengeluaran dari satu kodefikasi akun ke dalam kodefikasi akun lain yang sesuai untuk tujuan keakuratan data laporan. |
| 33. |
Cash Management System Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat CMS BUS adalah sistem informasi yang memuat data mutasi dana pada Reksus SBSN di Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN secara realtime melalui sarana elektronik. |
| 34. |
Aplikasi Layanan Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat ALBI adalah suatu sarana elektronik secara online yang disediakan kepada Nasabah untuk mengakses layanan yang dilengkapi dengan sistem keamanan. |
| 35. |
Modul Informasi adalah menu pada sistem monitoring yang dikelola oleh DJPb yang menginformasikan nilai pengeluaran dan potongan atas seluruh SPM yang telah diterbitkan SP2D dengan sumber dana SBSN. |
| 36. |
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disingkat SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan APBN yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan. |
| 37. |
Rencana Penarikan Dana SBSN yang selanjutnya disingkat RPD SBSN adalah dokumen yang memuat proyeksi penarikan dana Proyek selama masa pelaksanaan Proyek yang disusun oleh kementerian/lembaga. |
| 38. |
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. |
| 39. |
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. |
| 40. |
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. |
Pasal 2Peraturan Menteri ini mengatur mengenai tata cara pelaksanaan pembayaran Proyek dalam rangka belanja Kementerian/Lembaga.
BAB IIPENGALOKASIAN ANGGARAN PROYEKPasal 3
| (1) |
Anggaran Proyek dialokasikan dalam APBN. |
| (2) |
Tata cara pengalokasian anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN. |
BAB IIITATA CARA PELAKSANAAN PEMBAYARAN PROYEKBagian KesatuUmumPasal 4Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa untuk Proyek dilakukan dengan mekanisme:
| a. |
Pembiayaan Pendahuluan; atau |
| b. |
Reksus SBSN. |
Bagian KeduaPembayaran Proyek dengan MekanismePembiayaan PendahuluanPasal 5
| (1) |
Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa dengan mekanisme Pembiayaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilakukan dengan ketentuan:
| a. |
penerbitan SPP dan SPM dalam rangka pencairan dana oleh Kementerian/Lembaga berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan; dan |
| b. |
dalam pengajuan SPM-UP/SPM-TUP SBSN mencantumkan sumber dana rupiah murni dan cara penarikan rupiah murni. |
|
| (2) |
Pengujian SPM dan Penerbitan SP2D dalam rangka pembayaran atas beban APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
| (3) |
Terhadap pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penggantian dana melalui penerbitan SBSN. |
Pasal 6
| (1) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan permintaan penggantian dana kepada DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah sebagai dasar penggantian dana melalui penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
| (2) |
Permintaan penggantian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebesar jumlah pengeluaran dalam SPM belanja Satker yang sumber dananya berasal dari penerbitan SBSN berdasarkan data pada Modul Informasi. |
| (3) |
Permintaan penggantian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. |
| (4) |
Berdasarkan permintaan penggantian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menerbitkan SBSN pada jadwal penerbitan berikutnya sesuai dengan permintaan DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
| (5) |
Dalam hal tidak dilakukan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau jumlah penerbitan SBSN berikutnya tidak mencukupi, penggantian dilakukan dengan menggunakan dana hasil penerbitan SBSN sebelumnya. |
| (6) |
DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan informasi hasil penerbitan SBSN kepada DJPPR melalui Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen sebagai dasar dilakukannya pembukuan hasil penerbitan SBSN. |
| (7) |
DJPPR melalui Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen menyampaikan permintaan penggantian dana kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara sebagai bagian dari permintaan pemindahbukuan hasil penerbitan SBSN. |
| (8) |
DJPPR melalui Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen mencatat penerimaan pembiayaan atas penggantian dana pada saat arus kas masuk ke RKUN. |
| (9) |
