TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 185/PMK.04/2022
TENTANG
PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pasal 2
(1) | Terhadap barang Impor dilakukan pemeriksaan pabean. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Penelitian Dokumen dan Pemeriksaan Fisik Barang. |
(3) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Importir atau PPJK menyampaikan Pemberitahuan Pabean Impor atau Dokumen Pelengkap Pabean. |
(4) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Pemberitahuan Pabean Impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean. |
(5) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan analisis manajemen risiko. |
Pasal 3
(1) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean Impor atau Dokumen Pelengkap Pabean yang diajukan. |
(2) | Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) bertujuan untuk:
|
(3) | Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik di Kantor Pabean tempat diajukannya Pemberitahuan Pabean Impor atau di Kantor Pabean yang wilayah kerjanya meliputi tempat penimbunan barang Impor. |
(4) | Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan di dalam:
|
BAB II
PENELITIAN DOKUMEN
Pasal 4
(1) | Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh:
|
(2) | Penelitian Dokumen oleh SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
(3) | Penelitian Dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tindak lanjut dari hasil Penelitian Dokumen oleh SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berdasarkan data pada SKP dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean. |
(4) | Penelitian Dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(5) | Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dibantu dengan sistem aplikasi yang dimodifikasi berdasarkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan dianggap sebagai hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai. |
(6) | Dalam hal penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan telah dilakukan oleh Sistem Indonesia National Single Window (SINSW), SKP tidak melakukan penelitian terhadap pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. |
Pasal 5
(1) | SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b untuk melakukan Penelitian Dokumen atas Pemberitahuan Pabean Impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran. |
(2) | Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
(3) | Dalam hal Pejabat Pemeriksa Dokumen yang ditunjuk berhalangan, dilakukan penunjukan Pejabat Pemeriksa Dokumen pengganti oleh Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
Pasal 6
(1) | Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b melakukan Penelitian Dokumen dengan melakukan penelitian terhadap tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor. |
(2) | Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum atau sesudah pengeluaran barang Impor dari:
|
(3) | Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan data Pemberitahuan Pabean Impor atau Dokumen Pelengkap Pabean. |
(4) | Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat meminta data tambahan dan/atau keterangan dari Importir dan/atau PPJK. |
(5) | Dalam hal diperlukan Pemeriksaan Fisik Barang terhadap barang yang diberitahukan pada Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKP atau Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat menentukan Peti Kemas dan/atau kemasan barang yang harus diperiksa fisik oleh Pejabat Pemeriksa Fisik. |
(6) | Hasil Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam LHP. |
(7) | Dalam hal LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum memadai, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat meminta kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan:
|
(8) | Penelitian tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. |
(9) | Penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk. |
Pasal 7
(1) | Berdasarkan hasil Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Impor. |
(2) | Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai. |
BAB III
PEMERIKSAAN FISIK BARANG
Bagian Kesatu
Teknik dan Tingkat Pemeriksaan
Pasal 8
(1) | Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan:
|
(2) | Pemeriksaan dengan membuka kemasan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dengan:
|
(3) | Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku sebagai:
|
(4) | Pemeriksaan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan terhadap:
|
(5) | Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan terhadap:
|
(6) | Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan terhadap:
|
Pasal 9
(1) | Tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) sebesar:
|
(2) | Tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil penghitungan tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c, barang yang diperiksa kurang dari 2 (dua) kemasan, kemasan yang diperiksa paling sedikit 2 (dua) kemasan. |
(4) | Dalam hal Peti Kemas berjumlah 1 (satu) dan terdapat 1 (satu) kemasan, Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan terhadap 1 (satu) kemasan tersebut. |
(5) | Dalam hal barang dalam kemasan yang tidak menggunakan Peti Kemas berjumlah 1 (satu), Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan terhadap 1 (satu) kemasan tersebut. |
