Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25 TAHUN 2024

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2024

TENTANG

PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : 

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah, dana alokasi khusus fisik merupakan salah satu jenis dana alokasi khusus yang merupakan bagian dari transfer ke daerah dan digunakan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana prasarana layanan publik di daerah;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 113 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal berwenang mengelola anggaran transfer ke daerah; 
  3. bahwa untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas pengelolaan dana alokasi khusus fisik, dan mendukung pembangunan/pengadaan sarana prasarana layanan publik di daerah, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengelolaan dana alokasi khusus fisik;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267); 
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 100); 
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); 
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK. 



BAB I
KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
  2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 
  3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  4. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota. 
  5. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
  6. Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 
  7. Kementerian/Lembaga adalah kementerian/lembaga yang tugas dan fungsinya terkait dengan pengelolaan masing-masing bidang dana alokasi khusus fisik. 
  8. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah organisasi pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 
  9. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 
  10. Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik Daerah dalam rangka mencapai prioritas nasional, mempercepat pembangunan Daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik, dan/atau mendorong pertumbuhan perekonomian Daerah. 
  11. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 
  12. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN. 
  13. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN. 
  14. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 
  15. Indikasi Kebutuhan Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan DAK Fisik adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan DAK Fisik. 
  16. Bagian Anggaran BUN Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut BA BUN 999.05 adalah kelompok anggaran negara yang menjalankan fungsi belanja pemerintah pusat, transfer ke Daerah, dan pembiayaan. 
  17. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN. 
  18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 
  19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 
  20. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN. 
  21. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran bagian anggaran BUN yang merupakan himpunan RKA Satker BUN. 
  22. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OMSPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web. 
  23. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 
  24. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 
  25. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 
  26. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat penandatangan surat perintah membayar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. 
  27. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 
  28. Pertemuan Para Pihak adalah pertemuan yang melibatkan Kementerian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian/Lembaga teknis pengampu DAK Fisik dalam rangka membahas perencanaan dan penganggaran DAK Fisik.
  29. Rencana Kegiatan adalah dokumen persiapan teknis yang diusulkan Pemerintah Daerah dan disetujui oleh Kementerian/Lembaga untuk bidang/subbidang yang didanai dari DAK Fisik melalui sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dengan mengacu pada dokumen usulan, hasil penilaian usulan, dan pagu alokasi per bidang/subbidang per Daerah. 
  30. Rencana Kegiatan Bertahap adalah nilai rencana kegiatan per bidang/subbidang setelah dikurangi nilai rencana kegiatan yang direkomendasikan Kementerian/Lembaga untuk disalurkan secara sekaligus. 
  31. Rencana Kegiatan Sekaligus adalah nilai rencana kegiatan per bidang/subbidang dengan pagu sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan/atau nilai rencana kegiatan yang direkomendasikan Kementerian/Lembaga untuk disalurkan secara sekaligus. 
  32. Sisa DAK Fisik adalah selisih dana yang sudah disalurkan dari RKUD dengan penyerapan atau realisasi anggaran pelaksanaan DAK Fisik di Daerah.

Pasal 2

DAK Fisik terdiri atas bidang, subbidang, dan/atau tema tertentu sesuai dengan Undang-Undang mengenai APBN.



BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Pasal 3

(1) Dalam rangka pengelolaan DAK Fisik, Menteri selaku Pengguna Anggaran BUN pengelola TKD menetapkan:
a. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN pengelola TKD;
b. Direktur Dana Transfer Khusus sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus;
c. Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai Koordinator KPA BUN penyaluran TKD; dan
d. Kepala KPPN sebagai KPA BUN penyaluran dana transfer khusus.
(2) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi provinsi/kabupaten/kota penerima alokasi DAK Fisik.
(3) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN pengelola dana transfer khusus.
(4) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berhalangan, Menteri menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN penyaluran dana transfer khusus.
(5) Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN definitif.
(6) Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus dan/atau KPA BUN penyaluran dana transfer khusus: 
a. tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
b. masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus dan/atau KPA BUN penyaluran dana transfer khusus tidak dapat melaksanakan tugas.
(7) Penunjukan:
a. Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau 
b. pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
berakhir dalam hal Direktur Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA BUN.
(8) Pemimpin PPA BUN pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN pengelola dana transfer khusus kepada Menteri.
(9) Penggantian KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Pasal 4

KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a. mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan DAK Fisik kepada Pemimpin PPA BUN pengelola TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
b. menyusun RKA Satker BUN DAK Fisik beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
c. menyampaikan RKA Satker BUN DAK Fisik yang telah ditandatangani beserta dokumen pendukung kepada Inspektorat Jenderal Kementerian untuk direviu;
d. menandatangani RKA Satker BUN DAK Fisik yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN pengelola TKD; dan
e. menyusun DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik dan perubahannya berdasarkan daftar hasil penelaahan RKA Satker BUN DAK Fisik dan perubahannya.


Pasal 5

(1) KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penanda tangan SPM;
b. melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan penyaluran DAK Fisik;
c. melaksanakan penyaluran DAK Fisik;
d. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran DAK Fisik kepada PPA BUN pengelola TKD melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD menggunakan Aplikasi OMSPAN;
e. menatausahakan dan menyampaikan laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran (output) pelaksanaan DAK Fisik kepada PPA BUN pengelola TKD melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD menggunakan Aplikasi OMSPAN; 
f. menyusun dan menyampaikan laporan kinerja pelaksanaan DAK Fisik melalui aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Terpadu Bendahara Umum Negara (SMART BUN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN pengelola TKD melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 
h. menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran DAK Fisik sampai dengan akhir tahun kepada Koordinator KPA BUN penyaluran TKD.
(2) Penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(3) Koordinator KPA BUN penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:  
a. menyusun dan menyampaikan laporan kepada PPA BUN pengelola TKD pada Aplikasi OMSPAN yang terdiri atas:
1. konsolidasi laporan realisasi penyaluran DAK Fisik; dan
2. rekapitulasi laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran (output) pelaksanaan DAK Fisik;
b. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN pengelola TKD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
c. menyusun proyeksi penyaluran DAK Fisik sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui aplikasi cash planning information network; dan 
d. menyelesaikan permasalahan dan/atau kendala dalam penyaluran dengan menerapkan prinsip efektivitas dan akuntabilitas.
(4) Penyelesaian permasalahan dan/atau kendala dalam penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dapat dilakukan setelah berkoordinasi dengan KPA BUN pengelola dana transfer khusus.


Pasal 6

Pemimpin PPA BUN pengelola TKD, KPA BUN pengelola dana transfer khusus, koordinator KPA BUN penyaluran TKD dan KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab secara formal dan materiil atas penggunaan DAK Fisik dan Sisa DAK Fisik oleh Pemerintah Daerah.



BAB III
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Pasal 7

(1) Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan membahas rancangan arah kebijakan DAK Fisik yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
(2) Rancangan arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan:
a. arah kebijakan DAK Fisik dalam rencana pembangunan jangka menengah;
b. arahan Presiden;
c. evaluasi kinerja pelaksanaan DAK Fisik tahun sebelumnya;
d. evaluasi kinerja pelaksanaan DAK Fisik dan kebijakan DAK Fisik tahun berjalan;
e. sinergi DAK Fisik dengan pendanaan lainnya; dan
f. kerangka pendanaan jangka menengah berdasarkan perencanaan DAK Fisik lintas tahun.
(3) Rancangan arah kebijakan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari sasaran, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan yang akan disampaikan kepada Presiden oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
(4) Rancangan arah kebijakan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah disetujui oleh Presiden menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah dan rancangan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal.


