PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 199/PMK.02/2021
TENTANG
TATA CARA REVISI ANGGARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Revisi Anggaran;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-ndang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516);
- Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178);
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA REVISI ANGGARAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
- Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang mengenai APBN dan disahkan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran Tahun Anggaran berkenaan.
- Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
- Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
- Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
- Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
- Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
- Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
- Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
- Kuasa Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut Kuasa BUN, adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
- Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
- Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
- DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.
- Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran berkenaan.
- Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
- Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
- Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
- Penelaahan Revisi Anggaran yang selanjutnya disebut Penelaahan adalah forum yang diselenggarakan dalam rangka untuk menilai usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga atau PPA BUN.
- Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
- Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.
- Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
- Rumusan Informasi Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusah program, hasil (outcome), kegiatan, keluaran (output), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.
- Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil (outcome) dengan indikator kinerja yang terukur.
- Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon II/Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai keluaran (output) dengan indikator kinerja yang terukur.
- Prioritas Nasional adalah program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.
- Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berupa belanja pegawai operasional dan belanja barang operasional.
- Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
- Penerusan Hibah adalah hibah yang diterima oleh Pemerintah yang diterushibahkan atau diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah atau dipinjarilkan kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai tata cara penerimaan hibah sepanjang diatur dalam perjanjian hibah.
- Rupiah Murni Pendamping adalah dana rupiah murni yang harus disediakan Pemerintah untuk mendampingi pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
- Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman adalah penggunaan kembali sisa Pagu Anggaran satu Tahun Anggaran sebelumnya yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri serta masih dalam masa penarikan.
- Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Hibah Luar Negeri dan/atau Hibah Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Hibah adalah penggunaan kembali sisa Pagu Anggaran satu Tahun Anggaran sebelumnya yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri serta masih dalam masa penarikan.
- Percepatan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman adalah tambahan Pagu Anggaran yang berasal dari sisa komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran berkenaan.
- Percepatan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Hibah Luar Negeri dan/atau Hibah Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Hibah adalah tambahan Pagu Anggaran yang berasal dari sisa komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran berkenaan.
- Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
- Pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan naskah perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
- Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
- Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
- Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara;
- Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
- Surat Penetapan Pergeseran anggaran belanja antar-subbagian dalam BA BUN, yang selanjutnya disingkat SPP BA BUN adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan dalam rangka pergeseran anggaran belanja antar-subbagian anggaran dalam BA BUN untuk suatu kegiatan.
- Surat Penetapan Satuan Anggaran Bagian Anggaran 999.08 yang selanjutnya disingkat SP SABA 999.08 adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan untuk suatu Kegiatan, yang dilakukan pergeseran anggaran belanjanya dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
- Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.
- Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian keluaran (output) yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan rincian keluaran (output) sesuai dengan volume rincian keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA.
- Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian keluaran (output) yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume rincian keluaran (output) yang sudah selesai dilaksanakan.
- Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
- Target PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan diterima dalam satu Tahun Anggaran.
- Pagu Penggunaan Dana PNBP adalah batas tertinggi anggaran yang bersumber dari PNBP yang akan dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga untuk tahun yang direncanakan.
- Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran (output) Kegiatan riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu dan/atau lokasi tertentu.
- Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan RO yang disusun dengan mengelompokkan atau mengklasifikasikan muatan RO yang sejenis/serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis.
- Penyesuaian Belanja Negara adalah melakukan pengutamaan penggunaan anggaran yang disesuaikan secara otomatis (automatic adjustment), realokasi anggaran, pemotongan anggaran belanja negara, dan/atau pergeseran anggaran antar-Program.
Pasal 2
(1) |
Revisi Anggaran terdiri atas:
a. |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah; |
b. |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap; dan |
c. |
revisi administrasi. |
|
(2) |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan perubahan rincian anggaran yang disebabkan oleh penambahan atau pengurangan pagu belanja bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan/atau BA BUN, termasuk pergeseran rincian anggarannya. |
(3) |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan perubahan rincian belanja bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan/atau BA BUN yang dilakukan dengan pergeseran rincian anggaran dalam 1 (satu) bagian anggaran Kementerian/Lembaga atau BA BUN yang tidak menyebabkan penambahan atau pengurangan pagu belanja dan pagu pengeluaran pembiayaan. |
(4) |
Revisi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi revisi yang disebabkan oleh perbaikan/ralat/koreksi administrasi, perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran, dan/atau revisi lainnya yang ditetapkan sebagai revisi administrasi. |
Pasal 3
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku dalam hal terdapat:
a. |
Perubahan Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berkenaan; |
b. |
Perubahan kebijakan Pemerintah, termasuk perubahan sebagai akibat kebijakan Penyesuaian Belanja Negara; |
c. |
Perubahan kebijakan Kementerian/Lembaga dalam pencapaian target dan sasaran sesuai tugas dan fungsinya; dan/atau |
d. |
Perubahan informasi dalam RKA-K/L, RDP BUN, dan/atau DIPA/DIPA BUN. |
Pasal 4
(1) |
Penyusunan Revisi Anggaran dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai penyusunan RKA-K/L dan RKA-BUN dan/atau kebijakan Menteri Keuangan terkait pembatasan proporsi pagu akun tertentu. |
(2) |
Revisi Anggaran dapat dilakukan setelah DIPA Petikan dan/atau DIPA BUN Tahun Anggaran berkenaan ditetapkan. |
Pasal 5
(1) |
Untuk pengendalian dan pengamanan belanja negara, Menteri Keuangan dapat melakukan pembatasan Revisi Anggaran. |
(2) |
Pembatasan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. |
memperhatikan pencapaian kinerja Kementerian/Lembaga; dan |
b. |
larangan penambahan alokasi anggaran atas Program/Kegiatan/KRO/RO yang termasuk dalam kebijakan Penyesuaian Belanja Negara. |
|
BAB II
KEWENANGAN REVISI ANGGARAN
Pasal 6
(1) |
Penetapan Revisi Anggaran merupakan kewenangan dari Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, atau KPA. |
(2) |
Direktorat Jenderal Anggaran berwenang menetapkan usulan Revisi Anggaran yang memerlukan Penelaahan, dan/atau Revisi Anggaran berupa pengesahan. |
(3) |
Direktorat Jenderal Perbendaharaan berwenang menetapkan usulan Revisi Anggaran berupa pengesahan. |
(4) |
KPA berwenang menetapkan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan berupa pergeseran anggaran dalam 1 (satu) KRO, 1 (satu) Kegiatan, dan 1 (satu) Satker, sepanjang tidak mengakibatkan perubahan volume RO, jenis belanja, dan sumber dana. |
(5) |
Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap:
a. |
Penerapan kebijakan efisiensi belanja negara, berupa penilaian atas relevansi antara Kegiatan, KRO, RO termasuk volumenya, dan akun dengan alokasi anggarannya. |
b. |
Penerapan kebijakan efektivitas belanja negara yang meliputi:
1. |
relevansi akun/detail dengan RO berdasarkan pendekatan kerangka berpikir logis; |
2. |
relevansi antara KRO/RO dengan sasaran Kegiatan dan sasaran Program; dan |
3. |
kesesuaian pencapaian sasaran RKA-K/L dengan rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan Rencana Kerja Pemerintah. |
|
|
(6) |
Revisi Anggaran berupa pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk proses revisi antara lain:
a. |
Penyediaan alokasi belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pendanaan pengadaan tanah bagi proyek strategis nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara; |
b. |
Penyediaan alokasi anggaran pengeluaran pembiayaan dalam rangka pengesahan atas penggunaan dana cadangan investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai investasi Pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional; |
c. |
Perubahan anggaran pada DIPA Kementerian/Lembaga berupa pergeseran anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga beserta revisi administrasi berupa pencantuman pada catatan halaman IV.B DIPA; |
d. |
Revisi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah (BA 999.02) dalam rangka pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional; dan/atau |
e. |
Revisi administrasi berupa pembukaan blokir karena dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran telah dilengkapi. |
|
(7) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan, proses penetapannya dilakukan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
(8) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, proses penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran. |
(9) |
Rincian pembagian kewenangan penetapan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB III
MEKANISME REVISI ANGGARAN
Bagian Kesatu
Mekanisme Revisi Anggaran Pada
Direktorat Jenderal Anggaran
Pasal 7
(1) |
Mekanisme penetapan usulan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk bagian anggaran Kementerian/Lembaga dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a. |
KPA menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; dan |
2. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
b. |
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga melakukan penelitian atas usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA. |
c. |
Dalam hal usulan revisi berkaitan dengan:
1. |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah; |
2. |
pergeseran anggaran antar-Program kecuali dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional; |
3. |
Revisi Anggaran dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi Kementerian/Lembaga; dan/atau |
4. |
Revisi Anggaran dalam hal terdapat Program/Kegiatan/KRO/RO baru, |
usulan Revisi Anggaran terlebih dahulu disampaikan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu atas kesesuaian dokumen pendukung dengan kaidah perencanaan dan penganggaran. |
|
d. |
Hasil reviu yang dilakukan oleh APIP K/L sebagaimana dimaksud dalam huruf c dituangkan dalam Laporan Hasil Reviu APIP K/L (final). |
e. |
Berdasarkan hasil penelitian atas usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan/atau Laporan Hasil Reviu APIP K/L (final) sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran melalui Sistem Aplikasi dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagai berikut:
1. |
Data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
surat pernyataan Pejabat Eselon I yang menyatakan bahwa:
a) |
usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA telah disetujui oleh Pejabat Eselon I; |
b) |
usulan Revisi Anggaran yang disampaikan beserta dokumen persyaratannya telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumennya oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga; dan |
c) |