Penggantian dengan menggunakan dana hasil penerbitan SBSN sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan oleh DJPPR melalui Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dengan melakukan Reklasifikasi hasil penerbitan/penjualan SBSN dari akun penerimaan penerbitan/penjualan SBSN jangka panjang menjadi akun penerimaan SBSN dalam rangka pembiayaan Proyek. |
Bagian KetigaPembayaran Proyek dengan Mekanisme Rekening KhususSurat Berharga Syariah NegaraParagraf 1UmumPasal 7
| (1) |
Pembayaran atas beban APBN kepada penyedia barang/jasa dengan mekanisme Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, dilakukan melalui:
| a. |
Bank Indonesia; dan/atau |
| b. |
Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
|
| (2) |
Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara membuka Reksus SBSN di Bank Indonesia dan/atau Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
Paragraf 2Seleksi dan Penetapan Bank Umum Syariah PengelolaRekening Khusus Surat Berharga Syariah NegaraPasal 8Bank Umum Syariah dapat menjadi pengelola Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dengan persyaratan sebagai berikut:
| a. |
memiliki izin usaha yang masih berlaku; |
| b. |
mempunyai kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia; |
| c. |
tingkat kesehatan minimal komposit 2 (dua) yang telah diverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk periode terakhir; |
| d. |
termasuk dalam investment grade menurut rating yang dikeluarkan oleh paling sedikit 2 (dua) lembaga pemeringkat rating nasional/internasional yang berbeda yang telah diakui oleh Bank Indonesia untuk periode 1 (satu) tahun terakhir; |
| e. |
memiliki teknologi informasi yang andal, dengan ketentuan:
| 1. |
dapat melakukan transaksi pemindahbukuan (overbooking)/Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)/Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI); |
| 2. |
dapat membangun interkoneksi dengan SPAN sesuai dengan kebutuhan DJPb; dan |
| 3. |
dapat menyediakan CMS BUS sesuai dengan kebutuhan DJPb; dan |
|
| f. |
memiliki produk Giro Mudarabah yang ditunjukkan dengan surat dari pimpinan Bank Umum Syariah. |
Pasal 9
| (1) |
Dalam rangka seleksi Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN, Dirjen Perbendaharaan menyampaikan pengumuman pendaftaran Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
| (2) |
Direktur Utama Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berminat menjadi Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN menyampaikan surat permohonan kepada Dirjen Perbendaharaan. |
| (3) |
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal dilampiri dokumen sebagai berikut:
| a. |
salinan akta pendirian/izin beroperasi sebagai Bank Umum Syariah; |
| b. |
salinan surat keterangan mengenai peringkat komposit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c; |
| c. |
salinan surat keterangan mengenai investment grade sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d; dan |
| d. |
surat pernyataan yang ditandatangani oleh Direktur Utama mengenai:
| 1. |
pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; |
| 2. |
pernyataan bahwa Bank Umum Syariah memiliki teknologi informasi yang andal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e; dan |
| 3. |
kuotasi nisbah/imbal hasil yang akan diberikan oleh Bank Umum Syariah. |
|
|
| (4) |
Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dirjen Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan seleksi penunjukan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
| (5) |
Seleksi penunjukan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan tahapan:
| a. |
penelitian administratif; dan |
| b. |
penilaian substantif. |
|
| (6) |
Penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi penelitian atas kelengkapan persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
| (7) |
Penilaian substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilaksanakan dengan mempertimbangkan paling sedikit kinerja, risiko, dan kuotasi nisbah/imbal hasil Bank Umum Syariah. |
Pasal 10
| (1) |
Dirjen Perbendaharaan dapat menyetujui atau tidak menyetujui permohonan Bank Umum Syariah sebagai pengelola Reksus SBSN berdasarkan hasil seleksi penunjukan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5). |
| (2) |
Dalam hal permohonan disetujui, Dirjen Perbendaharaan melalui Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan melakukan pengujian sistem terhadap interkoneksi host to host antara sistem Bank Umum Syariah dan SPAN. |
| (3) |
Pengujian sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
| a. |
unit test; |
| b. |
system integration test; dan |
| c. |
user acceptance test. |
|
| (4) |
