TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 256/PMK.03/2014
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
TUJUAN PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PBB
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.
Pasal 3
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Penelitian PBB berdasarkan keterangan lain yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak dengan tujuan menguji pemenuhan kewajiban PBB.
BAB III
PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup dan Kriteria Pemeriksaan
Pasal 4
(1) | Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dapat meliputi 1 (satu) atau beberapa Tahun Pajak untuk Tahun Pajak berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya. |
(2) | Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB dapat meliputi penilaian, penentuan, pencocokan, dan/atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan. |
Pasal 5
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dapat dilakukan, dalam hal:
|
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan, dalam hal SPPT atau SKP PBB sedang diajukan keberatan atau dilakukan upaya hukum. |
(3) | Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB antara lain dapat dilakukan dalam hal:
|
Bagian Kedua
Standar Pemeriksaan
Pasal 6
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan. |
(2) | Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan. |
(3) | Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum Pemeriksaan, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan. |
Pasal 7
(1) | Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa. |
(2) | Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa yang memenuhi syarat sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 8
Pelaksanaan Pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
Pasal 9
Kegiatan Pemeriksaan harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. | KKP wajib disusun oleh Pemeriksa dan berfungsi sebagai:
|
||||||||||
b. | KKP harus memberikan gambaran antara lain mengenai:
|
Pasal 10
Kegiatan Pemeriksaan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. | LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan PBB, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan; | ||||||||||||||||||||||||
b. | LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB paling kurang memuat:
|
||||||||||||||||||||||||
c. | LHP untuk tujuan lain paling kurang memuat:
|
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa
Pasal 11
Dalam melakukan Pemeriksaan, Pemeriksa wajib:
a. | menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak; | ||||||||
b. | memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan SP2 kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat Pemeriksaan; | ||||||||
c. | memperlihatkan SP2 Perubahan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak apabila susunan tim Pemeriksa mengalami perubahan; | ||||||||
d. | melakukan pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
|
||||||||
e. | menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara hasil pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak; | ||||||||
f. | menyampaikan SPHP kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak; | ||||||||
g. | memberikan hak untuk hadir kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka PAHP pada waktu dan tempat yang telah ditentukan; | ||||||||
h. | menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak; | ||||||||
i. | melakukan pembinaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis; | ||||||||
j. | mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya, yang dipinjam dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak; dan | ||||||||
k. | merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. |
Pasal 12
Dalam melakukan Pemeriksaan, Pemeriksa berwenang:
a. | melakukan peninjauan dalam rangka Pemeriksaan yang meliputi kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, dan/atau penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak, yang dapat dijadikan sebagai dasar penetapan PBB atau pertimbangan keputusan sesuai dengan tujuan Pemeriksaan; | ||||||||
b. | melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen, yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; | ||||||||
c. | mengakses dan/atau mengunduh Data Yang Dikelola Secara Elektronik; | ||||||||
d. | memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen, yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan; | ||||||||
e. | meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak; | ||||||||
f. | meminta kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain:
|
||||||||
g. | meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Objek Pajak yang diperiksa melalui kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan; dan | ||||||||
h. | melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak. |
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Subjek Pajak atau Wajib Pajak
Pasal 13
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Subjek Pajak atau Wajib Pajak berhak:
a. | meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan; |
b. | meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan SP2 pada saat Pemeriksaan; |
c. | meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan SP2 Perubahan apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa mengalami perubahan; |
d. | meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; |
e. | menerima SPHP; |
f. | menghadiri PAHP pada waktu dan tempat yang telah ditentukan; |
g. | mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat PAHP; dan |
h. | memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan. |
Pasal 14
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Subjek Pajak atau Wajib Pajak wajib:
a. | memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk melakukan peninjauan dalam rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a; | ||||||||
b. | memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; | ||||||||
c. | memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh Data Yang Dikelola Secara Elektronik; | ||||||||
d. | memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang penyimpanan buku, catatan, dan/atau dokumen, yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan; | ||||||||
e. | menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; | ||||||||
f. | memberi keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan yang diperlukan; dan | ||||||||
g. | memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain:
|
Bagian Kelima
Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 15
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
|
(2) | Jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(3) | Jangka waktu PAHP dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sampai dengan tanggal LHP. |
Pasal 16
(1) | Jangka waktu pengujian dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. |
(2) | Perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
(3) | Jangka waktu pengujian Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) yang terkait dengan Objek Pajak Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan dan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian. |
Pasal 17
Apabila jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) atau jangka waktu perpanjangan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) telah berakhir, SPHP harus disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
Pasal 18
Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, sampai dengan tanggal LHP.