Menteri/Pimpinan Lembaga telah menyetujui usulan dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan pergeseran anggaran antar-Program, kecuali dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional; |
|
3. |
Laporan Hasil Reviu APIP K/L (final) sebagaimana dimaksud dalam huruf c; |
4. |
perubahan hasil penelaahan rencana kebutuhan barang milik negara dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan pengadaan barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara berupa:
a) |
penambahan barang milik negara baru yang belum tercantum di dalam rencana kebutuhan barang milik negara; dan/atau |
b) |
perubahan objek dan/atau spesifikasi barang milik negara yang tercantum dalam rencana kebutuhan barang milik negara; |
|
5. |
rekomendasi (clearance) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan/atau Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam hal Kementerian/Lembaga bersangkutan mengajukan usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan belanja teknologi informasi komunikasi; |
6. |
dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait dengan akun 526 berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah Daerah dan pengalokasiannya didasarkan pada usulan proposal, maka usulan Revisi Anggaran dilengkapi dengan surat pernyataan dari Pejabat Eselon I yang menyatakan bahwa pengalokasian didukung proposal dari masyarakat/Pemerintah Daerah penerima barang yang isinya memuat kesanggupan menerima barang yang akan diserahkan oleh Kementerian/Lembaga; dan |
7. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
f. |
Dokumen asli atas salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf e angka 2 sampai dengan angka 7 diarsipkan oleh Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan. |
|
(2) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran berupa Revisi Anggaran yang memerlukan Penelaahan, Pejabat Eselon III di unit terkait atas nama Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman/Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran menetapkan dan menyampaikan undangan kepada Kepala Biro Perencanaan/Keuangan/Sekretaris Direktorat Jenderal/Pejabat Eselon II dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga, dan pimpinan unit-unit terkait dalam hal diperlukan, untuk melakukan Penelaahan atas usulan Revisi Anggaran melalui komunikasi dalam jaringan (online) dan/atau luar jaringan (offiine). |
(3) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan perubahan Pagu Anggaran PNBP, maka proses Penelaahannya melibatkan Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga atau Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan - Direktorat Jenderal Anggaran untuk dimintakan konfirmasi atas batas maksimal PNBP yang dapat digunakan sebagai belanja dan/atau informasi kinerja pencapaian PNBP pada Kementerian/Lembaga pengusul. |
(4) |
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman/Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran dalam proses penyelesaian usulan Revisi Anggaran. |
(5) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan pinjaman, hibah, dan/atau SBSN, termasuk Rupiah Murni Pendamping, maka proses Penelaahannya melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. |
(6) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Kementerian/Lembaga dan alokasi anggaran pada Kementerian/Lembaga lainnya yang berbasis spasial/kewilayahan, maka proses Penelaahannya dapat melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. |
(7) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan RO Prioritas Nasional, maka proses Penelaahannya melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. |
(8) |
Hasil Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam Berita Acara Penelaahan yang disepakati oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. |
(9) |
Dalam hal perwakilan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tidak hadir pada saat Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), maka Penelaahan dapat dilanjutkan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dinyatakan menyepakati hasil Penelaahan. |
(10) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berdasarkan hasil Penelaahan dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan seluruhnya atau sebagian, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman/Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran melakukan penetapan melalui surat pengesahan Revisi Anggaran. |
(11) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berdasarkan hasil Penelaahan tidak dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan seluruhnya, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman/Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat penolakan usulan Revisi Anggaran. |
(12) |
Surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Laporan Hasil Reviu APIP K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan surat pengesahan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(13) |
Proses penetapan atau penolakan usulan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10) atau ayat (11) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak Penelaahan selesai dilakukan, dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diterima dengan lengkap, dan data diterima valid oleh Sistem Aplikasi. |
(14) |
Dalam hal proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berupa pengesahan, diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah usulan Revisi Anggaran diterima di Sistem Aplikasi, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterima dengan lengkap, dan data diterima valid oleh Sistem Aplikasi. |
Pasal 8
(1) |
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk pergeseran anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a. |
KPA menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
SP SABA 999.08; dan |
3. |
dokumen yang dipersyaratkan dalam catatan dokumen SP SABA 999.08 (jika ada). |
|
b. |
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga meneliti kesesuaian usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA dengan peruntukan yang ditetapkan dalam SP SABA 999.08. |
c. |
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran melalui Sistem Aplikasi dengan mengunggah salinan digital atau basil pindaian dokumen pendukung sebagai berikut:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
SP SABA 999.08; dan |
3. |
dokumen yang dipersyaratkan dalam catatan dokumen SP SABA 999.08 (jika ada). |
|
d. |
Dokumen asli atas salinan digital atau basil pindaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 2 dan angka 3 diarsipkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. |
|
(2) |
Dalam bal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga telah diterima melalui Sistem Aplikasi dan telab sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam SP SABA 999.08, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman/Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran. |
(3) |
Dalam bal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga tidak sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam SP SABA 999.08, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman/Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan/Direktur Anggaran Bidang Politik, Hu ku m, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat penolakan usulan Revisi Anggaran. |
(4) |
Surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Proses penetapan atau penolakan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah usulan Revisi Anggaran diterima melalui Sistem Aplikasi, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterima dengan lengkap, dan data diterima valid oleh Sistem Aplikasi. |
(6) |
Data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi memuat tambahan alokasi anggaran yang berasal dari SP SABA 999.08 yang ditandai dengan kode berupa Penambahan dari SP SABA 999.08 dan dicatat dalam halaman IV.B DIPA. |
Pasal 9
(1) |
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk BA BUN dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a. |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan:
1. |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah; dan/atau |
2. |
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap yang memerlukan penelaahan, |
usulan Revisi Anggaran terlebih dahulu disampaikan KPA BUN kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu atas kesesuaian dokumen pendukung dengan kaidah perencanaan dan penganggaran dan dituangkan dalam laporan hasil reviu APIP K/L (final). |
|
b. |
KPA BUN menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Pemimpin PPA BUN dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) usulan Revisi Anggaran; |
3. |
laporan hasil reviu APIP K/L (final) sebagaimana dimaksud dalam huruf a, kecuali yang berasal dari SPP BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) dapat menggunakan laporan hasil reviu APIP K/L (final) saat proses pengusulan tambahan anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08); dan |
4. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
c. |
Pemimpin PPA BUN meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh KPA BUN. |
d. |
Dalam proses penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pemimpin PPA BUN dapat meminta tambahan dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan berdasarkan hasil pembahasan usulan Revisi Anggaran. |
e. |
Berdasarkan hasil penelitian dan/atau hasil reviu APIP K/L, Pemimpin PPA BUN menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
laporan hasil reviu APIP K/L (final) sebagaimana pada ayat (1) huruf b angka 3; dan |
3. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
|
(2) |
Dalam hal Revisi Anggaran BA BUN terkait dengan perubahan anggaran dan/atau perubahan rincian anggaran BA BUN dan/atau penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN, Pejabat Eselon III terkait atas nama Direktur Anggaran Bidang Politik Hukum Pertahanan dan Keamanan dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran menetapkan dan menyampaikan undangan Penelaahan kepada Pemimpin PPA BUN. |
(3) |
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan Penelaahan atas usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersama-sama dengan PPA BUN melalui komunikasi dalam jaringan (online) atau luar jaringan (offiine). |
(4) |
Dalam melakukan Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal Anggaran dapat meminta tambahan dokumen pendukung terkait sesuai dengan hasil kesepakatan antara PPA BUN dengan Direktorat Jenderal Anggaran dalam pembahasan usulan Revisi Anggaran. |
(5) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran BA BUN terkait pinjaman dan/atau hibah, proses Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. |
(6) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat ditetapkan, dan menyebabkan perubahan jumlah anggaran atau menyebabkan perubahan catatan halaman IV.A dalam DIPA BUN, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan:
a. |
revisi DHP RDP BUN; dan |
b. |
surat pengesahan Revisi Anggaran. |
|
(7) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat ditetapkan, namun tidak menyebabkan perubahan jumlah anggaran dan/atau tidak menyebabkan perubahan catatan halaman IV.A dalam DIPA BUN, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran. |
(8) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak dapat ditetapkan, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran. |
(9) |
Surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf e disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(10) |
Proses penetapan atau penolakan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), atau ayat (8) diselesaikan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penelaahan selesai dilakukan dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan/atau ayat (4) diterima dengan lengka p, dan data diterima valid oleh Sistem Aplikasi. |
Pasal 10
(1) |
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk Revisi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah (BA 999.02) dalam rangka pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (6) huruf d, dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a. |
KPA BUN menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran dalam rangka pengesahan kepada Pemimpin PPA BUN dengan melampirkan dokumen pendukung:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; dan |
2. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
b. |
Pemimpin PPA BUN meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh KPA BUN. |
c. |
Berdasarkan hasil penelitian, Pemimpin PPA BUN menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; dan |
2. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
|
(2) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan telah sesuai dengan dokumen yang disampaikan, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran. |
(3) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan dokumen yang disampaikan, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan BA BUN - Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Direktur Jenderal Anggaran menetapkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran. |
(4) |
Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterima dengan lengkap dan data diterima valid oleh Sistem Aplikasi. |
Pasal 11
Dalam rangka menindaklanjuti kebijakan Penyesuaian Belanja Negara, Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan pemblokiran DIPA Kementerian/Lembaga secara mandiri tanpa terlebih dahulu melalui usulan dari Kementerian/Lembaga.
