TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 268/PMK.03/2015
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
YANG TELAH DIBEBASKAN SERTA PENGENAAN SANKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan serta Pengenaan Sanksi;
Mengingat :
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG TELAH DIBEBASKAN SERTA PENGENAAN SANKSI.
Pasal 1
(1) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
Pasal 2
Pajak Masukan atas impor dan/atau atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
Pasal 3
(1) | Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan Pasal 1 ayat (2) huruf a menggunakan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai untuk setiap kali impor dan/atau penyerahan. |
(2) | Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
(3) | Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k, tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
Pasal 4
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis harus memiliki Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sebelum impor dan/atau penyerahan. |
(2) | Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar. |
(3) | Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dokumen pendukung berupa:
|
(4) | Dalam hal impor, permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus dilampiri dokumen pendukung lainnya berupa:
|
(5) | Dalam hal penyerahan, permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus dilampiri dokumen pendukung lainnya berupa dokumen kontrak pembelian atau dokumen lain yang menunjukkan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak. |
Pasal 5
(1) | Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai diterima lengkap. |
(2) | Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan atas Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang disetujui untuk diberikan fasilitas dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai baik sebagian atau seluruhnya oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam hal terdapat penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai diterbitkan atas bagian Pajak Pertambahan Nilai yang belum dipungut. |
(4) | Tata cara penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 6
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 telah dipungut atau dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Pasal 7
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai dalam hal:
|
(2) | Dalam hal terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan:
|
(3) | Permohonan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya pembatalan dengan dilampiri asli Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang telah diterbitkan. |
(4) | Atas permohonan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai dan menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai baru paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap. |
(5) | Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak berhak memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
(6) | Atas pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Kena Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(7) | Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(8) | Format surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 8
(1) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf j diberikan kepada orang pribadi, dan kepada orang pribadi dimaksud wajib membuat:
|
(2) | Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf j, sebelum penyerahan dilakukan. |
(3) | Pengusaha Kena Pajak yang menerima dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyimpan dokumen tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Contoh format surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan contoh format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 9
(1) | Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibubuhi cap atau diberikan keterangan "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 81 TAHUN 2015". |
Pasal 10
(1) | Terhadap Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang telah mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan Pasal 1 ayat (2) huruf a dan huruf j, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan:
|
(2) | Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pada saat Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya. |
(3) | Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan. |
(4) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
(5) | Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan. |
(6) | Tata cara pengisian Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 11
(1) | Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) sampai dengan tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
(2) | Dalam hal pembayaran dilakukan setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan kepada Wajib Pajak belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
Pasal 12
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan oleh:
Pasal 13
(1) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Wajib Pajak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, harus melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. |
(2) | Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak terjadinya pengalihan penggunaan atau pemindahtanganan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. |
(4) | Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menyampaikan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak terjadinya pengalihan penggunaan atau pemindahtanganan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis. |
Pasal 14
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan/Peraturan Menteri Keuangan:
beserta peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 8 Januari 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 2066