Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 160/PMK.04/2022

TENTANG

PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG
UNTUK KEPERLUAN BADAN INTERNASIONAL BESERTA PEJABATNYA
YANG BERTUGAS DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia;
  2. bahwa, untuk memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan kepabeanan bagi badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia serta untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan atas impor barang keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN BADAN INTERNASIONAL BESERTA PEJABATNYA YANG BERTUGAS DI INDONESIA.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Badan Internasional adalah badan perwakilan organisasi internasional di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa atau badan di bawah perwakilan negara asing atau organisasi/lembaga asing lainnya, yang bertempat dan berkedudukan di Indonesia.
  3. Pejabat Badan Internasional yang selanjutnya disebut Pejabat adalah kepala, pejabat/staf, dan tenaga ahli Badan Internasional.
  4. Kerja Sama Teknik adalah bantuan yang dapat berupa hibah/sumbangan dari luar negeri dalam kerangka kerja sama di bidang teknik, ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, dan ekonomi, tidak termasuk didalamnya kredit-kredit dan penanaman modal asing.
  5. Kendaraan Bermotor Untuk Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang selanjutnya disebut Kendaraan Bermotor adalah alat transportasi atau kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel, di laut, maupun di udara, dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Internasional beserta Pejabatnya serta untuk pelaksanaan Kerja Sama Teknik.
  6. Barang Pindahan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang selanjutnya disebut Barang Pindahan adalah barang rumah tangga dan/atau Kendaraan Bermotor yang karena kepindahan pemiliknya ke Indonesia, dimasukkan ke dalam Daerah Pabean Indonesia untuk menunjang tugas Badan Internasional beserta Pejabatnya di Indonesia.
  7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  8. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  9. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.


BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK

 

Pasal 2

(1) Impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dapat diberikan pembebasan bea masuk.
(2) Badan Internasional yang dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Badan Internasional yang tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

 

Pasal 3

Dalam hal terdapat perjanjian internasional yang telah diratifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian internasional, yang di dalamnya terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan bea masuk, perlakuan kepabeanan atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya mendasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian.



Pasal 4

(1) Penetapan Badan Internasional yang berhak mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan penetapan Badan Internasional yang berhak mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(2) Penetapan Badan Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 5

(1) Barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), harus digunakan untuk keperluan:
a. kantor Badan Internasional;
b. pribadi dan/atau keluarganya termasuk Barang Pindahan;
c. tenaga ahli (professional equipment);
d. proyek dan non proyek dalam rangka pelaksanaan Kerja Sama Teknik; dan/atau
e. kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional.
(2) Pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang akan digunakan untuk keperluan Pejabat dapat diberikan sepanjang Pejabat yang bersangkutan:
a. diangkat langsung oleh Badan Internasional yang bersangkutan;
b. mendapatkan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara untuk menjalankan tugas atau jabatan di Indonesia;
c. menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Internasional;
d. berdomisili dan berkedudukan di Indonesia; dan
e. berkewarganegaraan asing.
(3) Pembebasan bea masuk atas Barang Pindahan berupa Kendaraan Bermotor untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya diberikan kepada Pejabat yang merupakan kepala Badan Internasional.
(4) Barang Pindahan dapat diberikan pembebasan bea masuk apabila diimpor dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal izin tinggal diterbitkan.
(5) Barang impor yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bea masuk yang terutang wajib dibayar dan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sanksi administratif di bidang kepabeanan.


Pasal 6

(1) Pembebasan bea masuk kepada Badan Internasional beserta Pejabatnya dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal digunakan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d; atau
b. menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal digunakan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan memperhatikan ukuran kepatutan jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dengan mengacu pada jumlah Pejabat, tugas, fungsi, dan kebutuhan Badan Internasional beserta Pejabatnya.


Pasal 7

Barang impor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diberikan fasilitas:

a. pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
b. dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.