Pasal 8

(1) Berdasarkan hasil pembahasan rancangan arah kebijakan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bersama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyusun dan menyepakati rancangan tema/bidang/subbidang DAK Fisik beserta indikasi Daerah prioritas.
(2) Berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan tema/bidang/subbidang DAK Fisik beserta indikasi Daerah prioritas.
(3) Dalam hal terdapat arahan Presiden setelah dilakukan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penyesuaian tema/bidang/subbidang DAK Fisik beserta indikasi Daerah prioritas.
(4) Arah kebijakan tema/bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. tema tertentu yang merupakan integrasi dari beberapa bidang/subbidang DAK Fisik; dan/atau
b. pengalihan belanja Kementerian/Lembaga yang masih mendanai urusan Daerah menjadi DAK Fisik dalam hal Daerah telah memiliki kinerja baik dalam pengelolaan APBD.
(5) Penyusunan rancangan tema/bidang/subbidang DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lambat pada bulan Maret tahun anggaran sebelumnya atau setelah penetapan rancangan awal rencana kerja pemerintah.


Pasal 9

(1) Pengalihan belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b mencakup kegiatan dan pendanaannya dengan mempertimbangkan penugasan dari Presiden kepada Kementerian/Lembaga.
(2) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama Kementerian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk selanjutnya disepakati dengan Kementerian/Lembaga.
(3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan tahapan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4) Penetapan Daerah telah memiliki kinerja baik dalam pengelolaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b dilakukan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.


Pasal 10

(1) Berdasarkan tema/bidang/subbidang DAK Fisik dan indikasi Daerah prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), diadakan Pertemuan Para Pihak yang menyepakati minimal:
a. arah kebijakan tema/bidang/subbidang;
b. target/sasaran;
c. Daerah prioritas;
d. kebutuhan pendanaan bidang/subbidang DAK Fisik untuk 3 (tiga) tahun ke depan; dan
e. pemetaan capaian keluaran (output) yang didanai dari DAK Fisik dan belanja Kementerian/Lembaga.
(2) Berdasarkan hasil Pertemuan Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan mengenai mekanisme penyampaian usulan DAK Fisik kepada Kepala Daerah.
(3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
a. tema dan bidang/subbidang DAK Fisik yang dapat diusulkan;
b. kegiatan dari masing-masing bidang/subbidang DAK Fisik; dan
c. batas waktu penyampaian usulan DAK Fisik.

  


Pasal 11

(1) Dalam menyusun Indikasi Kebutuhan DAK Fisik, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku PPA BUN pengelola TKD dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga dengan memperhatikan:
a. arah kebijakan, prioritas nasional, dan sasaran DAK Fisik;
b. perkiraan kebutuhan pendanaan atas rancangan bidang/subbidang DAK Fisik tahun berkenaan dan 3 (tiga) tahun kedepan;
c. perkiraan kebutuhan DAK Fisik dalam rangka pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 
d. pengalihan belanja Kementerian/Lembaga yang masih mendanai urusan Daerah menjadi DAK Fisik.
(2) Indikasi Kebutuhan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktorat Jenderal Anggaran. 
(3) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
(4) Menteri menetapkan pagu indikatif DAK Fisik dengan mempertimbangkan indikasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 12

(1) Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Kepala Daerah menyiapkan dan menyampaikan usulan DAK Fisik.
(2) Penyampaian usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, paling lambat bulan Juli tahun anggaran sebelumnya.

 

Pasal 13

(1) Dalam hal terdapat usulan DAK Fisik yang disampaikan oleh pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga melakukan pemetaan dan/atau perincian usulan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan bidang/subbidang DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Hasil pemetaan dan/atau perincian usulan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukkan ke dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi. 
(3) Usulan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah dimasukkan ke dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari usulan DAK Fisik yang disampaikan oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
(4) Usulan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah dimasukkan ke dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara serah terima penyampaian usulan DAK Fisik dari Dewan Perwakilan Rakyat kepada Pemerintah.
(5) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Pasal 14

(1) Dalam hal usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum memenuhi kebutuhan pencapaian prioritas nasional, batas waktu penyampaian usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dapat diperpanjang sampai dengan paling lambat pada bulan Agustus tahun anggaran sebelumnya.
(2) Perpanjangan batas waktu penyampaian usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati bersama antara Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga.
(3) Berdasarkan hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan mengenai perpanjangan batas waktu penyampaian usulan DAK Fisik kepada Kepala Daerah.


Pasal 15

(1) Berdasarkan usulan DAK Fisik yang disampaikan oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), gubernur sebagai wakil Pemerintah memberikan rekomendasi kepada Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga. 
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat sampai dengan fase penilaian usulan DAK Fisik.


BAB IV
SINERGI DANA ALOKASI KHUSUS FISIK DENGAN PENDANAAN LAINNYA

Pasal 16

Sinergi DAK Fisik dengan pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e dapat dilakukan minimal dengan:

a. TKD lainnya;
b. belanja Kementerian/Lembaga;
c. pembiayaan utang Daerah; dan/atau
d. kerja sama Pemerintah dan badan usaha.


Pasal 17

(1) Sinergi DAK Fisik dengan TKD lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan khususnya dengan TKD yang telah ditentukan penggunaannya.
(2) Sinergi DAK Fisik dengan TKD lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyelaraskan kebijakan TKD yang ditentukan penggunaannya dan bidang/subbidang DAK Fisik.
(3) Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui pembahasan bersama dalam penyusunan perencanaan arah kebijakan pada tahun anggaran sebelumnya.


Pasal 18

(1)  Sinergi DAK Fisik dengan belanja Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilakukan dengan alokasi belanja Kementerian/Lembaga yang diprioritaskan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik Daerah di lokasi yang didanai oleh DAK Fisik.
(2) Sinergi DAK Fisik dengan belanja Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilakukan oleh Kementerian bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga terkait untuk menyelaraskan perencanaan penganggaran belanja Kementerian/Lembaga dengan DAK Fisik.
(3) Penyelarasan perencanaan penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas bersama dengan Kementerian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga terkait dalam tahapan proses perencanaan penganggaran DAK Fisik dan/atau belanja Kementerian/Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perencanaan penganggaran.


Pasal 19

(1) Sinergi DAK Fisik dengan pembiayaan utang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c dan kerja sama pemerintah dan badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d dapat dilakukan dengan skema sinergi pendanaan yang disusun Daerah dalam rangka percepatan pembangunan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  
(2) Sinergi DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: 
a. kemampuan keuangan Daerah;
b. prioritas nasional; dan/atau
c. kebutuhan infrastruktur dasar Daerah sesuai dokumen perencanaan pembangunan Daerah.


BAB V
PENGALOKASIAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Pasal 20

(1) Berdasarkan pagu indikatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menyusun rencana pemanfaatan DAK Fisik.
(2) Rencana pemanfaatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pagu indikatif DAK yang dirinci per bidang/subbidang.
(3) Rencana pemanfaatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kementerian/Lembaga melalui surat bersama Kementerian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang pagu indikatif Kementerian/Lembaga.
(4) Dalam hal terdapat perubahan pagu indikatif DAK Fisik, dibahas dan disepakati bersama oleh Kementerian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.


