Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.04/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 185/PMK.04/2022

TENTANG

PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai pemeriksaan pabean di bidang impor telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor;
  2. bahwa untuk menyederhanakan ketentuan pemeriksaan pabean dan lebih meningkatkan kelancaran arus barang serta mempercepat pelaksanaan pemeriksaan pabean di bidang impor, sehingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang dipersamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  3. Tempat Penimbunan Pabean yang selanjutnya disingkat TPP adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di Kantor Pabean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  5. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. 
  6. Importir adalah orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  7. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir.
  8. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah Importir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
  9. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disingkat AEO adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
  10. Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  11. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoicepacking listbill of lading/airway bill, dokumen identifikasi barang, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
  12. Penelitian Dokumen adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau sistem komputer untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean dibuat dengan lengkap dan benar.
  13. Pemeriksaan Fisik Barang adalah pemeriksaan atas barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan.
  14. Instruksi Pemeriksaan adalah instruksi yang diterbitkan oleh sistem komputer pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melaksanakan Pemeriksaan Fisik Barang.
  15. Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang dibuat Pejabat Pemeriksa Fisik mengenai hasil Pemeriksaan Fisik Barang.
  16. Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disebut BAP Fisik adalah berita acara mengenai proses Pemeriksaan Fisik Barang dan hal-hal lain terkait berlangsungnya Pemeriksaan Fisik Barang.
  17. Peti Kemas adalah peti atau kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan standar internasional (International Standard Organization) sebagai alat atau perangkat pengangkutan barang.
  18. Alat Pemindai adalah alat yang digunakan untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang dalam Peti Kemas atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray), sinar gamma (Gamma Ray), atau teknologi pemindai lainnya. 
  19. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  20. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  22. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  23. Pejabat Pemeriksa Dokumen adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan atas data pemberitahuan pabean.
  24. Pejabat Pemeriksa Fisik adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang barang Impor dan ditunjuk secara langsung melalui sistem komputer pelayanan atau oleh Pejabat Bea dan Cukai.
  25. Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.

Pasal 2

(1) Terhadap barang Impor dilakukan pemeriksaan pabean.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Penelitian Dokumen dan Pemeriksaan Fisik Barang.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Importir atau PPJK menyampaikan Pemberitahuan Pabean Impor atau Dokumen Pelengkap Pabean.
(4) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Pemberitahuan Pabean Impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean.
(5) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan analisis manajemen risiko.


Pasal 3

(1) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean Impor atau Dokumen Pelengkap Pabean yang diajukan.
(2) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) bertujuan untuk:
  1. memeriksa kesesuaian jumlah dan/atau jenis barang:
  2. memperoleh informasi mengenai spesifikasi uraian barang yang diberitahukan secara lengkap;
  3. memperoleh informasi mengenai negara asal barang dan/atau bagian dari barang; dan/atau
  4. memeriksa kemungkinan adanya barang yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean.
(3) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik di Kantor Pabean tempat diajukannya Pemberitahuan Pabean Impor atau di Kantor Pabean yang wilayah kerjanya meliputi tempat penimbunan barang Impor.
(4) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan di dalam:
  1. TPS atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS;
  2. TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP; atau
  3. TPB.

  

BAB II
PENELITIAN DOKUMEN

Pasal 4

(1) Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh:
  1. SKP; dan/atau
  2. Pejabat Pemeriksa Dokumen.
(2) Penelitian Dokumen oleh SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
  1. kelengkapan dan kebenaran pengisian Pemberitahuan Pabean Impor; dan
  2. pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(3) Penelitian Dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tindak lanjut dari hasil Penelitian Dokumen oleh SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berdasarkan data pada SKP dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean.
(4) Penelitian Dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
  1. ketepatan pemberitahuan tarif dan/atau kewajaran nilai pabean; dan
  2. pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, dalam hal ditemukan ketidaksesuaian pemberitahuan.
(5) Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dibantu dengan sistem aplikasi yang dimodifikasi berdasarkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan dianggap sebagai hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai.
(6) Dalam hal penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan telah dilakukan oleh Sistem Indonesia National Single Window (SINSW), SKP tidak melakukan penelitian terhadap pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.


