Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 TAHUN 2023

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 141 TAHUN 2023

TENTANG

KETENTUAN IMPOR BARANG PEKERJA MIGRAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT  TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata, salah satunya dengan memberikan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor terhadap barang impor milik Pekerja Migran Indonesia yang merupakan salah satu penyumbang devisa negara dan memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi dengan tetap memperhatikan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha, sehingga perlu mengatur ketentuan mengenai impor barang Pekerja Migran Indonesia;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10B ayat (5), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Perta,mbahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  6. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.04/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG PEKERJA MIGRAN INDONESIA.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disingkat PMI adalah setiap warga negara Indonesia yang melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.
  3. Penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.
  4. Barapg Kiriman adalah barang yang dikirim melalui penyelenggara pos sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
  5. Barang Kiriman PMI adalah Barang Kiriman yang dikirim oleh PMI dan memenuhi persyaratan tertentu, meliputi barang yang telah dipakai dan/atau dimiliki oleh PMI.
  6. Barang Pindahan adalah barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.
  7. Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.
  8. Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk yang selanjutnya disingkat PPYD adalah Penyelenggara Pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union).
  9. Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah Penyelenggara Pos yang memperoleh ijin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, doku,men, dan paket sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
  10. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  11. Dokumen Pengiriman Barang (Consignment Note) yang selanjutnya disingkat CN adalah dokumen dengan kode CN-22/CN-23 atau dokumen sejenis yang merupakan dokumen perjanjian pengiriman barang antara pengirim barang dan Penyelenggara Pos untuk mengirimkan Barang Kiriman kepada penerima barang.
  12. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, dokumen identifikasi barang, dokumen, pemenuhan persyaratan impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
  13. Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak yang selanjutnya disingkat SPPBMCP adalah penetapan terkait tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor serta pungutan bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi.
  14. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer pelayanan yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  15. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor).
  16. Penerima Barang adalah orang perseorangan di dalam daerah pabean yang menerima Barang Kiriman PMI.
  17. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama pemilik barang.
  18. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
  19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  20. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.


Pasal 2

(1) PMI meliputi:
  1. PMI yang tercatat pada lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan pelindungan PMI; atau .
  2. PMI selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan ketentuan memiliki kontrak kerja yang telah (diverifikasi oleh perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Barang milik PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor sebagai:
  1. Barang Kiriman PMI;
  2. barang bawaan Penumpang; dan/atau
  3. Barang Pindahan.


BAB II
IMPOR BARANG KIRIMAN PMI

Bagian Kesatu
Persyaratan Impor Barang Kiriman PMI

Pasal 3

(1) Barang Kiriman PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut:
  1. dikirim oleh PMI yang sedang bekerja dan berkedudukan di luar wilayah Republik Indonesia;
  2. keperluan rumah tangga dan/atau barang konsumsi;
  3. bukan merupakan barang kena cukai;
  4. bukan merupakan telepon seluler, komputer genggam, dan/atau komputer tablet; dan
  5. tidak untuk diperdagangkan.
(2) Barang Kiriman PMI dikemas dalam kemasan paling besar berukuran:
  1. panjang 60 (enam puluh) sentimeter;
  2. lebar 60 (enam puluh) sentimeter; dan
  3. tinggi 80 (delapan puluh) sentimeter.


Bagian Kedua
Perlakuan atas Bea Masuk dan PDRI

Pasal 4

(1) Barang Kiriman PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diberikan pembebasan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. jumlah pengiriman paling banyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender; dan
  2. nilai pabean setiap pengiriman paling banyak POB USD500.0G (lima ratus United States Dollar).
(2) Barang Kiriman PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diberikan pembebasan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. jumlah pengiriman paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender; dan
  2. nilai pabean paling banyak FOB USD500.00 (lima ratus United States Dollar).
(3) Barang Kiriman PMI yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
  1. tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM; dan
  2. dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
(4) Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan tanpa surat keterangan bebas.
(5) Jumlah pengiriman dalam 1 (satu) tahun kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, dihitung berdasarkan pada tanggal pendaftaran CN.
(6) Untu,k keperluan data nilai pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), digunakan tarif pembebanan bea masuk sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen).


Pasal 5

Barang Kiriman PMI yang nilai pabeannya melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan Pasal 4 ayat (2) huruf b, atas kelebihannya:

a. dipungut bea masuk dengan tarif pembebanan sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
b. dipungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
c. dipungut PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.