Pasal 19
(1) | Jangka waktu Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(2) | Perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
Pasal 20
Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
Bagian Keenam
SP2 dan SP2 Perubahan
Pasal 21
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB atau Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan PBB dilakukan oleh Pemeriksa yang tergabung dalam tim Pemeriksa berdasarkan SP2. |
(2) | SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu Tahun Pajak atas:
|
(3) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa diubah, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menerbitkan SP2 Perubahan. |
(4) | Dalam hal tim Pemeriksa dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e, tenaga ahli tersebut bertugas berdasarkan surat tugas membantu pelaksanaan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
Bagian Ketujuh
Pemberitahuan Pemeriksaan dan
Pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak
Pasal 22
(1) | Pemeriksa wajib memberitahukan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. |
(2) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk 1 (satu) Tahun Pajak atas:
|
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berisi pemberitahuan tentang akan dilaksanakannya Pemeriksaan di lokasi Objek Pajak, tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa. |
Pasal 23
(1) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) disampaikan secara langsung kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan. | ||||||||||
(2) | Dalam hal pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dapat disampaikan kepada:
|
Pasal 24
(1) | Pemeriksa dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB wajib melakukan pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d. |
(2) | Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan wakil atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(3) | Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilaksanakan di lokasi Objek Pajak atau tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, setelah Pemeriksa menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. |
(4) | Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(5) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemeriksa membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan. |
(6) | Dalam hal tim Pemeriksa telah menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dianggap telah dilaksanakan. |
Bagian Kedelapan
Peninjauan
Pasal 25
(1) | Setelah menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pemeriksa dapat melakukan peninjauan dalam rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a. |
(2) | Dalam hal Objek Pajak yang diperiksa tidak berada di lokasi yang sama dengan tempat disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, Pemeriksa dapat meminta bantuan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga pendamping. |
(3) | Setelah melakukan peninjauan dalam rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara peninjauan dalam rangka Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, menolak menandatangani berita acara peninjauan dalam rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa membuat catatan mengenai penolakan pada berita acara tersebut. |
(5) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak memberi izin kepada Pemeriksa untuk melakukan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak dianggap menolak Pemeriksaan dan harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(6) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
Bagian Kesembilan
Peminjaman Dokumen
Pasal 26
(1) | Dalam pelaksanaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen, dalam rangka Pemeriksaan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(2) | Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, wajib diserahkan kepada Pemeriksa paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, disampaikan. | ||||||||||
(3) | Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, Pemeriksa membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen. | ||||||||||
(4) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa Data Yang Dikelola Secara Elektronik, Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau Data Yang Dikelola Secara Elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa adalah sesuai dengan aslinya. | ||||||||||
(5) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terlampaui, Pemeriksa dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
|
||||||||||
(6) | Setiap surat peringatan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilampiri dengan daftar buku, catatan, dan dokumen, yang belum dipinjamkan dalam rangka Pemeriksaan. |
Pasal 27
(1) | Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) terlampaui dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik yang diminta, Pemeriksa membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, yang dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan dokumen, yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik yang diminta, Pemeriksa membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan, dan dokumen. |
Pasal 28
(1) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, yang diminta oleh Pemeriksa tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, yang diminta oleh Pemeriksa tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, perlu dilindungi kerahasiaannya, Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus. |
Bagian Kesepuluh
Penyegelan
Pasal 29
(1) | Pemeriksa dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Yang Dikelola Secara Elektronik, barang bergerak dan/atau tidak bergerak, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang Objek Pajak yang diperiksa, agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. |
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal pada saat pelaksanaan Pemeriksaan:
|
Pasal 30
(1) | Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tanda segel. |
(2) | Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa dengan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa. |
(3) | Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa membuat berita acara Penyegelan. |
(4) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa dengan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa. |
(5) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(6) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, Pemeriksa membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. |
(7) | Dalam melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat. |
Pasal 31
(1) | Pembukaan segel dilakukan apabila:
|
||||||||||
(2) | Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa dengan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa. | ||||||||||
(3) | Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat. | ||||||||||
(4) | Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa membuat berita acara tanda segel rusak atau hilang dan melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. | ||||||||||
(5) | Dalam melakukan pembukaan segel, Pemeriksa membuat berita acara pembukaan segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||
