Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.08/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30/PMK.08/2021
 
TENTANG
 
TATA CARA PEMBERIAN JAMINAN PEMERINTAH PUSAT UNTUK

PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :



  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
  2. bahwa guna menyempurnakan ketentuan mengenai skema pemberian jaminan pemerintah pusat untuk infrastruktur proyek strategis nasional yang terus berkembang dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional, perlu dilakukan penyempurnaan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;

     

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6654);
  4. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 259);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

     



MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN JAMINAN PEMERINTAH PUSAT UNTUK PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
  2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan penjaminan Pemerintah di bidang infrastruktur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.
  4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  5. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, atau koperasi.
  6. Penanggung Jawab Proyek Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat PJPSN adalah menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
  7. Perjanjian Kerja Sama dan/atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerja Sama yang selanjutnya disebut Perjanjian Kerja Sama adalah kesepakatan tertulis yang berisi hak dan kewajiban antara PJPSN dan Badan Usaha dalam rangka melaksanakan Proyek Strategis Nasional.
  8. Risiko Politik adalah:
    1. tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah Pusat dalam hal yang menurut hukum atau peraturan perundang-undangan atau Pemerintah Pusat memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut, termasuk atas tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah Daerah; dan/atau
    2. penerbitan, penerapan, atau pemberlakuan suatu peraturan, kebijakan atau persyaratan hukum kepada Badan Usaha atau Proyek Strategis Nasional oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang belum ada atau berlaku terhadap Badan Usaha atau Proyek Strategis Nasional pada tanggal penandatanganan Perjanjian Kerja Sama
  1. Jaminan Pemerintah Pusat adalah jaminan Pemerintah yang diberikan melalui Menteri Keuangan kepada Badan Usaha yang melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan PJPSN atas Risiko Politik yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan dapat memberikan dampak finansial kepada Badan Usaha yang melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan PJPSN.
  2. Penjamin adalah Pemerintah dan/atau BUPI.
  3. Penerima Jaminan adalah Badan Usaha yang menjadi pihak dalam Perjanjian Kerja Sama.
  4. Terjamin adalah PJPSN selaku pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang melakukan kerja sama dengan Penerima Jaminan.
  5. Perjanjian Penjaminan Pemerintah adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara Pemerintah selaku Penjamin dan Badan Usaha dalam rangka penjaminan Proyek Strategis Nasional.
  6. Perjanjian Penjaminan BUPI adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara BUPI selaku Penjamin dan Badan Usaha dalam rangka penjaminan Proyek Strategis Nasional.
  7. Perjanjian Penjaminan Bersama adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban Pemerintah dan BUPI selaku Penjamin dan Badan Usaha dalam rangka penjaminan Proyek Strategis Nasional.
  8. Komitmen Pemerintah daerah adalah jaminan atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diterbitkan dalam bentuk Peraturan Daerah dan/atau izin yang diterbitkan sesuai kewenangan Pemerintah Daerah untuk mendukung, menjamin dan memastikan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
  9. Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah adalah alokasi dana yang tersedia yang digunakan untuk melunasi kewajiban penjaminan yang timbul akibat pemberian Jaminan Pemerintah sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) beserta perubahannya pada tahun anggaran berjalan.
  10. Dana Cadangan Penjaminan adalah dana hasil akumulasi dari Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dalam tahun anggaran berjalan yang dipindahbukukan ke dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah atau sumber lain berupa imbal jasa penjaminan, penerimaan piutang akibat timbulnya regres, dan dikelola dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah.
  11. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga.
  12. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran kementerian/lembaga yang bersangkutan.
  13. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh menteri/kepala lembaga selaku pengguna anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
  14. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA/Pejabat Pembuat Komitmen sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar.
  15. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA/Pejabat Penandatanganan SPM untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
  16. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
  17. Perjanjian Penyelesaian Utang adalah perjanjian antara Penjamin dan PJPSN selaku Terjamin mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan pembayaran kembali atas realisasi pembayaran klaim Jaminan Pemerintah Pusat, Jaminan Bersama atau Jaminan BUPI.
  18. Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang adalah dokumen perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang dalam hal PJPSN tidak mampu melaksanakan ketentuan dalam Perjanjian Penyelesaian Utang PJPSN.
  19. Menteri Keuangan selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
  20. Tingkat Bunga adalah besaran imbal hasil rata-rata tertimbang hasil lelang surat perbendaharaan negara (SPN) 12 (dua belas) bulan (new issuance) yang diumumkan secara periodik oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
  21. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
  22. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