Bagian Kedua
Mekanisme Revisi Anggaran Pada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Pasal 12
(1) |
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a. |
KPA/KPA BUN menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga/Pemimpin PPA BUN dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
surat persetujuan Pejabat Eselon I berkaitan dengan pergeseran anggaran antar-Satker dan/atau antar-Kegiatan; |
3. |
rekomendasi (clearance) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan/atau Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam hal Kementerian/Lembaga bersangkutan mengajukan usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan belanja teknologi informasi komunikasi; |
4. |
dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait dengan akun 526 berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah Daerah dan pengalokasiannya didasarkan pada usulan proposal, maka usulan Revisi Anggaran dilengkapi dengan surat pernyataan dari Pejabat Eselon I yang menyatakan bahwa pengalokasian didukung proposal dari masyarakat/Pemerintah Daerah penerima barang yang isinya memuat kesanggupan menerima barang yang akan diserahkan oleh Kementerian/Lembaga; |
5. |
perubahan hasil penelaahan rencana kebutuhan barang milik negara dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan penambahan volume barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara dalam hal penambahan volume barang milik negara melebihi jumlah volume barang milik negara yang tercantum dalam rencana kebutuhan barang milik negara; dan |
6. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
b. |
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga/Pemimpin PPA BUN meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung yang disampaikan oleh KPA/KPA BUN. |
c. |
Berdasarkan hasil penelitian atas usulan Revisi Anggaran, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga/Pemimpin PPA BUN menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran melalui Sistem Aplikasi dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
d. |
Dokumen asli atas salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf c diarsipkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. |
|
(2) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran mengenai:
a. |
pemenuhan Belanja Operasional; dan/atau |
b. |
penanganan bencana non-alam, termasuk penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN, Satker atas persetujuan Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga dapat menyampaikan usulan Revisi Anggaran ke Direktur Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
|
(3) |
Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. |
(4) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan belum dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengembalikan surat usulan Revisi Anggaran melalui Sistem Aplikasi. |
(5) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Direktur Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran. |
(6) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Direktur Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran. |
(7) |
Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (6) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterima dengan lengkap serta notifikasi dari Sistem Aplikasi telah tercetak. |
Pasal 13
(1) |
Mekanisme Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
a. |
KPA/KPA BUN menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Kepala Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagai berikut:
1. |
data yang divalidasi oleh Sistem Aplikasi; |
2. |
surat persetujuan Pejabat Eselon I dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan antara lain:
a) |
pergeseran anggaran antar-Satker; |
b) |
pergeseran antar-Kegiatan; |
c) |
pergeseran antar-Program dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional; |
d) |
penyelesaian tunggakan Tahun Anggaran sebelumnya kecuali yang bersumber dari PNBP badan layanan umum; dan/atau |
e) |
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual/Swakelola dari RO termasuk RO Prioritas Nasional kecuali yang bersumber dari PNBP badan layanan umum; |
|
3. |
rekomendasi (clearance) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan/atau Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam hal Kementerian/Lembaga bersangkutan mengajukan usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan belanja teknologi informasi komunikasi; dan |
4. |
dokumen pendukung terkait lainnya (jika ada). |
|
b. |
Dokumen asli atas salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2 sampai dengan angka 4 diarsipkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. |
|
(2) |
Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(3) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan belum dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengembalikan surat usulan Revisi Anggaran melalui Sistem Aplikasi. |
(4) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran. |
(5) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat penolakan Revisi Anggaran. |
(6) |
Proses Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterima dengan lengkap serta notifikasi dari Sistem Aplikasi telah tercetak. |
Bagian Ketiga
Mekanisme Revisi Anggaran
Pada Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
Bendahara Umum Negara
Pasal 14
(1) |
KPA dapat melakukan Revisi Anggaran dalam 1 (satu) Satker berupa:
a. |
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) KRO dalam 1 (satu) Kegiatan; dan/atau |
b. |
penambahan/perubahan akun beserta alokasi anggarannya dalam 1 (satu) RO. |
|
(2) |
KPA BUN dapat melakukan Revisi Anggaran dalam 1 (satu) RO dalam 1 (satu) Satker sepanjang tidak mengubah rincian alokasi anggaran BUN yang ditetapkan Menteri Keuangan. |
(3) |
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan sepanjang:
a. |
tidak mengubah sumber dana, Pagu Anggaran Satker, satuan dan volume RO, dan jenis belanja; dan |
b. |
dilakukan dengan memperhatikan hasil reviu APIP K/L atas RKA-K/L Tahun Anggaran berkenaan. |
|
(4) |
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengubah Petunjuk Operasional Kegiatan yang ditetapkan oleh KPA, serta mengubah data RKA-K/L berkenaan dengan menggunakan Sistem Aplikasi. |
(5) |
Untuk melakukan pemutakhiran data Petunjuk Operasional Kegiatan, KPA melakukan pengunggahan dan persetujuan atas usulan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan melalui Sistem Aplikasi. |
(6) |
Dalam hal Sistem Aplikasi belum terdapat kewenangan Kementerian/Lembaga untuk melakukan pemutakhiran data Petunjuk Operasional Kegiatan, KPA mengajukan permohonan pemutakhiran data Petunjuk Operasional Kegiatan kepada Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk pemrosesan penyamaan data DIPA Petikan. |
(7) |
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) berlaku secara mutatis mutandis terhadap Revisi Anggaran pada KPA BUN. |
Bagian Keempat
Pengusul Revisi Anggaran Berhalangan Tetap/Sementara
Pasal 15
Dalam hal KPA atau Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga berhalangan, usulan Revisi Anggaran dapat disampaikan oleh pejabat yang ditunjuk/ditetapkan sebagai pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian dari pejabat definitif oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat satu tingkat lebih tinggi dari pejabat definitif yang bersangkutan.
BAB IV
TEMA REVISI ANGGARAN
Bagian Kesatu
Revisi Anggaran Terkait
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 16
(1) |
Revisi Anggaran belanja yang bersumber dari PNBP yang dapat digunakan oleh Kementerian/Lembaga, yaitu berupa:
a. |
perubahan anggaran; atau |
b. |
pergeseran anggaran. |
|
(2) |
Perubahan anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bersifat menambah Pagu Anggaran dilakukan sebagai akibat dari:
a. |
adanya peraturan perundang-undangan mengenai jenis dan tarif atas jenis PNBP baru; |
b. |
adanya Satker PNBP baru; |
c. |
adanya persetujuan penggunaan PNBP baru atau peningkatan persetujuan penggunaan PNBP oleh Menteri Keuangan; |
d. |
adanya perkiraan kenaikan PNBP berdasarkan surat pernyataan KPA untuk menambah volume RO; |
e. |
adanya peningkatan Target PNBP (yang dapat digunakan) dalam perubahan APBN, termasuk perubahan postur APN, dari Target PNBP yang ditetapkan dalam APBN; |
f. |
penerimaan klaim asuransi dalam rangka asuransi barang milik negara; |
g. |
penggunaan kelebihan realisasi penerimaan atas Target PNBP; |
h. |
revisi Pagu Anggaran untuk Kementerian/Lembaga atau Satker yang belum memiliki Target PNBP dalam DIPA di awal Tahun Anggaran berkenaan; dan/atau |
i. |
Revisi Anggaran yang bersumber dari PNBP badan layanan umum, termasuk penetapan status badan layanan umum suatu Satker dan/atau penggunaan saldo awal badan layanan umum. |
|
(3) |
Perubahan anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bersifat mengurangi alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Kementerian/Lembaga termasuk oleh Satker badan layanan umum dilakukan sebagai akibat dari:
a. |
penurunan proyeksi PNBP yang mempengaruhi pencapaian Target PNBP yang tercantum dalam APBN Tahun Anggaran berkenaan atau APBN - Perubahan Tahun Anggaran berkenaan sebagai akibat dari adanya perubahan kebijakan Pemerintah atau hal-hal yang terjadi di luar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya termasuk pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), putusan pengadilan, atau alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan; |
b. |
penurunan besaran persetujuan penggunaan PNBP oleh Menteri Keuangan; |
c. |
adanya pencabutan status pengelolaan keuangan badan layanan umum pada suatu Satker; |
d. |
adanya persetujuan atas permohonan keringanan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar dalam bentuk pengurangan atau pembebasan atas PNBP terutang; dan/atau |
e. |
adanya penurunan Target PNBP (yang dapat digunakan) dalam APBN - Perubahan, termasuk perubahan postur APBN, dari Target PNBP yang ditetapkan dalam APBN. |
|
(4) |
Revisi Anggaran pendapatan dapat berupa perubahan Target PNBP yang disebabkan adanya perubahan postur APBN tanpa mengubah pagu belanja. |
(5) |
Revisi Anggaran berupa perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP dapat dilakukan sepanjang Tahun Anggaran berkenaan. |
(6) |
Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP dapat diikuti dengan perubahan rincian. |
Pasal 17
Besaran tambahan pagu yang berasal dari perkiraan kenaikan PNBP atau kelebihan realisasi penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf d dan huruf g dihitung maksimal sebesar selisih antara perkiraan kenaikan PNBP atau kelebihan realisasi penerimaan dengan Target PNBP yang telah ditetapkan dikalikan dengan besaran persetujuan penggunaan PNBP.
