Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.07/2020

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 207/PMK.07/2020
 
TENTANG
 
TATA CARA PENUNDAAN PENYALURAN DANA TRANSFER UMUM ATAS PEMENUHAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH UNTUK MENGALOKASIKAN BELANJA WAJIB
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 
 
Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penundaan Penyaluran Dana Transfer Umum atas Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mengalokasikan Belanja Wajib;

 
 
Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

 
 

MEMUTUSKAN:



Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENUNDAAN PENYALURAN DANA TRANSFER UMUM ATAS PEMENUHAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH UNTUK MENGALOKASIKAN BELANJA WAJIB.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disingkat ADD adalah pendapatan desa yang bersumber dari Dana Transfer Umum yang diterima kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota.
4. Belanja Daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.
5. Belanja Wajib adalah belanja yang wajib dialokasikan oleh Daerah untuk mendanai urusan pemerintahan Daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Dana Transfer Umum yang selanjutnya disingkat DTU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum.
8. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
9. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
10. Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU adalah belanja daerah yang bersumber dari DTU yang ditetapkan sesuai arah kebijakan penggunaan DTU dalam Undang-Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan.
11. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota.
12. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing Pembantu Pengguna Anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga nonkementerian yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
13. Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom.
14. Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
15. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.




Pasal 2

 

(1) Pemerintah Daerah wajib menganggarkan Belanja Wajib dalam APBD dan/atau perubahan APBD paling sedikit sebesar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Belanja Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. belanja pendidikan;
b. belanja kesehatan;
c. Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU; dan
d. ADD.



Pasal 3

 

(1) Belanja pendidikan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) huruf a paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total Belanja Daerah yang dianggarkan dalam APBD dan/atau perubahan APBD tahun anggaran berkenaan.
(2) Belanja kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total Belanja Daerah tidak termasuk belanja gaji yang dianggarkan dalam APBD dan/atau perubahan APBD tahun anggaran berkenaan atau persentase tertentu yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Belanja gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa gaji pokok dan tunjangan yang melekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c ditetapkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) atau persentase yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan.
(5) DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebesar DTU yang dianggarkan dalam APBN atau perubahan APBN tahun anggaran berkenaan.
(6) DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikurangi dengan:
a. DBH Cukai Hasil Tembakau;
b. DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi; dan
c. ADD.
(7) Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa belanja yang langsung untuk mendukung program pemulihan ekonomi daerah yang terkait dengan pembangunan infrastruktur untuk percepatan penyediaan sarana dan prasarana layanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar Daerah termasuk pembangunan sumber daya manusia dukungan pendidikan.
(8) ADD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari DTU yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang memiliki desa atau persentase tertentu yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Ketentuan mengenai tata cara penundaan dan/atau pemotongan DTU terhadap Daerah yang tidak memenuhi ADD sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.



BAB II
PEMENUHAN BELANJA PENDIDIKAN, BELANJA KESEHATAN, DAN BELANJA WAJIB YANG BERSUMBER DARI DTU
 
Bagian Kesatu
Evaluasi dan Tindak Lanjut atas Hasil Evaluasi Pemenuhan Belanja Pendidikan, Belanja Kesehatan, dan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam APBD
 
Paragraf 1

 

Evaluasi Pemenuhan Belanja Pendidikan, Belanja Kesehatan, dan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam APBD

 

Pasal 4

 

(1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi melakukan evaluasi atas pemenuhan belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam APBD tahun anggaran berkenaan paling lambat tanggal 21 Maret.
(2) Dalam hal tanggal 21 Maret bertepatan dengan hari libur nasional atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada hari kerja berikutnya.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara menghitung besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berkenaan dibandingkan dengan besaran belanja fungsi pendidikan, belanja fungsi kesehatan, dan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang seharusnya dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berkenaan.
(4) Penghitungan alokasi belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan Daerah.
(5) Selain berdasarkan APBD tahun anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), evaluasi atas pemenuhan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dilaksanakan berdasarkan laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU.
(6) Laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah paling lambat tanggal 14 Januari tahun anggaran berkenaan.
(7) Dalam hal tanggal 14 Januari bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pada kerja berikutnya.
(8) Laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 5

 