     

Pasal 2

Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat merupakan sarana fiskal yang disediakan untuk mendukung percepatan pembangunan proyek infrastruktur nasional.

 


Pasal 3

Jaminan Pemerintah Pusat diberikan dengan mempertimbangkan prinsip sebagai berikut:

  1. kemampuan keuangan negara;
  2. kesinambungan fiskal; dan
  3. pengelolaan risiko fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

     

BAB II
RUANG LINGKUP DAN PERSYARATAN UMUM
 
Pasal 4

(1) Jaminan Pemerintah Pusat diberikan terhadap Risiko Politik yang dapat mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan dapat memberikan dampak finansial kepada Badan Usaha yang melaksanakan Proyek Strategis Nasional berdasarkan Perjanjian Kerja Sama dengan PJPSN.
(2)  Risiko Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  1. risiko mata uang yang tidak dapat dikonversi atau ditransfer yaitu risiko bahwa pendapatan dari proyek tidak bisa dikonversi ke mata uang asing dan/atau direpatriasi ke negara asal investor;
  2. risiko pengambilalihan yaitu risiko tindakan pengambilalihan aset proyek dan/atau nasionalisasi oleh pemerintah, yang dapat memicu pengakhiran kontrak proyek;
  3. risiko perubahan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang bersifat diskriminatif dan spesifik sehingga secara langsung dapat menghambat konstruksi, operasional proyek dan/atau menimbulkan kerugian finansial;
  4. risiko perizinan yaitu risiko dimana perizinan yang diperlukan dari suatu otoritas perizinan tidak dapat diperoleh dan/atau pengesahan pemerintah yang setelah diberikan tidak lagi memiliki yang setelah diberikan tidak lagi memiliki keberlakuan atau gagal untuk diperbaharui tanpa sebab yang sah; dan/atau
  5. Risiko Politik lainnya yang disetujui Menteri berdasarkan rekomendasi Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas usulan penjaminan.


Pasal 5

(1) Proyek Strategis Nasional yang dapat memperoleh Jaminan Pemerintah Pusat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional beserta perubahannya;
b. tercantum dalam daftar Proyek Strategis Nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. layak secara teknis dan finansial;
d. PJPSN belum mendapat jaminan Pemerintah lainnya atau tidak sedang mengajukan usulan untuk mendapat jaminan Pemerintah lainnya dari program penjaminan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan;
e. tidak dalam rangka pelaksanaan penugasan Pemerintah yang tidak mendapat Jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f. memiliki Perjanjian Kerja Sama yang harus memuat ketentuan paling sedikit:
  1. jenis-jenis Risiko Politik yang dapat menghambat Proyek Strategis Nasional dan menimbulkan dampak finansial kepada Badan Usaha;
  2. jumlah kewajiban finansial PJPSN dalam hal Risiko Politik yang menjadi tanggung jawab PJPSN terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah kewajiban finansial dapat ditentukan pada saat Perjanjian Kerja Sama ditandatangani;
  3. jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan kewajiban finansial PJPSN; dan
  4. prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara PJPSN dan Badan Usaha sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban finansial PJPSN.
(2) Program penjaminan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
  1. jaminan pemerintah untuk proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan;
  2. jaminan pemerintah atas penugasan pemerintah kepada badan usaha milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau
  3. jaminan lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


          