Pasal 5

(1) SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b untuk melakukan Penelitian Dokumen atas Pemberitahuan Pabean Impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran.
(2) Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(3) Dalam hal Pejabat Pemeriksa Dokumen yang ditunjuk berhalangan, dilakukan penunjukan Pejabat Pemeriksa Dokumen pengganti oleh Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.

  

Pasal 6

(1) Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b melakukan Penelitian Dokumen dengan melakukan penelitian terhadap tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor.
(2) Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum atau sesudah pengeluaran barang Impor dari:
  1. Kawasan Pabean:
  2. tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS;
  3. TPP;
  4. tempat lain yang berfungsi sebagai TPP; atau
  5. TPB.
(3) Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan data Pemberitahuan Pabean Impor atau Dokumen Pelengkap Pabean.
(4) Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat meminta data tambahan dan/atau keterangan dari Importir dan/atau PPJK.
(5) Dalam hal diperlukan Pemeriksaan Fisik Barang terhadap barang yang diberitahukan pada Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKP atau Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat menentukan Peti Kemas dan/atau kemasan barang yang harus diperiksa fisik oleh Pejabat Pemeriksa Fisik.
(6) Hasil Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam LHP.
(7) Dalam hal LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum memadai, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat meminta kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan:
  1. perekaman ulang LHP di SKP; atau
  2. Pemeriksaan Fisik Barang ulang dan perekaman ulang LHP di SKP.
(8) Penelitian tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor.
(9) Penelitian nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk.


Pasal 7

(1) Berdasarkan hasil Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Impor.
(2) Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai.


BAB III
PEMERIKSAAN FISIK BARANG

Bagian Kesatu
Teknik dan Tingkat Pemeriksaan

Pasal 8

(1) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan:
  1. membuka kemasan barang; dan/atau
  2. menggunakan Alat Pemindai.
(2) Pemeriksaan dengan membuka kemasan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dengan:
  1. kehadiran Pejabat Pemeriksa Fisik secara langsung di tempat pemeriksaan; atau
  2. melalui media elektronik.
(3) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku sebagai:
  1. pemeriksaan pendahuluan sebelum Pemeriksaan Fisik Barang oleh Pejabat Pemeriksa Fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan/atau
  2. pengganti pemeriksaan dengan membuka kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(4) Pemeriksaan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan terhadap:
  1. barang yang diimpor oleh Importir berstatus AEO setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk; atau
  2. barang lain yang dapat dilakukan pemeriksaan melalui media elektronik berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(5) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan terhadap:
  1. barang impor berisiko rendah yang terkena pemeriksaan acak;
  2. barang yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang memuat paling banyak 3 (tiga) jenis barang;
  3. barang dalam Peti Kemas berpendingin;
  4. barang peka udara;
  5. barang yang berdasarkan analisis intelijen ditetapkan untuk diperiksa dengan Alat Pemindai; atau
  6. barang lainnya yang berdasarkan pertimbangan Pejabat Bea dan Cukai dapat dilakukan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai.
(6) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan terhadap:
  1. barang peka cahaya;
  2. barang mengandung zat radioaktif;
  3. barang lainnya yang karena sifatnya dapat menjadi rusak atau mengalami penurunan mutu atau fungsi dalam hal dilakukan pemindaian;
  4. barang yang harus dilakukan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai yang dimohonkan oleh Importir untuk tidak dilakukan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai dan telah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk; atau
  5. barang yang harus dilakukan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai yang berdasarkan pertimbangan Pejabat Bea dan Cukai perlu dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang oleh Pejabat Pemeriksa Fisik.


 