Pasal 10
(1) | Pemeriksaan Fisik Barang dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan mendalam untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). |
(2) | Pemeriksaan mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
Bagian Kedua
Penyiapan Barang untuk Diperiksa
Pasal 11
(1) | SKP menyampaikan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang kepada:
|
(2) | Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis. |
(3) | Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
|
Pasal 12
(1) | Berdasarkan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Importir, PPJK, pengusaha TPS, dan pengelola TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP melakukan penyiapan barang. |
(2) | Prosedur penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mekanisme:
|
(3) | Penggunaan prosedur penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Kantor Pabean ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean untuk setiap TPS. |
(4) | Dalam hal Kepala Kantor Pabean tidak menetapkan penggunaan prosedur penyiapan barang di TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), prosedur penyiapan barang menggunakan mekanisme pemberitahuan kesiapan barang. |
Pasal 13
(1) | Dalam hal penyiapan barang menggunakan mekanisme pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, Importir, PPJK, dan/atau pengelola TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP menyiapkan barang untuk dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang di tempat pemeriksaan. |
(2) | Penyampaian pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Importir dan/atau PPJK menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang dan Dokumen Pelengkap Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai melalui SKP dalam hal barang impor telah disiapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa bukti penyiapan barang untuk diperiksa yang telah divalidasi oleh pengusaha TPS. |
(5) | Sebelum melakukan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengusaha TPS harus memastikan barang telah siap untuk diperiksa. |
(6) | Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis. |
(7) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:
|
(8) | Penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) akan dilayani kembali setelah Pemberitahuan Pabean Impor yang bersangkutan selesai dilakukan penelitian oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. |
(9) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS. |
(10) | Penyiapan barang untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas risiko dan biaya Importir. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal penyiapan barang menggunakan mekanisme perintah penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) huruf b, pengusaha TPS menyiapkan barang impor untuk dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang di tempat pemeriksaan setelah mendapatkan perintah penyiapan barang. |
(2) | Perintah penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan urutan waktu penerimaan Dokumen Pelengkap Pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
(3) | Penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai urutan waktu penerimaan perintah penyiapan barang. |
(4) | Dalam hal barang impor telah disiapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha TPS menyampaikan kesiapan barang kepada Pejabat Bea dan Cukai. |
(5) | Atas pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(6) | Importir dan/atau PPJK harus menyaksikan pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b. |
(7) | Dalam hal Importir dan/atau PPJK tidak dapat menyaksikan Pemeriksaan Fisik Barang, pengusaha TPS harus menyaksikan Pemeriksaan Fisik Barang. |
Pasal 15
Tata cara penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
Bagian Ketiga
Penunjukan dan Pendampingan Pejabat Pemeriksa Fisik
Pasal 16
(1) | SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang setelah barang disiapkan oleh:
|
(2) | Penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Instruksi Pemeriksaan. |
(3) | Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) Pejabat Pemeriksa Fisik untuk 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor. |
(4) | SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan nama Pejabat Pemeriksa Fisik kepada:
|
Pasal 17
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pendampingan kepada Pejabat Pemeriksa Fisik. |
(2) | Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
(3) | Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan oleh perwakilan dari instansi lain sesuai dengan kewenangannya. |
(4) | Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean. |
(5) | Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak mengurangi kewenangan Pejabat Pemeriksa Fisik dalam melakukan Pemeriksaan Fisik Barang. |
Bagian Keempat
Pelaksanaan dan Penundaan Pemeriksaan
Pasal 18
(1) | Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan berdasarkan daftar kemasan (packing list) yang telah disampaikan oleh Importir dan/atau PPJK kepada Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal daftar kemasan (packing list) tidak disampaikan, Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan berdasarkan Pemberitahuan Pabean Impor. |