BAB III
TATA CARA PEMBERIAN DAN BENTUK JAMINAN
PEMERINTAH PUSAT
 
Bagian Kesatu
Pengajuan Usulan Jaminan Pemerintah Pusat
 
Pasal 6

(1) PJPSN mengajukan usulan Jaminan Pemerintah Pusat kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
(2) Usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat jenis Risiko Politik yang dimintakan untuk dijamin, periode jaminan, dan pernyataan bahwa proyek infrastruktur yang diusulkan ditujukan untuk kepentingan umum.
(3) Usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan paling sedikit:
  1. dokumen studi kelayakan proyek;
  2. finansial model proyek;
  3. konsep akhir Perjanjian Kerja Sama atau Perjanjian Kerja Sama yang telah ditandatangani;
  4. dokumen Komitmen Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya konsep Perjanjian Penyelesaian Utang, dalam hal PJPSN merupakan kepala daerah;
  5. dokumen rencana mitigasi risiko atas potensi timbulnya Risiko Politik yang diusulkan untuk dijamin;
  6. surat pernyataan dari PJPSN bahwa pengadaan Badan Usaha telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. izin lokasi/penetapan lokasi, pm Jam pakai kawasan hutan, dan/atau izin lingkungan;
  8. konsep Perjanjian Penyelesaian Utang untuk PJPSN yang merupakan Badan Usaha Milik Negara;
  9. konsep surat persetujuan DPRD atas Perjanjian Penyelesaian Utang dalam hal PJPSN merupakan kepala daerah;
  10. dokumen komitmen menteri/kepala lembaga dan/atau konsep Perjanjian Penyelesaian Utang yang memuat upaya maksimal menteri/kepala lembaga untuk melakukan mitigasi risiko termasuk mengupayakan dana untuk melakukan pemenuhan kewajiban finansial yang timbul berdasarkan Perjanjian Kerja Sama, dalam hal PJPSN merupakan menteri/kepala lembaga; dan
  11. surat pernyataan dari PJPSN yang menyatakan bahwa:
    1. dokumen yang dilampirkan dalam surat usulan Jaminan Pemerintah Pusat adalah benar; dan
    2. Proyek Strategis Nasional yang diusulkan layak secara teknis dan finansial.


Bagian Kedua
Evaluasi Usulan Jaminan Pemerintah Pusat
 
Pasal 7

(1) Berdasarkan usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sejak permohonan Jaminan Pemerintah Pusat dan seluruh dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), telah diterima secara lengkap dan benar oleh Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan.
(3) Evaluasi dilakukan dengan cara memeriksa:
  1. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
  2. kelayakan jenis Risiko Politik yang akan dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); dan
  3. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan mempertimbangkan batas maksimal penjaminan.
(5) Dalam melakukan evaluasi usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan.
(6) Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersama dengan BUPI.


Pasal 8

(1) Dalam melakukan evaluasi bersama dengan BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menugaskan BUPI untuk menyiapkan analisis mengenai:
(1) usulan penjaminan dalam memenuhi ketentuan:
  1. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (2); dan
  2. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
(2) profil Risiko Politik, alokasi risiko, dan risiko penjaminan; dan
(3) kapasitas penjaminan BUPI.
(2) BUPI menyampaikan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permintaan analisis dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko diterima.
(3) Dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dan/atau BUPI dapat meminta keterangan a tau penjelasan dari PJPSN, Badan Usaha, dan/atau pihak terkait lainnya.