Bagian Kedua
Revisi Anggaran Terkait Pinjaman
Pasal 18
(1) |
Revisi Anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri, yaitu berupa:
a. |
perubahan anggaran; atau |
b. |
pergeseran anggaran. |
|
(2) |
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. |
Pagu Anggaran belanja pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga; dan |
b. |
Pagu Anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan pada BA BUN termasuk Pemberian Pinjaman dan pinjaman yang diterushibahkan. |
|
(3) |
Perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bersifat menambah Pagu Anggaran dapat dilakukan dalam hal:
a. |
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman, termasuk Pemberian Pinjaman dan peminjaman yang diterushibahkan; |
b. |
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman, termasuk Pemberian Pinjaman dan pinjaman yang diterushibahkan; |
c. |
penambahan Pagu Anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri akibat selisih kurs, termasuk Pemberian Pinjaman dan pinjaman yang diterushibahkan; |
d. |
tambahan pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN atau Undang-Undang mengenai APBN - Perubahan Tahun Anggaran berkenaan ditetapkan, termasuk Pemberian Pinjaman dan pinjaman yang diterushibahkan; dan/atau |
e. |
pengesahan atas pengeluaran kegiatan/proyek 1 (satu) Tahun dan/atau Tahun-Tahun Anggaran sebelumnya yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri, termasuk yang telah closing date. |
|
(4) |
Penambahan Pagu Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA yang dihitung berdasarkan nilai valuta asing yang sama dan kurs mengikuti realisasi kurs yang digunakan saat transaksi dan dituangkan dalam aplikasi penarikan hibah luar negeri (withdrawal application). |
(5) |
Perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bersifat mengurangi Pagu Anggaran dapat dilakukan dalam hal:
a. |
kegiatan/proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri telah selesai dilaksanakan, target kinerjanya yang tercantum dalam perjanjian pinjaman telah tercapai, dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi; |
b. |
pemberi pinjaman melakukan pembatalan seluruhnya atau pembatalan sebagian atas komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri yang tercantum dalam perjanjian pinjaman; |
c. |
kegiatan/proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri yang tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat dari keadaan bencana; dan/atau |
d. |
perjanjian pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri untuk kegiatan/proyek yang belum ditandatangani sampai dengan batas akhir penerimaan usulan dan penyampaian pengesahan Revisi Anggaran untuk pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri. |
|
Pasal 19
(1) |
Revisi Anggaran terkait kegiatan/proyek yang bersumber dari pinjaman luar negeri dapat diikuti dengan perubahan rincian dan/atau perubahan Rupiah Murni Pendamping. |
(2) |
Dalam hal alokasi kegiatan/proyek yang bersumber dari pinjaman luar negeri tidak memerlukan lagi Rupiah Murni Pendamping, dana Rupiah Murni Pendamping yang telah dialokasikan untuk kegiatan/proyek dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping pada kegiatan/proyek pinjaman luar negeri yang tercantum dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan. |
(3) |
Dalam hal seluruh kebutuhan Rupiah Murni Pendamping untuk kegiatan/proyek pinjaman luar negeri dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan telah terpenuhi, dana Rupiah Murni Pendamping yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau pemulihan ekonomi nasional atas dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). |
(4) |
Dalam hal Revisi Anggaran terkait dengan lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek tahun lalu yang bersumber dari pinjaman luar negeri, usulan Revisi Anggaran dapat disertai dengan Revisi Anggaran terkait dengan lanjutan Rupiah Murni Pendamping dalam DIPA Tahun Anggaran sebelumnya yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman luar negeri sepanjang diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berkenaan. |
(5) |
Revisi lanjutan Rupiah Murni Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dalam hal perjanjian pinjaman luar negeri ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember Tahun Anggaran sebelumnya. |
Bagian Ketiga
Revisi Anggaran Terkait Hibah
Pasal 20
(1) |
Revisi Anggaran yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri termasuk Penerusan Hibah, yaitu berupa:
a. |
perubahan anggaran; atau |
b. |
pergeseran anggaran. |
|
(2) |
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. |
Pagu Anggaran belanja pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga; dan |
b. |
Pagu Anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan pada BA BUN. |
|
(3) |
Belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa hibah yang penarikannya melalui Kuasa BUN atau tidak melalui Kuasa BUN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai tata cara penerimaan hibah. |
(4) |
Perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bersifat menambah Pagu Anggaran dapat dilakukan dalam hal:
a. |
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Hibah, termasuk Penerusan Hibah; |
b. |
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Hibah, termasuk Penerusan Hibah; |
c. |
penambahan Pagu Anggaran yang bersumber dari hibah luar negeri akibat selisih kurs, termasuk Penerusan Hibah; |
d. |
penambahan hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN atau Undang-Undang mengenai APBN - Perubahan Tahun Anggaran berkenaan ditetapkan; dan/atau |
e. |
pengesahan atas pengeluaran kegiatan/proyek 1 (satu) Tahun dan/atau Tahun-Tahun Anggaran sebelumnya yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri, termasuk yang telah closing date. |
|
(5) |
Penambahan Pagu Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c merupakan penyesuaian besaran nilai rupiah dalam DIPA yang dihitung berdasarkan nilai valuta asing yang sama dan kurs mengikuti realisasi kurs yang digunakan saat transaksi dan dituangkan dalam aplikasi penarikan hibah luar negeri (withdrawal application). |
(6) |
Perubahan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang bersifat mengurangi Pagu Anggaran dapat dilakukan dalam hal:
a. |
kegiatan/proyek yang didanai dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri telah selesai dilaksanakan, target kinerjanya yang tercantum dalam perjanjian hibah telah tercapai, dan sisa alokasi anggaran yang tidak diperlukan lagi; |
b. |
pemberi hibah melakukan pembatalan keseluruhan atau pembatalan sebagian atas komitmen hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri yang tercantum dalam perjanjian hibah oleh pemberi hibah atau dokumen lain yang dipersamakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan hibah; |
c. |
kegiatan/proyek yang didanai dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri yang tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat dari keadaan bencana; dan/atau |
d. |
perjanjian hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri untuk kegiatan/proyek yang belum ditandatangani sampai dengan batas akhir penerimaan usulan dan penyampaian pengesahan Revisi Anggaran untuk hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri. |
|
(7) |
Tata cara pencatatan dan pelaporan untuk penambahan penerimaan hibah luar negeri dan hibah dalam negeri langsung dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan hibah. |
Pasal 21
(1) |
Revisi Anggaran terkait kegiatan/proyek yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri dapat diikuti dengan perubahan rincian dan/atau perubahan Rupiah Murni Pendamping. |
(2) |
Dalam hal alokasi kegiatan/proyek yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri tidak memerlukan lagi Rupiah Murni Pendamping, dana Rupiah Murni Pendamping yang telah dialokasikan untuk kegiatan/proyek dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping pada kegiatan/proyek yang tercantum dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan. |
(3) |
Dalam hal seluruh kebutuhan Rupiah Murni Pendamping untuk kegiatan/proyek hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan telah terpenuhi, dana Rupiah Murni Pendamping yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk penanganan pandemi Corona Vims Disease 2019 (COVID-19) dan/atau pemulihan ekonomi nasional atas dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). |
Bagian Keempat
Revisi Anggaran Terkait Surat Berharga Syariah Negara
Pasal 22
(1) |
Revisi Anggaran yang bersumber dari SBSN dapat berupa:
a. |
Perubahan anggaran yang bersifat menambah Pagu Anggaran SBSN; atau |
b. |
Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) unit eselon I yang tidak bersifat menambah Pagu Anggaran SBSN. |
|
(2) |
Perubahan anggaran yang bersifat menambah Pagu Anggaran SBSN se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dalam rangka:
a. |
lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN Tahun Anggaran sebelumnya; dan/atau |
b. |
penggunaan sisa dana penerbitan SBSN yang tidak terserap pada Tahun Anggaran sebelu mnya. |
|
(3) |
Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) unit eselon I yang tidak bersifat menambah Pagu Anggaran SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dalam rangka:
a. |
pembayaran tunggakan kegiatan/proyek SBSN sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang bersumber dari Sisa Anggaran Kontraktual; |
b. |
rekomposisi pendanaan antar-Tahun Anggaran untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN; dan/atau |
c. |
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual untuk kegiatan/proyek SBSN yang sama dan/atau antar-kegiatan/proyek SBSN. |
|
Pasal 23
Perubahan anggaran dalam rangka lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN Tahun Anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
dilampiri dokumen berita acara rekonsiliasi pagu dana lanjutan dari kegiatan/proyek Tahun Anggaran sebelumnya yang merupakan hasil rekonsiliasi antara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Kementerian/Lembaga terkait; dan |
b. |