Pasal 21

(1)  Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga menyusun rancangan kriteria penilaian usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13.
(2) Rancangan kriteria penilaian usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati bersama antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian/Lembaga, dan Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(3) Kesepakatan rancangan kriteria penilaian usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara.


Pasal 22

(1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga masing-masing melakukan penilaian atas usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 berdasarkan kriteria penilaian yang telah disepakati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Penilaian atas usulan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Daerah prioritas dan kesesuaian target capaian keluaran (output) kegiatan per bidang/subbidang terhadap pencapaian prioritas nasional.
(3) Penilaian atas usulan oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penilaian teknis kegiatan, target capaian keluaran (output), dan harga satuan terhadap pencapaian target sektor.
(4) Penilaian atas usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan:
a. target keluaran (output) dan lokasi prioritas kegiatan per bidang/subbidang per tahun secara nasional sebagaimana dituangkan dalam rencana kerja Pemerintah; 
b. target keluaran (output) dan lokasi prioritas kegiatan per bidang/subbidang dalam jangka menengah secara nasional sebagaimana dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional; dan
c. pagu indikatif atau perubahan pagu indikatif per bidang/subbidang DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(5) Penilaian atas usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membahas:
a. kesesuaian usulan DAK Fisik dengan kebutuhan dan prioritas Daerah; 
b. keselarasan kegiatan yang dibiayai dari DAK Fisik, APBD dan/atau sumber pendanaan lainnya dalam satu Daerah;
c. pemenuhan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan (readiness criteria); dan/atau
d. pagu indikatif atau perubahan pagu indikatif per bidang/subbidang DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c.
(6) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga bersama Pemerintah Daerah.
(7) Dalam hal diperlukan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan/atau Kementerian/Lembaga dapat melakukan pendalaman penilaian atas usulan Pemerintah Daerah.
(8) Hasil penilaian atas usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Daerah pengusul melalui sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi.


Pasal 23

(1) Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang per Daerah dengan mempertimbangkan:
a. hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
b. pagu anggaran;
c. kinerja pelaksanaan kegiatan DAK Fisik; dan
d. kapasitas fiskal Daerah dan/atau pertimbangan lainnya.
(2) Penghitungan alokasi DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penghitungan nilai kinerja pelaksanaan kegiatan DAK Fisik;
b. penghitungan nilai gabungan antara nilai kinerja pelaksanaan kegiatan DAK Fisik dan kapasitas fiskal daerah;
c. penghitungan alokasi teknis;
d. penerapan nilai gabungan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; dan
e. penghitungan alokasi final.
(3) Kapasitas fiskal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri mengenai kapasitas fiskal daerah.


Pasal 24

(1) Penghitungan nilai kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a dilakukan per bidang/subbidang/kelompok subbidang.
(2) Penghitungan nilai kinerja pelaksanaan kegiatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, minimal terdiri atas komponen kinerja:
a. perencanaan;  
b. penyelesaian pengadaan;
c. penyerapan; dan
d. ketercapaian keluaran.
(3) Komponen kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki bobot tertentu dengan jumlah keseluruhan 100% (seratus persen).
(4) Komponen kinerja perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan rasio nilai awal rencana kegiatan terhadap pagu selama 2 (dua) tahun terakhir.
(5) Komponen kinerja penyelesaian pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan rasio antara capaian keluaran kontrak dengan capaian keluaran nilai awal rencana kegiatan selama 2 (dua) tahun terakhir.
(6) Komponen kinerja penyerapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dihitung berdasarkan rasio realisasi penyerapan dibanding penyaluran DAK Fisik tahun sebelumnya.
(7) Komponen kinerja ketercapaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dihitung berdasarkan rasio antara capaian keluaran pada kontrak dengan capaian keluaran pada rincian kegiatan.
(8) Daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK Fisik pada tahun anggaran berjalan atau 1 (satu) tahun sebelum tahun anggaran berjalan, nilai kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetarakan dengan 100% (seratus persen).


Pasal 25

(1) Nilai gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b ditentukan dengan menghitung rata-rata dari komponen:
a. nilai kinerja pelaksanaan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan
b. inversi nilai kapasitas fiskal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b.
(2) Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki bobot tertentu dengan jumlah keseluruhan 100% (seratus persen).
(3) Berdasarkan hasil penghitungan nilai gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Daerah dikelompokkan menjadi kategori tinggi, sedang, dan rendah.


Pasal 26

(1) Penghitungan alokasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c dengan metode: 
a. penghitungan alokasi yang dilakukan berdasarkan penilaian atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); atau
b. penghitungan alokasi yang dilakukan berdasarkan penilaian atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pertimbangan lainnya.
(2) Penentuan metode penghitungan alokasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati bersama antara Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga.
(3) Kesepakatan sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam berita acara.


Pasal 27

(1) Penerapan nilai gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d dilakukan terhadap hasil penghitungan alokasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dengan melakukan pengurangan alokasi daerah kategori rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) sebesar persentase tertentu dari nilai alokasi teknis. 
(2) Hasil pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan kepada Daerah dengan kategori tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) secara proporsional.


Pasal 28

(1) Penghitungan alokasi final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf e dilakukan atas hasil penerapan nilai gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dengan penyesuaian terhadap:
a. alokasi minimal atau maksimal masing-masing bidang/subbidang;
b. pembulatan sampai ribuan rupiah; dan/atau
c. usulan aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan kesepakatan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat serta pertimbangan kelayakan teknis oleh Kementerian/Lembaga teknis terkait.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati bersama antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian/Lembaga dan Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang dituangkan dalam berita acara.
(3) Dalam hal terdapat alokasi yang merupakan hasil penghitungan alokasi final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak tersedia rincian kegiatannya, Kementerian/Lembaga dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menentukan kegiatan yang nilainya paling tinggi sebesar nilai alokasi tersebut.


Pasal 29

Pedoman penghitungan alokasi DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.



Pasal 30

(1) Hasil penghitungan alokasi DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 disampaikan dalam pembahasan Nota Keuangan dan/atau rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk disepakati menjadi pagu DAK Fisik.
(2) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen hasil pembahasan yang ditandatangani/diparaf oleh koordinator Pemerintah dan Pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, yang minimal memuat:
a. pokok-pokok kebijakan, sasaran, dan ruang lingkup DAK Fisik;
b. kesepakatan antara Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat; dan
c. lampiran daftar alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang per Daerah.


Pasal 31

(1) Berdasarkan hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan informasi alokasi DAK Fisik melalui portal (website) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(2) Pemerintah menetapkan alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang per Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.


BAB VI
PENGANGGARAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, PERSIAPAN TEKNIS, DAN PELAKSANAAN KEGIATAN DI DAERAH

Pasal 32

(1) Berdasarkan alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang per Daerah yang disampaikan melalui portal (website) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), Pemerintah Daerah menganggarkan DAK Fisik dalam APBD.
(2) Dalam hal APBD telah ditetapkan sebelum informasi alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang per Daerah atau sebelum penetapan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN yang memuat alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang per Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah menganggarkan DAK Fisik dengan melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD tahun anggaran berkenaan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 33

Penganggaran dan penggunaan atas alokasi DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai petunjuk teknis DAK Fisik.