Pasal 9

(1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk dapat memberikan:
  1. persetujuan atau penolakan atas usulan penjaminan dari PJPSN; dan
  2. usulan pihak yang akan melakukan penjaminan.
(2) Dalam hal usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diputuskan untuk dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri, Menteri melakukan Jaminan Pemerintah Pusat secara langsung.
(3) Dalam hal usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diputuskan untuk melibatkan BUPI, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengusulkan konsep keputusan Menteri mengenai penugasan kepada BUPI untuk melakukan Jaminan Pemerintah Pusat atau penugasan kepada BUPI untuk melakukan Jaminan Pemerintah Pusat secara bersama dengan Pemerintah.
(4) Konsep keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit memuat:
  1. Proyek Strategis Nasional yang akan dijamin oleh BUPI;
  2. PJPSN selaku Terjamin;
  3. porsi risiko penjaminan yang akan ditanggung oleh BUPI;
  4. hak BUPI untuk mengenakan imbal Jasa penjaminan kepada pihak yang paling memiliki kepentingan dan/atau pihak yang paling membutuhkan penjaminan Proyek Strategis Nasional; dan
  5. tugas dan wewenang BUPI dalam melaksanakan penjaminan.
(5) Pembagian porsi risiko penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. berdasarkan jenis risiko yang dijamin (risk sharing);
  2. berdasarkan besaran klaim yang dijamin, dimana BUPI melakukan pembayaran terlebih dahulu sampai batas yang menjadi bagian BUPI/first loss basis (amount sharing);
  3. BUPI menanggung jenis/porsi dengan memperhatikan kemampuan keuangan BUPI; dan/atau
  4. Pemerintah menanggung sisa jenis/porsi jaminan yang telah ditanggung oleh BUPI sebagaimana dimaksud pada huruf c.
(6) Tugas dan wewenang BUPI dalam melaksanakan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, terdiri atas:
  1. membuat, membahas, dan menandatangani Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI;
  2. membuat, membahas, dan menandatangani Perjanjian Penyelesaian Utang;
  3. membuat, membahas, dan menandatangani Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang;
  4. menerima fisik usulan klaim atas Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan bersama atau yang dilakukan oleh BUPI;
  5. melakukan evaluasi atas usulan penjaminan;
  6. menyampaikan usulan rekomendasi pembagian porsi dan/atau jenis risiko terhadap pemberian Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama atau yang dilakukan oleh BUPI;
  7. melakukan verifikasi atas usulan klaim Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama atau yang dilakukan oleh BUPI;
  8. menyampaikan hasil verifikasi atas usulan klaim Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
  9. menyampaikan surat pemberitahuan bayar atas hasil verifikasi klaim Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama yang menjadi bagian dari Pemerintah kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
  10. menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang kepada PJPSN serta meminta pemenuhan atas hak-hak BUPI terhadap PJPSN berdasarkan Perjanjian Penyelesaian Utang; dan
  11. melakukan pemantauan dan pelaporan Jaminan Pemerintah Pusat yang dilaksanakan secara bersama atau yang dilaksanakan oleh BUPI.


Bagian Ketiga
Penyusunan Perjanjian Penjaminan Pemerintah Pusat
 
Pasal 10

(1) Jaminan Pemerintah Pusat dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan.
(2) Perjanjian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat paling sedikit:
  1. syarat efektif dan jangka waktu penjaminan;
  2. Risiko Politik yang dijamin;
  3. syarat pengajuan klaim penjaminan;
  4. pembayaran klaim;
  5. pembagian porsi risiko untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama;
  6. pengenaan imbal jasa penjaminan untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama atau oleh BUPI;
  7. perubahan Perjanjian Kerja Sama;
  8. peristiwa cidera janji para pihak;
  9. pengakhiran perjanjian oleh para pihak; dan
  10. tata cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian penjaminan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase.


Pasal 11

(1) Dalam hal Jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan menyusun konsep Perjanjian Penjaminan Pemerintah.
(2) Dalam hal Jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh BUPI atau secara bersama dengan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), BUPI menyusun konsep Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan B UPI.
(3) Dalam menyusun Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BUPI dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan.
(4) Penyusunan Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan memperhatikan kelayakan jenis Risiko Politik yang akan dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
(5) Dalam menyusun Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BUPI dapat meminta PJPSN untuk melakukan perubahan atas konsep Perjanjian Kerja Sama atau Perjanjian Kerja Sama yang telah ditandatangani.


     

Bagian Keempat
Penandatanganan Perjanjian Penjaminan Pemerintah
 
Pasal 12

(1) Perjanjian Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri.
(2) Penandatanganan Perjanjian Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah konsep Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c dan konsep surat persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf i ditandatangani.


