TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 160/PMK.04/2022
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG
UNTUK KEPERLUAN BADAN INTERNASIONAL BESERTA PEJABATNYA
YANG BERTUGAS DI INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN BADAN INTERNASIONAL BESERTA PEJABATNYA YANG BERTUGAS DI INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK
Pasal 2
(1) | Impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dapat diberikan pembebasan bea masuk. |
(2) | Badan Internasional yang dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Badan Internasional yang tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. |
Pasal 3
Dalam hal terdapat perjanjian internasional yang telah diratifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian internasional, yang di dalamnya terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan bea masuk, perlakuan kepabeanan atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya mendasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian.
Pasal 4
(1) | Penetapan Badan Internasional yang berhak mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan penetapan Badan Internasional yang berhak mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. |
(2) | Penetapan Badan Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. |
Pasal 5
(1) | Barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), harus digunakan untuk keperluan:
|
||||||||||
(2) | Pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang akan digunakan untuk keperluan Pejabat dapat diberikan sepanjang Pejabat yang bersangkutan:
|
||||||||||
(3) | Pembebasan bea masuk atas Barang Pindahan berupa Kendaraan Bermotor untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya diberikan kepada Pejabat yang merupakan kepala Badan Internasional. | ||||||||||
(4) | Barang Pindahan dapat diberikan pembebasan bea masuk apabila diimpor dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal izin tinggal diterbitkan. | ||||||||||
(5) | Barang impor yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bea masuk yang terutang wajib dibayar dan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sanksi administratif di bidang kepabeanan. |
Pasal 6
(1) | Pembebasan bea masuk kepada Badan Internasional beserta Pejabatnya dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
|
||||
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan memperhatikan ukuran kepatutan jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dengan mengacu pada jumlah Pejabat, tugas, fungsi, dan kebutuhan Badan Internasional beserta Pejabatnya. |
Pasal 7
Barang impor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diberikan fasilitas:
a. | pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan |
b. | dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, |
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB III
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal 8
(1) | Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Badan Internasional harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui:
|
||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
|
||||||||
(3) | Persetujuan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat;
|
||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||||
(5) | Dalam hal barang impor berupa Kendaraan Bermotor, rincian jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b paling sedikit memuat jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan. | ||||||||
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window. | ||||||||
(7) | Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan. | ||||||||
(8) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan:
|
Pasal 9
(1) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1):
|
||||
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) disetujui:
|
||||
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. | ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) tidak disetujui:
|
||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
|
||||
(6) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IV
PEMBERITAHUAN PABEAN
DAN LARANGAN ATAU PEMBATASAN
Pasal 10
(1) | Tata laksana impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor barang untuk dipakai, barang kiriman, dan barang bawaan penumpang. |
(2) | Impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dilaksanakan dengan menggunakan pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dalam hal barang impor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya merupakan barang larangan atau pembatasan, barang impor harus memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat impor barang. |
(4) | Pemenuhan kewajiban pabean atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya, dilakukan dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean Impor dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) serta kode fasilitas “11” dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor. |
BAB V
KUOTA DAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN
KENDARAAN BERMOTOR
Bagian Kesatu
Kuota Atas Impor Kendaraan Bermotor
Pasal 11
Pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU) untuk keperluan kantor Badan Internasional, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. | untuk perwakilan Badan Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, paling banyak 2 (dua) unit; dan |
b. | untuk Badan Internasional lainnya, paling banyak 1 (satu) unit. |
Pasal 12
Pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU), untuk:
a. | kepala perwakilan Badan Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, beserta pejabat setingkat Deputi; atau |
b. | kepala Badan Internasional lainnya, |
diberikan paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia.
Pasal 13
Untuk keperluan Kerja Sama Teknik, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU) sesuai dengan spesifikasi teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan Kerja Sama Teknik yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
Pasal 14
Untuk keperluan kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU) yang ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk.
Bagian Kedua
Penyelesaian Kewajiban Pabean Kendaraan Bermotor
Pasal 15
(1) | Kendaraan Bermotor yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 yang telah selesai digunakan untuk keperluan kantor Badan Internasional, Pejabatnya, Kerja Sama Teknik, atau kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional, diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara:
|
||||||
(2) | Dalam hal Kendaraan Bermotor yang diselesaikan dengan cara dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
|
pemindahtanganan hanya dapat dilakukan kepada penerima fasilitas lainnya.