BAB III
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

Pasal 8

(1) Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Badan Internasional harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan barang, dalam hal barang impor berupa Kendaraan Bermotor; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan barang, dalam hal barang impor berupa barang selain Kendaraan Bermotor.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal digunakan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d; atau
b. menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal digunakan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e.
(3) Persetujuan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat;
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat; dan
b. rincian jumlah barang, jenis barang, perkiraan harga barang dan pelabuhan pemasukan yang diberikan persetujuan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. identitas penerima fasilitas, berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. rincian jumlah barang, jenis barang, perkiraan harga barang, dan pelabuhan pemasukan yang disetujui untuk mendapatkan pembebasan bea masuk;
c. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima fasilitas atau pemohon; dan
d. invoice atau dokumen yang dipersamakan.
(5) Dalam hal barang impor berupa Kendaraan Bermotor, rincian jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b paling sedikit memuat jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window.
(7) Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan.
(8) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan:
a. lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
b. hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital (softcopy).


 

Pasal 9

(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1):
a. berupa Kendaraan Bermotor, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau
b. selain Kendaraan Bermotor, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk,
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) disetujui:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dalam hal barang berupa Kendaraan Bermotor; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dalam hal barang selain Kendaraan Bermotor.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) tidak disetujui:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan, dalam hal barang berupa Kendaraan Bermotor; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan, dalam hal barang selain Kendaraan Bermotor.
(5) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6); dan
b. 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8).
(6) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


 

BAB IV
PEMBERITAHUAN PABEAN
DAN LARANGAN ATAU PEMBATASAN

Pasal 10

(1) Tata laksana impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor barang untuk dipakai, barang kiriman, dan barang bawaan penumpang.
(2) Impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dilaksanakan dengan menggunakan pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal barang impor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya merupakan barang larangan atau pembatasan, barang impor harus memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat impor barang.
(4) Pemenuhan kewajiban pabean atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya, dilakukan dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean Impor dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) serta kode fasilitas “11” dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.


 

BAB V
KUOTA DAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN
KENDARAAN BERMOTOR

Bagian Kesatu
Kuota Atas Impor Kendaraan Bermotor

Pasal 11

Pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU) untuk keperluan kantor Badan Internasional, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk perwakilan Badan Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, paling banyak 2 (dua) unit; dan
b. untuk Badan Internasional lainnya, paling banyak 1 (satu) unit.


Pasal 12

Pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU), untuk:

a. kepala perwakilan Badan Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, beserta pejabat setingkat Deputi; atau
b. kepala Badan Internasional lainnya,

diberikan paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia.



Pasal 13

Untuk keperluan Kerja Sama Teknik, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU) sesuai dengan spesifikasi teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan Kerja Sama Teknik yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.



Pasal 14

Untuk keperluan kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/Completely Built Up (CBU) yang ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk.


 

 

Bagian Kedua

Penyelesaian Kewajiban Pabean Kendaraan Bermotor


Pasal 15

(1) Kendaraan Bermotor yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 yang telah selesai digunakan untuk keperluan kantor Badan Internasional, Pejabatnya, Kerja Sama Teknik, atau kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional, diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara:
a. diekspor kembali;
b. dipindahtangankan; atau
c. dimusnahkan.
(2) Dalam hal Kendaraan Bermotor yang diselesaikan dengan cara dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
a. tahun pembuatan pada saat diimpor melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun; atau
b. digunakan untuk keperluan kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional,

pemindahtanganan hanya dapat dilakukan kepada penerima fasilitas lainnya.

 


BAB VI
EKSPOR KEMBALI KENDARAAN BERMOTOR

Bagian Kesatu
Permohonan Ekspor Kembali

Pasal 16

(1) Untuk mendapatkan izin diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, Badan Internasional mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan, setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal ekspor kembali Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13; atau
b. menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal ekspor kembali Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14,
(2) Persetujuan diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat; dan
b. rincian barang yang disetujui untuk diekspor kembali yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. rincian barang yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan;
c. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima fasilitas atau pemohon;
d. Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas nama penerima fasilitas;
e. surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B atau surat keterangan lainnya; dan
f. Surat Tanda Nomor Kendaraan, dalam hal diekspor kembali atas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window.
(5) Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan.
(6) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan:
a. lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
b. hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital (softcopy).