Pasal 34

(1) Pemerintah Daerah melakukan persiapan teknis dengan menyusun dan menyampaikan usulan rencana kegiatan bidang/subbidang yang didanai dari DAK Fisik melalui sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dengan mengacu pada:
a. dokumen usulan; 
b. hasil penilaian usulan;
c. hasil penyelarasan atas usulan aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam memperjuangkan program pembangunan Daerah; dan 
d. alokasi DAK Fisik yang disampaikan melalui portal (website) yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
(2) Dalam hal kegiatan yang merupakan usulan aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam memperjuangkan program pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat ditindaklanjuti dalam penyusunan rencana kegiatan oleh Pemerintah Daerah, nilai kegiatan tersebut tidak dapat digunakan untuk kegiatan lain.
(3) Usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
a. rincian kegiatan;
b. metode pengadaan;
c. lokasi kegiatan;
d. target keluaran (output) kegiatan;
e. rincian kebutuhan dana; dan
f. kegiatan penunjang.
(4) Penyusunan usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh OPD setelah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
(5) Usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibahas dengan Kementerian/Lembaga dan/atau Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk mendapat persetujuan.
(6) Persetujuan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan terhadap bidang/subbidang DAK Fisik yang penghitungan alokasinya berdasarkan pertimbangan lainnya minimal indeks teknis dan indeks lokasi prioritas.
(7) Persetujuan oleh Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan setelah dilakukan penilaian terhadap kesesuaian volume dan standar biaya.
(8) Persetujuan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan setelah dilakukan penilaian terhadap kesesuaian lokasi kegiatan dengan tema prioritas nasional.
(9) Dalam hal kegiatan aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam memperjuangkan program pembangunan Daerah belum memenuhi kriteria kesiapan teknis bidang/subbidang, persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan catatan untuk ditunda pelaksanaannya.
(10) Rencana kegiatan yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lambat ditetapkan pada bulan Desember tahun anggaran sebelumnya. 
(11) Kepala Daerah dapat mengajukan paling banyak 1 (satu) kali usulan perubahan atas rencana kegiatan yang telah disetujui oleh Kementerian/Lembaga dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kementerian/Lembaga dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional paling lambat tanggal 14 Maret tahun anggaran berjalan. 
(12) Usulan perubahan atas rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dilakukan dalam rangka:
a. optimalisasi rencana kegiatan atas selisih rencana kegiatan pelaksanaan DAK Fisik terhadap nilai kontrak yang terealisasi berdasarkan hasil efisiensi anggaran dengan memperhatikan ketercapaian target output; dan/atau
b. perubahan status pemenuhan kriteria kesiapan teknis atas usulan aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam memperjuangkan program pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (9). 
(13) Optimalisasi rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf a dapat dilakukan dengan: 
a. penambahan volume kegiatan pada 1 (satu) detail dan rincian kegiatan; dan/atau
b. penambahan kegiatan lainnya dalam satu bidang/subbidang.
(14) Optimalisasi rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan prinsip akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik.
(15) Kementerian/Lembaga dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) paling lambat pada bulan Maret tahun anggaran berjalan.
(16) Rencana kegiatan yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) paling lambat ditetapkan pada bulan Maret. 
(17) Dalam hal Daerah mengalami bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, dan/atau wabah penyakit menular, Kepala Daerah dapat mengajukan usulan perubahan atas rencana kegiatan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan/atau perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) kepada Kementerian/Lembaga. 
(18) Usulan perubahan atas rencana kegiatan yang telah disetujui dan/atau perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (17) minimal melampirkan: 
a. surat/keputusan Kepala Daerah terkait penetapan bencana;
b. surat pernyataan hasil verifikasi bencana dari OPD yang memiliki tugas dan fungsi penanganan bencana di Daerah;
c. surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang menyatakan keadaan bencana dan pernyataan kesanggupan penyelesaian kegiatan yang ditandatangani Kepala Daerah;
d. detail usulan rincian dan lokasi revisi rencana kegiatan beserta justifikasi teknis perubahan; dan
e. rancangan teknis kegiatan.
(19) Kementerian/Lembaga memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (17) setelah berkoordinasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian, dan Kementerian Dalam Negeri paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah usulan perubahan diterima dengan lengkap. 
(20) Dalam hal diperlukan, persetujuan atau penolakan atas usulan perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (19) dapat dilakukan verifikasi dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(21) Persetujuan atau penolakan usulan perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (19) diberikan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah laporan hasil verifikasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan diterima.
(22) Dalam hal terjadi pengurangan pagu alokasi bidang/subbidang DAK Fisik dalam APBN, terhadap bidang/subbidang terkait dilakukan penyesuaian atas rencana kegiatan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan/atau perubahan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (15).

  


Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah menggunakan DAK Fisik sesuai dengan penetapan target keluaran (output), rincian, dan lokasi kegiatan DAK Fisik dalam dokumen rencana kegiatan masing-masing bidang/subbidang DAK Fisik yang telah dibahas OPD dan mendapat persetujuan Kementerian/Lembaga dan/atau Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5), ayat (15), ayat (19), dan ayat (22).
(2) Setelah rencana kegiatan ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga dan/atau Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Berdasarkan alokasi DAK Fisik yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN dan rencana kegiatan yang telah disetujui oleh Kementerian/Lembaga, OPD menyusun dokumen pelaksanaan anggaran OPD atau dokumen pelaksanaan anggaran sejenis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 36

(1) Pemerintah Daerah dapat menggunakan paling tinggi 5% (lima persen) dari alokasi DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) untuk mendanai kegiatan penunjang yang berhubungan langsung dengan kegiatan DAK Fisik.
(2) Dalam hal terdapat perubahan alokasi DAK Fisik, dana penunjang ditetapkan paling tinggi 5% (lima persen) dari alokasi DAK Fisik setelah perubahan.
(3) Dalam hal terdapat selisih lebih terhadap kegiatan penunjang yang telah dikontrakkan dengan besaran dana penunjang yang ditetapkan akibat perubahan alokasi DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih atas nilai kontrak dana penunjang dibebankan pada APBD.
(4) Kegiatan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. desain perencanaan untuk kegiatan kontraktual;
b. biaya tender, tidak termasuk honor pejabat pengadaan barang dan jasa/unit layanan pengadaan dan pengelola keuangan;
c. honorarium pendamping/fasilitator nonaparatur sipil negara kegiatan DAK Fisik yang dilakukan secara swakelola;
d. jasa konsultan pengawas kegiatan kontraktual;
e. penyelenggaraan rapat koordinasi di Pemerintah Daerah; dan/atau
f. perjalanan dinas ke/dari lokasi kegiatan untuk perencanaan, pengendalian, dan pengawasan.
(5) Penggunaan paling tinggi 5% (lima persen) dari alokasi DAK Fisik untuk kegiatan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai petunjuk teknis DAK Fisik.