Pasal 13

(1) Konsep Perjanjian Penjaminan Bersama yang telah disusun oleh BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan.
(2) Terhadap konsep Perjanjian Penjaminan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan:
  1. evaluasi terkait porsi penjaminan Pemerintah; dan
  2. verifikasi atas kesesuaian konsep Perjanjian Penjaminan Bersama dengan muatan perjanjian penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
(3) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengajukan usulan persetujuan konsep Perjanjian Penjaminan Bersama kepada Menteri.
(4) Perjanjian Penjaminan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri dan pimpinan BUPI.
(5)  Penandatanganan Perjanjian Penjaminan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau Perjanjian Penjaminan BUPI, dilakukan setelah konsep Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c dan konsep surat persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf i ditandatangani.


Bagian Kelima
Masa Berlaku Jaminan Pemerintah Pusat
 
Pasal 14

(1) Jaminan Pemerintah Pusat berlaku sejak perjanjian penjaminan ditandatangani sampai dengan berakhirnya Perjanjian Kerja Sama atau periode tertentu yang disepakati oleh Penjamin dan Penerima Jaminan.
(2) Dalam jangka waktu paling lama 9 (sembilan) bulan setelah Badan Usaha menandatangani Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus telah memperoleh pemenuhan pembiayaan (financial close) untuk pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang oleh PJPSN apabila kegagalan pemenuhan pembiayaan (financial close) bukan disebabkan oleh kelalaian Badan Usaha, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PJPSN.
(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
     a.    keadaan kahar;
     b.    terjadi perubahan kebijakan Pemerintah;
     c.    perubahan desain;
     d.    terhambatnya pembebasan lahan; dan/atau
     e.    pertimbangan lain yang dianggap krusial.
(5) Perpanjangan jangka waktu oleh PJPSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan paling lama 3 (tiga) bulan.
(6) Dalam hal perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk kedua kalinya, PJPSN harus mendapat persetujuan menteri koordinator yang membidangi perekonomian.
(7) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (6) tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha, Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
(8) Dengan berakhirnya Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (7), perjanjian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tidak berlaku.
(9) Perjanjian penjaminan yang sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak memiliki akibat hukum apapun.


     

BAB IV
TATA CARA PENGALOKASIAN ANGGARAN KEWAJIBAN PENJAMINAN
 
Bagian Kesatu
Alokasi Anggaran Kewajiban Penjaminan
 
Pasal 15

(1) Dalam hal Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI telah ditandatangani, Pemerintah dan/atau BUPI menyiapkan:
  1. Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dalam APBN sebagai kewajiban Pemerintah atas Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan Pemerintah secara langsung atau bersama BUPI yang menjadi bagian Pemerintah; dan
  2. anggaran sesuai dengan ketentuan BUPI sebagai kewajiban BUPI atas jaminan yang diberikan oleh BUPI atau bersama dengan Pemerintah.
(2) Perhitungan alokasi Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh KPA Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah.
(3) Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dipindahbukukan ke dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah yang bersifat kumulatif.
(4) Pengusulan dan pengalokasian Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi bagian anggaran BUN dan pengesahan DIPA BUN.


Bagian Kedua
Pelaksanaan Anggaran Kewajiban Penjaminan

Pemerintah Pusat
 
Pasal 16

(1) Menteri selaku PA kewajiban penjaminan menunjuk KPA Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dengan surat keputusan.
(2) KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menetapkan pejabat pembuat komitmen dan penandatangan SPM dengan surat keputusan.


   

BAB V
KLAIM PENJAMINAN
 
Bagian Kesatu
Pengajuan Klaim
 
Pasal 17

(1) Dalam hal telah terjadi Risiko Politik dan PJPSN tidak mampu melaksanakan kewajiban pembayaran kepada Badan Usaha sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f, Badan Usaha mengajukan klaim secara tertulis kepada:
  1. Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan tembusan kepada PJPSN untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh Pemerintah secara langsung; atau
  2. BUPI dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan PJPSN untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan secara bersama atau oleh BUPI.
(2)  Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan paling sedikit:
  1. pernyataan bahwa peristiwa yang terjadi tergolong sebagai Risiko Politik yang dijamin dalam perjanjian penjaminan;
  2. ketidakmampuan PJPSN untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan Perjanjian Kerja Sama sehubungan dengan Risiko Politik sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. uraian hak klaim Badan Usaha berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI;
  4. jumlah kewajiban pembayaran PJPSN kepada Badan Usaha; dan
  5. tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening.
(3) Klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan dokumen paling sedikit:
  1. salinan Perjanjian Kerja Sama;
  2. salinan Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI;
  3. rincian kewajiban PJPSN yang harus dibayar oleh penjamin; dan
  4. berita acara antara PJPSN dan Badan Usaha yang menyatakan tidak terdapat keberatan atas Risiko Politik yang dijamin beserta jumlah klaim yang diajukan.


