TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 209/PMK.04/2022
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI
KOMPREHENSIF REGIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF REGIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. |
2. | Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai. |
3. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
4. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
5. | Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
6. | Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB. |
7. | Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. |
8. | Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
|
9. | Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah;
|
10. | Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
|
11. | Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional). |
12. | Tariff Differentials adalah Tarif Preferensi yang besarannya berbeda untuk 1 (satu) atau lebih pihak atas suatu barang originating yang sama. |
13. | PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP. |
14. | Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK. |
15. | Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). |
16. | Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai. |
17. | Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
18. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. |
19. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
20. | Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional untuk menentukan negara asal barang. |
21. | Pihak adalah negara atau wilayah pabean terpisah yang telah menandatangani dan memberlakukan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
22. | Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
23. | Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
24. | Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari non-Pihak atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
25. | Aturan Khusus Produk (Product-Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan mengenai:
|
26. | Nilai Tambah Domestik (Domestic Value Addition) yang selanjutnya disebut DV20 adalah nilai tambah domestik yang dikontribusikan oleh 1 (satu) Pihak dengan nilai persentase mencapai minimal 20% (dua puluh persen) dari nilai Free-on-Board (FOB) suatu Barang Originating. |
27. | Bukti Asal Barang (Proof of Origin) yang selanjutnya disebut Bukti Asal Barang adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal dan/atau dibuat oleh eksportir bersertifikat yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. |
28. | Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional yang selanjutnya disebut SKA Form RCEP adalah Bukti Asal Barang yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. |
29. | Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form RCEP yang berisi petunjuk pengisian SKA Form RCEP. |
30. | Deklarasi Asal Barang (Declaration of Origin) yang selanjutnya disingkat DAB adalah Bukti Asal Barang yang berisi pernyataan asal barang dan dibuat oleh eksportir bersertifikat yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. |
31. | Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form RCEP atas barang yang akan diekspor. |
32. | Otoritas yang Berwenang adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor yang diberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi terhadap eksportir bersertifikat. |
33. | Eksportir Bersertifikat (Approved Exporter) yang selanjutnya disebut Eksportir Bersertifikat adalah eksportir yang telah disertifikasi oleh Otoritas yang Berwenang dan berhak untuk membuat DAB. |
34. | Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. |
35. | Surat Keterangan Asal Elektronik Form RCEP yang selanjutnya disebut e-Form RCEP adalah SKA Form RCEP yang disusun berdasarkan panduan dan spesifikasi yang disepakati oleh para Pihak terkait dan dikirim secara elektronik. |
36. | Third-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di pihak ketiga (Pihak atau non-Pihak) atau yang berlokasi di Pihak yang sama dengan Pihak tempat diterbitkannya Bukti Asal Barang. |
37. | Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA Form RCEP yang diterbitkan oleh Pihak pengekspor kedua berdasarkan SKA Form RCEP yang diterbitkan atau DAB yang dibuat oleh Pihak pengekspor pertama. |
38. | Deklarasi Asal Barang Back-to-Back yang selanjutnya disebut DAB Back-to-Back adalah DAB yang dibuat oleh Pihak pengekspor kedua berdasarkan SKA Form RCEP yang diterbitkan atau DAB yang dibuat oleh Pihak pengekspor pertama. |
39. | RCEP Country of Origin adalah Pihak yang memenuhi syarat sebagai negara asal Barang Originating dalam pengenaan Tarif Preferensi. |
40. | Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat. |
41. | Permintaan Verifikasi adalah permintaan secara tertulis yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA, Otoritas yang Berwenang, Eksportir Bersertifikat, dan/atau eksportir/produsen untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan Bukti Asal Barang, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
42. | Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Pihak penerbit dan/atau pembuat Bukti Asal Barang untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan Bukti Asal Barang, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
43. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
44. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
45. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. |
BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)
Bagian Kesatu
Tarif Preferensi
Pasal 2
(1) | Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). | ||||||||||
(2) | Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. | ||||||||||
(3) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
|
||||||||||
(4) | Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
Pasal 3
(1) | Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
|
