Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.06/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15/PMK.06/2021
 
TENTANG

PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG
DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG
NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DENGAN
MEKANISME CRASH PROGRAM
TAHUN ANGGARAN 2021

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

               

Menimbang :


  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, perlu diatur tata cara penyelesaian piutang instansi pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, menengah, dan piutang berupa kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana, serta piutang instansi pemerintah dengan jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  2. bahwa untuk mempercepat penyelesaian piutang negara pada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk memperingan penanggung utang di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), perlu dilaksanakan dengan mekanisme crash program;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021;

               

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 239, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6570);
  7. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1225);

               

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DENGAN MEKANISME CRASH PROGRAM TAHUN ANGGARAN 2021.

               


BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Definisi
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
  2. Crash Program adalah optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara.
  3. Keringanan Utang adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang oleh Penanggung Utang dengan diberikan pengurangan pokok, bunga, denda, ongkos/biaya lainnya.
  4. Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara adalah penghentian tindakan hukum penagihan Piutang Negara untuk sementara.
  5. Piutang Instansi Pemerintah adalah Piutang Negara yang berasal dari instansi pemerintah pusat yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
  6. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  7. Panitia Urusan Piutang Negara selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
  8. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang.
  10. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  11. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  12. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian dari usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
  13. Penanggung Utang adalah badan dan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
  14. Penjamin Utang adalah badan dan/atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh utang Penanggung Utang.

               

Bagian Kedua
Ruang Lingkup
 
Pasal 2

(1) Peraturan Menteri ini mengatur Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang diselesaikan dengan mekanisme Crash Program meliputi Piutang Instansi Pemerintah Pusat dengan Penanggung Utang:
a. perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
b. perorangan yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau
c. perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),
yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.
(2) Dalam hal kewajiban utang dalam bentuk mata uang asing, batasan sisa kewajiban utang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihitung berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal surat persetujuan keringanan utang.
(3) Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1) huruf c, Crash Program berupa pemberian keringanan utang tidak dapat diberikan terhadap:
a. Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), kecuali Penanggung Utang telah pensiun atau merupakan Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat golongan (Penata Muda/III/a) ke bawah;
b. Piutang Negara yang berasal dari ikatan dinas;
c. Piutang Negara yang berasal dari aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL);
d. Piutang Negara yang terdapat Jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk Jaminan penyelesaian setara lainnya, kecuali Jaminan berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk Jaminan penyelesaian setara lainnya tersebut; dan
e. Dalam hal jaminan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud pada huruf d sudah tidak efektif, kadaluwarsa atau kondisi lainnya, tidak dapat lagi digunakan sebagai Jaminan penyelesaian Piutang Negara.
(4) Dalam hal terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk Jaminan penyelesaian setara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, KPKNL meminta konfirmasi kepada Penyerah Piutang untuk memastikan status/kondisi/masa berlaku Jaminan penyelesaian utang tersebut.

          

Pasal 3

(1) Penyelesaian Piutang Negara pada Instansi Pemerintah dalam Peraturan Menteri ini dilakukan dengan mekanisme Crash Program secara nasional yang dikoordinasikan oleh Menteri.
(2) Pelaksanaan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara, berupa:
  1. pemberian keringanan utang; atau
  2. Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara.
(3) Direktur Jenderal Kekayaan Negara bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melaporkan kepada Menteri.


BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
 

Pasal 4

(1) Kepala KPKNL bertugas menyelesaikan Piutang Negara yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Piutang Negara.
(2) Kepala KPKNL berwenang memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.


        

BAB III
PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA

Bagian Kesatu
Inventarisasi Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dan
Pemberitahuan Pelaksanaan Crash Program
 
Pasal 5

(1) KPKNL menginventarisasi Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) untuk memastikan Penanggung Utang yang dapat diberikan Crash Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPKNL melakukan penelitian sisa kewajiban Piutang Negara berdasarkan data penyerahan dari Penyerah Piutang.
(3) Penelitian sisa kewajiban Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi rincian besaran Piutang Negara:
  1. pokok;
  2. bunga;
  3. denda; dan/atau
  4. ongkos/biaya lainnya.
(4) Dalam hal terdapat angsuran dari Penanggung Utang, angsuran diperlakukan sebagai pengurang pokok Piutang Negara.
(5) Dalam hal terdapat perbedaan data angsuran Penanggung Utang, KPKNL melakukan konfirmasi tertulis kepada Penyerah Piutang sebelum melakukan proses penyelesaian dengan mekanisme Crash Program.