     

Bagian Kedua
Verifikasi Klaim

 

Pasal 18

(1) verifikasi atas klaim yang diajukan oleh Badan Usaha dilakukan oleh:
  1. pejabat pembuat komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh Pemerintah secara langsung; atau
  2. BUPI untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan secara bersama atau oleh BUPI.
(2) Dalam rangka melakukan verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat pembuat komitmen dan/atau BUPI dapat berkoordinasi dengan unit terkait.
(3) Verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memastikan:
  1. validitas klaim berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama, atau Perjanjian Penjaminan BUPI, termasuk pelaksanaan dokumen komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf j dalam hal PJPSN merupakan menteri/kepala lembaga;
  2. kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah tagihan yang menjadi kewajiban PJPSN berdasarkan Perjanjian Kerja Sama;
  3. tidak terdapat perselisihan antara PJPSN dan Badan Usaha mengenai jumlah klaim yang menjadi kewajiban PJPSN;
  4. tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening; dan
  5. keabsahan berita acara antara PJPSN dan Badan Usaha.
(4) Dalam rangka pelaksanaan verifikasi, Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat meminta bantuan BUPI.
(5) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam berita acara verifikasi.
(6) Dalam hal terdapat bagian pembayaran klaim yang menjadi bagian Pemerintah, BUPI menyampaikan surat pemberitahuan bayar kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan melampirkan berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Pejabat pembuat komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melakukan verifikasi atas surat pemberitahuan bayar dan berita acara verifikasi yang disampaikan oleh BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (6) secara mutatis mutandis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (5).


Bagian Ketiga
Pembayaran Klaim Penjaminan
 
Pasal 19

(1) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, pembayaran atas klaim Jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh KPA dan/atau BUPI.
(2) Pembayaran klaim yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:
a. KPA, dengan menggunakan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah atas:
  1. Jaminan Pemerintah Pusat secara langsung; atau
  2. bagian Pemerintah dalam Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama dengan BUPI; dan/atau
b. BUPI, menggunakan anggaran BUPI atas:
  1. Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh BUPI; atau
  2. bagian BUPI dalam Jaminan Pemerintah Pusat yang dilakukan secara bersama dengan Pemerintah.
(3) Pembayaran klaim penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, didasarkan pada hasil berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) dan Pasal 18 ayat (7).
(4) Proses pembayaran klaim penjaminan yang menggunakan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah melalui mekanisme pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan dalam rangka pelaksanaan anggaran kewajiban penjaminan pemerintah.


     

BAB VI
PENYELESAIAN PIUTANG AKIBAT PELAKSANAAN
PEMBAYARAN JAMINAN
 
Bagian Kesatu
Penyelesaian Piutang
 
Pasal 20

(1) Setiap pelaksanaan pembayaran klaim oleh Pemerintah dan/atau BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 mengakibatkan timbulnya piutang Pemerintah dan/atau piutang BUPI kepada PJPSN.
(2) Piutang Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku dalam hal PJPSN merupakan menteri/kepala lembaga.
(3) Penyelesaian atas pembayaran klaim oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa klaim terminasi, dilakukan melalui mekanisme pengakuan aset berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyelesaian status kepemilikan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


     