Pasal 9

(1) Tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) sebesar:
  1. 10% (sepuluh persen); atau
  2. 30% (tiga puluh persen).
(2) Tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal barang impor dikemas dengan menggunakan Peti Kemas dan jumlah Peti Kemas yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor paling banyak 5 (lima) Peti Kemas, tingkat pemeriksaan sebesar:
    1. 10% (sepuluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, untuk tingkat Pemeriksaan Fisik Barang 10% (sepuluh persen); atau
    2. 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, untuk tingkat Pemeriksaan Fisik Barang 30% (tiga puluh persen);
  2. dalam hal barang impor dikemas dengan menggunakan Peti Kemas dan jumlah Peti Kemas yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor lebih dari 5 (lima) Peti kemas, tingkat pemeriksaan sebesar:
    1. 10% (sepuluh persen) dari seluruh jumlah Peti Kemas yang diberitahukan dengan jumlah paling sedikit 1 (satu) Peti Kemas, untuk tingkat Pemeriksaan Fisik Barang 10% (sepuluh persen); atau
    2. 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah Peti Kemas yang diberitahukan dengan jumlah paling sedikit 1 (satu) Peti Kemas, untuk tingkat Pemeriksaan Fisik Barang 30% (tiga puluh persen); atau
  3. dalam hal barang impor dikemas dalam kemasan dengan tidak menggunakan Peti Kemas, tingkat pemeriksaan sebesar:
    1. 10% (sepuluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, untuk tingkat Pemeriksaan Fisik Barang 10% (sepuluh persen); atau
    2. 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, untuk tingkat Pemeriksaan Fisik Barang 30% (tiga puluh persen).
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penghitungan tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c, barang yang diperiksa kurang dari 2 (dua) kemasan, kemasan yang diperiksa paling sedikit 2 (dua) kemasan.
(4) Dalam hal Peti Kemas berjumlah 1 (satu) dan terdapat 1 (satu) kemasan, Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan terhadap 1 (satu) kemasan tersebut.
(5) Dalam hal barang dalam kemasan yang tidak menggunakan Peti Kemas berjumlah 1 (satu), Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan terhadap 1 (satu) kemasan tersebut.


Pasal 10

(1) Pemeriksaan Fisik Barang dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan mendalam untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(2) Pemeriksaan mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
  1. ditemukan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik Barang;
  2. terdapat indikasi ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik Barang berdasarkan hasil analisis Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  3. terdapat informasi intelijen;
  4. barang impor dalam bentuk curah;
  5. barang impor dikemas dengan kemasan tidak bernomor; dan/atau
  6. nomor kemasan tidak sesuai dengan Dokumen Pelengkap Pabean.

 


Bagian Kedua
Penyiapan Barang untuk Diperiksa

Pasal 11

(1) SKP menyampaikan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang kepada:
  1. Importir, PPJK, dan pengusaha TPS, dalam hal barang impor ditimbun di TPS;
  2. Importir, PPJK, dan pengelola TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP, dalam hal barang impor disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP; atau
  3. Importir atau PPJK, dalam hal barang Impor ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
(2) Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis.
(3) Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
  1. tingkat Pemeriksaan Fisik Barang; dan
  2. nomor Peti Kemas atau kemasan yang akan diperiksa.


Pasal 12

(1) Berdasarkan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Importir, PPJK, pengusaha TPS, dan pengelola TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP melakukan penyiapan barang.
(2) Prosedur penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mekanisme:
  1. pemberitahuan kesiapan barang dari Importir atau PPJK kepada Pejabat Bea dan Cukai; atau
  2. perintah penyiapan barang dari Pejabat Bea dan Cukai kepada Pengusaha TPS.
(3) Penggunaan prosedur penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di Kantor Pabean ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean untuk setiap TPS.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Pabean tidak menetapkan penggunaan prosedur penyiapan barang di TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), prosedur penyiapan barang menggunakan mekanisme pemberitahuan kesiapan barang.


Pasal 13

(1) Dalam hal penyiapan barang menggunakan mekanisme pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, Importir, PPJK, dan/atau pengelola TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP menyiapkan barang untuk dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang di tempat pemeriksaan.
(2) Penyampaian pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 pada hari berikutnya terhitung sejak penerbitan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang tidak ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya terhitung sejak penerbitan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang.
(3) Importir dan/atau PPJK menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang dan Dokumen Pelengkap Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai melalui SKP dalam hal barang impor telah disiapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa bukti penyiapan barang untuk diperiksa yang telah divalidasi oleh pengusaha TPS.
(5) Sebelum melakukan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengusaha TPS harus memastikan barang telah siap untuk diperiksa.
(6) Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis.
(7) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:
  1. Pemberitahuan Pabean Impor berikutnya yang disampaikan oleh Importir dan/atau PPJK tidak dilayani; dan
  2. Pejabat Bea dan Cukai meminta kepada Pengusaha TPS untuk menyiapkan barang untuk diperiksa.
(8) Penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) akan dilayani kembali setelah Pemberitahuan Pabean Impor yang bersangkutan selesai dilakukan penelitian oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen.
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
(10) Penyiapan barang untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas risiko dan biaya Importir.