Dalam hal hasil pengujian sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah memenuhi ketentuan, Dirjen Perbendaharaan menetapkan Bank Umum Syariah bersangkutan sebagai Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
| (5) |
Dalam hal permohonan tidak disetujui, Dirjen Perbendaharaan menyampaikan surat penolakan permohonan menjadi Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN kepada Bank Umum Syariah bersangkutan. |
Paragraf 3Pembukaan Rekening KhususSurat Berharga Syariah NegaraPasal 11
| (1) |
Pembukaan Reksus SBSN pada Bank Indonesia dan/atau Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
| a. |
DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan permintaan pembukaan Reksus SBSN kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara untuk pelaksanaan pembayaran Proyek; dan |
| b. |
berdasarkan permintaan pembukaan Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada huruf a, DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan pembukaan Reksus SBSN di Bank Indonesia dan/atau di Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
|
| (2) |
Pembukaan Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk Giro Mudarabah. |
| (3) |
Pembukaan Reksus SBSN pada Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan penetapan Dirjen Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. |
Paragraf 4Pengisian Rekening KhususSurat Berharga Syariah NegaraPasal 12
| (1) |
Dalam rangka pelaksanaan pembayaran Proyek, dilakukan pengisian Reksus SBSN. |
| (2) |
Pengisian Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah pembukaan Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. |
| (3) |
Pengisian Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan RPD SBSN yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga kepada DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah. |
| (4) |
RPD SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan untuk periode tahunan dan bulanan. |
| (5) |
DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan RPD SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
| (6) |
Dalam hal terdapat revisi atas RPD SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan revisi RPD SBSN kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
Pasal 13
| (1) |
DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan permintaan kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara untuk melakukan pengisian Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 setiap awal triwulan. |
| (2) |
Pengisian Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dari hasil penerbitan SBSN pertama pada periode triwulan berkenaan. |
| (3) |
Dalam hal belum dilakukan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengisian Reksus SBSN dilakukan dengan menggunakan dana hasil penerbitan SBSN sebelumnya. |
| (4) |
Pengisian Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditindaklanjuti oleh DJPPR melalui Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dengan melakukan Reklasifikasi hasil penerbitan/penjualan SBSN dari akun penerimaan penerbitan/penjualan SBSN jangka panjang menjadi akun penerimaan SBSN dalam rangka pembiayaan Proyek. |
| (5) |
Pengisian Reksus SBSN dilakukan berdasarkan RPD SBSN tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (4) sebesar nilai RPD SBSN pada triwulan berkenaan. |
| (6) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara menindaklanjuti permintaan DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara memindahbukukan dana dari RKUN ke Reksus SBSN. |
Pasal 14
| (1) |
Dalam rangka pengelolaan kecukupan saldo pada Reksus SBSN, DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah melakukan koordinasi dengan DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan menyampaikan jumlah kebutuhan pembayaran Proyek. |
| (2) |
Jumlah kebutuhan pembayaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai RPD SBSN periode bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) untuk bulan berkenaan. |
| (3) |
Dalam hal jumlah kebutuhan pembayaran SBSN pada periode bulan berkenaan melebihi nilai RPD SBSN tahunan untuk triwulan berkenaan, Kementerian/Lembaga bersangkutan menyampaikan revisi RPD SBSN tahunan kepada DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah. |
| (4) |
Berdasarkan revisi RPD SBSN tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah dapat menyampaikan permintaan pengisian Reksus SBSN tambahan untuk periode triwulan berkenaan. |
Paragraf 5Tata Cara Pembebanan Rekening KhususSurat Berharga Syariah NegaraPasal 15