pagu dana lanjutan yang tertuang dalam berita acara rekonsiliasi merupakan batas tertinggi yang dapat dialokasikan dalam dokumen anggaran. |
Pasal 24
(1) |
Pergeseran anggaran dalam rangka pembayaran tunggakan kegiatan/proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
pergeseran anggaran antar-kegiatan/proyek atau antar-Satker dilakukan dengan merealokasi Sisa Anggaran Kontraktual pada kegiatan/proyek atau Satker lain ke kegiatan/proyek atau Satker yang memiliki tunggakan. |
b. |
Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan syarat:
1. |
menggunakan Sisa Anggaran Kontraktual kegiatan/proyek dari unit eselon I bersangkutan pada Tahun Anggaran berkenaan; dan |
2. |
nilai tunggakan yang dibayarkan sesuai hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. |
|
c. |
Besaran nilai anggaran hasil pergeseran dituangkan dalam DIPA Petikan Satker yang memiliki tunggakan dan menggunakan kode register SBSN yang tersedia pada unit eselon I bersangkutan untuk Tahun Anggaran berkenaan. |
d. |
dalam hal pergeseran anggaran melibatkan lebih dari 1 (satu) kegiatan/proyek atau Satker yang memiliki Sisa Anggaran Kontraktual, maka dapat disertai dengan proses mutasi dana antar-rekening khusus atau perubahan data register SBSN. |
e. |
proses Revisi Anggaran dapat dilakukan tanpa adanya perubahan daftar prioritas proyek SBSN. |
|
Pasal 25
(1) |
Pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi pendanaan antar-Tahun Anggaran untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf b dapat dilakukan melalui:
a. |
peminjaman pagu; dan |
b. |
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual. |
|
(2) |
Pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi melalui peminjaman pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
merupakan percepatan dari kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak Tahun Anggaran berikutnya ke kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak Tahun Anggaran berkenaan; |
b. |
alokasi anggarannya bersumber dari penundaan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak lain dari Tahun Anggaran berkenaan ke Tahun Anggaran berikutnya; |
c. |
tidak berlaku untuk kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak periode tahun terakhir baik untuk meminjam maupun dipinjam pagunya; |
d. |
tidak berlaku untuk kegiatan/proyek yang belum mendapatkan alokasi anggaran SBSN sebelumnya; |
e. |
tidak menyebabkan penambahan jumlah penerbitan SBSN pada Tahun Anggaran berkenaan dan Tahun Anggaran berikutnya; |
f. |
telah disepakati dalam forum pembahasan antara Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional; |
g. |
proses Revisi Anggaran dapat dilakukan tanpa adanya perubahan daftar prioritas proyek SBSN, dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional terkait peminjaman pagu untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN; |
h. |
merupakan pergeseran anggaran dari RO/KRO kegiatan/proyek kontrak tahun jamak ke RO/KRO kegiatan/proyek kontrak tahun jamak lainnya; |
i. |
unit eselon I yang melakukan peminjaman pagu wajib melakukan proses transaksi pengembalian pagu pada Tahun Anggaran berikutnya; dan |
j. |
pengembalian pagu sebagaimana dimaksud dalam huruf i dilakukan melalui mekanisme Revisi Anggaran berupa pengembalian Pagu Anggaran atas peminjaman Pagu Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya, dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan dapat dilakukan tanpa adanya perubahan daftar prioritas proyek SBSN. |
|
(3) |
Pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi melalui pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
merupakan percepatan dari kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak Tahun Anggaran berikutnya ke kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak Tahun Anggaran berkenaan; |
b. |
menggunakan dana Sisa Anggaran Kontraktual kegiatan/proyek yang lain termasuk Sisa Anggaran Kontraktual dari kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak Tahun Anggaran terakhir atau Sisa Anggaran Kontraktual tahun tunggal; |
c. |
tidak menyebabkan penambahan jumlah penerbitan SBSN pada Tahun Anggaran berkenaan dan Tahun Anggaran berikutnya; |
d. |
tidak berlaku untuk kegiatan/proyek yang belum mendapatkan alokasi anggaran SBSN sebelumnya; |
e. |
diproses setelah terlebih dahulu dilakukan pembahasan antara Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional; dan |
f. |
merupakan pergeseran anggaran dari RO/KRO kegiatan/proyek ke RO/KRO kegiatan/proyek lainnya. |
|
(4) |
Pergeseran anggaran dari RO/KRO kegiatan/proyek ke RO/KRO kegiatan/proyek lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
dalam hal Sisa Anggaran Kontraktual kegiatan/proyek kontrak tahun tunggal digunakan untuk percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun jamak yang belum atau telah dialokasikan pada Tahun Anggaran berkenaan dan/atau untuk percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun tunggal yang semula direncanakan akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran berikutnya, maka:
1. |
kegiatan/proyek kontrak tahun jamak dan/atau tunggal yang dipercepat harus sudah masuk dalam daftar prioritas proyek SBSN Tahun Anggaran berikutnya; dan |
2. |
terlebih dahulu dilakukan perubahan daftar prioritas proyek SBSN dan/atau rincian daftar prioritas proyek SBSN Tahun Anggaran berkenaan. |
|
b. |
dalam hal Sisa Anggaran Kontraktual kegiatan/proyek kontrak tahun jamak digunakan untuk percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun jamak yang semula direncanakan akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran berikutnya atau yang telah dialokasikan pada Tahun Anggaran berkenaan dan/atau untuk percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek kontrak tahun tunggal yang semula direncanakan akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran berikutnya, maka:
1. |
kegiatan/proyek kontrak tahun jamak dan/atau tunggal yang dipercepat harus sudah masuk dalam daftar prioritas proyek SBSN Tahun Anggaran berikutnya; dan |
2. |
terlebih dahulu dilakukan perubahan daftar prioritas proyek SBSN dan/atau rincian daftar prioritas proyek SBSN Tahun Anggaran berkenaan. |
|
|
Pasal 26
(1) |
Pergeseran anggaran dalam rangka pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual untuk kegiatan/proyek SBSN yang sama dan/atau antar-kegiatan/proyek SBSN dalam 1 (satu) unit eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf c dapat dilakukan melalui:
a. |
pekerjaan tambah (Contract Change Order); dan/atau |
b. |
optimalisasi. |
|
(2) |
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual melalui pekerjaan tambah (Contract Change Order) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan melalui Revisi Anggaran dengan ketentuan:
a. |
pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari masing-masing kontrak paket pengadaan; |
b. |
terdapat pergeseran anggaran antar-komponen dan/atau antar-kegiatan/proyek dalam 1 (satu) unit eselon I; dan |
c. |
dalam hal terdapat perubahan ruang lingkup, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Nasional. |
|
(3) |
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual melalui optimalisasi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan melalui Revisi Anggaran dengan ketentuan:
a. |
sumber dana untuk pelaksanaan optimalisasi dapat berasal dari:
1. |
seluruh Sisa Anggaran Kontraktual yang tersedia, termasuk dari sisa anggaran untuk keperluan pekerjaan tambah (Contract Change Order) yang tidak digunakan; dan/atau |
2. |
sisa dana SBSN kegiatan/proyek lain sepanjang dalam 1 (satu) unit eselon I. |
|
b. |
pemanfaatan dapat dilakukan untuk kegiatan/proyek bersangkutan atau pada kegiatan/proyek lain sepanjang dalam 1 (satu) unit eselon I. |
c. |
dilakukan melalui pergeseran anggaran berupa:
1. |
antar-komponen dalam kegiatan/proyek yang sama; |
2. |
antar-kegiatan/proyek sepanjang dalam 1 (satu) unit eselon I; atau |
3. |
antar-jenis kontrak tahun tunggal dan kontrak tahun jamak terakhir. |
|
d. |
perlu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam hal:
1. |
terdapat perubahan ruang lingkup/komponen utama kegiatan/proyek; dan |
2. |
nilai optimalisasi melebihi batas paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai kontrak pada masing-masing paket pengadaan. |
|
e. |
tidak perlu mendapatkan persetujuan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam hal:
1. |
tidak melebihi batas paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai kontrak pada masing-masing paket pengadaan; |
2. |
digunakan untuk penambahan kegiatan/proyek atau komponen penunjang dari ruang lingkup berdasarkan penetapan oleh KPA dan dilengkapi dengan pernyataan tanggung jawab mutlak dari KPA;dan |
3. |
terlebih dahulu dilakukan reviu oleh APIP K/L. |
|
f. |
tidak dapat digunakan untuk kegiatan/proyek yang belum mendapatkan alokasi anggaran SBSN sebelumnya, kecuali:
1. |
kegiatan/proyek yang merupakan arahan langsung Presiden dan/atau keputusan sidang kabinet; dan/atau |
2. |
ditetapkan melalui perubahan daftar prioritas proyek SBSN setelah terlebih dahulu melalui pembahasan Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. |
|
g. |
dapat digunakan untuk kegiatan/proyek yang dialihkan dari sumber dana Rupiah Murni ke SBSN sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan pemotongan dan/atau penghematan anggaran, dengan ketentuan:
1. |
kegiatan/proyek yang akan dialihkan ke SBSN memenuhi kriteria dan persyaratan untuk pembiayaan proyek melalui SBSN; |
2. |
kegiatan/proyek belum ada realisasi anggaran dengan sumber dana Rupiah Murni pada saat dialihkan ke SBSN; |
3. |
ditetapkan melalui perubahan daftar prioritas proyek SBSN atau rincian daftar prioritas proyek SBSN setelah terlebih dahulu melalui pembahasan Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; |
4. |
tidak menambah pagu/alokasi kegiatan/proyek SBSN secara keseluruhan pada unit eselon I bersangkutan; dan |
5. |
diprioritaskan untuk kegiatan/proyek yang siap untuk dilaksanakan pada Tahun Anggaran berkenaan. |
|
h. |
dapat digunakan untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam rangka eskalasi kegiatan/proyek SBSN kontrak tahun jamak, dengan ketentuan:
1. |