(6) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, Pemeriksa membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel. | ||||||||||
(7) | Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
Pasal 32
(1) | Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau jangka waktu lain dengan mempertimbangkan tujuan Penyegelan, Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tetap tidak memberi:
|
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa membuat dan menandatangani berita acara penolakan Pemeriksaan dimaksud. |
Bagian Kesebelas
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 33
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang Objek Pajaknya dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan, Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak ada di tempat:
|
(4) | Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa dapat melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1). |
(5) | Apabila setelah dilakukan Penyegelan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tetap tidak berada di tempat, dan/atau tidak memberi:
|
(6) | Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan. |
(7) | Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
Pasal 34
(1) | Pemeriksa berdasarkan:
|
(2) | Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak tidak memperoleh data, keterangan, dan/atau bukti, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat laporan pendahuluan yang berisi tentang adanya indikasi bahwa Subjek Pajak atau Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang PBB. |
Bagian Keduabelas
Permintaan Penjelasan Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan
Permintaan Keterangan Kepada Pihak Ketiga
Pasal 35
(1) | Pemeriksa dapat meminta penjelasan yang lebih rinci mengenai Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak, pada saat dilakukannya Pemeriksaan di lokasi Objek Pajak, tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa. |
(2) | Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan kepada Pemeriksa dituangkan dalam berita acara pemberian penjelasan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak memberikan penjelasan yang diminta Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menolak menandatangani berita acara pemberian penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara pemberian penjelasan dimaksud. |
Pasal 36
Pemeriksa melalui kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta secara tertulis keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bagian Ketigabelas
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pasal 37
(1) | Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB harus diberitahukan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan Pemeriksaan. |
(2) | SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa secara langsung atau melalui faksimili. |
(3) | Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP. |
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
Pasal 38
(1) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus memberikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dalam bentuk:
|
(2) | Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(3) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
(4) | Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
(5) | Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili. |
(6) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, Pemeriksa membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
Pasal 39
(1) | Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam PAHP. |
(2) | Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan mencantumkan waktu dan tempat dilaksanakannya PAHP. |
(3) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
|
(4) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pemeriksa secara langsung atau melalui faksimili. |
Pasal 40
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
(5) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
(6) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
Pasal 41
(1) | Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5) dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara PAHP yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat setelah pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilaksanakan. |
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara PAHP yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5). |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5), dan/atau berita acara PAHP yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa membuat catatan mengenai penolakan tersebut. |
Pasal 42
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak hadir dalam PAHP pada waktu dan tempat sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), PAHP dianggap telah dilakukan. |
(2) | Dalam hal PAHP dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara PAHP yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
Pasal 43
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), Subjek Pajak atau Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada:
|
(2) | Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan, apabila:
|
(3) | Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung atau melalui faksimili dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5) dan ditembuskan kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan. |
Pasal 44
(1) | Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota. |
(2) | Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atas nama Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 45
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) bertugas untuk:
Pasal 46
(1) | Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus menyampaikan undangan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dan Pemeriksa untuk melakukan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5). |
(2) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili. |
Pasal 47
(1) | Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa, dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan waktu dan tempat yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa. |
Pasal 48
Pelaksanaan PAHP antara Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5) serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 harus mempertimbangkan jangka waktu PAHP dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
Pasal 49
(1) | Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus dituangkan dalam risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa, dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan namun menolak menandatangani risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan. |
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan waktu dan tempat yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
|
(5) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan pada waktu dan tempat sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah dilakukan. |
Pasal 50
Risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau ayat (5) dan risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa sebagai dasar untuk membuat berita acara PAHP yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir.