| (1) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan pembebanan pada Reksus SBSN di Bank Indonesia dan/atau Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN berdasarkan penerbitan SP2D. |
| (2) |
Pembebanan Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan SPAN dengan berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai pelaksanaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara. |
| (3) |
Dalam hal pembebanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Bank Indonesia terjadi kegagalan, pembebanan dilakukan dengan overbooking ALBI. |
| (4) |
Dalam hal pembebanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN terjadi kegagalan, pembebanan dilakukan dengan menyampaikan surat perintah transfer. |
| (5) |
Dalam hal saldo pada Reksus SBSN tidak tersedia atau tidak cukup tersedia untuk dilakukan pembebanan, DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penundaan pembebanan Reksus SBSN. |
| (6) |
Dalam hal penundaan pembebanan Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terjadi selama kurun waktu 1 (satu) bulan, DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan daftar penundaan pembebanan Reksus SBSN. |
| (7) |
Daftar penundaan pembebanan Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah. |
Paragraf 6Tata Cara Pengujian, Penerbitan, dan Pembayaran TagihanPasal 16
| (1) |
Dalam rangka pembayaran tagihan Proyek, Satker menerbitkan SPM ke KPPN. |
| (2) |
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
| a. |
SPM-UP; |
| b. |
SPM-TUP; |
| c. |
SPM-LS; |
| d. |
SPM-GUP; |
| e. |
SPM-GUP Nihil; dan |
| f. |
SPM-PTUP. |
|
| (3) |
SPM-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan SPM-TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan dengan mencantumkan sumber dana rupiah murni dan cara penarikan rupiah murni. |
| (4) |
SPM-LS, SPM-GUP, SPM-GUP Nihil, dan SPM-PTUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf f diterbitkan dengan mencantumkan sumber dana SBSN dan cara penarikan Reksus SBSN. |
| (5) |
Pengajuan SPM-LS, SPM-GUP, SPM-GUP Nihil, dan SPM PTUP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan memperhitungkan pajak dan kewajiban penyedia lainnya. |
| (6) |
Tata cara penerbitan SPM dalam rangka pencairan dana oleh Satker berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
Pasal 17
| (1) |
KPPN melakukan penelitian dan pengujian terhadap SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
| (2) |
Selain penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPN juga melakukan pengujian kesesuaian antara SPM dengan RPD SBSN yang diajukan oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3). |
| (3) |
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), KPPN dapat:
| a. |
menyetujui; atau |
| b. |
menolak, |
| SPM yang disampaikan oleh Satker. |
|
| (4) |
SP2D diterbitkan setelah KPPN menyetujui SPM yang disampaikan oleh Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. |
| (5) |
Dalam hal KPPN menolak SPM yang disampaikan oleh Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan pengembalian SPM. |
Pasal 18
| (1) |
Pencairan SPM-UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan SPM-TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dibebankan pada RKUN. |
| (2) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penggantian atas pencairan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memindahbukukan nilai pencairan SPM yang dibebankan pada RKUN dari Reksus SBSN ke RKUN menggunakan:
| a. |
SPAN untuk Reksus SBSN pada Bank Indonesia; atau |
| b. |
CMS BUS untuk Reksus SBSN pada Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN, |
| berdasarkan SP2D GUP Nihil atas SPM-UP/SP2D PTUP atas SPM-PTUP beban SBSN. |
|
| (3) |
Dalam hal SPAN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdapat kendala, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan overbooking melalui ALBI. |
| (4) |
Dalam hal CMS BUS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdapat kendala, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan surat perintah transfer. |
| (5) |
Penggantian pencairan SPM-UP dan SPM-TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan data pada Modul Informasi. |
Pasal 19
| (1) |
Dalam hal terjadi koreksi SPM yang menyebabkan perubahan sumber dana, KPPN melaporkan kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
| (2) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan koreksi pembebanan secara manual dengan menggunakan surat perintah transfer atas perubahan sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Paragraf 7Pemindahbukuan Potongan Surat Perintah MembayarPasal 20