Pasal 14

(1) Dalam hal penyiapan barang menggunakan mekanisme perintah penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) huruf b, pengusaha TPS menyiapkan barang impor untuk dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang di tempat pemeriksaan setelah mendapatkan perintah penyiapan barang.
(2) Perintah penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan urutan waktu penerimaan Dokumen Pelengkap Pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Penyiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai urutan waktu penerimaan perintah penyiapan barang.
(4) Dalam hal barang impor telah disiapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha TPS menyampaikan kesiapan barang kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Atas pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. merekam kesiapan barang di SKP; dan
  2. menyampaikan pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang kepada Importir atau PPJK.
(6) Importir dan/atau PPJK harus menyaksikan pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b.
(7) Dalam hal Importir dan/atau PPJK tidak dapat menyaksikan Pemeriksaan Fisik Barang, pengusaha TPS harus menyaksikan Pemeriksaan Fisik Barang.


Pasal 15

Tata cara penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.



Bagian Ketiga
Penunjukan dan Pendampingan Pejabat Pemeriksa Fisik

Pasal 16

(1) SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang setelah barang disiapkan oleh:
  1. Importir;
  2. PPJK; atau
  3. pengusaha TPS.
(2) Penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Instruksi Pemeriksaan.
(3) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) Pejabat Pemeriksa Fisik untuk 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor.
(4) SKP dan/atau Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan nama Pejabat Pemeriksa Fisik kepada:
  1. Importir;
  2. PPJK; dan/atau
  3. pengusaha TPS, dalam hal Importir dan/atau PPJK tidak dapat menyaksikan Pemeriksaan Fisik Barang.


Pasal 17

 

(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pendampingan kepada Pejabat Pemeriksa Fisik.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
  1. Pemeriksaan Fisik Barang membutuhkan dukungan teknis;
  2. terdapat informasi yang diperoleh Unit Pengawasan sehingga Pemeriksaan Fisik Barang membutuhkan pendampingan;
  3. terdapat kegiatan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang; dan/atau
  4. terdapat hal lain berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(3) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan oleh perwakilan dari instansi lain sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean.
(5) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak mengurangi kewenangan Pejabat Pemeriksa Fisik dalam melakukan Pemeriksaan Fisik Barang.


Bagian Keempat
Pelaksanaan dan Penundaan Pemeriksaan

Pasal 18

(1) Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan berdasarkan daftar kemasan (packing list) yang telah disampaikan oleh Importir dan/atau PPJK kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal daftar kemasan (packing list) tidak disampaikan, Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan berdasarkan Pemberitahuan Pabean Impor.


Pasal 19

(1) Dalam hal barang Impor dikemas dalam kemasan yang bernomor, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat menunjuk nomor kemasan dalam daftar kemasan (packing list) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan/atau Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) yang harus diperiksa oleh Pejabat Pemeriksa Fisik melalui SKP berdasarkan manajemen risiko.
(2) Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, penunjukan nomor kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual.
(3) Dalam hal Pejabat Pemeriksa Dokumen tidak melakukan penunjukan nomor kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b tidak memuat nomor kemasan, penunjukan kemasan yang akan dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik berdasarkan manajemen risiko.
(4) Jumlah kemasan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sesuai dengan tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).


Pasal 20

(1) Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) harus dimulai paling lambat 1 (satu) jam sejak Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) diterbitkan.
(2) Dalam hal terdapat ketentuan lain di bidang Impor yang mensyaratkan pemeriksaan barang oleh instansi lain dalam rangka pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, pemeriksaan barang dapat dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang yang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik.
(3) Tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti ketentuan mengenai tingkat Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dan/atau dilakukan pemeriksaan bersama dengan instansi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 21