 

Pasal 17

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai ekspor kembali Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(5) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4); atau
b. 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6).
(6) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2j dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Penyelesaian Ekspor Kembali

Pasal 18

(1) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Badan Internasional menyampaikan pemberitahuan pabean ekspor ke Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang.
(2) Badan Internasional menyampaikan bukti realisasi ekspor yang meliputi pemberitahuan pabean ekspor dan/atau dokumen pendukung lainnya kepada:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal ekspor kembali Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13; dan
b. menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal ekspor kembali Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(3) Kendaraan Bermotor yang diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibebaskan dari kewajiban pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.


BAB VII
PEMINDAHTANGANAN KENDARAAN BERMOTOR

Bagian Kesatu
Pindah Tangan

Pasal 19

(1) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, dapat diberikan kepada:
a. penerima fasilitas lainnya; atau
b. selain penerima fasilitas.
(2) Penerima pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada penerima fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yakni:
a. Badan Internasional beserta Pejabatnya;
b. perwakilan negara asing beserta pejabatnya; atau
c. pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga dengan tujuan untuk kepentingan umum atau penelitan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
(3) Penerima pemindah tanganan Kendaraan Bermotor kepada selain penerima fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yakni:
a. pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga dengan tujuan selain untuk kepentingan umum atau penelitan dan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
b. Orang yang mempunyai kewajiban melunasi bea masuk dan pajak terhutang.
(4) Pemindah tanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. telah digunakan paling singkat selama 3 (tiga) tahun bagi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau paling singkat selama 2 (dua) tahun bagi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
b. masa tugas kepala perwakilan Badan Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, kepala Badan Internasional lainnya, dan Pejabat setingkat deputi, berakhir sebelum 2 (dua) tahun, yang dibuktikan dengan surat persetujuan pengakhiran penugasan;
c. Kendaraan Bermotor tersebut secara meyakinkan terbukti tidak dapat atau tidak layak dipergunakan lagi dalam melaksanakan tugas;
d. telah berakhirnya masa pelaksanaan kerja Sama Teknik; atau
e. telah selesainya, pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional.
(5) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf d yang disebabkan oleh kondisi khusus, dapat diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pimpinan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.


 

Bagian Kedua
Permohonan Izin Pemindahtanganan

Pasal 20

(1) Untuk mendapatkan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, Badan Internasional mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal pindah tangan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13; atau
b. menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal pindah tangan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Persetujuan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. identitas penerima pemindahtanganan berupa nama penerima pemindahtanganan, jabatan, nama Badan Internasional/perwakilan negara asing/pemerintah pusat/pemerintah daerah/badan/lembaga atau nomor identitas, dan alamat; dan
c. rincian barang yang disetujui untuk dipindahtangankan yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan.
(3) Permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada penerima fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. identitas penerima pemindahtanganan berupa nama penerima pemindahtanganan, jabatan, nama Badan Internasional/perwakilan negara asing/pemerintah pusat/pemerintah daerah/badan/lembaga, dan alamat;
c. rincian barang yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan;
d. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima fasilitas atau pemohon;
e. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima pemindahtanganan;
f. Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas nama penerima fasilitas;
g. surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B atau surat keterangan lainnya;
h. Surat Tanda Nomor Kendaraan dalam hal pindah tangan atas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13; dan
i. surat pernyataan kesediaan menerima hibah dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan, atau lembaga, dalam hal dihibahkan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan, atau lembaga dengan tujuan untuk kepentingan umum atau penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
(4) Permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada selain penerima fasilitas dengan melunasi bea masuk dan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. identitas penerima pemindahtanganan berupa nama penerima pemindahtanganan, jabatan, nama pemerintah pusat/pemerintah daerah/badan/lembaga atau nomor identitas, dan alamat;
c. rincian barang yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan;
d. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima fasilitas atau pemohon;
e. kartu identitas penerima pemindahtanganan;
f. Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas nama penerima fasilitas;
g. surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B atau surat keterangan lainnya;
h. bukti cek fisik Kendaraan Bermotor;
i. Surat Tanda Nomor Kendaraan dalam hal pindah tangan atas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13; dan
j. dalam hal dipindahtangankan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga dengan tujuan selain untuk kepentingan umum atau penelitan dan pengembangan ilmu pengetahuan, permohonan dilengkapi dengan dokumen berupa:
1. surat pernyataan bersedia melunasi bea masuk dan pajak terutang apabila tujuan peruntukannya bukan untuk kepentingan umum atau penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan/atau
2. surat perjanjian Kerja Sama Teknik atau nota kesepahaman atau sejenisnya.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window.
(6) Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan.
(7) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan ketentuan:
a. disertai dengan lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy);
b. disertai dengan hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital (softcopy);
c. permohonan secara tertulis diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak, tanggal diterbitkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b; dan
d. dalam hal permohonan secara tertulis diajukan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf c, terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak.