Bagian Ketiga
Tanggung Jawab

Pasal 6

(1) Penerima Barang bertindak sebagai importir Barang Kiriman PMI.
(2) Penerima Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau PDRI.
(3) Penyelenggara Pos bertindak sebagai PPJK dalam pengurusan impor Barang Kiriman PMI.
(4) Pengurusan impor Barang Kiriman PMI oleh PPJK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diperlukan surat kuasa.
(5) Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal Penerima Barang tidak ditemukan.


Bagian Keempat
Penyelenggara Pos

Pasal 7

(1) Penyelenggara Pos melakukan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean atas impor Barang Kiriman PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a.
(2) Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki persetujuan melakukan kegiatan kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman.
(3) Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan bukti kerja sama dengan perusahaan jasa pengangkutan dan/atau pengiriman barang di negara asal Barang Kiriman kepada Kepala Kantor Pabean.
(4) Penyampaian bukti kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat:
  1. pada saat Penyelenggara Pos mengajukan permohonan melakukan kegiatan kepabeanan, untuk Penyelenggara Pos yang belum memiliki persetujuan melakukan kegiatan kepabeanan; atau
  2. 1 (satu) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku, untuk Penyelenggara Pos yang telah memiliki persetujuan melakukan kegiatan kepabeanan sebelum diberlakukannya Peraturan Menteri ini.
(5) Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melakukan validasi terhadap eksistensi perusahaan jasa pengangkutan dan/atau pengiriman barang.


Pasal 8

(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pembekuan persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan dalam hal:
  1. bukti kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) telah berakhir atau tidak berlaku; atau
  2. Penyelenggara Pos tidak menyampaikan bukti kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf b.
(2) Kepala Kantor Pabean dapat memberlakukan kembali persetujuan yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
  1. bukti kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) telah diperbarui; atau
  2. Penyelenggara Pos telah menyampaikan bukti kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
(3) Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan persetujuan untuk melakukan kegiatan kepabeanan dalam hal:
  1. bukti kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) tidak diperbarui dalam jangka waktu b (enam) bulan setelah pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
  2. bukti kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) tidak disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
  3. berdasarkan hasil pemeriksaan oleh unit pengawasan, Penyelenggara Pos terbukti dengan sengaja menyalahgunakan data PMI.


Bagian Kelima
Pemberitahuan Pabean Impor Barang Kiriman PMI

Pasal 9

(1) Barang Kiriman PMI dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai setelah Penyelenggara Pos menyampaikan CN ke Kantor Pabean.
(2) CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui SKP.
(3) CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberitahuan pabean dan diberikan tanggal pendaftaran.
(4) CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data:
a. nomor identitas Barang Kiriman;
b. nomor dan tanggal pemberitahuan pabean kedatangan sarana pengangkut (inward manifest);
c. negara asal;
d. berat kotor (brutto);
e. biaya pengangkutan/pengiriman;
f. asuransi, jika ada;
g. harga barang dalam cara penyerahan (incotermFree on Board (FOB);
h. mata uang;
i. nilai dasar penghitungan bea masuk (NDPBM); 
j. uraian jumlah dan jenis barang;
k. pos tarif/HS code;
l. nomor dan tanggal invoice, jika ada;
m. nama dan alamat pengirim;
n. nomor identitas pengirim berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK);
o. nomor telepon pengirim, jika ada;
p. nama dan alamat Penerima Barang;
q. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Penerima Barang, jika tidak ada dapat menggunakan nomor identitas lain berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK); dan
r. nomor telepon Penerima Barang, jika ada.
(5) Dalam hal SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. belum tersedia; atau
b. mengalami gangguan atau tidak dapat beroperasi dalam jangka waktu paling singkat 1 (satu) jam,
penyampaian CN oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis di atas formulir, melalui media penyimpanan data elektronik, atau melalui surat elektronik.


Pasal 10

(1) SKP, melakukan penelitian atas CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) terkait dengan pemenuhan ketentuan mengenai:
  1. PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan
  2. jumlah pengiriman dalam 1 (satu) tahun kalender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau Pasal 4 ayat (2) huruf a.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan mencocokkan data yang tercantum dalam CN dengan data pada sistem milik:
  1. lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan pelindungan PMI; dan/atau
  2. kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri.
(3) Dalam hal pertukaran data antara SKP dan sistem milik kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat, (2) mengalami gangguan, pencocokan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara manual oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
(4) Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP melakukan pemeriksaan pabean dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, terhadap Barang Kiriman PMI:
  1. diekspor kembali; atau
  2. diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman.


Bagian Keenam
Pemeriksaan Pabean

Pasal 11

(1) Barang Kiriman PMI yang telah disampaikan CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau Pasal 9 ayat (5), dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(2) Dalam rangka penerapan manajemen risiko, Barang Kiriman PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindai dengan menggunakan alat pemindai elektronik.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen.