nilai kewajiban pembayaran yang dapat dibayarkan sesuai hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan; |
2. |
dalam hal diperlukan, terlebih dahulu dilakukan penambahan pagu dan/atau nilai ijin kontrak tahun jamak; |
3. |
diproses setelah terlebih dahulu dilakukan pembahasan antara Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga terkait, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan |
4. |
proses Revisi Anggaran dapat dilakukan tanpa adanya perubahan daftar prioritas proyek SBSN. |
|
|
(4) |
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual yang dilakukan melalui optimalisasi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan oleh KPA melalui revisi Petunjuk Operasional Kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa dengan ketentuan:
a. |
sumber dana berasal dari seluruh Sisa Anggaran Kontraktual yang tersedia, termasuk dari sisa anggaran untuk keperluan pekerjaan tambah (Contract Change Order) yang tidak digunakan; |
b. |
pemanfaatan hanya dipergunakan untuk peningkatan kualitas kegiatan/proyek bersangkutan; |
c. |
pergeseran anggaran dalam Jenus belanja dan komponen yang sama; |
d. |
nilai optimalisasi tidak melebihi batas paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai kontrak pada masing-masing paket pengadaan; |
e. |
digunakan untuk penambahan kegiatan/proyek atau komponen penunjang dari ruang lingkup; dan |
f. |
terlebih dahulu dilakukan reviu oleh APIP K/L. |
|
Pasal 27
(1) |
Revisi administrasi terkait SBSN dapat berupa:
a. |
perubahan atau penambahan nomor register SBSN; |
b. |
ralat nomor register SBSN; |
c. |
perubahan atau penambahan cara penarikan SBSN; dan/atau |
d. |
ralat cara penarikan SBSN. |
|
(2) |
Revisi administrasi terkait perubahan atau penambahan nomor register SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
lingkup perubahan atau penambahan nomor register SBSN meliputi:
1. |
perubahan kegiatan/proyek dari semula kontrak tahun tunggal menjadi kontrak tahun jamak atau sebaliknya; dan/atau |
2. |
adanya penambahan kegiatan/proyek baru baik kontrak tahun tunggal maupun kontrak tahun jamak; |
|
b. |
dalam hal perubahan proyek dari semula kontrak tahun tunggal menjadi kontrak tahun jamak, revisi administrasi dilakukan setelah terbitnya surat persetujuan kontrak tahun jamak; |
c. |
diproses setelah terlebih dahulu dilakukan pembahasan antara Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dan Kementerian/Lembaga; dan |
d. |
unit eselon I mengajukan proses perubahan atau penambahan nomor register SBSN kepada Direktorat Jenderal Anggaran dengan melampirkan dokumen sumber dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengenai penetapan nomor register SBSN. |
|
(3) |
Revisi administrasi terkait ralat nomor register SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
Ralat nomor register SBSN terkait kesalahan pencantuman nomor register SBSN dalam DIPA meliputi:
1. |
semula menggunakan nomor register sementara (dummy) menjadi nomor register yang seharusnya; atau |
2. |
semula nomor register lainnya menjadi nomor register yang seharusnya; dan |
|
b. |
KPA mengajukan ralat nomor register SBSN kepada Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan melampirkan dokumen sumber dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko terkait penetapan nomor register SBSN. |
|
Bagian Kelima
Revisi Anggaran Terkait Belanja Operasional
Pasal 28
(1) |
Kekurangan Belanja Operasional dapat dipenuhi dari pergeseran anggaran antar-akun dalam RO yang sama, antar-RO dalam KRO yang sama dan/atau antar-KRO, dalam Program yang sama dan/atau antar-Program, dan pergeseran anggaran dari BA BUN ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga, termasuk untuk pemenuhan selisih kurs untuk belanja pegawai di luar negeri. |
(2) |
Revisi Anggaran untuk memenuhi kekurangan Belanja Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pergeseran anggaran dalam satu unit eselon I yang sama atau antar-unit eselon I dalam Kementerian/Lembaga yang sama, sepanjang bukan dari RO Prioritas Nasional. |
(3) |
Pergeseran anggaran dari Belanja Pegawai Operasional ke selain Belanja Pegawai Operasional dapat diusulkan sepanjang tidak mengakibatkan Belanja Pegawai Operasional yang bersangkutan menjadi minus di akhir tahun. |
(4) |
Usulan pergeseran anggaran dari Belanja Pegawai Operasional ke selain Belanja Pegawai Operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri surat persetujuan dari Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama Kementerian/Lembaga yang paling sedikit menyatakan bahwa:
a. |
alokasi Belanja Pegawai Operasional pada tingkat Kementerian/Lembaga telah terpenuhi sampai dengan akhir tahun; dan |
b. |
dalam hal terjadi kekurangan Belanja Pegawai Operasional, maka akan segera dipenuhi melalui pergeseran alokasi anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. |
|
(5) |
Dalam hal terjadi pagu minus Belanja Pegawai Operasional pada Tahun Anggaran berkenaan, Satker memprioritaskan penyelesaiannya dengan melakukan pergeseran alokasi anggaran dalam 1 (satu) Satker dan/atau antar-Satker dalam 1 (satu) unit eselon I dan/atau antar-unit eselon I dalam 1 (satu) Kementerian/Lembaga. |
Bagian Keenam
Revisi Anggaran Terkait
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara
Pasal 29
(1) |
Revisi Anggaran berupa perubahan anggaran BA BUN meliputi:
a. |
Perubahan alokasi anggaran Pembayaran Program Pengelolaan Subsidi; |
b. |
Perubahan alokasi anggaran kewajiban yang timbul dari penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih, Penarikan Pinjaman Tunai, dan/atau penerbitan SBN sebagai akibat tambahan pembiayaan; |
c. |
Perubahan alokasi anggaran pembayaran bunga utang; |
d. |
Perubahan alokasi anggaran pembayaran cicilan/pelunasan pokok utang; |
e. |
Perubahan alokasi anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah; |
f. |
Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari hibah, termasuk hibah yang diterushibahkan; |
g. |
Perubahan anggaran belanja dalam rangka penanggulangan bencana; |
h. |
Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman luar negeri; |
i. |
Perubahan pagu anggaran transfer ke daerah dan dana desa; |
j. |
Perubahan pembayaran investasi pada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional sebagai akibat dari perubahan kurs; |
k. |
Pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga; dan/atau |
l. |
Penambahan alokasi pembiayaan investasi pada badan layanan umum yang bersumber dari kas badan layanan umum. |
|
(2) |
Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran antar-subbagian dalam BA BUN meliputi:
a. |
Pembayaran Program Pengelolaan Subsidi; |
b. |
Kurang salur/bayar subsidi, transfer ke daerah dan dana desa; |
c. |
Pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) untuk pemberian bantuan dan/atau hibah kepada pemerintah daerah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); |
d. |
Memenuhi kekurangan alokasi anggaran untuk belanja hibah ke luar negeri sebagai akibat adanya selisih kurs; |
e. |
Pergeseran anggaran pembayaran kewajiban utang sebagai dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang; |
f. |
Pemenuhan kewajiban negara sebagai akibat dari keikutsertaan sebagai anggota organisasi internasional; |
g. |
Penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN; |
h. |
Pengesahan atas pendapatan/belanja/pembiayaan anggaran untuk subbagian anggaran BA BUN yang telah dilakukan pada Tahun Anggaran sebelumnya; |
i. |
Pergeseran anggaran dalam rangka pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing dan pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana basil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional; |
j. |
Perubahan anggaran Program Pengelolaan Transaksi Khusus terkait pembayaran Klaim Loss Limit yang bersumber dari Cadangan Penjaminan Pemerintah; dan/atau |
k. |
Pergeseran anggaran lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penggunaan dan pergeseran anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08). |
|
(3) |
Revisi Anggaran berupa perubahan/pergeseran anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peruntukan dan mempertahankan persentase anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan. |
Pasal 30
(1) |
Kementerian/Lembaga dan/atau PPA BUN tidak diperkenankan melakukan perubahan peruntukan terhadap kegiatan yang pendanaannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga (SP SABA 999.08) atau kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pergeseran anggaran antar-subbagian anggaran Bendahara Umum Negara (SPP BA BUN). |
(2) |
Dalam hal target dan sasaran atas kegiatan yang didanai dari SP SABA 999.08 atau SPPBA BUN telah tercapai dan masih terdapat sisa anggaran, maka sisa anggaran tersebut dapat dikembalikan ke BA BUN dan/atau dimanfaatkan melalui proses penurunan pagu/revisi DIPA disertai dengan surat pernyataan Pejabat Eselon I selaku penanggung jawab Program yang menyatakan bahwa target dan sasaran telah tercapai. |
(3) |
Dalam hal sisa anggaran dari SP SABA 999.08 atau SPP BA BUN akan dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang untuk menambah volume RO dan untuk peruntukan yang sama. |
(4) |
Mekanisme revisi atas pemanfaatan anggaran pada ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 7 untuk anggaran yang bersumber dari SP SABA 999.08 dan ketentuan dalam Pasal 9 untuk anggaran yang bersumber dari SPP BA BUN. |
(5) |
Dalam hal target dan sasaran atas kegiatan yang didanai dari SP SABA 999.08 atau SPP BA BUN tidak tercapai sebagian/seluruhnya yang disebabkan karena adanya:
a. |
faktor eksternal; |
b. |
Perubahan kebijakan Pemerintah yang diputuskan paling rendah berupa rapat koordinasi antar- menteri; dan/atau |
c. |
force majeure/keadaan kahar, |
sehingga masih terdapat anggaran yang tidak digunakan, maka alokasi anggaran yang tidak digunakan tersebut dapat dikembalikan ke BA BUN melalui proses revisi perubahan alokasi SP SABA 999.08/SPP BA BUN yang terkait. |
|
(6) |
Usul Perubahan alokasi SP SABA 999.08 disampaikan oleh Pejabat Eselon I yang mempunyai portofolio anggaran/penanggung jawab Program, sedangkan perubahan alokasi SPP BA BUN disampaikan oleh Pemimpin PPA BUN atas nama menteri kepada Menteri Keuangan. |