Pasal 21

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan:
a. Keputusan Menteri mengenai pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia, dalam hal pemindahtanganan dilakukan kepada penerima fasilitas lainnya; atau
b. Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22, dalam hal pemindahtanganan dilakukan kepada selain penerima fasilitas.
(3) Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(5) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor kepada penerima fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5); atau
b. 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7).
(6) Keputusan Menteri dan Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D, Lampiran Huruf E, dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Ketiga
Permohonan Pembebasan Bea Masuk
oleh Penerima Pemindahtanganan

Pasal 22

(1) Dalam hal Kendaraan Bermotor dipindahtangankan kepada Badan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a, Badan Internasional penerima pemindahtanganan Kendaraan Bermotor, mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(2) Dalam hal Kendaraan Bermotor dipindahtangankan kepada perwakilan negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b, pemberian pembebasan bea masuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(3) Dalam hal Kendaraan Bermotor dipindahtangankan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, pemberian pembebasan bea masuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
(4) Persetujuan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat; dan
b. rincian barang yang disetujui untuk mendapatkan pembebasan bea masuk yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. rincian barang yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan;
c. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima fasilitas atau pemohon; dan
d. invoice atau dokumen yang dipersamakan.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window.
(7) Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(8) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan:
a. lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
b. hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital (softcopy).


Pasal 23

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(4) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dalam jangka waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6); atau
b. 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (8).
(5) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F dan Lampiran huruf B yang' merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Keempat
Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor

Pasal 24

(1) Badan Internasional dapat mengajukan pembatalan terhadap Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b.
(2) Pengajuan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Badan Internasional paling lambat pada hari ke 30 (tiga puluh) terhitung sejak diterbitkan Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b.
(3) Atas pembatalan Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menerbitkan surat pembatalan atas Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22.


Pasal 25

(1) Pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) terutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dilunasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal dipindahtangankan kepada perwakilan negara asing beserta para pejabatnya atau Badan Internasional beserta Pejabatnya, dapat diberikan pembebasan bea masuk dan terhadap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibebaskan tidak perlu dibayar kembali;
b. dalam hal dipindahtangankan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga, dapat diberikan pembebasan bea masuk dan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
c. tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dikecualikan pada saat impornya dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.
(3) Pembebasan bea masuk diberikan terhadap barang keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang, dipindahtangankan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan atau lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sepanjang barang ditujukan untuk kepentingan umum atau keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.


Bagian Kelima
Pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor

Pasal 26

(1) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bea masuk dihitung berdasarkan:
1. tarif pembebanan yang berlaku pada saat impor; dan
2. nilai pabean yang berlaku pada saat Kendaraan Bermotor dimaksud dipindahtangankan kepada selain penerima fasilitas pembebasan bea masuk; dan
b. pajak dalam rangka impor berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. apabila dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak impor, PPN atau PPN dan PPnBM yang dibebaskan wajib dibayar kembali; dan
2. tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dikecualikan pada saat impornya.
(2) Pengenaan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 27

(1) Dalam hal tidak terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), penerima fasilitas atau Orang yang menguasai Kendaraan Bermotor dapat mengajukan permohonan penerbitan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP).
(2) Dalam hal tidak terdapat pembatalan atau permintaan, penerbitan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) dari penerima fasilitas atau Orang yang menguasai Kendaraan Bermotor atas Surat Izin Pemindahtanganan dengan Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM serta Tidak Dipungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), pada hari kerja berikutnya setelah tanggal berakhirnya Surat Izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP).
(3) Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan dan menjadi dokumen dasar pelunasan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang.
(4) Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Keenam