| (1) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan pemindahbukuan nilai potongan SPM dari Reksus SBSN ke RKUN menggunakan:
| a. |
SPAN untuk Reksus SBSN pada Bank Indonesia; atau |
| b. |
CMS BUS untuk Reksus SBSN pada Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
|
| (2) |
Dalam hal SPAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat kendala, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan overbooking melalui ALBI. |
| (3) |
Dalam hal CMS BUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat kendala, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan surat perintah transfer. |
| (4) |
Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan data pada Modul Informasi. |
Paragraf 8Sisa Dana Rekening KhususSurat Berharga Syariah NegaraPasal 21
| (1) |
Dalam hal terdapat sisa dana pada Reksus SBSN yang tidak terpakai untuk melanjutkan Proyek dilakukan pengembalian dana dari Reksus SBSN ke RKUN. |
| (2) |
Sisa dana pada Reksus SBSN yang tidak terpakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
| a. |
sisa dana Proyek kontrak tahunan atau tahun jamak yang telah berakhir masa kontrak; dan/atau |
| b. |
sisa dana Proyek kontrak tahunan atau kontrak tahun jamak yang ditunda sebagian atau seluruh kegiatannya dalam rangka pengelolaan kinerja dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah termasuk pengendalian belanja atau defisit APBN. |
|
Pasal 22
| (1) |
Pengembalian sisa dana dari Reksus SBSN ke RKUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dilakukan dengan terlebih dahulu mengadakan rapat rekonsiliasi oleh DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah dengan melibatkan DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara, dan Satker pemrakarsa Proyek. |
| (2) |
Berdasarkan hasil rapat rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJPPR melalui Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan permintaan pengembalian sisa dana kepada DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
| (3) |
DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara menindaklanjuti permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memindahkan dana dari Reksus SBSN ke RKUN menggunakan:
| a. |
SPAN untuk Reksus SBSN pada Bank Indonesia; atau |
| b. |
CMS BUS untuk Reksus SBSN pada Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
|
| (4) |
Dalam hal SPAN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdapat kendala, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan overbooking melalui ALBI. |
| (5) |
Dalam hal CMS BUS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdapat kendala, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan surat perintah transfer. |
| (6) |
Pengembalian sisa dana Reksus SBSN ke RKUN untuk sisa dana Proyek kontrak tahunan atau tahun jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun berakhirnya Proyek tahun tunggal maupun Proyek tahun jamak. |
| (7) |
Pengembalian sisa dana Reksus SBSN ke RKUN untuk sisa dana Proyek kontrak tahunan atau kontrak tahun jamak yang ditunda sebagian atau seluruh kegiatannya dalam rangka pengelolaan kinerja dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah termasuk pengendalian belanja atau defisit APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b, dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan revisi anggaran dan/atau perubahan daftar prioritas Proyek yang bersifat mengurangi alokasi anggaran SBSN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 23
| (1) |
Sisa dana Reksus SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 yang melewati akhir tahun anggaran merupakan bagian dari saldo anggaran lebih. |
| (2) |
Pengelolaan sisa dana Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai pengelolaan saldo anggaran lebih. |
Paragraf 9Remunerasi Rekening KhususSurat Berharga Syariah NegaraPasal 24
| (1) |
Dalam pengelolaan dana SBSN pada Reksus SBSN, Menteri selaku BUN mendapatkan remunerasi Reksus SBSN dari Bank Indonesia dan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
| (2) |
Besaran remunerasi Reksus SBSN pada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan keputusan bersama Menteri dan Gubernur Bank Indonesia. |
| (3) |
Besaran remunerasi Reksus SBSN pada Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan perjanjian kerja sama antara Dirjen Perbendaharaan dan pimpinan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN. |
| (4) |
Remunerasi Reksus SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke kas negara. |
BAB IVTATA CARA PENGHENTIAN PEMBAYARANPasal 25
| (1) |