(7) |
Mekanisme perubahan alokasi SP SABA 999.08/SPP BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian usulan tambahan anggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penggunaan dan pergeseran anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08). |
(8) |
Penetapan atas perubahan alokasi SP SABA 999.08/SPP BA BUN selanjutnya akan menjadi dasar revisi DIPA Kementerian/Lembaga atau DIPA BUN. |
(9) |
Revisi SP SABA 999.08 dan/atau SPP BA BUN akan menambah alokasi anggaran pada BA BUN. |
Bagian Ketujuh
Revisi Anggaran Terkait Tunggakan
Pasal 31
(1) |
Tunggakan merupakan tagihan atas pekerjaan/penugasan yang telah diselesaikan tetapi belum dibayarkan sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran berkenaan, kecuali untuk tagihan bulan Desember Tahun Anggaran berkenaan yang akan dibayarkan pada bulan Januari pada Tahun Anggaran berikutnya untuk jenis kegiatan tertentu yang dalam perjanjian diatur bahwa pembayaran tagihan dilakukan pada bulan berikutnya. |
(2) |
Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi tunggakan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
Pembayaran tunggakan dapat diproses dengan:
1. |
pembebanan pada DIPA Tahun Anggaran berkenaan tanpa melalui mekanisme revisi anggaran sepanjang alokasi anggaran untuk peruntukan yang sama sudah tersedia; atau |
2. |
pembebanan pada DIPA Tahun Anggaran berkenaan melalui mekanisme Revisi Anggaran. |
|
b. |
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis tunggakan yang dapat dibayarkan tanpa melalui mekanisme Revisi Anggaran sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a angka 1, diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
c. |
Dalam hal tunggakan diproses melalui mekanisme Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2, Revisi Anggaran dilakukan dengan ketentuan:
1. |
setiap tunggakan harus dicantumkan dalam catatan-catatan terpisah per akun dalam halaman IV.B DIPA pada setiap alokasi yang ditetapkan untuk mendanai suatu kegiatan per DIPA per Satker. |
2. |
Dalam hal kolom yang terdapat dalam Sistem Aplikasi untuk mencantumkan catatan untuk semua tunggakan tidak mencukupi, rincian detail tagihan per akun dapat disampaikan dalam lembaran terpisah, yang ditetapkan oleh KPA. |
3. |
Dalam hal jumlah tunggakan per tagihan, nilainya:
a) |
sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), harus dilampiri surat pernyataan dari KPA; |
b) |
di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil verifikasi/reviu dari APIP K/L; dan/atau |
c) |
di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil verifikasi/audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. |
|
4. |
Dalam hal tunggakan sudah dilakukan audit oleh pihak pemeriksa yang berwenang, usulan Revisi Anggaran dapat menggunakan hasil audit dari pihak pemeriksa yang berwenang tersebut sebagai dokumen pendukung pengganti surat pernyataan dari KPA atau pengganti hasil verifikasi/reviu dari APIP K/L atau verifikasi/audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. |
5. |
Dalam hal terdapat perbedaan angka antara tunggakan yang tercantum dalam halaman IV.B DIPA dengan hasil verifikasi/audit, maka angka yang digunakan adalah angka hasil verifikasi/audit. |
|
|
(3) |
Tata cara penyelesaian revisi terkait dengan tunggakan juga berlaku untuk penyelesaian revisi terkait dengan kurang bayar/kurang salur subsidi atau belanja anggaran BUN. |
Bagian Kedelapan
Revisi Anggaran Terkait RO Prioritas Nasional
Pasal 32
(1) |
Kementerian/Lembaga dapat mengusulkan Revisi Anggaran berupa perubahan RO Prioritas Nasional dan/atau pergeseran anggaran RO Prioritas Nasional. |
(2) |
Perubahan dan/atau pergeseran RO Prioritas Nasional sebagaimana pada ayat (1) perlu mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Anggaran - Kementerian Keuangan dan Deputi Mitra Kerja - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kecuali:
a. |
Penambahan target dan/atau alokasi RO Prioritas Nasional yang anggarannya bersumber dari hibah yang penarikannya tidak melalui Kuasa BUN dan/atau PNBP termasuk PNBP badan layanan umum; |
b. |
Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) RO Prioritas Nasional; |
c. |
Pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual/Swakelola RO Prioritas Nasional; dan/atau |
d. |
Ralat administratif nomenklatur. |
|
(3) |
Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat pernyataan dari Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretari/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga penanggung jawab Program yang menyetujui usulan perubahan tersebut, disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. |
(4) |
Kementerian/Lembaga melakukan pemutakhiran rencana kerja setelah usulan Revisi Anggaran ditetapkan. |
Bagian Kesembilan
Revisi Anggaran Terkait RO Cadangan
Pasal 33
(1) |
Penggunaan dana RO cadangan merupakan pemanfaatan kembali alokasi anggaran yang telah dialokasikan dalam RKA-K/L dan belum jelas peruntukannya. |
(2) |
Penggunaan dana RO cadangan dimaksud untuk mendanai kegiatan yang bersifat mendesak, darurat, atau yang tidak dapat ditunda. |
(3) |
Dalam hal terdapat alokasi anggaran yang dituangkan dalam RO cadangan, usulan penggunaan dana RO cadangan diajukan oleh Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga kepada Direktorat Jenderal Anggaran, sepanJang telah mendapat persetujuan Pejabat Eselon I penanggung jawab Program. |
Bagian Kesepuluh
Revisi Anggaran Terkait
Penanganan Bencana Non-Alam
Pasal 34
(1) |
Revisi Anggaran untuk penanganan bencana non-alam merupakan Revisi Anggaran yang dimaksudkan dalam rangka penyediaan alokasi anggaran untuk penanganan bencana non-alam, termasuk namun tidak terbatas pada penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. |
(2) |
Alokasi anggaran untuk penanganan bencana non-alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperkenankan untuk dilakukan pergeseran ke alokasi anggaran selain untuk penanganan bencana non-alam, kecuali anggaran yang dialokasikan untuk belanja kebutuhan internal Satker dalam rangka penanganan bencana non-alam. |
(3) |
Dalam hal Revisi Anggaran untuk penanganan bencana non-alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam kategori Belanja Operasional, kewenangan revisinya mengikuti ketentuan Revisi Anggaran dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional. |
Bagian Kesebelas
Revisi Anggaran Terkait
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 35
(1) |
Revisi Anggaran yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran dapat diproses dengan/atau tanpa memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. |
(2) |
Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Revisi Anggaran yang berdasarkan kewenangan hak anggaran Dewan Perwakilan Rakyat harus ditetapkan atau memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. |
(3) |
Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris Kementerian/Lembaga kepada Ketua Komisi Mitra Kementerian/Lembaga atau Ketua Badan Anggaran - Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan. |
(4) |
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utarna/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga mengajukan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan persetujuan dari Ketua Komisi mitra Kementerian/Lembaga atau Ketua Badan Anggaran-Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) |
Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan oleh Pemerintah tanpa memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN/Undang-Undang mengenai APBN-Perubahan Tahun Anggaran berkenaan. |
Bagian Keduabelas
Revisi Rumusan Informasi Kinerja
Pasal 36
(1) |
Perubahan Rumusan Informasi Kinerja dalam basis data RKA-K/L DIPA atau RDP BUN DIPA BUN dapat dilakukan dalam rangka menindaklanjuti adanya perubahan struktur organisasi beserta tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, adanya tambahan penugasan, perubahan kebijakan penganggaran yang ditetapkan Pemerintah, dan/atau penyempurnaan Rumusan Informasi Kinerja penganggaran dalam RKA-K/L DIPA atau RDP BUN DIPA BUN. |
(2) |
Revisi Rumusan Informasi Kinerja yang dapat diusulkan oleh Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga atau Pemimpin PPA BUN berupa perubahan dan/atau penambahan:
a. |
sasaran strategis beserta indikatornya; |
b. |
rumusan Program dan/atau sasaran Program beserta indikatornya; |
c. |
rumusan Kegiatan, sasaran Kegiatan beserta indikatornya, dan/atau fungsi/subfungsi; |
d. |
rumusan KRO beserta indikatornya, RO beserta indikatornya, dan/atau satuannya; dan/atau |
e. |
rumusan komponen untuk menghasilkan RO. |
|
(3) |
Usulan revisi berupa perubahan Rumusan Informasi Kinerja dalam basis data RKA-K/L DIPA atau RDP BUN DIPA BUN dilakukan dengan ketentuan:
a. |
tidak mengubah substansi; |
b. |
sesuai dengan kebijakan penganggaran terkini; |
c. |
untuk melengkapi basis data RKA-KL DIPA atau RDP BUN DIPA BUN yang dibutuhkan keperluan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran; dan/atau |
d. |
dalam hal terkait Program/Kegiatan baru, perubahan Rumusan Informasi Kinerja dilakukan setelah diterbitkan kode Program/Kegiatan baru. |
|
(4) |
perubahan Rumusan Informasi Kinerja dalam basis data RKA-K/L DIPA atau RDP BUN DIPA BUN dilakukan melalui Sistem Aplikasi. |
BAB V
BATAS AKHIR PENERIMAAN USULAN DAN PENYAMPAIAN
PENGESAHAN REVISI ANGGARAN
Pasal 37
(1) |
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran reguler ditetapkan sebagai berikut:
a. |
tanggal 31 Oktober Tahun Anggaran berkenaan, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran; dan |
b. |
tanggal 30 November Tahun Anggaran berkenaan, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, termasuk revisi administrasi SBSN. |
|
(2) |
Batas akhir penerimaan usulan revisi berupa revisi lanjutan Rupiah Murni Pendamping pada DIPA Tahun Anggaran sebelumnya yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman luar negeri oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Januari Tahun Anggaran berkenaan. |
(3) |