Penyelesaian Pemindahtanganan

Pasal 28

(1) Dalam hal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) telah diterbitkan, penerima pemindahtanganan Kendaraan Bermotor mengajukan permohonan penerbitan surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B kepada Kepala, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan.
(2) Dalam hal bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang dalam Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) telah dilunasi, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan menerbitkan surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir C.
(3) Dalam hal telah tersedia sistem otomasi pertukaran data pengimporan Kendaraan Bermotor, penyampaian surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Formulir C sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan melalui pengiriman data secara elektronik.


BAB VIII
PEMUSNAHAN KENDARAAN BERMOTOR

Bagian Kesatu
Permohonan Pemusnahan

Pasal 29

(1) Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, Badan Internasional mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pemasukan, setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, dalam hal pemusnahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13; atau
b. menteri/kepala lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal pemusnahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi mengenai:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat; dan
b. rincian barang yang disetujui untuk dimusnahkan yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. identitas penerima fasilitas berupa nama penerima fasilitas, jabatan, nama Badan Internasional, dan alamat;
b. rincian barang yang paling sedikit memuat jumlah, jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan kendaraan;
c. kartu identitas atau surat izin penugasan selaku penerima fasilitas atau pemohon;
d. Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas nama penerima fasilitas;
e. surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor yaitu Formulir B atau surat keterangan lainnya;
f. bukti cek fisik Kendaraan Bermotor; dan
g. Surat Tanda Nomor Kendaraan dalam hal pemusnahan atas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dam Pasal 13.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window.
(5) Permohonan serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan persetujuan.
(6) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis disertai dengan;
a. lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
b. hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital (softcopy).


 

Pasal 30

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemusnahan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(5) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4); atau
b. 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6).
(6) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H dan Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


 

 

Bagian Kedua
Penyelesaian Pemusnahan

Pasal 31

(1) Berdasarkan persetujuan mengenai izin pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, pemusnahan Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh pihak yang ditunjuk Badan Internasional dengan disaksikan oleh:
a. Pejabat Badan Internasional;
b. pejabat kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara; dan
c. Pejabat Bea dan Cukai,
serta dibuatkan berita acara pemusnahan.
(3) Pemusnahan dilakukan dengan cara merusak Kendaraan Bermotor dan komponen/bagian utama Kendaraan Bermotor sehingga menjadi tidak dapat difungsikan dan diperbaiki kembali.
(4) Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggung jawab pihak Badan Internasional.
(5) Kendaraan Bermotor yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.
(6) Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

BAB IX
MONITORING, EVALUASI, DAN KEWAJIBAN PELAPORAN

Pasal 32

(1) Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(2) Dalam hal berdasarkan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan atas pemberian fasilitas kepabeanan serta perpajakan yang diberikan, Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan. Bea dan Cukai dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lainnya oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan.


 

Pasal 33

Badan Internasional harus menyampaikan laporan realisasi impor, ekspor kembali, pemindahtanganan, dan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 30 ayat (2) kepada:

a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara; atau
b. kementerian/lembaga terkait selaku ketua panitia nasional kegiatan atau pejabat yang ditunjuk,

sebagai dasar dalam pemberian persetujuan pembebasan bea masuk berikutnya atas impor dan pemindahtanganan Kendaraan Bermotor untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia.



BAB X
PELIMPAHAN WEWENANG

Pasal 34

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 30:
a. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pejabat lain.
(2) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.



BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 35

Ketentuan mengenai petunjuk teknis pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan penyelesaian kewajiban pabean Kendaraan Bermotor, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.



BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

1. permohonan pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, pemrosesan permohonan pembebasan bea masuk dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 320); dan
2. Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea. masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta Pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 320), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku Keputusan Menteri dimaksud.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1141) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2015 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Badan Internasional Beserta Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 320), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 38

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 November 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 14 November 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1149