BAB VII
DANA ALOKASI KHUSUS FISIK UNTUK DAERAH BARU

Pasal 37

(1) DAK Fisik untuk Daerah baru dialokasikan secara mandiri pada tahun anggaran berikutnya sejak undang-undang mengenai pembentukan Daerah tersebut diundangkan. 
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Daerah baru yang undang-undang mengenai pembentukannya diundangkan sebelum atau pada tanggal 30 Juni tahun berkenaan.
(3) Dalam hal undang-undang mengenai pembentukan Daerah baru diundangkan setelah tanggal 30 Juni tahun berkenaan, DAK Fisik untuk Daerah baru diperhitungkan secara proporsional dari DAK Fisik yang dialokasikan untuk Daerah induk.
(4) Proporsi DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dihitung minimal berdasarkan jumlah kegiatan pada lokasi sesuai rencana kegiatan yang telah ditetapkan.
(5) Dalam hal undang-undang mengenai pembentukan Daerah baru diundangkan setelah penetapan APBN tahun berikutnya, pembagian DAK Fisik antara Daerah induk dengan Daerah baru ditetapkan dalam Peraturan Presiden. 


Pasal 38

(1) Daerah baru yang mendapatkan alokasi DAK Fisik berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN menyusun dan menyampaikan usulan rencana kegiatan bidang/subbidang yang didanai dari DAK Fisik melalui sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi.
(2) Usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dengan Kementerian/Lembaga dan/atau Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk mendapat persetujuan.
(3) Persetujuan atas usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada tanggal 14 Maret tahun anggaran berjalan.
(4) Dalam hal tanggal 14 Maret bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, persetujuan atas usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(5) Batas waktu persetujuan atas usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk Daerah baru yang berusia paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak dibentuk.

 


BAB VIII
PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Bagian Kesatu
Dokumen Pelaksanaan Penyaluran

Pasal 39

(1) KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyusun RKA Satker BUN DAK Fisik berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN dan/atau perubahannya.
(2) KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan RKA Satker BUN DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Inspektorat Jenderal Kementerian untuk direviu.
(3) Inspektorat Jenderal Kementerian menyampaikan hasil reviu atas RKA Satker BUN DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima RKA Satker BUN DAK Fisik dengan lengkap dan benar. 
(4) Hasil reviu atas RKA Satker BUN DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penyusunan RDP BUN TKD. 
(5) Pemimpin PPA BUN pengelola TKD menetapkan RDP BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk dilakukan penelaahan. 
(6) Hasil penelaahan atas RDP BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa daftar hasil penelaahan RDP BUN TKD.
(7) Pemimpin PPA BUN pengelola TKD menandatangani DIPA BUN pengelolaan TKD khusus untuk DAK Fisik dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(8) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri mengesahkan DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN pengelola TKD.
(9) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN pengelola TKD menyampaikan DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Kepala KPPN melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD untuk DIPA BUN pengelolaan TKD khusus untuk DAK Fisik.
(10) DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (9) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan pencairan dana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN.


Pasal 40

(1) KPA BUN pengelola dana transfer khusus dapat menyusun perubahan DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik.
(2) Penyusunan perubahan DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.


Pasal 41

(1) DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (10) dan perubahan DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 digunakan oleh pejabat pembuat komitmen sebagai dasar penerbitan SPP. 
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM.
(3) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh KPPN sebagai dasar penerbitan SP2D.


Bagian Kedua
Bentuk Penyaluran

Pasal 42

Penyaluran DAK Fisik dilakukan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD.



Pasal 43

(1) Penyaluran DAK Fisik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. per bidang untuk bidang DAK Fisik yang tidak memiliki subbidang; atau
b. per subbidang untuk bidang DAK Fisik yang memiliki subbidang.
(2) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara: 
a. bertahap; dan/atau 
b. sekaligus.

  


Paragraf 1
Penyaluran Bertahap

Pasal 44

(1) Penyaluran DAK Fisik secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a dilaksanakan bagi DAK Fisik per bidang/subbidang yang:
a. pagu alokasinya di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan
b. seluruh/sebagian kegiatannya tidak direkomendasikan oleh Kementerian/Lembaga untuk disalurkan sekaligus. 
(2) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara bertahap, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 
a. tahap I, paling cepat pada bulan Februari tahun anggaran berjalan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. untuk nilai daftar kontrak kegiatan sebagai syarat penyaluran tahap I yang lebih besar dari 25% (dua puluh lima persen) dari nilai rencana kegiatan bertahap, disalurkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari nilai rencana kegiatan bertahap; dan
2. untuk nilai daftar kontrak kegiatan sebagai syarat penyaluran tahap I sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari nilai rencana kegiatan bertahap, disalurkan sebesar nilai daftar kontrak kegiatan.
b. tahap II, paling cepat pada bulan April tahun anggaran berjalan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan lebih besar dari 70% (tujuh puluh persen) nilai rencana kegiatan bertahap, disalurkan sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari nilai rencana kegiatan bertahap, dikurangi penyaluran tahap I.
2. nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan sampai dengan 70% (tujuh puluh persen) dari nilai rencana kegiatan bertahap, disalurkan sebesar selisih antara nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada tahap I.
c. tahap III paling cepat pada bulan September tahun anggaran berjalan dengan ketentuan nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan lebih besar dari 70% (tujuh puluh persen) nilai rencana kegiatan bertahap, disalurkan sebesar selisih antara nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan dengan jumlah dana yang telah disalurkan sampai dengan tahap II.

 


Pasal 45

(1) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Pemerintah Daerah menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran dengan lengkap dan benar, dengan ketentuan sebagai berikut: 
a. tahap I berupa: 
1. Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan; 
2. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya;
3. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik pada seluruh bidang/subbidang tahun anggaran sebelumnya;
4. rencana kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang yang telah disetujui oleh Kementerian/Lembaga;
5. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang yang meliputi data kontrak kegiatan, data bukti pemesanan barang atau bukti sejenis, data pelaksanaan kegiatan swakelola, dan/atau data kegiatan penunjang, termasuk perkiraan data jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penyelesaian kegiatan;
6. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya; dan
7. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik. 
b. tahap II berupa: 
1. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 5 yang bersifat final; 
2. laporan yang memuat nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang dengan capaian keluaran (output) 100% (seratus persen); 
3. laporan realisasi penyerapan dana yang menunjukkan paling rendah 75% (tujuh puluh lima persen) dari dana yang telah diterima di RKUD dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sampai dengan tahap I; 
4. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
5. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana yang menunjukkan paling rendah 75% (tujuh puluh lima persen) dari dana yang telah diterima di RKUD dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sampai dengan tahap I; dan 
6. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik.
c. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyerapan dana yang menunjukkan paling rendah 90% (sembilan puluh persen) dari dana yang telah diterima di RKUD dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sampai dengan tahap II yang menunjukkan paling rendah 70% (tujuh puluh persen);
2. laporan yang memuat nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang dengan capaian keluaran (output) 100% (seratus persen);
3. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
4. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana yang menunjukkan paling rendah 90% (sembilan puluh persen) dari dana yang telah diterima di RKUD dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sampai dengan tahap II yang menunjukkan paling rendah 70% (tujuh puluh persen); dan
5. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik.
(2) Penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I, paling lambat tanggal 22 Juli tahun anggaran berjalan pukul 17.00 WIB;
b. tahap II, paling lambat tanggal 22 Oktober tahun anggaran berjalan pukul 17.00 WIB; dan
c. tahap III, paling lambat tanggal 16 Desember tahun anggaran berjalan pukul 17.00 WIB. 
(3) Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 berupa rekapitulasi penerimaan Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Kepala KPPN selaku KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD. 
(4) Rencana kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 berupa rencana kegiatan yang tercantum dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dan dikirimkan ke Aplikasi OMSPAN.
(5) Dokumen persyaratan penyaluran berupa: 
a. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
b. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
c. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang; 
d. laporan yang memuat nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan dan/atau perubahan daftar kontrak;
e. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang; dan
f. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Kepala KPPN melalui Aplikasi OMSPAN.
(6) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf f disampaikan setelah ditandatangani oleh Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah. 
(7) Dalam hal Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berhalangan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Kepala Daerah.
(8) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dapat berupa tanda tangan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a telah direviu oleh Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota. 
(10) Reviu laporan realisasi penyerapan dana oleh Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan berdasarkan SP2D dan capaian keluaran (output) atas penggunaan DAK Fisik per bidang/subbidang yang disampaikan OPD dalam Aplikasi OMSPAN. 
(11) Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dituangkan dalam laporan hasil reviu yang merupakan hasil cetakan dari Aplikasi OMSPAN dan ditandatangani oleh Inspektur Daerah provinsi/kabupaten/kota.
(12) Dalam hal Inspektur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (11) berhalangan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Inspektur Daerah.
(13) Dalam hal diperlukan, Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan reviu atas laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
(14) Dalam hal tidak terdapat foto dengan titik koordinat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, informasi titik koordinat dilakukan secara terpisah dari foto realisasi fisik.
(15) Daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dapat berupa satu kontrak kegiatan fisik selain kegiatan penunjang sebagai pemenuhan salah satu persyaratan penyaluran tahap I. 