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran berupa perubahan anggaran belanja dalam rangka lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN Tahun Anggaran sebelumnya untuk kontrak tahun tunggal oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 15 Februari Tahun Anggaran berkenaan. |
(4) |
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa:
a. |
perubahan anggaran belanja dalam rangka lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek SBSN Tahun Anggaran sebelumnya untuk kontrak tahun jamak; dan/atau |
b. |
pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan internasional Tahun Anggaran sebelumnya, |
batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 31 Maret Tahun Anggaran berkenaan. |
|
(5) |
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran terkait penggunaan RO Cadangan oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 7 April Tahun Anggaran berkenaan. |
(6) |
Batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran terkait pergeseran anggaran dari bagian anggaran Kementerian/Lembaga ke BA BUN oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 30 November Tahun Anggaran berkenaan. |
(7) |
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa:
a. |
pergeseran anggaran untuk belanja pegawai, termasuk gaji untuk pegawai non-Aparatur Sipil Negara; |
b. |
berkaitan dengan kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP termasuk penggunaan dana penerimaan klaim asuransi dalam rangka asuransi barang milik negara, pinjaman luar negeri, hibah luar negeri, hibah dalam negeri, dan/atau pinjaman dalam negeri; |
c. |
Revisi Anggaran terkait pinjaman/hibah baru, penyesuaian kurs penarikan pinjaman/hibah, dan Rupiah Murni Pendamping pinjaman luar negeri; |
d. |
Berkaitan dengan kegiatan Kementerian/Lembaga yang merupakan tindak lanjut dari hasil sidang kabinet yang ditetapkan setelah terbitnya Undang-Undang mengenai perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berkenaan; |
e. |
Kegiatan-Kegiatan yang membutuhkan data/dokumen yang harus mendapat persetujuan dari unit eksternal Kementerian/Lembaga seperti persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, hasil audit internal Pemerintah oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan/atau revisi administrasi pembukaan blokir; |
f. |
Pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi pendanaan antar-Tahun Anggaran untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN, pergeseran anggaran belanja dalam rangka pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual pada satu kegiatan/proyek SBSN dan/atau antar-kegiatan/proyek SBSN dalam satu unit eselon I; dan/atau |
g. |
Revisi Rumusan Informasi Kinerja berupa perubahan referensi RKA-K/L DIPA, termasuk untuk keperluan monitoring dan evaluasi anggaran, |
batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 15 Desember Tahun Anggaran berkenaan. |
|
(8) |
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan berupa:
a. |
untuk pelaksanaan kegiatan yang memerlukan persetujuan Menteri Keuangan; |
b. |
mensyaratkan adanya peraturan perundangan-undangan di atas Peraturan Menteri ini untuk pencairan anggaran; |
c. |
pergeseran anggaran antar-subbagian anggaran Bendahara Umum Negara (SPP BA BUN); |
d. |
pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA BUN 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga (SP SABA 999.08); |
e. |
pergeseran anggaran untuk penanggulangan bencana; |
f. |
pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) kecuali pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional Tahun Anggaran sebelumnya, pengesahan belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara, dan revisi administrasi pembukaan blokir karena dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran telah dilengkapi; dan/atau |
g. |
DIPA BUN untuk selain keperluan Lembaga yang belum memiliki bagian anggaran, |
batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 27 Desember Tahun Anggaran berkenaan. |
|
(9) |
Batas akhir penerimaan dan penyelesaian usulan Revisi Anggaran terkait pengesahan belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara oleh Direktorat Jenderal Anggaran mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pendanaan pengadaan tanah bagi proyek strategis nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara. |
(10) |
Batas akhir penerimaan dan penyelesaian usulan Revisi Anggaran terkait pengesahan atas pendapatan/belanja/pembiayaan anggaran untuk subbagian anggaran BA BUN yang telah dilakukan pada Tahun Anggaran sebelumnya oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat sampai batas akhir penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat. |
(11) |
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk pengesahan anggaran belanja yang dibiayai dari penggunaan kelebihan realisasi atas Target PNBP yang dapat digunakan kembali sesuai ketentuan, yang telah direncanakan dalam APBN atau APBN Perubahan Tahun Anggaran berkenaan untuk Satker penghasil PNBP yang bersangkutan sepanjang dalam satu Program yang sama, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 15 Desember Tahun Anggaran berkenaan. |
(12) |
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk:
a. |
Pengesahan anggaran belanja yang dibiayai dari hibah yang penarikannya tidak melalui Kuasa BUN; |
b. |
Pengesahan atas pengeluaran Kegiatan/RO yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri melalui mekanisme pembayaran langsung dan letter of credit; |
c. |
Revisi administrasi; dan/atau |
d. |
Pemutakhiran data berkaitan dengan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan oleh KPA termasuk yang mengakibatkan perubahan halaman III DIPA, |
batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 27 Desember Tahun Anggaran berkenaan. |
|
(13) |
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk penyelesaian pagu minus belanja pegawai, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan. |
(14) |
Dalam hal usulan Revisi Anggaran disampaikan melewati Tahun Anggaran berkenaan dan diusulkan dalam rangka penyesuaian administratif dan penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(15) |
Pada saat penerimaan usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (14), seluruh dokumen telah diterima dengan lengkap. |
(16) |
Dalam hal batas akhir penyampaian usulan Revisi Anggaran merupakan hari libur atau bagian dari kebijakan cuti bersama yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka batas akhir penyampaian usulan Revisi Anggaran dimajukan menjadi hari kerja terakhir sebelum hari libur atau cuti bersama. |
Pasal 38
(1) |
Pengesahan Revisi Anggaran yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga/Pemimpin PPA BUN yang bersangkutan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Perbendaharaan dan Direktur Pelaksanaan Anggaran dengan tembusan kepada:
a. |
Menteri/Pimpinan Lembaga; |
b. |
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional c.q. mitra kerja Kementerian/Lembaga dalam hal Revisi Anggaran terkait RO Prioritas Nasional; |
c. |
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; |
d. |
Gubernur dalam hal pelaksanaan Kegiatan dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan/atau urusan bersama; |
e. |
Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga, dalam hal Revisi Anggaran melibatkan unit Sekretariat Jenderal dan/atau unit eselon I lain pada Kementerian/Lembaga tersebut; |
f. |
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait pinjaman, hibah, dan/atau SBSN, termasuk Rupiah Murni Pendamping; |
g. |
Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan - Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan/atau |
h. |
Kepala Kantor - Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait. |
|
(2) |
Pengesahan Revisi Anggaran yang ditetapkan oleh Direktur Pelaksanaan Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan disampaikan kepada KPA dan/atau KPA BUN yang bersangkutan dan Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara terkait dengan tembusan kepada:
a. |
Menteri/Pimpinan Lembaga; |
b. |
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional c.q. mitra kerja Kementerian/Lembaga dalam hal Revisi Anggaran terkait RO Prioritas Nasional; |
c. |
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; |
d. |
Gubernur dalam hal pelaksanaan Kegiatan dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan/atau urusan bersama; |
e. |
Direktur Jenderal Anggaran; dan/atau |
f. |
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait pinjaman, hibah, dan/atau SBSN, termasuk Rupiah Murni Pendamping. |
|
Pasal 39
(1) |
Revisi Anggaran dilaporkan Pemerintah dalam APBN-Perubahan Tahun Anggaran berkenaan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran berkenaan. |
(2) |
Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam APBN-Perubahan Tahun Anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Revisi Anggaran yang dilakukan sebelum Rancangan Undang-Undang mengenai perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berkenaan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. |
(3) |
Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan seluruh Revisi Anggaran yang dilakukan sepanjang Tahun Anggaran berkenaan. |
Pasal 40
Untuk memperoleh data yang akurat, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemutakhiran data anggaran (rekonsiliasi) berdasarkan revisi DIPA yang telah disahkan paling sedikit setiap 2 (dua) bulan sekali.
Pasal 41
(1) |
Dalam hal terdapat direktif Presiden/Wakil Presiden dan/atau prioritas Kementerian/Lembaga yang bersifat penting dan mendesak untuk dilaksanakan sehingga menyebabkan perlu dilakukannya Revisi Anggaran, yang mekanismenya belum diatur dan/atau melewati batas waktu, usulan Revisi Anggaran dapat diproses setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
(2) |
usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Pengguna Anggaran BUN kepada Menteri Keuangan disertai dengan dokumen pendukung yang relevan. |
(3) |
Usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mempertimbangkan perkiraan realisasi pencapaian KRO/RO yang dihasilkan sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran berkenaan. |
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1429