  

Pasal 6

(1) Kepala KPKNL memberitahukan rencana pelaksanaan Crash Program kepada Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), melalui:
  1. surat pemberitahuan yang dikirimkan secara tercatat atau surat elektronik;
  2. pengumuman panggilan di surat kabar, website atau media elektronik lainnya;
  3. surat pemberitahuan melalui Penyerah Piutang; 
  4. sosialisasi; dan/atau
  5. pelaksanaan kerja sama penyelesaian (joint program) dengan Penyerah Piutang.
(2) Format surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

               

Bagian Kedua
Permohonan dan Pembahasan
Crash Program
 
Pasal 7

(1) Penanggung Utang yang dapat diberikan Crash Program merupakan Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPKNL dan diterima secara lengkap paling lambat tanggal 1 Desember 2021.
(2) Permohonan tertulis diajukan oleh Penanggung Utang dengan menyebutkan jenis Crash Program yang akan diikuti, meliputi:
  1. permohonan keringanan utang; atau
  2. permohonan Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara.
(3) Dikecualikan dari ketentuan ayat (2), permohonan tertulis dapat diajukan oleh Penjamin Utang dalam hal Penanggung Utang tidak diketahui keberadaannya.
(4) Format permohonan tertulis Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


   

Pasal 8

(1) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dikirimkan:
a. ke alamat kantor KPKNL; atau
b. secara elektronik ke alamat surat elektronik (e-mail) KPKNL.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi berupa:
a. kartu identitas Penanggung Utang atau Penjamin Utang; dan
b. dokumen pendukung.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa yang menerangkan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan seluruh utang tanpa pemberian keringanan;
b. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa atau instansi yang berwenang bahwa Penanggung Utang terdampak bencana yang mempengaruhi kondisi ekonomi/usaha Penanggung Utang; dan/atau
c. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang bahwa Penanggung Utang saat mengajukan permohonan Crash Program tercatat sebagai pelaku usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah (UMKM) atau penerima kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana (KPR RS/RSS).
(4) Dalam hal permohonan tertulis diajukan oleh Penjamin Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa atau pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang, yang menerangkan Penanggung Utang tidak diketahui keberadaan/tempat tinggalnya; dan
b. surat pernyataan bermeterai cukup dari Penjamin Utang yang diketahui oleh pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa tempat domisili Penjamin Utang, yang berisi:
1) kesanggupan untuk memenuhi seluruh ketentuan Crash Program;
2) bertanggung jawab secara penuh jika terjadi gugatan dari Penanggung Utang, ahli waris atau pihak ketiga lainnya baik secara pidana, perdata atau tata usaha negara, termasuk gugatan terhadap penyerahan asli dokumen kepemilikan barang jaminan; dan
3) membebaskan KPKNL dan Penyerah Piutang dari seluruh gugatan baik pidana, perdata atau tata usaha negara dari Penanggung Utang, ahli waris atau pihak ketiga lainnya, termasuk gugatan terhadap penyerahan asli dokumen kepemilikan barang jaminan.
(5) Dikecualikan dari ketentuan adanya dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk Penanggung Utang yang sudah diurus oleh PUPN lebih dari 10 (sepuluh) tahun sejak diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), dengan didukung surat pernyataan dari Penanggung Utang disertai 2 (dua) orang saksi yang berisi ketidakmampuan Penanggung Utang untuk menyelesaikan seluruh utang tanpa pemberian keringanan.
(6) Dalam hal Penanggung Utang telah meninggal dunia, permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh ahli waris dengan dilengkapi bukti sebagai ahli waris berupa surat keterangan waris, fatwa waris atau akta notaris yang menerangkan sebagai ahli waris yang sah.
(7) Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) atau ayat (6) permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut oleh KPKNL.
(8) Penanggung Utang, ahli waris atau Penjamin Utang yang mengajukan permohonan bertanggung jawab atas kebenaran formil maupun materiil persyaratan administrasi, surat keterangan, surat pernyataan dan/atau bukti sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6).

         

Pasal 9

(1) KPKNL melakukan pembahasan terhadap permohonan Crash Program yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan:
a. Penanggung Utang merupakan objek Crash Program;
b. jangka waktu pengajuan surat permohonan Crash Program;
c. dipenuhinya persyaratan administrasi permohonan mengikuti Crash Program;
d. ketepatan rincian sisa kewajiban, perhitungan besaran nilai dan tarif keringanan utang; dan
e.  rekomendasi berupa:
1)  persetujuan atau penolakan Crash Program; atau
2) permintaan kelengkapan dokumen persyaratan.
(3) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan.
(4) Berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit ditandatangani oleh:
a. Kepala Seksi yang membidangi Piutang Negara;
b. Kepala Seksi yang membidangi Hukum dan Informasi; dan
c. Pemegang BKPN,
serta dibubuhi tanda tangan mengetahui oleh Kepala KPKNL.
(5) Rekomendasi yang dituangkan dalam berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai acuan dalam memberikan persetujuan atau penolakan permohonan Crash Program.
(6) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari satu kali sesuai kebutuhan.
(7) Dalam hal persyaratan administrasi yang diajukan pemohon Crash Program belum lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, KPKNL memberitahukan kepada pemohon.
(8) Format berita acara pembahasan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    

               