Bagian Kedua
Perjanjian Penyelesaian Utang
 
Pasal 21

(1) Kesepakatan penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), dituangkan dalam Perjanjian Penyelesaian Utang.
(2) Penandatanganan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebelum atau bersamaan dengan penandatanganan Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama, atau Perjanjian Penjaminan BUPI.
(3) Penandatanganan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Perjanjian Penyelesaian Utang atas pembayaran klaim oleh Pemerintah terhadap Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh Pemerintah ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri; atau
  2. Perjanjian Penyelesaian Utang atas pembayaran klaim oleh BUPI terhadap Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh BUPI ditandatangani oleh pimpinan BUPI.
(4) Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat ketentuan paling sedikit:
  1. komitmen pembayaran atas jumlah pokok utang PJPSN sesuai dengan jumlah klaim yang dibayar oleh Pemerintah dan/atau BUPI;
  2. Tingkat Bunga utang dan pengenaannya sejak pembayaran klaim kepada Badan Usaha;
  3. jangka waktu pembayaran;
  4. mekanisme penyampaian surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang;
  5. mekanisme Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang;
  6. sanksi;
  7. penyelesaian tunggakan kewajiban PJPSN Pemerintah Daerah melalui pemotongan DAU dan/atau DBH; dan
  8. tata cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian Penyelesaian Utang melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase.


Bagian Ketiga
Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Penyelesaian Utang
 
Pasal 22

(1) Dalam hal Penjamin telah menyelesaikan pembayaran klaim kepada Badan Usaha berdasarkan perjanjian penjaminan, Penjamin segera menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang kepada PJPSN berdasarkan perjanjian penyelesaian utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
(2) Surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi paling sedikit:
  1. informasi mengenai jumlah pokok penyelesaian utang, yakni jumlah total pembayaran klaim yang dilakukan oleh Penjamin kepada Badan Usaha sesuai dengan Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama atau Perjanjian Penjaminan BUPI;
  2. penerapan syarat dan ketentuan penyelesaian utang yang berisi paling kurang mengenai Tingkat Bunga utang dan jangka waktu pembayaran; dan
  3. jangka waktu untuk memberikan konfirmasi atas surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang.


Pasal 23

(1) Dalam hal PJPSN menyampaikan konfirmasi persetujuan atas surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c, PJPSN wajib melaksanakan pembayaran utang kepada Penjamin sesuai dengan Perjanjian Penyelesaian Utang dan surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang.
(2) Dalam hal PJPSN menyampaikan keberatan atau tidak menyampaikan konfirmasi dalam jangka waktu surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c, maka:
  1. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan menyampaikan surat pemberitahuan perundingan kepada PJPSN dalam hal Jaminan Pemerintah Pusat diberikan oleh Pemerintah secara langsung; atau
  2. BUPI menyampaikan surat pemberitahuan perundingan kepada PJPSN dalam hal Jaminan Pemerintah Pusat diberikan secara bersama atau oleh BUPI.
(3) Hasil perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) gagal menghasilkan kesepakatan, Pemerintah dalam hal ini Menteri melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan/atau BUPI dan PJPSN menyelesaikan persoalan tersebut sesuai dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam Perjanjian Penyelesaian Utang.


Bagian Keempat
Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang
 
Pasal 24

(1) Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), memuat paling kurang ketentuan mengenai:
  1. jangka waktu pembayaran termasuk masa tenggang; dan/atau
  2. jumlah cicilan dan tanggal pembayaran cicilan.
(2) Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah pelaksanaan perundingan dilakukan.

 


Bagian Kelima
Penyelesaian Piutang BUPI
 
Pasal 25

(1) Penyelesaian utang menteri/kepala lembaga kepada BUPI dalam Surat Pemberitahuan Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dapat dilakukan melalui revisi anggaran sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran.
(2) Penyelesaian utang menteri/kepala lembaga kepada BUPI berdasarkan Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dilakukan melalui pengusulan alokasi anggaran dalam APBN tahun berkenaan.