(2) | Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)
Pasal 4
Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. | barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Pihak (wholly obtained atau produced); |
b. | barang yang diproduksi di 1 (satu) Pihak dengan hanya menggunakan Bahan Originating yang berasal dari 1 (satu) atau lebih Pihak (produced exclusively); atau |
c. | barang yang diproduksi di 1 (satu) Pihak dengan menggunakan Bahan Non-originating, sepanjang barang tersebut memenuhi ketentuan PSR yang diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)
Pasal 5
(1) | Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi:
|
(2) | Barang impor dapat dikirim dari Pihak yang menerbitkan Bukti Asal Barang melalui Pihak selain Pihak pengekspor dan Pihak pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau melalui non-Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, untuk tujuan transit dan/atau transhipment, dengan ketentuan:
|
Pasal 6
(1) | Dalam hal pengiriman barang impor melalui Pihak selain Pihak pengekspor dan Pihak pengimpor, atau non-Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK untuk menyerahkan dokumen berupa:
|
||||
(2) | Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai melakukan permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib menyerahkan dokumen yang diminta. |
Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)
Pasal 7
(1) | Bukti Asal Barang yang dapat digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional terdiri dari:
|
(2) | SKA Form RCEP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa e-Form RCEP. |
Pasal 8
(1) | Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form RCEP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form RCEP setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan ketentuan diberikan tanda (√) atau (X) pada kolom 17 SKA Form RCEP kotak "ISSUED RETROACTIVELY". | ||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal SKA Form RCEP hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form RCEP pengganti dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal terdapat kesalahan pada saat pengisian SKA Form RCEP, dapat dilakukan koreksi dengan cara:
|
||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal pada bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut. |
Pasal 9
Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, terkait dengan pembuatan DAB harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. | menggunakan bahasa Inggris; |
b. | memuat pernyataan Eksportir Bersertifikat yang menyatakan bahwa barang memenuhi Ketentuan Asal Barang; |
c. | memuat uraian barang yang menjadi otorisasi Eksportir Bersertifikat, secara jelas dan detail, agar dapat diidentifikasi; |
d. | memuat kriteria asal barang (origin criteria) dan RCEP Country of Origin untuk setiap uraian barang dalam hal DAB mencantumkan lebih dari 1 (satu) uraian barang; |
e. | memuat nama dan tanda tangan Eksportir Bersertifikat; |
f. | memuat kode otorisasi Eksportir Bersertifikat; |
g. | memuat nomor referensi dan tanggal dibuatnya DAB; |
h. | memuat Minimum Information Requirements sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A Angka Romawi II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan |
i. | DAB berlaku selama satu 1 (tahun) terhitung sejak tanggal pembuatan. |
Pasal 10
(1) | Pihak pengekspor kedua dapat menerbitkan SKA Back-to-Back dan/atau DAB Back-to-Back berdasarkan Bukti Asal Barang yang diterbitkan oleh Pihak pengekspor pertama. |
(2) | SKA Back-to-Back dan/atau DAB Back-to-Back sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal SKA Back-to-Back:
|
(4) | Dalam hal informasi pada SKA Back-to-Back dan/atau DAB Back-to-Back diragukan atau tidak lengkap, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan copy atau pindaian Bukti Asal Barang yang diterbitkan oleh Pihak pengekspor pertama. |
Pasal 11
(1) | Perusahaan lain yang berlokasi di pihak ketiga (Pihak atau non-Pihak) atau perusahaan lain yang berlokasi di Pihak yang sama dengan Pihak tempat diterbitkannya Bukti Asal Barang, dapat menerbitkan Third-Party Invoice. |
(2) | SKA Form RCEP yang menggunakan Third-Party Invoice sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 12
(1) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
|
||||||||||
(2) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur merah, penyerahan lembar asli Bukti Asal Barang ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(3) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli Bukti Asal Barang ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(4) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli Bukti Asal Barang wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). | ||||||||||
(5) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
|
||||||||||
(6) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
|
||||||||||
(7) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
|
||||||||||
(8) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
|
||||||||||
(9) | Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||
(10) | Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diserahkan secara elektronik. | ||||||||||
(11) | Dalam hal Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) menggunakan SKA Form RCEP, lembar asli SKA FormRCEP meliputi:
|
||||||||||
(12) | Dalam hal Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) menggunakan DAB, lembar asli DAB meliputi:
|
||||||||||
(13) | Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) harus masih berlaku pada saat:
|
Pasal 13
Dalam hal SKA Form RCEP berupa e-Form RCEP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ketentuan dan mekanisme yang meliputi:
a. | ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam pasal 8; |
b. | mekanisme penyampaian e-Form RCEP; dan |
c. | tata cara importasi dan penelitian e-Form RCEP, |
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan di antara para Pihak terkait.