Pasal 12

(1) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
(2) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
  1. berdasarkan hasil pemindaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan/atau informasi lainnya terdapat indikasi barang tidak sesuai dengan uraian yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan dan/atau tidak memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan;
  2. uraian jumlah barang, jenis barang, dan/atau nilai pabean yang tercantum dalam dokumen CN tidak jelas atau tidak tercantum dalam Dokumen Pelengkap Pabean lainnya yang menyertai Barang Kiriman; dan/atau
  3. berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean atau direktur yang mempunyai tugas evaluasi dan pelaksanaan di bidang penindakan dan penyidikan kepabeanan dan cukai harus dilakukan pemeriksaan fisik.
(3) Pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disaksikan oleh petugas Penyelenggara Pos.
(4) Pejabat Bea dan Cukai memberikan tanda khusus pada kemasan Barang Kiriman yang telah dilakukan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 13

(1) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi tambahan kepada pengirim dan/atau Penerima Barang melalui Penyelenggara Pos dalam rangka penelitian dokumen.
(3) Penyelenggara Pos harus memberikan informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama:
  1. 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi, dalam hal informasi disampaikan oleh PPYD; atau
  2. 5 (lima) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi, dalam hal informasi disampaikan oleh PJT.
(4) Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP menetapkan tarif dan nilai pabean berdasarkan informasi yang tersedia dalam hal permintaan informasi tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 14

(1) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11:
  1. memberitahukan kepada Penerima Barang melalui Penyelenggara Pos untuk menyampaikan dokumen pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan, dalam hal Barang Kiriman PMI terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan dan belum dipenuhi; atau
  2. melakukan penetapan tarif dan nilai pabean, dalam hal Barang Kiriman:
    1. tidak terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan; atau
    2. telah memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(2) Penelitian atas pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:
  1. Pejabat Bea dan Cukai;
  2. SKP; dan/atau
  3. Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
(3) Penerima Barang wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebelum diberikan persetujuan pengeluaran barang.


Bagian Ketujuh
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

Pasal 15

(1) Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP menetapkan tarif dan nilai pabean berdasarkan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2) Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan SPPBMCP.
(3) Dalam hal penetapan nilai pabean melebihi FOB USD500.00 (lima ratus United States Dollars), atas kelebihan nilai pabean, termasuk seluruh biaya pengangkutan/pengiriman dan asuransi, dikenakan bea masuk dan PDRI.
(4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).
(5) SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau PDRI dan disampaikan kepada Penerima Barang melalui Penyelenggara Pos.
(6) SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berfungsi sebagai persetujuan pengeluaran barang.
(7) SPPBMCP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB III
IMPOR BARANG BAWAAN PENUMPANG PMI

Pasal 16

(1) Barang milik PMI berupa telepon seluler, komputer genggam, dan/atau komputer tablet yang diimpor sebagai barang bawaan Penumpang diberikan pembebasan bea masuk.
(2) Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diimpor oleh PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan
  2. paling banyak 2 (dua) unit yang diimpor dalam 1 (satu) kali kedatangan dalam periode 1 (satu) tahun.
(3) Barang milik PMI berupa telepon seluler, komputer genggam, dan/atau komputer tablet yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM; dan
  2. dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
(4) Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan tanpa surat keterangan bebas.


BAB IV
IMPOR BARANG PINDAHAN PMI

Pasal 17

(1) Barang keperluan rumah tangga PMI yang diimpor sebagai Barang Pindahan diberikan pembebasan bea masuk.
(2) Tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan pengeluaran Barang Pindahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan atas impor barang pindahan.

   

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 18

Perlakuan ketentuan larangan dan/atau pembatasan terhadap Barang Kiriman PMI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan larangan dan/atau pembatasan.



Pasal 19

Selain ketentuan yang telah diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri ini, terhadap:

a. ketentuan impor Barang Kiriman PMI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman; dan
b. ketentuan impor barang bawaan Penumpang PMI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.


Pasal 20

Peraturan Menteri ini berlaku terhadap:

a. Barang Kiriman PMI dengan CN yang mendapatkan tanggal pendaftaran terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini; dan
b. Barang milik PMI berupa telepon seluler, komputer genggam, dan/atau komputer tablet yang dibawa oleh Penumpang yang datang ke dalam daerah pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.


Pasal 21

Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk teknis dalam pemberian pelayanan kepabeanan atas impor barang PMI.



BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 11 Desember 2023

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


ASEP N. MULYANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 982