(1) Alokasi belanja pendidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (2) huruf a berupa belanja yang dilaksanakan dalam rangka menghasilkan keluaran untuk menunjang fungsi pendidikan yang dianggarkan pada APBD tahun anggaran berkenaan.
(2) Alokasi belanja pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. belanja pada organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pendidikan; dan
b. belanja di luar organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pendidikan yang menghasilkan keluaran menunjang pendidikan.
(3) Pemerintah Daerah wajib mengidentifikasi belanja dalam APBD tahun anggaran berkenaan yang masuk ke fungsi pendidikan pada urusan program di bidang pendidikan, baik pada organisasi Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi utama di bidang pendidikan maupun organisasi Perangkat Daerah lainnya.
(4) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi dapat melakukan pemetaan mandiri dari belanja di luar Urusan Program di bidang pendidikan untuk menghitung besaran belanja pada fungsi pendidikan, yaitu berupa:
a. belanja terkait Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini, dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan;
b. belanja pengadaan lahan dan bangunan sarana dan prasarana untuk pendidikan, perpustakaan, dan olah raga;
c. belanja hibah pendidikan, kepemudaan, dan olah raga;
d. belanja bantuan keuangan pendidikan, kepemudaan, dan olah raga;
e. belanja bantuan sosial pendidikan, kepemudaan, dan olah raga;
f. insentif dan honorarium pendidik dan tenaga pendidik; dan
g. belanja pendidikan agama.



Pasal 6

 

(1) Alokasi belanja kesehatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b berupa belanja yang dilaksanakan dalam rangka menghasilkan keluaran untuk menunjang fungsi kesehatan yang dianggarkan pada APBD tahun anggaran berkenaan.
(2) Alokasi anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. belanja pada organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan kesehatan; dan
b. belanja di luar organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan kesehatan yang menghasilkan keluaran menunjang kesehatan.
(3) Pemerintah Daerah wajib mengidentifikasi belanja dalam APBD dan/atau perubahan APBD tahun anggaran berkenaan yang masuk ke fungsi kesehatan pada urusan program di bidang kesehatan, baik pada organisasi Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi utama di bidang kesehatan maupun organisasi Perangkat Daerah lainnya.
(4) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi dapat melakukan pemetaan mandiri dari belanja di luar urusan program di bidang kesehatan untuk menghitung besaran belanja pada fungsi kesehatan, yaitu berupa:
a. belanja pengadaan lahan dan bangunan sarana dan prasarana kesehatan;
b. bantuan operasional kesehatan dan bantuan operasional keluarga berencana;
c. hibah bidang kesehatan, pengendalian penduduk, dan keluarga berencana;
d. bantuan keuangan bidang kesehatan, pengendalian penduduk, dan keluarga berencana;
e. bantuan sosial bidang kesehatan, pengendalian penduduk, dan keluarga berencana; dan
f. iuran premi program jaminan kesehatan nasional.



Pasal 7

 

(1) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU tidak terpenuhi, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi menyampaikan surat konfirmasi kepada Pemerintah Daerah paling lambat hari kerja terakhir bulan Maret.
(2) Surat konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU; dan
b. selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU,
yang seharusnya dianggarkan dalam APBD.
(3) Berdasarkan surat konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Pemerintah Daerah menyampaikan surat tanggapan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi dalam hal Pemerintah Daerah tidak sependapat dengan selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU; atau
b. Pemerintah Daerah tidak menyampaikan surat tanggapan, dalam hal Pemerintah Daerah sependapat dengan selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU,
yang seharusnya dianggarkan dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(4) Surat tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilengkapi dengan data/informasi bukti pendukung penghitungan besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU.
(5) Penyampaian surat tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dalam bentuk file Portable Document Format (PDF) melalui surat elektronik (electronic mail) resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang diterima paling lambat tanggal 21 April.
(6) Dalam hal tanggal 21 April bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pada hari kerja berikutnya.
(7) Berdasarkan surat tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi melakukan evaluasi kembali atas belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU.



Paragraf 2
Rekomendasi atas Hasil Evaluasi
 
Pasal 8

 