Pasal 26

(1) Dalam hal Pemerintah Daerah/BUMN penugasan selaku PJPSN tidak memenuhi Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, BUPI menyelesaikan penyelesaian utang tersebut dengan mekanisme penyelesaian sengketa pada Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang
(2) Dalam hal putusan yang dihasilkan dari penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan PJPSN membayar kepada BUPI, BUPI dapat mengusulkan kepada Menteri untuk mengambil alih hak yang dimilikinya terhadap PJPSN berdasarkan putusan lembaga penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal usulan BUPI kepada Menteri untuk mengambil alih hak yang dimiliki BUPI terhadap PJPSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Menteri akan menggantikan kedudukan BUPI dan memiliki segala hak yang semula dimiliki oleh BUPI berdasarkan Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau keputusan lembaga penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Berdasarkan pengambilalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan PJPSN menindaklanjuti dengan perjanjian utang.

     


Bagian Keenam
Penyelesaian Tunggakan Kewajiban
PJPSN Pemerintah Daerah
 
Pasal 27

(1) Dalam hal terdapat tunggakan kewajiban PJPSN Pemerintah Daerah kepada Menteri berdasarkan:
  1. Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan/atau
  2. perjanjian utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4),
dapat diselesaikan melalui konversi kewajiban finansial Menteri kepada PJPSN Pemerintah Daerah.
(2) Penyelesaian tunggakan kewajiban PJPSN Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyelesaian tunggakan pinjaman Pemerintah Daerah melalui pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil.


Pasal 28

(1) Dalam rangka penyelesaian tunggakan kewajiban PJPSN Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
(2) Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemotongan DAU dan/atau DBH sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3) Berdasarkan hasil pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan laporan pelaksanaan pemotongan DAU dan/atau DBH kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan tembusan kepada Pemerintah Daerah.
(4) Dana Hasil pemotongan DAU dan/atau DBH disalurkan dari rekening kas umum negara ke rekening dana cadangan penjaminan pemerintah yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.


     

Bagian Ketujuh
Administrasi Piutang
 
Pasal 29

(1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengadministrasikan piutang Pemerintah kepada PJPSN yang timbul karena pelaksanaan pembayaran klaim jaminan oleh Pemerintah.
(2) BUPI mengadministrasikan piutang BUPI kepada PJPSN yang timbul karena pelaksanaan pembayaran klaim jaminan oleh BUPI.


BAB VII
IMBAL JASA PENJAMINAN
 
Pasal 30

(1) BUPI dapat mengenakan imbal jasa penjaminan Proyek Strategis Nasional kepada pihak yang paling memiliki kepentingan dan/atau pihak yang paling membutuhkan penjaminan Proyek Strategis Nasional.
(2) Pengenaan imbal Jasa penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan dengan mempertimbangkan:
  1. nilai kompensasi finansial dari jenis Risiko Politik Proyek Strategis Nasional yang akan dijamin;
  2. biaya yang dikeluarkan terkait penjaminan; dan/atau
  3. margin keuntungan yang wajar.


BAB VIII
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
 
Pasal 31

(1) PJPSN dan/atau Badan Usaha wajib menyampaikan laporan secara periodik per triwulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya setelah akhir periode triwulan berkenaan dan pada saat diperlukan kepada:
  1. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh Pemerintah secara langsung.
  2. BUPI untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan secara bersama atau oleh BUPI dengan ditembuskan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan.
(2)  Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat paling sedikit:
  1. kemajuan dan permasalahan proyek;
  2. keuangan proyek; dan
  3. identifikasi kemungkinan terjadinya Risiko Politik.


Pasal 32

(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dan/atau BUPI melaksanakan pemantauan terhadap potensi timbulnya Risiko Politik yang dijamin dan kelangsungan Proyek Strategis Nasional.
(2) Dalam melaksanakan dimaksud pada ayat pemantauan sebagaimana (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat membentuk komite koordinasi yang beranggotakan perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan/atau instansi terkait.
(3) Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan/atau BUPI menyampaikan laporan secara periodik per semester paling lambat pada akhir bulan ketiga berikutnya setelah akhir periode semester berkenaan dan/atau rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan dukungan dan/atau melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan Menteri dalam mencegah dan/atau mengurangi dampak Risiko Politik yang dijamin.

 

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 33

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, seluruh usulan penjaminan yang sedang dalam proses penyelesaian, dilanjutkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

 


BAB X
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 34

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 672), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 


Pasal 35

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 April 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA

 



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 248