BAB III
TARIFF DIFFERENTIALS DAN RCEP COUNTRY OF ORIGIN
Pasal 14
(1) | Dalam hal suatu Barang Originating termasuk dalam kelompok Tariff Differentials, besaran Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikenakan berdasarkan tarif yang berlaku terhadap Pihak yang ditetapkan sebagai RCEP Country of Origin. |
(2) | RCEP Country of Origin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pihak pengekspor sepanjang proses produksi Barang Originating yang terjadi di Pihak pengekspor memenuhi kriteria asal barang (origin criteria):
|
(3) | Proses produksi yang termasuk dalam proses dan pengerjaan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf A Angka Romawi V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Dalam hal Pihak pengekspor menggunakan kriteria asal barang (origin criteria) produced exclusively dan hanya melakukan proses produksi yang termasuk dalam proses dan pengerjaan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), RCEP Country of Origin merupakan Pihak yang memberikan kontribusi nilai Bahan Originating tertinggi dalam proses produksi Barang Originating tersebut. |
(5) | Dalam hal Barang Originating sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam Appendix to Annex I Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional, RCEP Country of Origin yakni:
|
Pasal 15
(1) | Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagai berikut:
|
(2) | Tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam hal RCEP Country of Origin:
|
BAB IV
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI
Bagian Kesatu
Penelitian Bukti Asal Barang
Pasal 16
(1) | Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap Bukti Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi yang berkaitan dengan Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Pasal 17
(1) | Penelitian terhadap Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi salah 1 (satu) atau lebih Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Bukti Asal Barang ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf h menunjukkan:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan Bukti Asal Barang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, dikarenakan:
|
||||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal Bukti Asal Barang terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
Pasal 18
(1) | Bukti Asal Barang tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies). |
(2) | Perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 19
(1) | Dalam hal Bukti Asal Barang ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan maka:
|
||||||||||
(2) | Pemberitahuan penolakan Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis, dengan memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak dapat diberikan dengan disertai alasan penolakan. |
Bagian Kedua
Permintaan Verifikasi dan Verification Visit
Pasal 20
(1) | Permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) disampaikan kepada:
|
||||||||||
(2) | Permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) disampaikan kepada:
|
||||||||||
(3) | Dalam hal suatu Pihak menunjuk contact point untuk proses verifikasi Bukti Asal Barang, Permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui contact point. | ||||||||||
(4) | Permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada, ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilampiri dengan lembar copyatau pindaian Bukti Asal Barang, dengan menyebutkan alasan, disertai dengan permintaan informasi sebagai berikut:
|
||||||||||
(5) | Permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) disampaikan oleh:
|
||||||||||
(6) | Permintaan Verifikasi dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali jika jawaban tidak disertai dengan bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai. | ||||||||||
(7) | Bukti Asal Barang ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila jawaban atas Permintaan Verifikasi:
|
||||||||||
(8) | Keputusan mengenai diterima atau ditolaknya Bukti Asal Barang harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan keputusan tersebut kepada eksportir/produsen, Instansi Penerbit SKA dan/atau Otoritas yang Berwenang yang menerima Permintaan Verifikasi dalam jangka waktu paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal diterimanya jawaban atas Permintaan Verifikasi. |
Pasal 21
(1) | Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan Verification Visit, apabila jawaban atas Permintaan Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20:
|
||||||||||
(2) | Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan permintaan secara tertulis dengan mencantumkan informasi yang, diminta kepada:
|
||||||||||
(3) | Dalam hal suatu Pihak menunjuk contact point untuk proses verifikasi Bukti Asal Barang, permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan melalui contact point. | ||||||||||
(4) | Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan informasi antara lain:
|
||||||||||
(5) | Verification Visit dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Instansi Penerbit SKA atau Otoritas yang Berwenang, eksportir/produsen yang akan dikunjungi, atau instansi pemerintah yang relevan di Pihak pengekspor. | ||||||||||
(6) | Bukti Asal Barang ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila:
|
||||||||||
(7) | Keputusan diterima atau ditolaknya Bukti Asal Barang harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan keputusan tersebut kepada:
|
||||||||||
(8) | Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait. |
Pasal 22
(1) | Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Verifikasi dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang. |
Pasal 23
(1) | Dalam hal jawaban atas Permintaan Verifikasi, Bukti Asal Barang diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(2) | Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Pihak penerbit Bukti Asal Barang terkait penyelesaian hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 24
Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam pemalsuan Bukti Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Pihak penerbit Bukti Asal Barang.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 25
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan Bukti Asal Barang di wilayah kerja masing-masing secara periodik. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama internasional terkait kepabeanan, cukai, dan kerja sama perdagangan bebas sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan Bukti Asal Barang. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 26
(1) | Importasi Barang yang berasal dari Pihak dengan nilai Free-on-Board (FOB) tidak melebihi USD200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan Bukti Asal Barang. |
(2) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan, sepanjang importasi tersebut bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan Bukti Asal Barang. |
(3) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). |
Pasal 27
Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif. Preferensi:
a. | atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB; |
b. | atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP; dan |
c. | atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, |
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 28
Dalam hal SKA Form RCEP dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA atau DAB dibatalkan oleh Eksportir Bersertifikat, Tarif Preferensi tidak diberikan.
Pasal 29
Tata cara penyerahan Bukti Asal Barang beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pasal 30
(1) | Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi. | ||||||
(2) | Penetapan prosedur pemberian Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri. | ||||||
(3) | Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
Pasal 31
Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) | Terhadap barang impor yang pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum dikeluarkan dari TPB, PLB, Kawasan Bebas, atau KEK ke TLDDP, dapat diberikan Tarif Preferensi. |
(2) | Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib menyerahkan lembar asli Bukti Asal Barang paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan;
|
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 02 Januari 2023.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1332