(1) Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat dilakukan penundaan dalam hal:
  1. segel Peti Kemas rusak dan/atau telah dibuka;
  2. barang yang akan diperiksa memiliki sifat khusus sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan di TPS;
  3. Pemeriksaan Fisik Barang membutuhkan bantuan alat khusus yang belum tersedia di tempat pemeriksaan;
  4. Pemeriksaan Fisik Barang membutuhkan pengetahuan teknis sehingga perlu menghadirkan tenaga ahli teknis tertentu; dan/atau
  5. terdapat kendala teknis lainnya yang tidak memungkinkan dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang.
(2) Pejabat Pemeriksa Fisik memberitahukan kepada Unit Pengawasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(3) Importir atau PPJK dapat mengajukan permohonan Pemeriksaan Fisik Barang di lokasi Importir yang dilakukan penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c.
(4) Pejabat Pemeriksa Fisik dapat meminta bantuan tenaga ahli teknis tertentu dalam hal terdapat penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dengan alasan sebagaimana, dimaksud pada ayat (1) huruf d.
(5) Tenaga ahli teknis tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pihak internal atau eksternal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan.
(6) Dalam hal tenaga ahli teknis tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tenaga ahli dari pihak Importir, Pejabat Pemeriksa Fisik dapat meminta Importir atau PPJK untuk segera menghadirkannya.
(7) Terhadap penundaan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pemeriksa Fisik:
  1. memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai;
  2. menuangkan penundaan Pemeriksaan Fisik Barang dalam BAP Fisik dan mengunggah BAP Fisik ke SKP; dan
  3. melakukan perekaman alasan penundaan dalam LHP pada SKP.


Pasal 22

(1) Importir atau PPJK mengajukan permohonan Pemeriksaan Fisik Barang di lokasi Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dalam bentuk data elektronik atau tertulis kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
  1. nomor pendaftaran dan tanggal Pemberitahuan Pabean Impor;
  2. identitas Importir;
  3. alasan pengajuan Pemeriksaan Fisik Barang di lokasi Importir; dan
  4. lokasi Pemeriksaan Fisik Barang yang diajukan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilampiri:
  1. bukti pendukung bahwa barang tidak dapat diperiksa di TPS;
  2. denah lokasi Pemeriksaan Fisik Barang yang diajukan; dan/atau
  3. bukti pendukung lainnya.
(4) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Untuk kepentingan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan penelitian lapangan terhadap lokasi Pemeriksaan Fisik Barang yang diajukan.
(6) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
  1. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap dalam hal tidak dilakukan penelitian lapangan; atau
  2. dilakukan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam hal dilakukan penelitian lapangan.


Pasal 23

(1) Pemeriksaan Fisik Barang yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilanjutkan pemrosesannya setelah Importir atau PPJK memberitahukan kesiapan barang untuk diperiksa.
(2) Berdasarkan pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP menerbitkan kembali Instruksi Pemeriksaan.


Bagian Kelima
Tata Cara Pemeriksaan

Pasal 24

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik melakukan Pemeriksaan Fisik Barang atas barang Impor yang diangkut dalam Peti Kemas dengan cara:
a. mencocokkan nomor, ukuran, jumlah dan jenis Peti Kemas dengan Dokumen Pelengkap Pabean dan/atau Pemberitahuan Pabean Impor;
b. memeriksa segel Peti Kemas;
c. mengawasi pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dari dalam Peti Kemas;
d. menghitung jumlah kemasan dan mencocokkan jenis kemasan dari setiap Peti Kemas;
e. membuka kemasan sesuai Instruksi Pemeriksaan; dan
f. mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan daftar kemasan (packing list), Pemberitahuan Pabean Impor, dan/atau petunjuk ukuran lainnya.
(2) Pengeluaran (stripping) atas seluruh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dikecualikan terhadap:
a. barang milik Importir berstatus AEO dan/atau MITA Kepabeanan;
b. barang yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang memuat paling banyak 3 (tiga) jenis barang;
c. barang yang susunannya dalam Peti Kemas dapat dihitung jumlah kemasan setiap jenis barang tanpa perlu dilakukan pengeluaran (stripping) keseluruhan; dan/atau
d. barang yang berdasarkan hasil analisis Alat Pemindai pendahuluan tidak terdapat indikasi kesalahan jenis barang,
sepanjang memenuhi tujuan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(3) Terhadap barang impor yang dikecualikan dari pengeluaran (stripping) atas seluruh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pengeluaran (stripping) atas sebagian barang dari dalam Peti Kemas.
(4) Dalam hal terhadap barang yang diangkut dalam Peti Kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan dengan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a dan hasil pemeriksaan menunjukkan: 
a. tidak terdapat indikasi kesalahan jenis barang; dan
b. terdiri dari 1 (satu) jenis barang dan 1 (satu) pos tarif,
terhadap barang tersebut dapat dilakukan pembukaan kemasan secara sampel.