Pasal 19
(1) | Dalam hal barang Impor dikemas dalam kemasan yang bernomor, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat menunjuk nomor kemasan dalam daftar kemasan (packing list) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan/atau Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) yang harus diperiksa oleh Pejabat Pemeriksa Fisik melalui SKP berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, penunjukan nomor kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. |
(3) | Dalam hal Pejabat Pemeriksa Dokumen tidak melakukan penunjukan nomor kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b tidak memuat nomor kemasan, penunjukan kemasan yang akan dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik berdasarkan manajemen risiko. |
(4) | Jumlah kemasan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sesuai dengan tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). |
Pasal 20
(1) | Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) harus dimulai paling lambat 1 (satu) jam sejak Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) diterbitkan. |
(2) | Dalam hal terdapat ketentuan lain di bidang Impor yang mensyaratkan pemeriksaan barang oleh instansi lain dalam rangka pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, pemeriksaan barang dapat dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang yang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik. |
(3) | Tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti ketentuan mengenai tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dan/atau dilakukan pemeriksaan bersama dengan instansi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 21
(1) | Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat dilakukan penundaan dalam hal:
|
(2) | Pejabat Pemeriksa Fisik memberitahukan kepada Unit Pengawasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(3) | Importir atau PPJK dapat mengajukan permohonan Pemeriksaan Fisik Barang di lokasi Importir yang dilakukan penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c. |
(4) | Pejabat Pemeriksa Fisik dapat meminta bantuan tenaga ahli teknis tertentu dalam hal terdapat penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dengan alasan sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) huruf d. |
(5) | Tenaga ahli teknis tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pihak internal atau eksternal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan. |
(6) | Dalam hal tenaga ahli teknis tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tenaga ahli dari pihak Importir, Pejabat Pemeriksa Fisik dapat meminta Importir atau PPJK untuk segera menghadirkannya. |
(7) | Terhadap penundaan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pemeriksa Fisik:
|
Pasal 22
(1) | Importir atau PPJK mengajukan permohonan Pemeriksaan Fisik Barang di lokasi Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dalam bentuk data elektronik atau tertulis kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilampiri:
|
(4) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan penelitian lapangan terhadap lokasi Pemeriksaan Fisik Barang yang diajukan. |
(6) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
Pasal 23
(1) | Pemeriksaan Fisik Barang yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilanjutkan pemrosesannya setelah Importir atau PPJK memberitahukan kesiapan barang untuk diperiksa. |
(2) | Berdasarkan pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP menerbitkan kembali Instruksi Pemeriksaan. |
Bagian Kelima
Tata Cara Pemeriksaan
Pasal 24
(1) | Pejabat Pemeriksa Fisik melakukan Pemeriksaan Fisik Barang atas barang Impor yang diangkut dalam Peti Kemas dengan cara:
|
||||||||||||
(2) | Pengeluaran (stripping) atas seluruh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dikecualikan terhadap:
|
||||||||||||
(3) | Terhadap barang impor yang dikecualikan dari pengeluaran (stripping) atas seluruh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pengeluaran (stripping) atas sebagian barang dari dalam Peti Kemas. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal terhadap barang yang diangkut dalam Peti Kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan dengan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a dan hasil pemeriksaan menunjukkan:
|
Pasal 25
Dalam hal dalam 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor terdapat Peti Kemas berjumlah paling banyak 5 (lima) dan jumlah kemasan dari Peti Kemas yang ditunjuk dalam Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) belum memenuhi tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pejabat Pemeriksa Fisik menentukan Peti Kemas lain untuk diperiksa.
Pasal 26
Pejabat Pemeriksa Fisik melakukan Pemeriksaan Fisik Barang atas barang impor dengan kemasan tanpa menggunakan Peti Kemas dengan cara:
Pasal 27
Pejabat Pemeriksa Fisik melakukan Pemeriksaan Fisik Barang terhadap barang impor dalam bentuk curah dengan cara mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan daftar kemasan (packing list). Pemberitahuan Pabean Impor, dan/atau petunjuk ukuran lainnya.
