Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.04/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7/PMK.04/2022

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
DAN PENETAPAN KEASALAN BARANG YANG AKAN DIIMPOR
SEBELUM PENYERAHAN PEMBERITAHUAN PABEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk memfasilitasi perdagangan internasional, Indonesia telah meratifikasi Protokol Perubahan Persetujuan Marrakesh mengenai Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pengesahan Protocol Amending the Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization (Protokol Perubahan Persetujuan Marrakesh mengenai Pembentukan. Organisasi Perdagangan Dunia);
  2. bahwa the Trade Facilitation Agreement of the World Trade Organization dan Technical Guidelines on Advance Rulings for Classification, Origin, and Valuation of the World Customs Organisation sebagai pelaksanaan dari Protokol sebagaimana dimaksud dalam huruf a, menjadi pedoman dalam proses pengeluaran barang impor dari kawasan pabean; 
  3. bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan atas pengeluaran barang impor dengan mempercepat proses penelitian keasalan barang sesuai dengan praktik kepabeanan internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur tata cara pengajuan permohonan dan penetapan keasalan barang yang akan diimpor sebelum penyerahan pemberitahuan pabean;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Penetapan Keasalan Barang yang Akan Diimpor Sebelum Penyerahan Pemberitahuan Pabean;

Mengingat :  


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pengesahan Protocol Amending Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization (Protokol Perubahan Persetujuan Marrakesh mengenai Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6140);
  6. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN PENETAPAN KEASALAN BARANG YANG AKAN DIIMPOR SEBELUM PENYERAHAN PEMBERITAHUAN PABEAN.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


  1. Penetapan Keasalan Barang Sebelum Impor yang selanjutnya disingkat PKB SI adalah penetapan dan/atau penentuan negara asal barang dengan memperhatikan ketentuan asal barang (rules of origin) yang berlaku, berdasarkan data yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebelum pengajuan pemberitahuan pabean.
  2. Ketentuan Asal Barang (Rules of origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional maupun ketentuan yang ditetapkan oleh suatu negara atau sekelompok negara yang diterapkan untuk menentukan negara asal barang.
  3. Skema Preferensi adalah skema Ketentuan Asal Barang yang digunakan dalam pemanfaatan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
  4. Skema Non-Preferensi adalah skema Ketentuan Asal Barang yang dapat digunakan untuk memenuhi ketentuan atau kebijakan di bidang perdagangan yang ditetapkan oleh suatu negara atau sekelompok negara.
  5. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean.
  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  7. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
  8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi penyiapan bahan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan di bidang kerja sama internasional terutama terkait kepabeanan, cukai dan kerja sama perdagangan, sebagaimana diatur dalam persetujuan pembentukan perdagangan bebas, termasuk Ketentuan Asal Barang.
  10. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.



BAB II
PKBSI

Pasal 2

(1) Direktur Jenderal dapat menetapkan keasalan barang atas barang yang akan diimpor dalam Skema Preferensi atau Skema Non-Preferensi sebelum diajukan Pemberitahuan Pabean.
(2) Penetapan dalam Skema Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada ketentuan mengenai Ketentuan Asal Barang yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(3) Penetapan dalam Skema Non-Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada ketentuan mengenai Ketentuan Asal Barang yang diatur dalam Peraturan Menteri atau peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk memenuhi ketentuan atau kebijakan di bidang perdagangan yang ditetapkan oleh suatu negara atau sekelompok negara.


    

 

Pasal 3

(1) Untuk mendapatkan penetapan keasalan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pemohon mengajukan permohonan PKBSI kepada Direktur Jenderal melalui Direktur.
(2) Permohonan PKBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. pemohon memiliki nomor identitas untuk dapat melakukan kegiatan kepabeanan;
  2. pemohon tidak sedang mengajukan Pemberitahuan Pabean impor atas barang yang diajukan permohonan penetapan keasalan barangnya;
  3. barang yang diajukan permohonan penetapan keasalan barang, tidak sedang dalam pengajuan atau proses keberatan atau banding;
  4. barang yang diajukan permohonan penetapan keasalan barang tidak sedang dalam proses penelitian ulang atau audit kepabeanan; dan
  5. barang yang akan diimpor merupakan objek transaksi jual beli oleh pemohon.
(3) Pemohon PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. importir;
  2. eksportir;
  3. penyelenggara/pengusaha Tempat Penimbunan Berikat;
  4. penyelenggara/pengusaha Pusat Logistik Berikat;
  5. badan usaha/pelaku usaha Kawasan Ekonomi Khusus;
  6. pengusaha di Kawasan Bebas;
  7. perwakilan dari pemohon; atau
  8. pihak lain yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


 

 

BAB III
PENGAJUAN PERMOHONAN PKBSI

Pasal 4

(1) Permohonan PKBSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan, permohonan dapat disampaikan secara tertulis.
(3) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), diajukan untuk 1 (satu) jenis barang dengan tipe dan spesifikasi yang sama melalui proses produksi dengan komposisi bahan baku baik bahan dan/atau barang originating dan non-originating-nya sama.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), disampaikan dengan melampirkan:
a. dokumen yang membuktikan adanya transaksi jual beli, yang dapat berupa:
  1. dokumen pemesanan pembelian (purchase order);
  2. konfirmasi pemesanan (confirmation order);
  3. kontrak penjualan (contract);
  4. faktur (invoice);
  5. Letter of Credit (L/C); atau
  6. dokumen transaksi pembayaran yang sejenis; dan
b. dokumen yang berkaitan dengan identifikasi keasalan barang dan data teknis yang telah disahkan oleh eksportir dengan menyesuaikan kriteria asal barang yang akan digunakan, meliputi tetapi tidak terbatas pada:
  1. detail bahan baku penyusun barang jadi termasuk nilainya;
  2. negara asal bahan baku;
  3. biaya tenaga kerja langsung meliputi upah, remunerasi, dan tunjangan-tunjangan tenaga kerja lainnya yang terkait dengan proses produksi;
  4. biaya overhead langsung;
  5. biaya lainnya untuk perhitungan struktur biaya;
  6. keuntungan;
  7. nilai FOB barang;
  8. gambar/brosur, katalog dan/atau spesifikasi produk;
  9. alur proses produksi dan pembuatan barang;
  10. klasifikasi barang (HS Code) termasuk bahan baku penyusun barang;
  11. dokumen keasalan barang misalnya Surat Keterangan Asal maupun Deklarasi Asal Barang yang digunakan pada saat importasi bahan baku;
  12. dokumen lainnya yang dapat memberikan informasi keasalan barang sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan negara asal barang; dan/atau
  13. pernyataan dari eksportir yang menyatakan bahwa data yang diserahkan benar.
(6) Dalam hal dokumen yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam bahasa asing, pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.


 

BAB IV
PENELITIAN PERMOHONAN PKBSI

Pasal 5

(1) Direktur melakukan penelitian terhadap permohonan dan dokumen yang dilampirkan dalam rangka pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(2) Direktur dapat menyampaikan permintaan tambahan data, contoh barang untuk keperluan identifikasi, dan/atau informasi lainnya.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi kepada pemohon paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan.
(4) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan, permintaan tambahan data dan/atau dokumen dapat disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Terhadap permintaan tambahan data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon harus menyerahkan data dan/atau dokumen yang diminta paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal surat permintaan tambahan data dan/atau dokumen.
(6) Direktur dapat meminta pemohon untuk memberikan penjelasan secara lisan mengenai informasi terkait Ketentuan Asal Barang atas barang yang sedang diajukan permohonan dalam hal:
  1. data dan/atau dokumen yang dilampirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5); dan
  2. tambahan data dan/atau dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
belum memadai untuk dapat diberikan PKBSI.
(7) Permintaan penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(8) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan, permintaan penjelasan secara lisan dapat disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(9) Penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diberikan oleh pemohon paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat permintaan penjelasan secara lisan.
(10) Penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dituangkan ke dalam berita acara dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


      

 

BAB V
PERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN PERMOHONAN PKBSI

Pasal 6

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Direktur atas nama Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) paling lama:
  1. 30 (tiga puluh) hari kerja, untuk Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) atau Mitra Utama Kepabeanan; dan
  2. 40 (empat puluh) hari kerja, untuk pemohon lainnya, terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disetujui, Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan PKBSI dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak, Direktur atas nama Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(4) Permohonan PKBSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak jika:
  1. hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) menunjukkan ketidaksesuaian;
  2. pemohon tidak menyerahkan tambahan data dan/atau dokumen yang diminta dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5); atau
  3. pemohon tidak menghadiri dan memberikan penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9).
(5) Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


 

BAB VI
PERUBAHAN PKBSI

Pasal 7

(1) Terhadap PKBSI yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dapat dilakukan perubahan berdasarkan permohonan dari pemohon yang bersangkutan.
(2) Perubahan terhadap PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:
  1. diajukan terhadap jenis barang yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4); dan
  2. terdapat data dan/atau dokumen baru yang menurut pemohon dapat mengakibatkan hasil PKBSI yang berbeda.
(3) Untuk dapat melakukan perubahan terhadap PKBSI, pemohon mengajukan permohonan perubahan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal PKBSI diterbitkan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan data dan/atau dokumen baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b serta PKBSI yang dimohonkan untuk diubah.
(5) Permohonan perubahan terhadap PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(6) Direktur melakukan penelitian terhadap:
  1. permohonan perubahan PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
  2. data dan/atau dokumen baru yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan
  3. PKBSI yang dimohonkan untuk diubah.
(7) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan, permohonan perubahan terhadap PKBSI dapat disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Permohonan perubahan terhadap PKBSI hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.


 

Pasal 8

(1) Dalam rangka penelitian perubahan PKBSI, Direktur dapat meminta pemohon untuk memberikan penjelasan secara lisan mengenai Ketentuan Asal Barang yang sedang diajukan perubahan dalam hal data dan/atau dokumen yang dilampirkan pada permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) belum memadai untuk dapat diberikan PKBSI.
(2) Permintaan penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan, permintaan penjelasan secara lisan dapat disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh pemohon paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat permintaan penjelasan secara lisan.
(5) Penjelasan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dituangkan ke dalam berita acara dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan:
  1. hasil yang berbeda dengan PKBSI yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan PKBSI perubahan dan membatalkan PKBSI sebelumnya dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
  2. hasil yang sama dengan PKBSI yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Direktur atas nama Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Persetujuan atau penolakan PKBSI perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a atau penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diterima.


 

BAB VII
PENGGUNAAN PKBSI

Pasal 9

PKBSI yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) atau PKBSI perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf a berlaku selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan.



Pasal 10

(1) PKBSI digunakan oleh pemohon sebagai acuan untuk kesamaan keasalan barang antara pemohon dan Pejabat Bea dan Cukai pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean impor.
(2) PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada saat penyerahan Pemberitahuan Pabean impor.


Pasal 11

(1) Pejabat Bea dan Cukai yang bertugas melakukan penelitian dan/atau penetapan keasalan barang, penelitian ulang, dan/atau audit kepabeanan, harus mengacu pada PKBSI.
(2) Penelitian dan penetapan keasalan barang terhadap Pemberitahuan Pabean impor yang dilampiri dengan PKBSI dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ketentuan Asal Barang.


   

 

Pasal 12

(1) PKBSI tidak berlaku apabila:
  1. kondisi keasalan barang atas barang impor berbeda dengan kondisi keasalan barang yang tercantum dalam PKBSI; 
  2. digunakan oleh pihak yang berbeda dengan pemohon yang tercantum dalam PKB SI; dan/ atau
  3. Pejabat Bea dan Cukai memiliki alasan untuk tidak mengacu pada PKBSI berdasarkan bukti nyata atau data yang objektif dan terukur.
(2) Bukti nyata atau data yang objektif dan terukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan bukti dan/atau data berdasarkan dokumen yang berhubungan dengan keasalan barang tersebut.


 

 

BAB VIII
PENCABUTAN PKBSI

Pasal 13

(1) Direktur atas nama Direktur Jenderal dapat mencabut PKBSI.
(2) Pencabutan terhadap PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:
a. data yang diberitahukan pada permohonan yang diajukan oleh pemohon tidak akurat dan tidak benar berdasarkan:
  1. informasi hasil pemeriksaan dokumen pada saat pengeluaran barang dari kawasan pabean; dan/atau
  2. temuan Pejabat Bea dan Cukai setelah proses pengeluaran barang dari kawasan pabean;
b. terdapat perubahan Ketentuan Asal Barang dalam Skema Preferensi atau Skema Non-Preferensi yang dapat mempengaruhi hasil PKBSI; dan/atau
c. terdapat pertimbangan lain berdasarkan praktik kelaziman internasional (best practice) maupun referensi terkait Ketentuan Asal Barang
(3) Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan surat pencabutan PKBSI dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 
(4) Surat pencabutan PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada pemohon yang bersangkutan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerbitan surat pencabutan PKBSI.


  

 

BAB IX
MONITORING DAN/ATAU EVALUASI

Pasal 14

(1) Direktur melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pelaksanaan dan pemanfaatan PKBSI.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan PKBSI pada unit vertikal di bawah pengawasannya untuk dilaporkan kepada Direktur.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan PKBSI untuk dilaporkan kepada Direktur.


  

 

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 3 Februari 2022

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


BENNY RIYANTO




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 138