TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 261/PMK.03/2016
TENTANG
TATA CARA PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENGECUALIAN
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN
PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
BESERTA PERUBAHANNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya;
Mengingat :
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5916);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENGECUALIAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA.
Pasal 1
(1) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
|
(2) | Hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah semua hak atas tanah dan/atau bangunan antara lain dapat berupa:
|
(3) | Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kesepakatan jual beli antara para pihak yang dapat berupa surat perjanjian pengikatan jual beli, surat pemesanan unit, kuitansi pembayaran uang muka, atau bentuk kesepakatan lainnya antara pihak yang menjual atau bermaksud menjual tanah dan/atau bangunan dan pihak yang membeli atau bermaksud membeli tanah dan/atau bangunan. |
(4) | Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. |
(5) | Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh:
|
Pasal 2
(1) | Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:
|
(2) | Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
(3) | Besarnya Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari jumlah bruto, yaitu:
|
(4) | Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
(5) | Termasuk sebagai Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Wajib Pajak yang dalam kegiatan usahanya mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan. |
Pasal 3
(1) | Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c ke Kas Negara, sebelum akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. |
(2) | Dalam hal penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dikenai tarif 0% (nol persen) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a tidak perlu mengisi Surat Setoran Pajak. |
(3) | Bagi orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. |
(4) | Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut. |
(5) | Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke Kas Negara paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran. |
(6) | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. |
(7) | Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak. |
(8) | Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 4
(1) | Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a kepada pemerintah, dipungut Pajak Penghasilan oleh bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar. |
(2) | Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke Kas Negara, sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar menukar dilaksanakan. |
(3) | Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar menukar. |
(4) | Dalam hal penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah dikenai tarif 0% (nol persen) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu mengisi Surat Setoran Pajak. |
Pasal 5
(1) | Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b wajib dilakukan melalui penyetoran sendiri ke Kas Negara oleh orang pribadi atau badan yang merupakan:
|
(2) | Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran. |
(3) | Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan tersebut. |
(4) | Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke Kas Negara paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran. |
(5) | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk setiap perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan. |
(6) | Dalam hal penjual telah melakukan pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembayaran dimaksud diperhitungkan dalam pelunasan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c sepanjang perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan dimaksud diakhiri dengan pembuatan akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. |
(7) | Pihak penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf a hanya menandatangani perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli apabila kepadanya dibuktikan bahwa kewajiban pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum atas perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf b telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak. |
Pasal 6
Penyetoran Pajak Penghasilan ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 4 ayat (2), serta Pasal 5 ayat (4) dilakukan melalui:
pada bank/pos persepsi.
Pasal 7
(1) | Bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) terutang di lokasi tanah dan/atau bangunan berada. |
(2) | Bagi orang pribadi atau badan selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) terutang di tempat tinggal orang pribadi yang bersangkutan atau tempat kedudukan badan dimana Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan yang bersangkutan diadministrasikan. |
Pasal 8
Dalam pemenuhan hak dan kewajiban sehubungan dengan Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan huruf b wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali orang pribadi yang penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan subjek pajak luar negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap.
Pasal 9
(1) | Orang pribadi atau badan yang wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dan Pajak Penghasilan yang telah dibayar dalam suatu Masa Pajak melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2), paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir ke:
|
(2) | Bendahara pemerintah atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib membuat dan menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukannya pengalihan hak dimaksud ke Kantor Pelayanan Pajak tempat bendahara pemerintah unit yang bersangkutan terdaftar. |
(3) | Badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a harus:
|
(4) | Orang pribadi atau badan yang wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) wajib menyampaikan laporan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dan Pajak Penghasilan yang telah dibayar dalam suatu Masa Pajak melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2), paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir kepada:
|
(5) | Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukannya pengalihan hak dimaksud ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pejabat yang bersangkutan terdaftar. |
(6) | Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf a harus menyampaikan laporan mengenai perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli atas pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukannya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli dimaksud ke:
|
(7) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) dan daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan bukti pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan bagi pihak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang penghasilannya dikenai tarif 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a. |
Pasal 10
(1) | Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) adalah:
|
(2) | Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya. |
Pasal 11
(1) | Dalam hal terdapat pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui perjanjian atau kerja sama antara pemilik tanah dan/atau bangunan dan orang pribadi atau badan lain yang secara substansi merupakan pembeli hak atas tanah dan/atau bangunan, serta selanjutnya orang pribadi atau badan lain dimaksud mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut kepada pihak ketiga, perjanjian atau kerja sama tersebut merupakan perjanjian pengikatan jual beli yang dikenai Pajak Penghasilan. |
(2) | Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang memiliki tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi atau badan lain yang secara substansi merupakan pembeli tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf a. |
(3) | Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan lain yang secara substansi merupakan pembeli hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari pihak ketiga merupakan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf b. |
(4) | Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (3). |
Pasal 12
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan/atau penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. | penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan penghasilan dari pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf a yang:
|
b. | penghasilan dari pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf b yang:
|
Pasal 13
Cara penghitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan serta perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya adalah sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 14
Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan serta perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, sejak tanggal 7 September 2016 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
(1) | Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya, terhadap Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila:
|
(2) | Penghasilan atas penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan dari pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). |
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan/Peraturan Menteri Keuangan:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2016
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 04 Januari 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 29