BAB VI
EKSPOR KEMBALI KENDARAAN BERMOTOR
Bagian Kesatu
Permohonan Ekspor Kembali
Pasal 16
(1) | Untuk mendapatkan izin diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, Badan Internasional mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan, setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
|
||||||||||||
(2) | Persetujuan diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
|
||||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window. | ||||||||||||
(5) | Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan. | ||||||||||||
(6) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan:
|
Pasal 17
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1). | ||||
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai ekspor kembali Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia. | ||||
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkan. | ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
|
||||
(6) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2j dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Penyelesaian Ekspor Kembali
Pasal 18
(1) | Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Badan Internasional menyampaikan pemberitahuan pabean ekspor ke Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang. | ||||
(2) | Badan Internasional menyampaikan bukti realisasi ekspor yang meliputi pemberitahuan pabean ekspor dan/atau dokumen pendukung lainnya kepada:
|
||||
(3) | Kendaraan Bermotor yang diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibebaskan dari kewajiban pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang. |
BAB VII
PEMINDAHTANGANAN KENDARAAN BERMOTOR
Bagian Kesatu
Pindah Tangan
Pasal 19
(1) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, dapat diberikan kepada:
|
||||||||||
(2) | Penerima pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada penerima fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yakni:
|
||||||||||
(3) | Penerima pemindah tanganan Kendaraan Bermotor kepada selain penerima fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yakni:
|
||||||||||
(4) | Pemindah tanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(5) | Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf d yang disebabkan oleh kondisi khusus, dapat diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pimpinan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. |
Bagian Kedua
Permohonan Izin Pemindahtanganan
Pasal 20
(1) | Untuk mendapatkan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, Badan Internasional mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Persetujuan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada penerima fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a memuat informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada selain penerima fasilitas dengan melunasi bea masuk dan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b memuat informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window. | ||||||||||||||||||||||||
(6) | Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan. | ||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan ketentuan:
|
Pasal 21
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). | ||||
(2) | Dalam hal permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan:
|
||||
(3) | Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan. | ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada penerima fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
|
||||
(6) | Keputusan Menteri dan Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D, Lampiran Huruf E, dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Permohonan Pembebasan Bea Masuk
oleh Penerima Pemindahtanganan
Pasal 22
(1) | Dalam hal Kendaraan Bermotor dipindahtangankan kepada Badan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a, Badan Internasional penerima pemindahtanganan Kendaraan Bermotor, mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. | ||||||||
(2) | Dalam hal Kendaraan Bermotor dipindahtangankan kepada perwakilan negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b, pemberian pembebasan bea masuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia. | ||||||||
(3) | Dalam hal Kendaraan Bermotor dipindahtangankan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, pemberian pembebasan bea masuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. | ||||||||
(4) | Persetujuan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
|
||||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||||
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window. | ||||||||
(7) | Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. | ||||||||
(8) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan:
|
Pasal 23
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1). | ||||
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia. | ||||
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(4) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dalam jangka waktu paling lama:
|
||||
(5) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F dan Lampiran huruf B yang' merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keempat
Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor
Pasal 24
(1) | Badan Internasional dapat mengajukan pembatalan terhadap Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b. |
(2) | Pengajuan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Badan Internasional paling lambat pada hari ke 30 (tiga puluh) terhitung sejak diterbitkan Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b. |
(3) | Atas pembatalan Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menerbitkan surat pembatalan atas Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22. |
Pasal 25
(1) | Pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) terutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dilunasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. | ||||||
(2) | Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(3) | Pembebasan bea masuk diberikan terhadap barang keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang, dipindahtangankan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sepanjang barang ditujukan untuk kepentingan umum atau keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. |
Bagian Kelima
Pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor
Pasal 26
(1) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(2) | Pengenaan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 27
(1) | Dalam hal tidak terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), penerima fasilitas atau Orang yang menguasai Kendaraan Bermotor dapat mengajukan permohonan penerbitan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP). |
(2) | Dalam hal tidak terdapat pembatalan atau permintaan, penerbitan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) dari penerima fasilitas atau Orang yang menguasai Kendaraan Bermotor atas Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), pada hari kerja berikutnya setelah tanggal berakhirnya Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP). |
(3) | Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan dan menjadi dokumen dasar pelunasan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang. |
(4) | Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keenam
Penyelesaian Pemindahtanganan
Pasal 28
(1) | Dalam hal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) telah diterbitkan, penerima pemindahtanganan Kendaraan Bermotor mengajukan permohonan penerbitan surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B kepada Kepala, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan. |
(2) | Dalam hal bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang dalam Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) telah dilunasi, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan menerbitkan surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir C. |
(3) | Dalam hal telah tersedia sistem otomasi pertukaran data pengimporan Kendaraan Bermotor, penyampaian surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Formulir C sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan melalui pengiriman data secara elektronik. |
BAB VIII
PEMUSNAHAN KENDARAAN BERMOTOR
Bagian Kesatu
Permohonan Pemusnahan
Pasal 29
(1) | Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, Badan Internasional mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan, setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
|
||||||||||||||
(2) | Persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi mengenai:
|
||||||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window. | ||||||||||||||
(5) | Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan. | ||||||||||||||
(6) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan;
|
Pasal 30
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1). | ||||
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemusnahan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia. | ||||
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan. | ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
|
||||
(6) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Penyelesaian Pemusnahan
Pasal 31
(1) | Berdasarkan persetujuan mengenai izin pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. | ||||||
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, pemusnahan Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh pihak yang ditunjuk Badan Internasional dengan disaksikan oleh:
|
||||||
(3) | Pemusnahan dilakukan dengan cara merusak Kendaraan Bermotor dan komponen/bagian utama Kendaraan Bermotor sehingga menjadi tidak dapat difungsikan dan diperbaiki kembali. | ||||||
(4) | Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggung jawab pihak Badan Internasional. | ||||||
(5) | Kendaraan Bermotor yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang. | ||||||
(6) | Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IX
MONITORING, EVALUASI, DAN KEWAJIBAN PELAPORAN
Pasal 32
(1) | Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia. |
(2) | Dalam hal berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan atas pemberian fasilitas kepabeanan serta perpajakan yang diberikan, Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan. Bea dan Cukai dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lainnya oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. |
Pasal 33
Badan Internasional harus menyampaikan laporan realisasi impor, ekspor kembali, pemindahtanganan, dan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 30 ayat (2) kepada:
a. | kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara; atau |
b. | kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk, |
sebagai dasar dalam pemberian persetujuan pembebasan bea masuk berikutnya atas impor dan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
BAB X
PELIMPAHAN WEWENANG
Pasal 34
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 30:
|
||||
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. |
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
Ketentuan mengenai petunjuk teknis pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan penyelesaian kewajiban pabean Kendaraan Bermotor, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. | permohonan pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, pemrosesan permohonan pembebasan bea masuk dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 320); dan |
2. | Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea. masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 320), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku Keputusan Menteri dimaksud. |
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 320), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 38
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 7 November 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 November 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1149