Pasal 25

Dalam hal dalam 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor terdapat Peti Kemas berjumlah paling banyak 5 (lima) dan jumlah kemasan dari Peti Kemas yang ditunjuk dalam Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) belum memenuhi tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pejabat Pemeriksa Fisik menentukan Peti Kemas lain untuk diperiksa.



Pasal 26

Pejabat Pemeriksa Fisik melakukan Pemeriksaan Fisik Barang atas barang impor dengan kemasan tanpa menggunakan Peti Kemas dengan cara:

  1. menghitung jumlah kemasan dan mencocokkan jenis kemasan;
  2. membuka kemasan sesuai Instruksi Pemeriksaan; dan
  3. mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan daftar kemasan (packing list), Pemberitahuan Pabean Impor, dan/atau petunjuk ukuran lainnya.


Pasal 27

Pejabat Pemeriksa Fisik melakukan Pemeriksaan Fisik Barang terhadap barang impor dalam bentuk curah dengan cara mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan daftar kemasan (packing list). Pemberitahuan Pabean Impor, dan/atau petunjuk ukuran lainnya.



Pasal 28

(1) Selain menghitung jumlah barang dan mencocokkan jenis barang dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f, Pasal 26 huruf c, dan Pasal 27, Pejabat Pemeriksa Fisik juga memeriksa data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa.
(2) Data teknis atau spesifikasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. merek;
  2. tipe;
  3. ukuran;
  4. tahun pembuatan atau produksi;
  5. kondisi barang;
  6. negara asal barang dan/atau bagian dari barang; dan/atau
  7. data teknis atau spesifikasi lain yang dapat memperjelas identifikasi barang.


Pasal 29

(1) Dalam rangka Pemeriksaan Fisik Barang dan/atau untuk keperluan penelitian dalam rangka penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pejabat. Pemeriksa Fisik dapat:
a.  mengambil contoh barang;
b.  mengambil foto barang; dan/atau
c.  meminta dokumen tentang spesifikasi barang.
(2) Contoh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diambil kembali oleh Importir atau PPJK dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Pejabat Pemeriksa Dokumen selesai melakukan Penelitian Dokumen.
(3) Apabila Importir atau PPJK tidak mengambil kembali contoh barang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Pejabat Pemeriksa Dokumen selesai melakukan Penelitian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan contoh barang untuk dimusnahkan atau penggunaan lain.
(4) Pengembalian contoh barang dikecualikan terhadap contoh barang:
  1. busuk;
  2. musnah atau habis pakai dalam pemeriksaan laboratorium; atau
  3. dinyatakan tidak diambil kembali oleh Importir atau PPJK dalam BAP Fisik.

 

Pasal 30

(1) Pejabat Pemeriksa Fisik membuat LHP dan BAP Fisik barang impor dalam bentuk data elektronik pada SKP atau tertulis.
(2) Dalam hal LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tertulis, Pejabat Pemeriksa Fisik merekam LHP ke dalam SKP.
(3) BAP Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
  1. Pejabat Pemeriksa Fisik yang melakukan pemeriksaan;
  2. Importir atau PPJK;
  3. pengusaha TPS, pengelola TPP, atau pengusaha TPB, dalam hal Importir atau PPJK tidak menyaksikan Pemeriksaan Fisik Barang;
  4. Pejabat Bea dan Cukai dari unit kerja pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan penegakan kepatuhan internal dan/atau Unit Pengawasan, dalam hal ditunjuk melakukan pendampingan;
  5. perwakilan instansi lain, dalam hal dilakukan pendampingan oleh instansi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3); dan/atau
  6. pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang.
(4) Dalam hal BAP Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk tertulis, Pejabat Pemeriksa Fisik mengunggah BAP Fisik ke dalam SKP.