Pasal 28
(1) | Selain menghitung jumlah barang dan mencocokkan jenis barang dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f, Pasal 26 huruf c, dan Pasal 27, Pejabat Pemeriksa Fisik juga memeriksa data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa. |
(2) | Data teknis atau spesifikasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
Pasal 29
(1) | Dalam rangka Pemeriksaan Fisik Barang dan/atau untuk keperluan penelitian dalam rangka penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pejabat. Pemeriksa Fisik dapat: a. mengambil contoh barang; b. mengambil foto barang; dan/atau c. meminta dokumen tentang spesifikasi barang. |
(2) | Contoh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diambil kembali oleh Importir atau PPJK dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Pejabat Pemeriksa Dokumen selesai melakukan Penelitian Dokumen. |
(3) | Apabila Importir atau PPJK tidak mengambil kembali contoh barang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Pejabat Pemeriksa Dokumen selesai melakukan Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan contoh barang untuk dimusnahkan atau penggunaan lain. |
(4) | Pengembalian contoh barang dikecualikan terhadap contoh barang:
|
Pasal 30
(1) | Pejabat Pemeriksa Fisik membuat LHP dan BAP Fisik barang impor dalam bentuk data elektronik pada SKP atau tertulis. |
(2) | Dalam hal LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tertulis, Pejabat Pemeriksa Fisik merekam LHP ke dalam SKP. |
(3) | BAP Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
|
(4) | Dalam hal BAP Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tertulis, Pejabat Pemeriksa Fisik mengunggah BAP Fisik ke dalam SKP. |
Bagian Keenam
Pemeriksaan dengan Menggunakan Alat Pemindai
Pasal 31
(1) | Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dilakukan dengan Alat Pemindai yang tersedia di Kantor Pabean, baik berupa Alat Pemindai menetap maupun Alat Pemindai berpindah (mobile) tanpa membuka Peti Kemas dan/atau kemasan barang. |
(2) | Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan dari Importir atau PPJK. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dalam bentuk data elektronik atau tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (7) dalam hal Importir atau PPJK telah mengajukan permohonan pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat informasi mengenai:
|
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai dilakukan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), ayat (5) huruf e, dan ayat (5) huruf f. |
(7) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam sejak permohonan diterima. |
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Importir atau PPJK menyiapkan barang untuk dilakukan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak:
|
Pasal 32
(1) | Dalam rangka pengawasan, Direktur Jenderal dapat menetapkan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai terhadap seluruh barang impor yang dibongkar dari sarana pengangkut. |
(2) | Penetapan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal pada kawasan pabean dan/atau TPS telah tersedia Alat Pemindai. |
Bagian Ketujuh
Pemeriksaan Fisik Barang Melalui Media Elektronik
Pasal 33
(1) | Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b,. dilakukan dengan bantuan alat perekam gambar yang dapat diakses secara real time oleh Pejabat Pemeriksa Fisik selama proses Pemeriksaan Fisik Barang. |
(2) | Alat perekam gambar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan citra yang jelas dari semua sisi dan/atau bagian barang yang diperiksa. |
(3) | Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan permohonan dari Importir atau PPJK. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dalam bentuk data elektronik atau tertulis. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat informasi mengenai:
|
(6) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui;
|
(8) | Dalam hal Importir atau PPJK tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Pejabat Pemeriksa Fisik dapat membatalkan Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik dan melakukan Pemeriksaan Fisik Barang dengan kehadiran fisik secara langsung di tempat pemeriksaan. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak:
|
Bagian Kedelapan
Pengujian Laboratoris
Pasal 34
(1) | Untuk kepentingan penelitian identifikasi barang, contoh barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a dilakukan pengujian laboratoris oleh laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan oleh laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengujian laboratoris dapat dilakukan pada laboratorium lain. |
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
Ketentuan mengenai petunjuk teknis dalam pelaksanaan Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pemeriksaan, pabean terhadap barang impor dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1895).
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor sebagaimana. telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1895), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 9 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Desember 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1240