1. |
Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. |
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
2. |
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
3. |
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. |
4. |
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
5. |
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
6. |
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. |
7. |
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web. |
|
|
|
2. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 2 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (6), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) |
Orang dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengenai:
a. |
tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran; |
b. |
selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk; |
c. |
pengenaan sanksi administrasi berupa denda; atau |
d. |
pengenaan bea keluar. |
|
(2) |
Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan penetapan di bidang kepabeanan antara lain berupa:
a. |
Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP); |
b. |
Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP); atau |
c. |
Surat Penetapan Pabean (SPP). |
|
(3) |
Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan penetapan di bidang kepabeanan antara lain berupa:
a. |
Surat Penetapan Pabean (SPP); atau |
b. |
Surat Penetapan Barang Larangan dan Pembatasan (SPBL). |
|
(4) |
Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). |
(5) |
Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK). |
(6) |
Terhadap 1 (satu) penetapan hanya dapat diajukan 1 (satu) kali keberatan dalam 1 (satu) pengajuan surat keberatan. |
|
|
|
3. |
Ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (6), dan ayat (7) Pasal 4 diubah, ditambahkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (10), ayat (11) ayat (12), dan ayat (2), ayat (4), ayat (5) dihapus sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) |
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) harus diajukan kepada Direktur Jenderal secara tertulis yang disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) |
Dihapus. |
(3) |
Surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; |
b. |
diajukan oleh Orang yang berhak yaitu:
1. |
orang perseorangan; atau |
2. |
orang yang namanya tercantum dalam akta perusahaan atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian, dalam hal diajukan oleh badan hukum; |
|
c. |
dilampiri bukti penerimaan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar; dan |
d. |
dilampiri salinan penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan. |
|
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Dihapus. |
(6) |
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan alasan dan dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan. |
(7) |
Dalam hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d, Orang yang mengajukan keberatan dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu pengajuan keberatan terlampaui. |
(8) |
Dalam hal surat keberatan dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), keberatan dianggap diajukan pada saat dilakukan pengajuan kembali. |
(9) |
Pengajuan keberatan dinyatakan diterima secara lengkap apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(10) |
Atas penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , yang diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan tanda terima berkas pengajuan keberatan. |
(11) |
Dalam hal penanganan keberatan dilakukan oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, pengajuan keberatan dilampiri surat kuasa khusus. |
(12) |
Dalam hal terdapat kendala pada saat pengajuan surat keberatan secara elektronik, Orang dapat menghubungi Kantor Bea dan Cukai untuk memperoleh asistensi. |
|
|
|
4. |
Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4A
(1) |
Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan secara manual dalam bentuk tulisan melalui Kantor Bea dan Cukai terdekat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) |
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; |
b. |
ditandatangani oleh Orang yang berhak yaitu:
1. |
orang perseorangan; atau |
2. |
orang yang namanya tercantum dalam akta perusahaan atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian, dalam hal diajukan oleh badan hukum; |
|
c. |
dilampiri bukti penerimaan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar; |
d. |
dilampiri salinan cetak penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan; dan |
e. |
dilampiri surat kuasa khusus, dalam hal ditandatangani oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada huruf b. |
|
(3) |
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan alasan dan dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan. |
(4) |
Dalam hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d, Orang yang mengajukan keberatan dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu pengajuan keberatan terlampaui. |
(5) |
Dalam hal surat keberatan dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap diajukan pada saat dilakukan pengajuan kembali. |
(6) |
Pengajuan keberatan dinyatakan diterima secara lengkap apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(7) |
Atas penyampaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diterbitkan tanda terima berkas pengajuan keberatan dan disampaikan kepada Orang yang mengajukan keberatan. |
|
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) |
Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar. |
(2) |
Bentuk dari jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan. |
(3) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memiliki masa penjaminan paling singkat selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (10) dan Pasal 4A ayat (7) dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu jaminan. |
(4) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus diserahkan dan bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dan Pasal 4A ayat (2) huruf c tidak harus dilampirkan, dalam hal:
a. |
barang impor belum dikeluarkan dari Kawasan Pabean; |
b. |
tagihan telah dilunasi; atau |
c. |
penetapan Pejabat Bea dan Cukai tidak menimbulkan kekurangan pembayaran. |
|
|
|
|
6. |
Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) |
Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan. |