Pembayaran atas Proyek dapat dihentikan dalam hal dilakukan penghentian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan pembiayaan Proyek melalui penerbitan SBSN. |
| (2) |
Penghentian pembayaran atas Proyek dilakukan berdasarkan usulan Kementerian/Lembaga sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan pembiayaan Proyek melalui penerbitan SBSN. |
| (3) |
Kementerian/Lembaga tidak dapat mengajukan pembayaran/pencairan dana Proyek terhitung sejak adanya usulan mengenai penghentian/pembatalan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
| (4) |
Kementerian/Lembaga bertanggung jawab mutlak secara formal dan materiil atas pembayaran/pencairan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
Pasal 26
| (1) |
Penghentian pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilaksanakan oleh DJPb melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
| (2) |
Penghentian pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
| a. |
menyampaikan pemberitahuan penghentian pembayaran Proyek kepada KPPN dengan tembusan kepada DJPPR; dan |
| b. |
memproses penghentian pembayaran melalui sistem informasi. |
|
| (3) |
KPPN melakukan penolakan SPM atas Proyek berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a. |
| (4) |
Penghentian pembayaran atas Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pencabutan berdasarkan usulan Kementerian/Lembaga. |
| (5) |
Tata cara pencabutan penghentian pembayaran atas Proyek dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan pembiayaan Proyek melalui penerbitan SBSN. |
BAB VPELAKSANAAN PEKERJAAN PADA AKHIR TAHUNANGGARAN DAN SISA PEKERJAAN YANG TIDAKTERSELESAIKAN SAMPAI DENGANAKHIR TAHUN ANGGARANPasal 27Tata cara pembayaran atas penyelesaian Proyek pada akhir tahun mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pedoman pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran.
Pasal 28
| (1) |
Dalam hal Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran, sisa pekerjaan Proyek untuk kontrak tahunan atau kontrak tahun jamak periode tahun terakhir dapat diberikan kesempatan untuk dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun anggaran berikutnya. |
| (2) |
Pemberian kesempatan untuk dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
| a. |
berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan; dan |
| b. |
penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai. |
|
| (3) |
Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit memuat:
| a. |
pernyataan kesanggupan dari penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan sisa pekerjaan; |
| b. |
jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan, dengan ketentuan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan; dan |
| c. |
pernyataan bahwa penyedia barang/jasa bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan. |
|
| (4) |
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi, PPK dapat memutuskan untuk memberikan kesempatan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya. |
| (5) |
Dalam mengambil keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PPK dapat melakukan konsultasi dengan KPA dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah. |
Pasal 29
| (1) |
Kriteria dan syarat pekerjaan yang dapat diberikan kesempatan penyelesaiannya ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran atas pekerjaan yang belum diselesaikan pada akhir tahun anggaran. |
| (2) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pekerjaan yang merupakan:
| a. |
Proyek prioritas sesuai arahan Presiden dan/atau kebijakan strategis pemerintah termasuk hasil keputusan sidang kabinet atau ditetapkan dengan kebijakan/peraturan perundang-undangan; |
| b. |
Proyek yang bersifat inisiatif baru pada tahun anggaran berjalan dan/atau ditetapkan alokasi anggarannya setelah ditetapkannya pagu anggaran APBN; dan/atau |
| c. |
Proyek yang mengalami keterlambatan karena:
| 1. |
dilakukan penundaan dan/atau restrukturisasi berdasarkan kebijakan/peraturan perundang undangan; dan/atau |
| 2. |
akibat kondisi kahar. |
|
|
Pasal 30
| (1) |
Dalam hal PPK memutuskan memberikan kesempatan untuk melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), PPK dan penyedia barang/jasa melakukan perubahan kontrak. |
| (2) |
Perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:
| a. |
mencantumkan jangka waktu pemberian kesempatan penyelesaian sisa pekerjaan; |
| b. |
pengenaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan; |
| c. |
tidak boleh mengubah volume dan nilai kontrak; |
| d. |