Bagian Ketiga
Keringanan Utang
 
Pasal 10

(1) Crash Program berupa keringanan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a diberikan kepada Penanggung Utang yang dituangkan dalam surat persetujuan yang meliputi:
a. pemberian keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya;
b. pemberian keringanan utang pokok:
1) sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan;
2) sebesar 60% (enam puluh persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara tidak didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan; dan
c. tambahan keringanan utang pokok apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut:
1) sampai dengan Juni 2021, sebesar 50% (lima puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan;
2) pada Juli sampai dengan September 2021 hari kerja, sebesar 30% (tiga puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan; atau
3) pada Oktober sampai dengan tanggal 20 Desember 2021, sebesar 20% (dua puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(2) Contoh perhitungan Crash Program berupa keringanan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

               

Pasal 11

(1) Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan pemberian keringanan utang harus melunasi kewajibannya paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan ditetapkan.
(2) Dikecualikan dari kewajiban melunasi paling lambat 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
  1. permohonan yang disampaikan pada tanggal 1 Desember 2021, pelunasan dilakukan paling lambat tanggal 20 Desember 2021; dan
  2. barang jaminan telah diumumkan untuk dilelang, pelunasan dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.
(3) Dalam hal terjadi pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, PUPN/KPKNL membatalkan rencana lelang dan mengumumkan pembatalan lelang dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang.


               

Pasal 12

(1) Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan keringanan utang sebelum Peraturan Menteri ini berlaku namun wanprestasi, dapat mengajukan permohonan keringanan utang melalui crash Program berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2) Pemberian keringanan melalui Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sisa jumlah utang pada saat pengajuan permohonan.
(3) Dalam hal permohonan keringanan utang disetujui, pelunasan kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

               

Pasal 13

Dalam hal Penanggung Utang tidak melunasi kewajibannya sebagaimana jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1), persetujuan keringanan utang yang sudah diberikan batal dan pembayaran yang sudah pernah dilakukan Penanggung Utang diperhitungkan sebagai pengurang jumlah utang pokok.

               


Pasal 14

(1) Penanggung Utang yang telah melakukan pembayaran pada saat pengurusan di PUPN sebesar atau melebihi utang pokok sampai dengan 31 Desember 2020, dapat diberikan keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.
(2) Penanggung Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan keringanan harus mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8.


         

Bagian Keempat
Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara
 
Pasal 15

(1) Crash Program berupa Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, hanya diberikan kepada Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diserahkan pengurusannya kepada PUPN karena terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) setelah ditetapkannya status bencana nasional mengenai pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penanggung Utang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a. resume penyerahan pengurusan Piutang Negara; 
b. surat keterangan/pemberitahuan atau bukti tertulis lain dari Penyerah Piutang; atau
c. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa atau pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang.
(3) Bentuk Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara yang diberikan berupa:
a. penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain;
b. penundaan pelaksanaan lelang; dan/atau
c. penundaan paksa badan,
sampai dengan status bencana nasional mengenai pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan berakhir oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal status bencana nasional mengenai pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan berakhir oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL memberitahukan pengakhiran Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara kepada Penanggung Utang dan pengurusan Piutang Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


               
Bagian Kelima
Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara
 
Pasal 16

Pengenaan biaya administrasi Pengurusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kementerian Keuangan.

               


BAB IV
PEMBERIAN KEPUTUSAN CRASH PROGRAM
PIUTANG NEGARA
 
Pasal 17

(1) Kepala KPKNL dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja harus sudah memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program berupa persetujuan atau penolakan:
a. keringanan utang; atau
b. Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara.
(2) Keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh KPKNL kepada Penanggung Utang dan Penyerah Piutang.
(3) PUPN Cabang menerbitkan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) setelah pelunasan sesuai surat persetujuan keringanan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(4) Terhadap Piutang Negara yang telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPKNL:
a. menyampaikan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL) kepada Penanggung Utang dan Penyerah Piutang; dan
b. meminta Penyerah Piutang agar:
1) mengadministrasikan pelunasan dengan keringanan dan melakukan perlakuan akuntansi sehingga tidak lagi terdapat Piutang Negara atas nama Penanggung Utang;
2) menyerahkan asli dokumen barang jaminan, apabila terdapat asli dokumen barang jaminan yang disimpan di Penyerah Piutang; dan/atau
3) melakukan roya Jaminan kebendaan, dalam hal terdapat pengikatan jaminan kebendaan.
(5) Format surat persetujuan atau penolakan keringanan utang, surat persetujuan atau penolakan Moratorium Tindakan Hukum, Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL), dan surat pemberitahuan kepada Penyerah Piutang, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

               

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
 
Pasal 18

Penyelesaian piutang instansi pemerintah yang diurus/dikelola oleh PUPN/DJKN dengan mekanisme Crash Program, terkait dengan prosedur, tata cara dan persyaratan pemberian keringanan utang sepenuhnya berpedoman pada Peraturan Menteri ini.


               

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 19

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2015 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Dikelola/Diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 777); dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.06/2016 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Dikelola/Diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 680),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

               

Pasal 20

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

               

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Februari 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 
ttd.
 
SRI MULYANI INDRAWATI

               


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 9 Februari 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 122