Pasal 51
(1) | Dalam rangka menandatangani berita acara PAHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pemeriksa melalui kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan memanggil Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP. |
(2) | Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili. |
(3) | Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP. |
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa membuat berita acara penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
Pasal 52
(1) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP diterima oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), namun menolak menandatangani berita acara PAHP, Pemeriksa membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara PAHP. |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat catatan pada berita acara PAHP mengenai tidak dipenuhinya panggilan. |
Bagian Keempatbelas
Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan
Pengembalian Dokumen
Pasal 53
(1) | Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam LHP yang disusun berdasarkan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), risalah pembahasan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dan/atau berita acara PAHP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LHP. |
(3) | LHP dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), digunakan sebagai dasar untuk membuat nota penghitungan. |
(4) | Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penerbitan SKP PBB. |
(5) | PBB yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali:
|
(6) | LHP dalam Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), digunakan sebagai:
|
Pasal 54
Buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam, harus dikembalikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan menggunakan bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal LHP.
Bagian Kelimabelas
Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Pasal 55
(1) | SKP PBB dari hasil Pemeriksan yang dilaksanakan tanpa:
|
(2) | Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP. |
(3) | Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan PAHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(4) | Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa yang melanjutkan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbeda dengan keanggotaan tim Pemeriksa sebelumnya, Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah diterbitkan SP2 Perubahan. |
Bagian Keenambelas
Penyelesaian Pemeriksaan
Pasal 56
Pemeriksaan diselesaikan dengan cara:
Pasal 57
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a, dilakukan dalam hal:
Pasal 58
Penghentian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dilakukan dalam hal:
a. | Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang Objek Pajaknya diperiksa tidak ditemukan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan diterbitkan; | ||||
b. | diperoleh data, keterangan, dan/atau bukti, dalam Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), tetapi tidak dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan SKP PBB; | ||||
c. | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang ditangguhkan karena dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
|
||||
d. | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau | ||||
e. | terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. |
Bagian Ketujuhbelas
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan
Penangguhan Pemeriksaan
Pasal 59
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
Pasal 60
(1) | Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 disetujui oleh pejabat yang berwenang, pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan sampai dengan:
|
(2) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan. |
(3) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(4) | Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan bersamaan dengan disampaikannya surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka. |
(5) | Buku, catatan, dan dokumen, yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada pemeriksa bukti permulaan dengan membuat berita acara yang ditandatangani Pemeriksa dan pemeriksa bukti permulaan. |
(6) | Fotokopi berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diserahkan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
Pasal 61
(1) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal:
|
(2) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dihentikan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c dalam hal:
|
Pasal 62
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB ditangguhkan apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan. |
(2) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan. |
(3) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
|
(4) | Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(5) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hal:
|
(6) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihentikan dengan membuat LHP Sumir dalam hal penyidikan dihentikan karena Pasal 44B Undang-Undang KUP. |
Pasal 63
(1) | Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) atau Pasal 62 ayat (5), jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) atau jangka waktu perpanjangan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) atau Pasal 62 ayat (6), Pemeriksa harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
BAB IV
PENYAMPAIAN KUESIONER PEMERIKSAAN
Pasal 64
(1) | Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Pemeriksaan, Pemeriksa wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang Objek Pajaknya diperiksa. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pertemuan dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. |
(4) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak dapat menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yang telah diisi kepada:
|
BAB V
PENELITIAN PBB
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup dan Kriteria Penelitian PBB
Pasal 65
Ruang lingkup Penelitian PBB meliputi 1 (satu) atau beberapa Tahun Pajak untuk Tahun Pajak berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya.
Pasal 66
(1) | Penelitian PBB dilakukan dalam hal:
|
||||||||||||||
(2) | Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan dalam hal SPPT atau SKP PBB sedang diajukan keberatan atau dilakukan upaya hukum. |
Pasal 67
Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a mencakup sebagian atau seluruh data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak berupa:
yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah PBB yang terutang.
Pasal 68
(1) | Penelitian PBB yang dilakukan karena terdapat keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a, dilaksanakan dengan membandingkan keterangan lain yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dengan keadaan yang sebenarnya, termasuk data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh pada saat Subjek Pajak atau Wajib Pajak memenuhi panggilan dan/atau peninjauan dalam rangka Penelitian PBB. |
(2) | Penelitian PBB yang dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan menguji kebenaran pembayaran PBB terhadap jumlah PBB yang terutang dalam SPPT, SKP PBB atau STP PBB. |
(3) | Dalam hal pada saat dilakukan Penelitian PBB terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b terdapat keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a, Penelitian PBB terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB tersebut tetap diselesaikan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan selanjutnya dilakukan Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Bagian Kedua
Kewajiban dan Kewenangan Petugas Peneliti PBB
Pasal 69
(1) | Dalam melakukan Penelitian PBB, Petugas Peneliti PBB wajib:
|
(2) | Dalam melakukan Penelitian PBB, Petugas Peneliti PBB berwenang:
|
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Subjek Pajak atau Wajib Pajak
Pasal 70
(1) | Dalam pelaksanaan Penelitian PBB, Subjek Pajak atau Wajib Pajak berhak:
|
(2) | Dalam pelaksanaan Penelitian PBB, Subjek Pajak atau Wajib Pajak wajib:
|
Bagian Keempat
Jangka Waktu Penelitian PBB
Pasal 71
(1) | Jangka waktu Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan Penelitian PBB disampaikan kepada Subyek Pajak atau Wajib Pajak, termasuk pembahasan akhir hasil Penelitian PBB, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Penelitian PBB. |
(2) | Jangka waktu Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai permohonan pengembangan kelebihan pembayaran PBB. |
Bagian Kelima
Surat Tugas Penelitian PBB dan Pemberitahuan Penelitian PBB
Pasal 72
(1) | Penelitian PBB dilaksanakan oleh Petugas Peneliti PBB berdasarkan surat tugas Penelitian PBB. |
(2) | Surat tugas Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk 1 (satu) Tahun Pajak atas:
|
(3) | Petugas Peneliti PBB wajib memberitahukan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak mengenai dilakukannya Penelitian PBB dengan menyampaikan surat pemberitahuan Penelitian PBB kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(4) | Surat pemberitahuan Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. |
Bagian Keenam
Peninjauan
Pasal 73
(1) | Petugas Peneliti PBB dapat melaksanakan peninjauan dalam rangka Penelitian PBB di lokasi Objek Pajak, tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Petugas Peneliti PBB. |
(2) | Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, dan/atau penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang dapat dijadikan sebagai dasar penetapan PBB. |
(3) | Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah disampaikannya surat pemberitahuan peninjauan dalam rangka Penelitian PBB kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(4) | Surat pemberitahuan peninjauan dalam rangka Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. |
(5) | Setelah melakukan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Petugas Peneliti PBB membuat berita acara peninjauan dalam rangka Penelitian PBB yang memuat data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak hasil peninjauan, yang ditandatangani oleh Petugas Peneliti PBB dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(6) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak untuk dilakukan peninjauan dalam rangka Penelitian PBB atau menolak menandatangani berita acara peninjauan dalam rangka Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Petugas Peneliti PBB membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam berita acara. |
Bagian Ketujuh
Panggilan Dalam Rangka Penelitian PBB
Pasal 74
(1) | Dalam hal diperlukan, Petugas Peneliti PBB dapat memanggil Subjek Pajak atau Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk meminta data, keterangan, dan/atau bukti mengenai Objek Pajak dan/atau Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan menyampaikan surat panggilan dalam rangka Penelitian PBB. |
(2) | Surat panggilan dalam rangka Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. |
(3) | Setelah Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Petugas Peneliti PBB membuat berita acara hasil panggilan yang memuat data, keterangan, dan/atau bukti yang diberikan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan atau menolak menandatangani berita acara hasil panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Petugas Peneliti PBB membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam berita acara. |
Bagian Kedelapan
Pemberitahuan Hasil Penelitian PBB dan
Pembahasan Akhir Hasil Penelitian PBB
Pasal 75
(1) | Hasil Penelitian PBB harus diberitahukan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB yang dilampiri dengan daftar temuan Penelitian PBB. |
(2) | Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Penelitian PBB yang tercantum dalam surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam pembahasan akhir hasil Penelitian PBB. |
(3) | Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak dengan paling sedikit mencantumkan waktu dan tempat dilaksanakannya pembahasan akhir hasil Penelitian PBB. |
(4) | Surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara bersamaan oleh Petugas Peneliti PBB secara langsung atau melalui faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. |
Pasal 76
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak hadir sesuai dengan yang ditentukan dalam undangan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3), Petugas Peneliti PBB melakukan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dengan Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB. |
(2) | Berita acara mengenai pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi uraian data Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak serta jumlah PBB yang terutang dan harus ditandatangani oleh kedua belah pihak. |
(3) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Petugas Peneliti PBB membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara mengenai pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dan berdasarkan berita acara tersebut pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dianggap telah dilaksanakan. |
(4) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak, wakil, atau kuasa, dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak hadir sesuai dengan yang ditentukan dalam undangan pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3), Petugas Peneliti PBB membuat dan menandatangani berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dengan membuat catatan mengenai ketidakhadiran Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB. |
(5) | Berdasarkan berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pembahasan akhir hasil Penelitian PBB dianggap telah dilaksanakan dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Penelitian PBB. |
(6) | Dalam hal terdapat hasil Penelitian PBB yang tidak disetujui oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak, baik sebagian maupun seluruhnya, dalam pembahasan akhir hasil Penelitian PBB, penghitungan jumlah PBB yang terutang tetap ditentukan berdasarkan hasil Penelitian PBB. |
Bagian Kesembilan
Pelaporan Hasil Penelitian PBB
Pasal 77
(1) | Hasil Penelitian PBB dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian PBB. |
(2) | Berita acara pembahasan akhir hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Laporan Hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat keterangan mengenai:
|
(4) | Laporan Hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk membuat nota penghitungan. |
(5) | Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), digunakan sebagai dasar penerbitan:
|
Pasal 78
(1) | Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1):
|
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (2) tidak terdapat kelebihan pembayaran PBB, Penelitian PBB diselesaikan sampai dengan membuat Laporan Hasil Penelitian PBB tanpa usulan penerbitan SKKP PBB. |
(3) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil Penelitian PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terdapat kelebihan pembayaran PBB, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan secara tertulis kepada pemohon mengenai tidak adanya kelebihan pembayaran PBB. |
(4) | Dalam hal pada saat yang bersamaan dilakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang meliputi seluruh jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Petugas Peneliti PBB harus memberitahukan secara tertulis mengenai penghentian Penelitian PBB kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
Bagian Kedelapan
Usul Pemeriksaan
Pasal 79
(1) | Penelitian PBB yang dilakukan terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dihentikan dan dapat diusulkan menjadi Pemeriksaan apabila keterangan lain, data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh pada saat Subjek Pajak atau Wajib Pajak memenuhi panggilan, dan/atau data, keterangan, dan/atau bukti, yang diperoleh pada saat dilakukan peninjauan, tidak cukup dijadikan sebagai dasar penetapan PBB yang terutang. |
(2) | Dalam hal usulan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang, Petugas Peneliti PBB harus memberitahukan secara tertulis mengenai penghentian Penelitian PBB kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(3) | Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan bersamaan dengan dimulainya Pemeriksaan atau pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang meliputi seluruh jenis pajak. |
(4) | Buku, catatan, dan/atau dokumen, yang terkait dengan Penelitian PBB yang dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pemeriksa dengan membuat berita acara yang ditandatangani Petugas Peneliti PBB dan Pemeriksa. |
(5) | Fotokopi berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
Bagian Kesembilan
Pembatalan SKP PBB Hasil Penelitian PBB
Pasal 80
(1) | SKP PBB hasil Penelitian PBB yang dilaksanakan tanpa:
|
(2) | Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Penelitian PBB harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian surat pemberitahuan hasil Penelitian PBB dan/atau pembahasan akhir hasil Penelitian PBB. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 81
Pemeriksa tidak dapat dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perpajakan.
Pasal 82
Petugas Peneliti PBB tidak dapat dikenai sanksi dalam hal Penelitian PBB yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Penelitian PBB, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perpajakan.
Pasal 83
(1) | Dokumen berupa:
|
(2) | Dokumen berupa:
|
(3) | Dokumen berupa:
|
(4) | Dokumen berupa:
|
(5) | Dokumen berupa:
|
(6) | Dokumen berupa:
|
(7) | Dokumen berupa:
|
(8) | Dokumen berupa:
|
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 84
(1) | Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap Pemeriksaan yang masih dilakukan dan belum selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(2) | Proses penyelesaian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan dengan menambahkan prosedur penyampaian SPHP dan PAHP dalam jangka waktu PAHP dan pelaporan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2015