 


Paragraf 2
Penyaluran Sekaligus

Pasal 46

(1) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b, dilakukan dalam hal:
a. pagu alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
b. seluruh/sebagian kegiatan pada bidang/subbidang DAK Fisik mendapat rekomendasi Kementerian/Lembaga untuk disalurkan sekaligus dan telah disetujui oleh Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(2) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling cepat pada bulan April tahun anggaran berjalan sebesar nilai dalam daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang.
(3) Permintaan penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan dokumen berita acara serah terima barang/pekerjaan sebagai syarat salur. 
(4) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan paling cepat pada bulan April dan paling lambat pada bulan Desember tahun anggaran berjalan sebesar nilai kegiatan yang tercantum dalam berita acara serah terima barang/pekerjaan. 
(5) Berita acara serah terima barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan berita acara serah terima barang/pekerjaan terhadap seluruh kegiatan dalam satu kontrak yang bersifat final. 
(6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan oleh Kementerian/Lembaga kepada Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat pada bulan Desember tahun anggaran sebelumnya.
(7) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Dalam pemberian persetujuan atau penolakan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pembahasan dengan Kementerian/Lembaga.
(9) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Kepala KPPN melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD.


Pasal 47

(1) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara sekaligus untuk pagu alokasi DAK Fisik per bidang/subbidang sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Pemerintah Daerah menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran dengan lengkap dan benar, berupa:
a. Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan;
b. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya;
c. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik pada seluruh bidang/subbidang tahun anggaran sebelumnya; 
d. rencana kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang yang telah disetujui oleh Kementerian/Lembaga; 
e. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang yang meliputi data kontrak kegiatan, data bukti pemesanan barang atau bukti sejenis, data pelaksanaan kegiatan swakelola, dan/atau data kegiatan penunjang, termasuk perkiraan data jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penyelesaian kegiatan;
f. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya; dan 
g. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik.
(2) Penyampaian dokumen persyaratan penyaluran oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 22 Juli pukul 17.00 WIB.
(3) Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa rekapitulasi penerimaan Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Kepala KPPN selaku KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD. 
(4) Rencana kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa rencana kegiatan yang tercantum dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dan dikirimkan ke Aplikasi OMSPAN. 
(5) Dokumen persyaratan penyaluran berupa:  
a. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
b. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
c. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
d. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang; dan
e. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik, 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Kepala KPPN melalui Aplikasi OMSPAN.
(6) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, huruf c, dan huruf e disampaikan setelah ditandatangani oleh Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah.
(7) Dalam hal Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berhalangan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Kepala Daerah. 
(8) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dapat berupa tanda tangan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a telah direviu oleh Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota.
(10) Reviu laporan realisasi penyerapan dana oleh Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berdasarkan SP2D dan capaian keluaran (output) atas penggunaan DAK Fisik per bidang/subbidang yang disampaikan OPD dalam Aplikasi OMSPAN.
(11) Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dituangkan dalam laporan hasil reviu yang merupakan hasil cetakan dari Aplikasi OMSPAN dan ditandatangani oleh Inspektur Daerah provinsi/kabupaten/kota.
(12) Dalam hal Inspektur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berhalangan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Inspektur Daerah.
(13) Dalam hal diperlukan, Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan reviu atas laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (9).
(14) Dalam hal tidak terdapat foto dengan titik koordinat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, informasi titik koordinat dilakukan secara terpisah dari foto realisasi fisik.
(15) Daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dapat berupa satu kontrak kegiatan fisik selain kegiatan penunjang sebagai pemenuhan salah satu persyaratan penyaluran sekaligus.

  


Pasal 48

(1) Penyaluran DAK Fisik per bidang/subbidang secara sekaligus untuk seluruh atau sebagian kegiatan pada bidang/subbidang DAK Fisik yang mendapatkan rekomendasi Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Pemerintah Daerah menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran dengan lengkap dan benar berupa:
a. Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan; 
b. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya; 
c. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik pada seluruh bidang/subbidang tahun anggaran sebelumnya;
d. rencana kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang yang telah disetujui oleh Kementerian/Lembaga;
e. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang yang meliputi data kontrak kegiatan, data bukti pemesanan barang atau bukti sejenis, data pelaksanaan kegiatan swakelola, dan/atau data kegiatan penunjang, termasuk perkiraan data jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penyelesaian kegiatan; dan perkiraan data jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penyelesaian kegiatan;
f. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya;
g. laporan Sisa DAK Fisik dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik; dan 
h. sebagian atau seluruh berita acara serah terima barang dan/atau pekerjaan untuk kontrak kegiatan DAK Fisik yang tidak dapat dibayarkan secara bertahap.
(2) Penyampaian dokumen persyaratan penyaluran oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan: 
a. dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g paling lambat tanggal 22 Juli pukul 17.00 WIB; dan
b. dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h paling cepat tanggal 1 April dan paling lambat tanggal 16 Desember pukul 17.00 WIB. 
(3) Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa rekapitulasi penerimaan Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Kepala KPPN selaku KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD. 
(4) Rencana kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa rencana kegiatan yang tercantum dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dan dikirimkan ke Aplikasi OMSPAN.
(5) Dokumen persyaratan penyaluran berupa: 
a. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang;
b. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
c. daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang;
d. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik;
e. laporan Sisa dan/atau penggunaan Sisa DAK Fisik; dan 
f. sebagian atau seluruh berita acara serah terima barang/pekerjaan dalam satu bidang/subbidang, 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Kepala KPPN melalui Aplikasi OMSPAN. 
(6) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f disampaikan setelah ditandatangani oleh Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah. 
(7) Dalam hal Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berhalangan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Kepala Daerah.
(8) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dapat berupa tanda tangan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a telah direviu oleh Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota.
(10) Reviu laporan realisasi penyerapan dana oleh Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berdasarkan SP2D dan capaian keluaran (output) atas penggunaan DAK Fisik per bidang/subbidang yang disampaikan OPD dalam Aplikasi OMSPAN.
(11) Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dituangkan dalam laporan hasil reviu yang merupakan hasil cetakan dari Aplikasi OMSPAN dan ditandatangani oleh Inspektur Daerah provinsi/kabupaten/kota.
(12) Dalam hal Inspektur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berhalangan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a ditandatangani oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Inspektur Daerah.
(13) Dalam hal diperlukan, Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan reviu atas laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (9).
(14) Dalam hal tidak terdapat foto dengan titik koordinat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, informasi titik koordinat dilakukan secara terpisah dari foto realisasi fisik.
(15) Daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dapat berupa satu kontrak kegiatan fisik selain kegiatan penunjang sebagai pemenuhan salah satu persyaratan penyaluran sekaligus.
(16) Pemerintah Daerah dapat menyampaikan sebagian atau seluruh berita acara serah terima barang/pekerjaan dalam satu bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf f sampai dengan batas waktu penerimaan dokumen persyaratan sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.