memperpanjang masa berlaku jaminan pelaksanaan sampai dengan batas pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan; dan |
| e. |
tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan. |
|
| (3) |
Perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum jangka waktu kontrak berakhir. |
| (4) |
PPK menyampaikan perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dan berita acara penyelesaian pekerjaan per tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan ke KPPN paling lama 5 (lima) hari kerja setelah batas akhir kontrak. |
| (5) |
Dalam hal waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) mengakibatkan denda lebih dari 5% (lima persen), penyedia barang/jasa menambah nilai jaminan pelaksanaan sehingga menjadi sebesar 1/1000 (satu per mil) dikalikan jumlah hari kesanggupan penyelesaian pekerjaan dikalikan nilai kontrak, atau paling banyak sebesar 9% (sembilan persen) dari nilai kontrak. |
Pasal 31Tata cara pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan yang diberikan kesempatan untuk dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengacu pada tata cara pembayaran dan penihilan penyelesaian pekerjaan yang dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran atas pekerjaan yang belum diselesaikan pada akhir tahun anggaran.
Pasal 32PPK bertanggung jawab secara formal dan materiil atas keputusan pemberian kesempatan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan pengajuan pembayaran atas keseluruhan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
BAB VISISA PEKERJAAN KONTRAK TAHUN JAMAKPasal 33
| (1) |
Proyek kontrak tahun jamak dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Menteri. |
| (2) |
Tata cara pengajuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri yang mengatur mengenai persetujuan kontrak tahun jamak oleh Menteri Keuangan. |
| (3) |
Sisa pekerjaan tahunan pada Proyek kontrak tahun jamak yang belum terselesaikan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran berkenaan, dapat dilakukan rekomposisi sampai berakhirnya periode kontrak tahun jamak sepanjang bukan untuk pekerjaan kontrak tahun jamak periode tahun terakhir. |
| (4) |
Penyelesaian sisa pekerjaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menambah pagu anggaran tahun berikutnya melalui revisi anggaran. |
| (5) |
Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
| (6) |
Penambahan pagu anggaran tahun berikutnya melalui revisi anggaran untuk sisa pekerjaan tahunan pada kontrak tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk untuk komponen non kontraktual yang belum terselesaikan dan akan digunakan untuk penyelesaian sisa pekerjaan tahunan pada kontrak tahun jamak yang belum terselesaikan. |
BAB VIIPENYELESAIAN SISA KEWAJIBAN PEMBAYARANPasal 34
| (1) |
Penyelesaian sisa kewajiban pembayaran atas Proyek dilakukan setelah audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. |
| (2) |
Penyelesaian sisa kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melakukan revisi anggaran sepanjang tersedia alokasi dana SBSN pada tahun berkenaan dengan memanfaatkan sisa kontrak/sisa dana SBSN Kementerian/Lembaga bersangkutan. |
| (3) |
Tata cara revisi anggaran dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
BAB VIIIAKUNTANSI DAN PELAPORANPasal 35Akuntansi dan pelaporan keuangan atas belanja, penerbitan SBSN dan penggantian dana dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.
BAB IXKETENTUAN PERALIHANPasal 36
| (1) |
Penetapan Bank Umum Syariah sebagai pengelola Reksus SBSN sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
| (2) |
Penghentian pembayaran melalui sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b dilakukan paling lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Menteri ini mulai berlaku. |
| (3) |
Pengisian Reksus SBSN sampai dengan tanggal 31 Desember 2025 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Nomor 6/PMK.05/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Kegiatan yang Dibiayai Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara. |
BAB XKETENTUAN PENUTUPPasal 37Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.05/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Kegiatan yang Dibiayai Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 67), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 November 2025 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DHAHANA PUTRA |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 November 2025 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PURBAYA YUDHI SADEWA |
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 951