Bagian Keenam
Pemeriksaan dengan Menggunakan Alat Pemindai

Pasal 31

(1) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dilakukan dengan Alat Pemindai yang tersedia di Kantor Pabean, baik berupa Alat Pemindai menetap maupun Alat Pemindai berpindah (mobile) tanpa membuka Peti Kemas dan/atau kemasan barang.
(2) Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan dari Importir atau PPJK.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dalam bentuk data elektronik atau tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 hari berikutnya terhitung sejak tanggal surat penetapan jalur merah (SPJM) atau surat pemberitahuan pemeriksaan fisik (SPPF); atau
  2. untuk Kantor Pabean selain yang ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua. puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 hari kerja berikutnya terhitung sejak tanggal surat penetapan jalur merah (SPJM) atau surat pemberitahuan pemeriksaan fisik (SPPF).
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (7) dalam hal Importir atau PPJK telah mengajukan permohonan pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat informasi mengenai:
  1. nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Impor;
  2. identitas Importir;
  3. identitas PPJK dalam hal Importir menguasakan pengurusan pemberitahuan pabean kepada PPJK; dan
  4. alasan pengajuan permohonan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai dilakukan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), ayat (5) huruf e, dan ayat (5) huruf f.
(7) Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam sejak permohonan diterima.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Importir atau PPJK menyiapkan barang untuk dilakukan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak:
  1. Importir atau PPJK menyiapkan barang untuk diperiksa oleh Pejabat Pemeriksa Fisik; dan
  2. berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (7).


Pasal 32

(1) Dalam rangka pengawasan, Direktur Jenderal dapat menetapkan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai terhadap seluruh barang impor yang dibongkar dari sarana pengangkut.
(2) Penetapan Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal pada kawasan pabean dan/atau TPS telah tersedia Alat Pemindai.


Bagian Ketujuh

Pemeriksaan Fisik Barang Melalui Media Elektronik

 

Pasal 33

(1) Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b,. dilakukan dengan bantuan alat perekam gambar yang dapat diakses secara real time oleh Pejabat Pemeriksa Fisik selama proses Pemeriksaan Fisik Barang.
(2) Alat perekam gambar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan citra yang jelas dari semua sisi dan/atau bagian barang yang diperiksa.
(3) Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan permohonan dari Importir atau PPJK.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dalam bentuk data elektronik atau tertulis.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat informasi mengenai:
  1. nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Impor;
  2. identitas Importir;
  3. identitas PPJK, dalam hal Importir menguasakan pengurusan pemberitahuan pabean kepada PPJK; dan
  4. pernyataan kesiapan menyediakan sarana dan prasarana Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik.
(6) Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam sejak permohonan diterima secara lengkap.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui;
  1. tidak diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (7); dan
  2. Importir atau PPJK melakukan:
    1. penyiapan sarana dan prasarana pemeriksaan;
    2. penunjukan nomor segel Peti Kemas, dalam hal barang Impor menggunakan Peti Kemas;
    3. pembukaan Peti Kemas dan/atau kemasan sesuai instruksi Pejabat Pemeriksa Fisik; dan
    4. pengambilan foto barang dan/atau contoh barang sesuai instruksi Pejabat Pemeriksa Fisik.
(8) Dalam hal Importir atau PPJK tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Pejabat Pemeriksa Fisik dapat membatalkan Pemeriksaan Fisik Barang melalui media elektronik dan melakukan Pemeriksaan Fisik Barang dengan kehadiran fisik secara langsung di tempat pemeriksaan.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak:
  1. Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan dengan kehadiran fisik secara langsung di tempat pemeriksaan; dan
  2. berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (7).


Bagian Kedelapan
Pengujian Laboratoris

Pasal 34

(1) Untuk kepentingan penelitian identifikasi barang, contoh barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a dilakukan pengujian laboratoris oleh laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan oleh laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengujian laboratoris dapat dilakukan pada laboratorium lain.

 


BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 35

Ketentuan mengenai petunjuk teknis dalam pelaksanaan Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pemeriksaan, pabean terhadap barang impor dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1895).



BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor sebagaimana. telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1895), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 38

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

  

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Desember 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 12 Desember 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1240