Pasal 49

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan pemutakhiran daftar kontrak kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5) huruf c, Pasal 47 ayat (5) huruf c, dan Pasal 48 ayat (5) huruf c yang disebabkan: 
a. penambahan kontrak; 
b. koreksi kontrak;
c. adendum kontrak; dan/atau
d. perubahan kontrak akibat wanprestasi. 
(2) Pemutakhiran daftar kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan dalam menentukan nilai penyaluran bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut: 
a. dilakukan sampai dengan batas waktu penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a; atau
b. dilakukan sebelum penyaluran tahap II, dalam hal penyaluran tahap II dilakukan sebelum batas waktu penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I.
(3) Pemutakhiran daftar kontrak yang disebabkan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d tidak diperhitungkan untuk menentukan nilai penyaluran bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dalam hal dilakukan setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).  
(4) Dalam hal terjadi perubahan kontrak akibat wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d setelah tanggal 22 Juli atas kontrak yang disalurkan secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, Kepala Daerah dapat mengajukan permohonan untuk melakukan pemutakhiran daftar kontrak kepada Kepala KPPN.
(5) Permohonan pemutakhiran daftar kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat tanggal 22 Oktober tahun anggaran berjalan dan dilampiri dengan dokumen minimal sebagai berikut: 
a. surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani oleh Kepala Daerah;
b. surat pernyataan wanprestasi yang ditandatangani oleh Kepala OPD, Inspektorat Daerah, dan Kepala BPKAD; dan
c. informasi mengenai perbandingan antara kontrak lama yang akan dimutakhirkan dengan kontrak baru yang akan didaftarkan. 
(6) Kepala KPPN melakukan verifikasi atas surat permohonan dari Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 
(7) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala KPPN dapat melakukan persetujuan atau penolakan.
(8) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kepala KPPN meneruskan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Koordinator KPA BUN penyaluran TKD melalui Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(9) Berdasarkan surat permohonan Kepala Daerah yang disampaikan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Koordinator KPA BUN penyaluran TKD melakukan pembukaan akses Aplikasi OMSPAN untuk pemutakhiran daftar kontrak.
(10) Berdasarkan pembukaan akses Aplikasi OMSPAN sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Pemerintah Daerah melakukan pemutakhiran daftar kontrak.

    


Pasal 50

Dokumen persyaratan penyaluran DAK Fisik berupa:

a. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a angka 2, Pasal 47 ayat (1) huruf b, dan Pasal 48 ayat (1) huruf b; 
b. foto dengan titik koordinat yang menunjukkan realisasi fisik atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik per bidang/subbidang tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a angka 3, Pasal 47 ayat (1) huruf c, dan Pasal 48 ayat (1) huruf c; 
c. laporan hasil reviu Inspektorat Daerah terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) serta realisasi penyerapan tenaga kerja kegiatan DAK Fisik yang memuat seluruh bidang/subbidang yang mendapatkan penyaluran pada tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a angka 6, Pasal 47 ayat (1) huruf f, dan Pasal 48 ayat (1) huruf f; dan
d. laporan Sisa DAK Fisik dan Penggunaan Sisa DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a angka 7, Pasal 47 ayat (1) huruf g, 

dan Pasal 48 ayat (1) huruf g, dikecualikan untuk Daerah yang pada tahun anggaran sebelumnya tidak menerima DAK Fisik.



Pasal 51

(1) Dalam hal terdapat risiko tidak tercapainya target prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Menteri dapat memberikan perpanjangan batas waktu penyampaian dokumen persyaratan penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (2). 
(2) Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat berkoordinasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga untuk pembahasan perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.


Pasal 52

(1) Dalam hal Daerah mengalami bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, dan/atau wabah penyakit menular, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat mengusulkan kemudahan penyaluran DAK Fisik dengan jangka waktu tertentu bagi Daerah tersebut kepada Menteri. 
(2) Usulan kemudahan penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat: 
a. Daerah yang diberikan kemudahan penyaluran;
b. bidang/subbidang yang diberikan kemudahan penyaluran; dan
c. jangka waktu pemberian kemudahan penyaluran.
(3) Usulan kemudahan penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal melampirkan: 
a. surat/keputusan Kepala Daerah terkait penetapan bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, dan/atau wabah penyakit menular; 
b. surat pernyataan hasil verifikasi dari organisasi perangkat daerah/unit terkait yang memiliki tugas dan fungsi penanganan bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, dan/atau wabah penyakit menular di Daerah; dan
c. surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang menyatakan keadaan bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, dan/atau wabah penyakit menular, dan pernyataan kesanggupan penyelesaian kegiatan yang ditandatangani Kepala Daerah.
(4) Dalam hal Menteri menyetujui usulan kemudahan penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kemudahan penyaluran DAK Fisik bagi Daerah tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.


Pasal 53

(1) Dalam hal terdapat usulan perubahan atas rencana kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (17), dapat diberikan perpanjangan waktu penyaluran DAK Fisik Tahap I. 
(2) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal persetujuan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (19) ditetapkan setelah tanggal 1 (satu) Juli sampai dengan 22 (dua puluh dua) Juli tahun anggaran berjalan.
(3) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya persetujuan Kementerian/Lembaga.


Bagian Ketiga
Pelaksanaan Reviu oleh Inspektorat Daerah

Pasal 54

(1) Dalam melakukan reviu terhadap laporan realisasi penyerapan dana dan capaian keluaran (output) kegiatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (9), 47 ayat (9), dan Pasal 48 ayat (9), Inspektorat Daerah provinsi/kabupaten/kota melakukan pengecekan terhadap:
a. kesesuaian antara dokumen kontrak kegiatan DAK Fisik dengan daftar kontrak kegiatan yang dilaporkan pada Aplikasi OMSPAN;
b. kesesuaian antara dokumen kontrak perubahan kegiatan DAK Fisik dengan perubahan daftar kontrak kegiatan yang dilaporkan pada Aplikasi OMSPAN;
c. kesesuaian antara data titik koordinat pada foto kegiatan DAK Fisik atau titik koordinat yang disampaikan secara terpisah dengan data titik koordinat yang dilaporkan dalam Aplikasi OMSPAN;
d. kesesuaian antara dokumen berita acara serah terima barang dan/atau pekerjaan kegiatan DAK Fisik dengan daftar kontrak dan data input berita acara serah terima barang dan/atau pekerjaan kegiatan DAK Fisik yang dilaporkan dalam Aplikasi OMSPAN;
e. kesesuaian antara nilai yang masih harus dibayarkan kepada penyedia barang/jasa dan/atau pelaksana kegiatan untuk mencapai keluaran (output) 100% (seratus persen) kegiatan DAK Fisik dengan nilai rencana kebutuhan dana untuk penyelesaian kegiatan DAK Fisik yang dilaporkan dalam Aplikasi OMSPAN; dan
f. kesesuaian antara jumlah Sisa DAK Fisik pada RKUD dan SP2D bendahara umum Daerah atas penggunaan Sisa DAK Fisik dengan data sisa dan penggunaan Sisa DAK Fisik yang dilaporkan dalam Aplikasi OMSPAN.
(2) Proses reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Aplikasi OMSPAN. (3) Laporan hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui Aplikasi OMSPAN.