(1) Berdasarkan hasil evaluasi atau evaluasi kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau ayat (7), Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi menyampaikan usulan permintaan penundaan penyaluran DTU kepada Direktur Dana Transfer Umum paling lambat hari kerja terakhir bulan April setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan kementerian teknis terkait.
(2) Usulan permintaan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. nama Daerah;
b. besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang dianggarkan dan yang seharusnya dianggarkan dalam APBD; dan
c. selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang seharusnya dianggarkan dalam APBD.
(3) Berdasarkan usulan permintaan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Dana Transfer Umum memberikan persetujuan atau penolakan penundaan penyaluran DTU kepada Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi paling lambat tanggal 7 Mei.
(4) Dalam hal tanggal 7 Mei bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada hari kerja berikutnya.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. besaran dan periode penundaan penyaluran DTU; dan
b. jenis DTU yang dilakukan penundaan penyaluran.
(6) Besaran penundaan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a paling banyak sebesar total selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang seharusnya dianggarkan dalam APBD atau paling sedikit 5% (lima persen) dari total selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang seharusnya dianggarkan dalam APBD.
(7) Periode penundaan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk penyaluran DAU setiap bulan dilaksanakan mulai bulan Juni paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari DTU yang ditunda.
b. untuk penyaluran DAU bulan Juni dan/atau DBH triwulan III dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang ditunda; atau
c. untuk penyaluran DBH triwulan III dan triwulan IV dilaksanakan masing-masing sebesar 50% (lima puluh persen) dari DTU yang ditunda.
(8) Pemberian persetujuan atau penolakan penundaan penyaluran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan penundaan penyaluran DTU lainnya, pagu alokasi, besaran penyaluran periode bersangkutan, kurang bayar DBH dan/atau lebih bayar DBH, ruang fiskal, serta kondisi tertentu pada Daerah bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) antara lain berupa bencana alam, bencana nonalam, kejadian luar biasa, kerusuhan sosial yang berdampak besar, dan/atau pemilihan umum.



Paragraf 3
Penundaan Penyaluran DTU
 
Pasal 9

 

(1) Berdasarkan persetujuan penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi menyusun Keputusan Menteri Keuangan mengenai penundaan penyaluran DTU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU, yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan paling lambat tanggal 14 Mei.
(2) Dalam hal tanggal 14 Mei bertepatan dengan hari libur nasional atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada hari kerja berikutnya.
(3) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama Daerah;
b. jenis dan jumlah DTU yang ditunda; dan
c. besaran penundaan setiap periode penyaluran DTU.
(4) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum, KPA BUN Penyaluran TKDD, dan Kepala Daerah bersangkutan.
(5) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA BUN Pengelolaan DTU menyusun dan/atau memberikan rekomendasi penundaan penyaluran DTU kepada KPA BUN Penyaluran TKDD.
(6) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah:
a. menganggarkan selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam perubahan APBD tahun anggaran berjalan; dan
b. menyusun perubahan laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU berdasarkan perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a bagi Pemerintah Daerah yang tidak memenuhi Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam APBD tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(7) Perubahan APBD dan perubahan laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir minggu ketiga bulan September.



Bagian Kedua
Evaluasi dan Tindak Lanjut atas Hasil Evaluasi Pemenuhan Belanja Pendidikan, Belanja Kesehatan, dan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam Perubahan APBD
 
Paragraf 1
Evaluasi dalam Perubahan APBD
 
Pasal 10

 

(1) Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi atas nama Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi atas pemenuhan belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam perubahan APBD tahun anggaran berjalan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak perubahan APBD dan perubahan laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) huruf a dan huruf b diterima.
(2) Ketentuan mengenai tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) sampai dengan ayat (5) berlaku secara mutatis mutandis terhadap evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama Daerah;
b. besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang dianggarkan dan yang seharusnya dianggarkan dalam perubahan APBD; dan
c. jumlah selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU yang seharusnya dianggarkan dalam perubahan APBD.
(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam perubahan APBD telah terpenuhi, Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi menyampaikan usulan permintaan penyaluran kembali DTU yang ditunda kepada KPA BUN Pengelolaan DTU paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak evaluasi selesai dilaksanakan.
(5) Usulan permintaan penyaluran kembali DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
a. nama Daerah; dan
b. jumlah penyaluran kembali DTU yang ditunda.



Paragraf 2
Penyaluran Kembali DTU yang Ditunda
 
Pasal 11

 

(1) Berdasarkan usulan permintaan penyaluran kembali DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), KPA BUN Pengelolaan DTU menyampaikan rekomendasi penyaluran kembali DTU kepada KPA BUN Penyaluran TKDD.
(2) Berdasarkan rekomendasi penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN Penyaluran TKDD melaksanakan penyaluran kembali DTU yang ditunda.
(3) Penyaluran kembali DTU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang ditunda pada periode sesuai yang tercantum pada rekomendasi penyaluran kembali.



Pasal 12

 

(1) Dalam hal sampai dengan minggu pertama bulan Desember:
a. Pemerintah Daerah berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tidak menganggarkan selisih kurang belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan/atau Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU dalam perubahan APBD tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b; atau
b. Pemerintah Daerah tidak menyampaikan perubahan APBD dan perubahan laporan Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf a dan huruf b,
DTU yang ditunda dilaksanakan penyaluran kembali.
(2) Penyaluran kembali DTU yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang ditunda paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum akhir tahun anggaran berjalan.



BAB III
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 13

 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2009 tentang Alokasi Anggaran Belanja Fungsi Pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 77), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 14

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 


 







Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI












 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1560