(2) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. |
jaminan tunai; |
b. |
jaminan bank; atau |
c. |
jaminan dari perusahaan asuransi. |
|
(3) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki masa penjaminan paling singkat selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (10) dan Pasal 4A ayat (7) dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu jaminan. |
|
|
|
7. |
Ketentuan ayat (4) Pasal 11 dihapus, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) |
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan. |
(2) |
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat tagihan. |
(3) |
Apabila keberatan tidak diajukan dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), hak Orang untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima. |
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Tanggal diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
a. |
tanggal stempel pos pengiriman, faksimile, atau media antar lainnya; atau |
b. |
tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung, dalam hal dikirimkan secara langsung. |
|
(6) |
Dalam hal surat tagihan yang sama dikirimkan lebih dari 1 (satu) kali, tanggal diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tanggal yang terjadi lebih dahulu antara:
a. |
tanggal stempel pos pengiriman, faksimile, atau media antar lainnya; atau |
b. |
tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung, dalam hal dikirimkan secara langsung. |
|
|
|
|
8. |
Pasal 13 dihapus. |
|
|
9. |
Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 14 diubah, dan ditambahkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) |
Orang dapat mengajukan permohonan pencabutan pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal sepanjang Direktur Jenderal belum memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan pencabutan. |
(2) |
Permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan permohonan pencabutan pengajuan keberatan dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
diajukan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; |
b. |
diajukan oleh Orang yang berhak yaitu:
1. |
orang perseorangan; atau |
2. |
orang yang namanya tercantum dalam akta perusahaan atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian, dalam hal diajukan oleh badan hukum; dan |
|
c. |
harus melunasi bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan penetapan yang diajukan keberatan ditambah bunga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(3) |
Permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) |
Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara manual dalam bentuk tulisan kepada Direktur Jenderal melalui Kantor Bea dan Cukai tempat keberatan diajukan, dan disampaikan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Bea dan Cukai tempat keberatan diajukan. |
(5) |
Permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan dokumen berupa:
a. |
salinan cetak surat keberatan; |
b. |
salinan cetak tanda terima pengajuan berkas keberatan; |
c. |
bukti pelunasan bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan penetapan yang diajukan keberatan ditambah bunga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan |
d. |
surat kuasa khusus, dalam hal diajukan oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. |
|
(6) |
Terhadap permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan. |
(7) |
Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan disetujui oleh Direktur Jenderal dan telah diterbitkan surat persetujuan pencabutan pengajuan keberatan, keberatan tidak dapat diajukan kembali. |
|
|
|
10. |
Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16 Orang yang mengajukan keberatan dapat menyampaikan tambahan alasan, penjelasan atau bukti, dan/atau data pendukung secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas kehendak sendiri dengan ketentuan:
a. |
diajukan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (10) dan Pasal 4A ayat (7); dan |
b. |
belum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dimaksud. |
|
|
|
11. |
Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17 Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (10) dan Pasal 4A ayat (7). |
|
|
12. |
Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
(1) |
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) disampaikan kepada Orang yang mengajukan keberatan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) |
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara real time melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat Keputusan Direktur Jenderal ditandatangani secara elektronik. |
(3) |
Dalam hal penandatanganan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dilakukan secara elektronik, Keputusan Direktur Jenderal disampaikan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal ditetapkan. |
(4) |
Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) disampaikan secara manual kepada Orang yang mengajukan keberatan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal ditetapkan. |
(5) |
Penyampaian Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan dengan:
a. |
tanda terima surat, dalam hal disampaikan secara langsung; |
b. |
bukti pengiriman surat, dalam hal dikirim melalui pos, ekspedisi, atau kurir; atau |
c. |
bukti pengiriman lain. |
|
|
|
|
13. |
Di antara BAB VI dan BAB VII disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB VIA, sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VIA KETENTUAN GANGGUAN OPERASIONAL
|
|
|
14. |
Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 25A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25A Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat (1), Pasal 14 ayat (4), dan Pasal 20 ayat (4), dilaksanakan berdasarkan pemberitahuan gangguan operasional oleh:
a. |
Direktur yang memiliki tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang teknologi dan informasi dalam hal gangguan operasional bersifat nasional, yang disampaikan melalui media digital kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Bea dan Cukai segera setelah terdapat gangguan operasional; atau |
b. |
Kepala Kantor Bea dan Cukai dalam hal gangguan operasional yang bersifat lokal, yang disampaikan melalui pemberitahuan atau pengumuman dengan menggunakan media digital kepada pengguna jasa. |
|
|
|
15. |
Lampiran huruf A dan huruf C diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |