Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2018

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40/PMK.04/2018

TENTANG

PEREKAMAN, PENEGAHAN, JAMINAN, PENANGGUHAN SEMENTARA,
MONITORING DAN EVALUASI DALAM RANGKA PENGENDALIAN IMPOR
ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI
HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (7) dan Pasal 19 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Kekayaan Intelektual, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perekaman, Penegahan, Jaminan, Penangguhan Sementara, Monitoring dan Evaluasi dalam rangka Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual;


Mengingat :


Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaaan Intelektual (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6059);



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEREKAMAN, PENEGAHAN, JAMINAN, PENANGGUHAN SEMENTARA, MONITORING DAN EVALUASI DALAM RANGKA PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 rentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disingkat HKI adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  3. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  5. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  6. Penangguhan Sementara yang selanjutnya disebut Penangguhan adalah penundaan untuk sementara waktu terhadap pengeluaran barang impor atau ekspor dari Kawasan Pabean yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI.
  7. Penegahan Barang yang selanjutnya disebut Penegahan adalah tindakan administrasi untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban pabean.
  8. Pemilik atau Pemegang Hak adalah pemilik atau pemegang HKI yang dilindungi di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kekayaan intelektual.
  9. Pejabat Bea dan Cukai adalan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
  11. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum Kawasan Pabean setempat berada.
  12. Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha.
  13. Jaminan dalam rangka HKI yang selanjutnya disebut Jaminan adalah Jaminan yang digunakan untuk membayar segala biaya yang timbul akibat adanya Penegahan dan Penangguhan.
  14. Penjamin adalah pihak yang menerbitkan garansi untuk melakukan pembayaran biaya operasional atas perintah Kantor Pabean kepada pihak yang mengajukan klaim jaminan.
  15. Examiner adalah orang yang memahami dan berkompeten mengenai keaslian dari barang berupa merek dan hak cipta yang ditunjuk oleh Pemilik atau Pemegang Hak.
  16. Sistem Aplikasi adalah sistem aplikasi komputer yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk pengawasan HKI.
  17. Perekaman (Recordation) adalah kegiatan untuk memasukan data HKI ke dalam database kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  18. Direktur adalah Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi untuk melakukan pengawasan di bidang HKI pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 2

Pengendalian Impor atau Ekspor atas kewenangan jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai dilakukan terhadap barang yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI berupa merek dan hak cipta yang telah disetujui dan direkam pada sistem Perekaman (Recordation) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.



BAB II
PEREKAMAN (RECORDATION) HKI

Bagian Kesatu
Permohonan

Pasal 3

(1) Pemilik atau Pemegang Hak atas merek dan/atau hak cipta dapat mengajukan permohonan Perekaman (Recordation) data HKI berupa merek dan hak cipta secara tertulis kepada Direktur.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir permohcnan Perekaman (Recordation) merek atau hak cipta, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Pemilik atau Pemegang Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjuk Examiner yang memahami mengenai merek dan hak cipta barang yang akan dilakukan Perekaman (Recordation) pada sistem Perekaman (Recordation) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Examiner yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memahami data mengenai:
  1. ciri keaslian produk seperti merek, barang, nama dagang, tampilan produk, kemasan, rute distribusi, dan pemasaran, serta jumlah produk yang dipasarkan dalam suatu wilayah dalam hal HKI berupa merek; dan/atau
  2. ciri atau spesifikasi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau hak terkait yang diciptakan dalam hal HKI berupa hak cipta yang dimohonkan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Pemilik atau Pemegang Hak yang merupakan badan usaha yang berkedudukan di Indonesia dan dilampiri:
  1. fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahan terakhir;
  2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
  3. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
  4. fotokopi surat domisili; dan
  5. dalam hal pengajuan permohonan Perekaman (Recordation) dilakukan terhadap data HKI berupa merek, permohonan harus dilampiri:
    1. fotokopi sertifikat merek yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
    2. data mengenai ciri keaslian produk seperti merek, barang, nama dagang, tampilan produk, kemasan, rute distribusi, dan pemasaran, serta jumlah produk yang dipasarkan dalam suatu wilayah;
    3. surat pernyataan dari Pemilik atau Pemegang Hak bahwa merek yang dimintakan Perekaman (Recordation) merupakan miliknya dan bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari Perekaman (Recordation);
    4. bukti pengalihan hak apabila hak atas merek telah dialihkan;
    5. data Orang yang diberikan hak untuk melakukan Impor atau Ekspor barang dengan merek yang didaftarkan pada sistem Perekaman (Recordation) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
    6. data lain yang dibutuhkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk keperluan Perekaman (Recordation); atau
  6. dalam hal pengajuan permohonan Perekaman (Recordation) dilakukan terhadap data HKI berupa hak cipta, permohonan harus dilampiri:
    1. fotokopi surat pendaftaran/pencatatan ciptaan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
    2. surat pernyataan dari Pemilik atau Pemegang Hak bahwa hak cipta yang dimintakan Perekaman (Recordation) merupakan miliknya dan bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari Perekaman (Recordation);
    3. bukti pengalihan hak apabila hak cipta telah dialihkan;
    4. data Orang yang diberikan hak untuk untuk melakukan Impor Ekspor dan/atau memperbanyak barang berupa hak cipta yang didaftarkan pada sistem Perekaman (Recordation) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
    5. data lain yang dibutuhkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk keperluan Perekaman (Recordation).
(6) Surat pernyataan pertanggungjawaban dari Pemilik atau Pemegang Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e angka 3 dan huruf f angka 2, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf  B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Penelitian

Pasal 4

(1) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian secara formal dan materiil.
(2) Penelitian formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti:
  1. kelengkapan pengisian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); dan
  2. kelengkapan lampiran permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).
(3) Penelitian materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti:
  1. kesesuaian antara data permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan data pendukung yang dilampirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5);
  2. kesesuaian data permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan data merek dan hak cipta yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
  3. hasil presentasi dan wawancara Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau Examiner.


Pasal 5

(1) Untuk penelitian permohonan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat berkoordinasi dengan Instansi dan/atau pihak lain yang terkait untuk melakukan validasi data HKI.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan data elektronik dan/atau manual.


Bagian Ketiga
Persetujuan atau Penolakan

Pasal 6

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Direktur memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
(2) Dalam hal hasil penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) tidak terpenuhi, permohonan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dikembalikan kepada Pemilik atau Pemegang Hak atas merek atau hak cipta untuk diperbaiki dan/atau dilengkapi.
(3) Dalam hal hasil penelitian materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) tidak terpenuhi, Direktur menyampaikan penolakan kepada Pemilik atau Pemegang Hak atas merek atau hak cipta dengan disertai alasan penolakan.
(4) Dalam hal permohonan disetujui, Direktur menerbitkan persetujuan Perekaman (Recordation) data HKI berupa merek dan hak cipta dan Pejabat Bea dan Cukai melakukan Perekaman (Recordation) ke dalam sistem Perekaman (Recordation) HKI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 7

(1) Perekaman (Recordation) data HKI berupa merek dan hak cipta pada sistem Perekaman (Recordation) HKI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal persetujuan dan dapat diperpanjang.
(2) Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pemilik atau Pemegang Hak, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direktur paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum masa Perekaman (Recordation) berakhir.
(4) Dalam hal Pemilik atau Pemegang Hak tidak mengajukan perpanjangan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk dapat dilakukan Perekaman (Recordation) terhadap data HKI berupa merek dan hak cipta pada sistem Perekaman (Recordation) HKI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pemilik atau Pemegang Hak harus mengajukan permohonan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(5) Dalam hal terhadap perpanjangan Perekaman (Recordation) tidak terdapat perubahan data pada sistem Perekaman (Recordation) HKI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dilakukan penelitian kebenaran pengisian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur memberikan persetujuan atau penolakan perpanjangan Perekaman (Recordation) pada sistem Perekaman (Recordation) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah surat permohonan diterima.
(7) Persetujuan perpanjangan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Penolakan perpanjangan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8

(1) Pemilik atau Pemegang Hak harus memberitahukan setiap perubahan data HKI berupa merek atau hak cipta yang telah dilakukan Perekaman (Recordation) dalam sistem Perekaman (Recordation) HKI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Direktur.
(2) Perubahan data Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui Sistem Aplikasi dan secara tertulis dan/atau surat elektronik.
(3) Pejabat Bea dan Cukai melakukan validasi terhadap perubahan data Perekaman (Recordation) merek atau hak cipta dan dapat berkoordinasi dengan instansi atau pihak terkait.
(4) Berdasarkan hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan perubahan data diterima secara lengkap.
(5) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menyetujui perubahan data Perekaman (Recordation).
(6) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menolak perubahan data Perekaman (Recordation).
(7) Perubahan data Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengubah masa berlaku persetujuan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(8) Dalam hal terdapat perubahan data Examiner, terhadap Examiner pengganti harus menyampaikan presentasi kepada Pejabat Bea dan Cukai dan dilakukan wawancara oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(9) Permohonan perubahan data, persetujuan permohonan perubahan data dan penolakan permohonan perubahan data, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf H, huruf I, dan huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 9

Pemilik atau Pemegang Hak dapat mengajukan permohonan pencabutan Perekaman (Recordation) data HKI berupa merek dan/atau hak cipta yang telah direkam pada sistem Perekaman (Recordation) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Direktur sebelum masa Perekaman (Recordation) berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).



BAB III
PENEGAHAN

Pasal 10

(1) Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan Penegahan barang impor atau ekspor yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI berdasarkan bukti yang cukup.
(2) Bukti yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Pejabat Bea dan Cukai pada saat pemeriksaan pabean atau analisis intelijen berdasarkan pada informasi sistem Perekaman (Recordation) HKI pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Bukti yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didistribusikan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan untuk melakukan Penegahan.
(4) Hasil analisis intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam hal ditemukan adanya dugaan pelanggaran HKI, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan menyampaikan pemberitahuan kepada Pemilik atau Pemegang Hak melalui Sistem Aplikasi dan/atau surat elektronik, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 11

(1) Terhadap pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), Pemilik atau Pemegang Hak harus memberikan konfirmasi kepada Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pabean yang mengawasi barang yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal pemberitahuan melalui Sistem Aplikasi dan/atau surat elektronik.
(2) Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan konfirmasi untuk:
  1. mengajukan permohonan perintah Penangguhan kepada Pengadilan; atau
  2. tidak mengajukan permohonan perintah Penangguhan kepada Pengadilan.
(3) Dalam hal Pemilik atau Pemegang Hak memberikan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a:
a. Pemilik atau Pemegang Hak harus:
  1. menyerahkan Jaminan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani perbendaharaan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam bentuk jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi;
  2. mengajukan permintaan Penangguhan melalui permohonan kepada Ketua Pengadilan; dan
  3. menyerahkan bukti pengajuan permohonan Penangguhan kepada Pejabat Bea dan Cukai dalam bentuk hardcopy dan/atau disampaikan melalui Sistem Aplikasi atau melalui surat elektronik,
paling lama 4 (empat) hari kerja sejak konfirmasi dari Pemilik atau Pemegang Hak, dan
b. Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan dapat:
  1. melanjutkan Penegahan atas barang impor atau ekspor yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI berupa merek dan/atau hak cipta; dan
  2. memberikan ringkasan mengenai barang impor atau ekspor yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI berupa merek dan/atau hak cipta kepada Pemilik atau Pemegang Hak untuk pemenuhan persyaratan permintaan Penangguhan melalui permohonan kepada Ketua Pengadilan.
(4) Dalam hal Pemilik atau Pemegang Hak:
  1. tidak memberikan konfirmasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
  2. memberikan konfirmasi untuk tidak mengajukan permohonan perintah Penangguhan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
terhadap barang yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI berupa merek dan/atau hak cipta diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 12

(1) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan dapat memberikan ringkasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b angka 2, dalam hal telah menerima salinan bukti penerimaan Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a angka 1.
(2) Ringkasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data mengenai:
  1. Nomor Surat Muatan Angkutan Laut (bill of lading) atau Nomor Surat Muatan Angkutan Udara  (airway bill)
  2. Nomor Sarana Pengangkut;
  3. Importir/eksportir;
  4. nama pemasok;
  5. negara asal;
  6. Pelabuhan tujuan;
  7. uraian barang;
  8. jenis dan nomor kemasan;
  9. nilai pabean; dan
  10. tempat timbun.
(3) Ringkasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB IV
JAMINAN

Bagian Kesatu
Penyerahan Jaminan

Pasal 13

(1) Penyerahan Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a angka 1, dilakukan dengan menyerahkan Jaminan berupa jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi kepada Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan pada Kantor Pabean pemasukan barang impor atau pengeluaran barang ekspor yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI.
(2) Jangka waktu Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu selama 60 (enam puluh hari sejak tanggal diterbitkan.
(3) Atas penerimaan Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea Can Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan melakukan penelitian terhadap:
  1. format dan isi;
  2. jumlah;
  3. jangka waktu Jaminan; dan
  4. jangka waktu pengajuan Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a.
(4) Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan melakukan konfirmasi penerbitan Jaminan kepada Penjamin secara lisan dan/atau tertulis dengan mengirimkan surat konfirmasi jaminan paling lama 3 (tiga) hari kerja, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Penjamin yang menerirna permintaan konfirmasi Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memberikan jawaban secara lisan dan/atau tertulis paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan konfirmasi Jaminan.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
  1. dinyatakan sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan menerbitkan bukti penerimaan Jaminan; atau
  2. dinyatakan tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan mengembalikan Jaminan kepada Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau kuasanya.
(7) Bukti Penerimaan Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada:
  1. Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau kuasanya; dan
  2. Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan.
(8) Tata cara penggantian dan penyesuaian Jaminan, serta format bukti penerimaan Jaminan dilakukan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai Jaminan dalam rangka kepabeanan.

     


Bagian Kedua
Klaim Jaminan

Pasal 14

(1) Atas permohonan importir dan/atau eksportir, Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan mengajukan klaim Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a angka 1 kepada penjamin.
(2) Importir dan/atau eksportir yang mengajukan permohonan klaim jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan bukti-bukti biaya operasional dan nomor rekening yang ditunjuk.
(3) Klaim Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
  1. terdapat tagihan biaya operasional dalam rangka Penegahan dan Penangguhan terhadap barang yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI; dan/atau
  2. Pemilik atau Pemegang Hak tidak atau kurang membayar biaya operasional yang timbul akibat adanya Penegahan dan Penangguhan terhadap barang yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI.
(4) Jatuh tempo klaim Jaminan yaitu 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya masa jangka waktu Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(5) Permohonan klaim Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 15

(1) Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) harus mencairkan Jaminan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat pencairan Jaminan yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Perbendaharaan.
(2) Sesuai dengan surat pencairan Jaminan, Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) menyetorkan uang hasil pencairan Jaminan ke rekening yang ditunjuk sesuai dengan surat pencairan Jaminan.
(3) Dalam hal terdapat kelebihan uang dari penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penjamin mengembalikan kelebihan uang hasil pencairan Jaminan kepada Pemilik atau Pemegang Hak.
(4) Dalam hal jumlah Jaminan yang dicairkan kurang untuk membayar biaya operasional yang timbul akibat adanya Penegahan dan Penangguhan, Pemilik atau Pemegang Hak wajib melunasi kekurangan biaya operasional dimaksud dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
(5) Atas penyetoran uang hasil pencairan Jaminan ke rekening yang ditunjuk sesuai dengan surat pencairan Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan  fungsi di bidang Perbendaharaan.
(6) Apabila Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) tidak menerima surat pencairan Jaminan sampai dengan tanggal jatuh tempo klaim Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), hak Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang perbendaharaan atas klaim Jaminan dinyatakan batal demi hukum tanpa menghilangkan kewajiban Pemilik atau Pemegang Hak atas tagihan seluruh biaya operasional yang timbul akibat adanya Penegahan dan Penangguhan.
(7) Surat pencairan Jaminan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB V
PENANGGUHAN DAN BIAYA OPERASIONAL
PEMERIKSAAN FISIK

Bagian Kesatu
Permohonan dan Penetapan Penangguhan

Pasal 16

Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau kuasanya dapat mengajukan permintaan Penangguhan atas barang impor atau ekspor yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI kepada Pengadilan berdasarkan pemberitahuan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5).



Pasal 17

(1) Permintaan Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diajukan oleh Pemilik atau Pemegang Hak kepada Ketua Pengadilan.
(2) Permintaan Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Ketua Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi Kawasan Pabean tempat kegiatan impor atau ekspor yang terdapat barang yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI.


Pasal 18

Ketentuan mengenai tata cara permohonan, pemeriksaan, dan penetapan Penangguhan di Pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perintah penangguhan sementara.



Bagian Kedua
Pelaksanaan Penangguhan

Pasal 19

(1) Berdasarkan penetapan perintah Penangguhan yang diterima dari Pengadilan, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan:
  1. menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan perintah Penangguhan paling lambat 1 (satu) hari setelah penetapan perintah Penangguhan diterima kepada:
    1. importir dan/atau eksportir;
    2. Pemilik atau Pemegang Hak; dan
    3. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual,
  2. menghentikan Penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; dan
  3. melaksanakan Penangguhan sejak tanggal penetapan perintah Penangguhan diterima.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 20

(1) Pemeriksaan barang impor atau ekspor yang berada dalam status Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dilaksanakan berdasarkan jadwal pemeriksaan fisik yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Untuk melakukan pemeriksaan barang impor atau ekspor yang berada dalam status Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau kuasanya mengajukan permohonan jadwal pemeriksaan fisik kepada Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Pengajuan permohonan jadwal pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penetapan perintah Penangguhan diterima oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan jadwal pemeriksaan fisik yang memuat informasi tentang:
  1. barang yang akan dilakukan pemeriksaan sesuai dengan penetapan perintah Penangguhan dari Pengadilan;
  2. pejabat pemeriksa fisik;
  3. lokasi pemeriksaan fisik; dan
  4. tanggal dan waktu pemeriksaan fisik.
(5) Jadwal pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada importir atau eksportir dan disampaikan tembusan kepada:
  1. Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau kuasanya;
  2. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  3. Pengadilan penerbit penetapan perintah Penangguhan; dan
  4. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, Penyelenggara Pusat Logistik Berikat, Pengusaha Pusat Logistik Berikat, atau Pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap Penyelenggara di Pusat Logistik Berikat.
(6) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, Penyelenggara Pusat Logistik Berikat, Pengusaha Pusat Logistik Berikat, atau Pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap Penyelenggara di Pusat Logistik Berikat yang menerima tembusan jadwal pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, menyiapkan barang yang akan dilakukan pemeriksaan fisik.
(7) Pemeriksaan fisik barang yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI yang berada dalam status Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemilik atau Pemegang Hak secara bersama-sama dengan:
  1. Pejabat Bea dan Cukai;
  2. perwakilan dari Pengadilan;
  3. perwakilan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual; dan
  4. importir/eksportir/pemilik barang dan/atau kuasanya.
(8) Pemilik atau Pemegang Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat menunjuk Examiner untuk menghadiri dan melakukan pemeriksaan barang.
(9) Dalam hal importir/eksportir/pemilik barang dan/atau kuasanya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d tidak hadir, pemeriksaan tetap dilakukan.
(10) Pemilik atau Pemegang Hak bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan pemeriksaan fisik.
(11) Surat pemberitahuan jadwal pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

   

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Penangguhan

Pasal 21

(1) Pejabat Bea dan Cukai melaksanakan Penangguhan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak surat perintah atau penetapan Penangguhan diterima.
(2) Pemilik atau Pemegang Hak dapat mengajukan permohonan perpanjangan Penangguhan sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(3) Permohonan perpanjangan Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Ketua Pengadilan tempat pengajuan permohonan Penangguhan.


Pasal 22

(1) Pejabat Bea dan Cukai wajib menghentikan Penangguhan dalam hal:
  1. berakhirnya masa Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
  2. berakhirnya masa perpanjangan Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dalam hal Pengadilan memperpanjang masa Penangguhan;
  3. terdapat perintah penetapan mengakhiri Penangguhan dari Pengadilan untuk mengakhiri Penangguhan; atau
  4. terdapat tindakan hukum atau tindakan lain atas adanya dugaan pelanggaran HKI.
(2) Penghentian penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan prosedur impor atau ekspor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa:
  1. diserahkan kepada penyidik dalam hal dilakukan tindakan hukum berdasarkan ketentuan pidana; atau
  2. diserahterimakan kepada juru sita Pengadilan dalam hal Pemilik atau Pemegang Hak mengajukan gugatan dan/atau permohonan sita jaminan atas barang yang ditangguhkan
(4) Tindakan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa penyelesaian sengketa di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 23

(1) Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan untuk memerintahkan secara tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri Penangguhan.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. sifat tidak tahan lama;
  2. berbahaya; dan/atau
  3. pengurusannya memerlukan biaya tinggi.
(3) Importir, eksportir, atau pemilik barang yang mengajukan permintaan pengakhiran Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menanggung segala biaya yang timbul akibat pengakhiran Penangguhan.
(4) Pengakhiran Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggugurkan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(5) Kewenangan pengajuan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh Pejabat Bea dan Cukai kepada Ketua Pengadilan dalam rangka pelaksanaan tugasnya tanpa menyerahkan Jaminan.


Bagian Keempat
Biaya Operasional

Pasal 24

(1) Pemilik atau Pemegang Hak bertanggung jawab terhadap seluruh biaya operasional yang timbul akibat adanya Penegahan dan Penangguhan atas barang yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. biaya pemeriksaan;
  2. biaya pembongkaran;
  3. biaya penimbunan;
  4. biaya pengangkutan (handling cost);
  5. biaya sewa kontainer; dan/atau
  6. biaya lainnya, 
yang tidak termasuk biaya yang timbul untuk penetapan perintah Penangguhan oleh Pengadilan.
(3) Pemilik atau Pemegang Hak yang telah menyampaikan konfirmasi dan mengajukan permohonan Penangguhan ke Pengadilan tetap bertanggung jawab atas biaya operasional yang timbul selama proses Penegahan walaupun permohonan penangguhannya ditolak oleh Pengadilan.


BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 25

(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan monitoring dan evaluasi terhadap data dalam sistem Perekaman (Recordation) HKI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Dalam rangka melaksanakan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan peninjauan lapangan.
(3) Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, terhadap persetujuan Perekaman (Recordation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dicabut dalam hal:
  1. Pemilik atau Pemegang Hak tidak memberikan konfirmasi atas pemberitahuan Penegahan barang yang diduga merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran HKI yang disampaikan Pejabat Bea dan Cukai sebanyak 3 (tiga) kali Penegahan yang berbeda dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
  2. Pemilik atau Pemegang Hak tidak melakukan perpanjangan Perekaman (Recordatiori) HKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
  3. Pemilik atau Pemegang Hak tidak melakukan perubahan data dalam hal terdapat perubahan data merek atau hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
  4. Pemilik atau Pemegang Hak tidak menyerahkan Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a angka 1;
  5. Pemilik atau Pemegang Hak tidak melunasi kekurangan biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4);
  6. Pemilik atau Pemegang Hak dan/atau Examiner tidak mengikuti pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7);
  7. terdapat perubahan kepemilikan hak atas merek dan/atau hak cipta; atau
  8. terdapat ketidaksesuaian antara data Perekaman (Recordation) dengan hasil peninjauan lapangan.
(4) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan kepada Pemilik atau Pemegang Hak, dibuat sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 26

(1) Ketentuan Penangguhan tidak diberlakukan terhadap:
  1. barang bawaan penumpang;
  2. awak sarana pengangkut;
  3. pelintas batas; atau
  4. barang kiriman melalui pos atau jasa titipan,
yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.
(2) Ketentuan mengenai kriteria impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai impor barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 April 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 16 April 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 521