Bagian Keempat
Penghentian Penyaluran DAK Fisik

Pasal 55

(1) Penghentian penyaluran DAK Fisik dilakukan dalam hal:
a. Kepala Daerah tidak menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran DAK Fisik secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dan/atau melampaui batas waktu penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2);
b. Kepala Daerah tidak menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran DAK Fisik secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) dan/atau melampaui batas waktu penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2); dan/atau
c. menteri/pimpinan lembaga mengajukan permohonan penghentian penyaluran DAK Fisik kepada Menteri c. q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
(2) Permintaan penghentian penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dilakukan untuk seluruh atau sebagian pagu DAK Fisik per bidang/subbidang setelah dilakukan pembahasan bersama antara Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bersama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga.
(3) Penghentian penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.
(4) Berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga terkait melakukan penyesuaian atas rencana kegiatan pada sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi.
(5) Dalam hal DAK Fisik per bidang/subbidang tidak disalurkan seluruhnya atau disalurkan sebagian, pendanaan untuk penyelesaian kegiatan DAK Fisik dan/atau kewajiban kepada pihak ketiga atas pelaksanaan kegiatan DAK Fisik menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(6) Dalam hal dilakukan penghentian penyaluran sebagian pagu DAK Fisik per bidang/subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 dikurangi dengan besaran penghentian penyaluran.

   


Bagian Kelima
Penyaluran pada Akhir Tahun Anggaran

Pasal 56

(1) KPA BUN pengelola dana transfer khusus dapat menyusun pedoman pelaksanaan penyaluran DAK Fisik pada akhir tahun anggaran.
(2) Pedoman pelaksanaan penyaluran DAK Fisik pada akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal menginformasikan mengenai tata cara penyampaian dan penerimaan laporan realisasi penggunaan dana dari Daerah serta batas akhir penyaluran DAK Fisik.
(3) Pedoman pelaksanaan penyaluran DAK Fisik pada akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat akhir bulan November tahun anggaran berjalan.


BAB IX
PENGGUNAAN SISA DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Pasal 57

(1) Sisa DAK Fisik terdiri dari:
a. Sisa DAK Fisik tahun anggaran sebelumnya; dan
b. Sisa DAK Fisik lebih dari 1 (satu) tahun anggaran sebelumnya.
(2) Pengakuan Sisa DAK Fisik tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (1), pasal 47 ayat (1) dan 48 ayat (1) dengan lengkap dan benar.
(3) Sisa DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk bidang/subbidang DAK Fisik yang:
a. output-nya belum tercapai; dan/atau
b. sesuai kebutuhan daerah.
(4) Sisa DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan dengan mengacu pada petunjuk teknis tahun anggaran penggunaan.
(5) Penggunaan Sisa DAK Fisik 1 (satu) tahun anggaran sebelumnya dapat dilakukan setelah terdapat pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Dalam hal terdapat SP2D bendahara umum daerah yang belum dilakukan perekaman sampai dengan batas pengakuan Sisa DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SP2D bendahara umum daerah dimaksud direkam sebagai penggunaan Sisa DAK Fisik pada tahun berjalan.
(7) Dalam hal terdapat penggunaan Sisa DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah Daerah melakukan pemutakhiran melalui perekaman SP2D bendahara umum daerah penggunaan Sisa DAK Fisik pada Aplikasi OMSPAN.
(8) Kepala Daerah menyampaikan laporan sisa dan penggunaan Sisa DAK Fisik kepada Kepala KPPN sesuai dengan wilayah kerjanya setiap permintaan tahap penyaluran DAK Fisik melalui Aplikasi OMSPAN.


Pasal 58

(1) Dalam rangka pemutakhiran data Sisa DAK Fisik, Kementerian dapat menyelenggarakan rekonsiliasi Sisa DAK Fisik bersama Pemerintah Daerah.
(2) KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menyampaikan informasi penyelenggaraan dan mekanisme rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi dari KPA BUN pengelola dana transfer khusus yang disampaikan melalui Koordinator KPA BUN penyaluran TKD.


BAB X
PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PELAPORAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Pasal 59

(1) Pelaporan penyaluran DAK Fisik dilaksanakan melalui Aplikasi OMSPAN.
(2) Dalam rangka pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN pengelola dana transfer khusus diberikan akses Aplikasi OMSPAN.


Pasal 60

(1) Dalam rangka penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK Fisik, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g kepada Koordinator KPA BUN penyaluran TKD.
(2) Koordinator KPA BUN penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3) huruf b kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN pengelolaan TKD.
(3) Berdasarkan konsolidasi laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemimpin PPA BUN pengelolaan TKD menyusun Laporan Keuangan BA BUN TKD.
(4) Laporan Keuangan BA BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu bendahara umum negara pengelolaan TKD dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(5) Penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD.


BAB XI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI DANA ALOKASI KHUSUS FISIK

Pasal 61

(1) Dalam rangka mencapai target atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK Fisik dilakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan DAK Fisik.
(2) Kementerian melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Dalam Negeri.
(3) Kementerian, Kementerian/Lembaga, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap realisasi kontrak, penyaluran, penyerapan dana, capaian keluaran (output), serta dampak dan manfaat pelaksanaan kegiatan setiap bidang/subbidang DAK Fisik melalui aplikasi pemantauan dan evaluasi DAK Fisik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(4) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan data laporan yang telah disampaikan oleh Pemerintah Daerah dan/atau data lainnya yang diperoleh melalui interkoneksi sistem informasi Kementerian, Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah.
(5) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan/dipertimbangkan dalam proses pengalokasian DAK Fisik tahun-tahun berikutnya.
(6) Pemantauan oleh Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan.


BAB XII
PELAPORAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

Pasal 62

(1) Pemerintah Daerah menyampaikan laporan capaian hasil jangka pendek DAK Fisik tahun anggaran berjalan melalui sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi paling lambat bulan Juni tahun anggaran berikutnya. 
(2) Laporan capaian hasil jangka pendek DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
a. capaian target indikator;
b. kendala; dan
c. data dukung.
(3) Laporan capaian hasil jangka pendek DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi pertimbangan penilaian usulan DAK Fisik tahun anggaran berikutnya.

 


BAB XIII
PENGAWASAN

Pasal 63

(1) Menteri selaku BUN melakukan pengawasan atas pengelolaan DAK Fisik.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1402) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.07/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1402), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Pelaksanaan sinergi DAK Fisik dengan pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 mulai berlaku paling cepat pada Tahun 2025.


Pasal 65

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 April 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 29 April 2024

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,



ASEP N. MULYANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 229