Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 03/PJ/2022

TENTANG

FAKTUR PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak serta Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan karakteristik konsumen akhir telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam membuat dan mengadministrasikan Faktur Pajak, perlu diberikan pedoman pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
  3. bahwa saat ini, ketentuan mengenai Faktur Pajak terdapat dalam beberapa peraturan yang terpisah sehingga perlu dilakukan simplifikasi dalam 1 (satu) peraturan;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Faktur Pajak;

Mengingat :

 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG FAKTUR PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
  3. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
  4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
  5. Barang Kena Pajak yang selanjutnya disingkat BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
  6. Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disingkat JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  7. Pembeli BKP adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan BKP dan yang membayar atau seharusnya membayar harga BKP tersebut.
  8. Penerima JKP adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas JKP tersebut.
  9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  10. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  11. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
  12. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP.
  13. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), posel (email), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  14. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  15. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
  16. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  17. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
  18. Nomor Seri Faktur Pajak yang selanjutnya disingkat NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  19. Kode Aktivasi adalah kode berupa karakter yang dapat terdiri atas angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
  20. Password adalah kode berupa karakter yang dapat terdiri atas angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui alamat posel (email).
  21. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
  22. Surat Pemberitahuan Masa yang selanjutnya disebut SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk suatu Masa Pajak.
  23. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 yang selanjutnya disebut PER-04/PJ/2020 adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak beserta perubahannya.



Pasal 2

(1) PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN.
(2) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP.
(3) Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik.
(4) PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak.
(5) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
(6) Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.
(7) Faktur Pajak wajib dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
(8) PKP dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik apabila data Faktur Pajak berbentuk elektronik dimaksud rusak atau hilang.
(9) Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) dapat dibuat dalam hal terjadi keadaan tertentu.


BAB II
KEWAJIBAN DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

Pasal 3

(1) PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk setiap:
  1. penyerahan BKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang PPN;
  2. penyerahan JKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPN;
  3. ekspor BKP berwujud sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPN;
  4. ekspor BKP tidak berwujud sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPN; dan/atau
  5. ekspor JKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPN.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
  1. saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
  2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
  3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
  4. saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP; atau
  5. saat lain yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN.
(3) Saat penyerahan BKP dan/ atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, serta saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 4

(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), PKP dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3) Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
(4) Dalam hal terdapat pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan penyerahan, Faktur Pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib dibuat Faktur Pajak dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas penyerahan dengan kode transaksi yang sama, untuk tiap-tiap kode transaksi dimaksud.
(6) Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan /atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu.
(7) Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB III
KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK DAN
KETENTUAN PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK

Pasal 5

Keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP,
b. identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
  1. nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
  2. nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
  4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;
c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPnBM yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.


Pasal 6

(1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
(2) Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(3) Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP.
(4) Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(5) Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
(6) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. nama dan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu nama dan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan
  2. alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu alamat tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan yang menerima BKP dan/atau JKP.
(7) Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tempat pendaftaran Wajib Pajak dan pelaku usaha melalui sistem elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha PKP pada kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan kantor pelayanan pajak madya.
(8) Contoh pencantuman alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta pencantuman nama, alamat, dan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 7

(1) Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
(2) Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru kepada Pembeli BKP untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka kendaraan bermotor baru dimaksud.
(3) Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan, jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud.
(4) Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP kepada Pembeli BKP di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, keterangan jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan nama BKP sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya berikut kode pos tarif sesuai dengan buku tarif kepabeanan Indonesia.


Pasal 8

(1) PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dihitung dalam satuan mata uang Rupiah.
(2) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah, penghitungan PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut harus dikonversi ke dalam satuan mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat.


Pasal 9

(1) Kode dan NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:
  1. 2 (dua) digit kode transaksi;
  2. 1 (satu) digit kode status; dan
  3. 13 (tiga belas) digit NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Tanggal pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f merupakan tanggal Faktur Pajak dibuat.
(3) Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 10

(1) Nama PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g wajib diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk bagi warga negara Indonesia atau paspor bagi warga negara asing, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
(2) PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang namanya telah didaftarkan sebagai penanda tangan Faktur Pajak pada aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) pejabat/pegawai yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, dan pejabat/pegawai yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak setelah pemusatan, PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang harus mendaftarkan pejabat/pegawai dimaksud sebagai penanda tangan Faktur Pajak.
(5) Tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g dalam Faktur Pajak berupa Tanda Tangan Elektronik.


Pasal 11

(1) Penjelasan mengenai tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


BAB IV
BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

Pasal 12

(1) Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dibuat dengan menggunakan aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dicantumkan tanda tangan berbentuk Tanda Tangan Elektronik.
(2) Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut e-Faktur.
(3) Bentuk e-Faktur yaitu berupa dokumen elektronik Faktur Pajak yang dihasilkan dari aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disebut aplikasi e-Faktur.
(5) Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (user manual) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi e-Faktur.
(6) e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
(7) Contoh tampilan e-Faktur dalam hal e-Faktur dicetak dalam bentuk portable document format dan/atau kertas (hardcopy) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 13

(1) Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) terdiri atas:
  1. aplikasi e-Faktur ClientDesktop;
  2. aplikasi e-Faktur Web Based; dan
  3. aplikasi e-Faktur Host-to-Host.
(2) Aplikasi e-Faktur Host-to-Host sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur melalui penyedia jasa aplikasi perpajakan yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan layanan penyediaan aplikasi perpajakan berupa penyelenggaraan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.
(3) Penyedia jasa aplikasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai penyediajasa aplikasi perpajakan.


Pasal 14

(1) PKP dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) sepanjang memiliki:
  1. Sertifikat Elektronik;
  2. akun PKP yang telah diaktivasi; dan
  3. NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Permintaan dan pemberian Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan PER-04/PJ/2020.
(3) Permintaan dan pemberian keputusan aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan PER-04/PJ/2020.
(4) Dalam hal atas permintaan aktivasi akun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PER-04/PJ/2020, kepala kantor pelayanan pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan:
  1. menyerahkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi secara langsung kepada PKP; dan
  2. mengirimkan Password kepada PKP melalui alamat posel (email) yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Contoh format surat pemberitahuan Kode Aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 15

(1) NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diperoleh berdasarkan permintaan yang disampaikan oleh PKP secara:
a. elektronik melalui laman yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan yang wilayah kerj anya meliputi:
  1. tempat tinggal PKP, bagi PKP orang pribadi dan PKP warisan belum terbagi; atau
  2. tempat kedudukan PKP, bagi PKP badan dan PKP instansi pemerintah.
(2) Pengajuan permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan petunjuk penggunaan (user manual) yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Pengajuan permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara menyampaikan surat permintaan NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) NSFP hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. memiliki Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4);
  2. memiliki akun PKP yang telah diaktivasi; dan
  3. telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan NSFP.
(5) Atas permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan secara elektronik surat pemberian NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Atas permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat pemberian NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Jumlah NSFP yang diberikan kepada:
a. PKP yang baru dikukuhkan pada bulan diajukannya permintaan NSFP atau PKP yang belum pernah membuat dan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN, yaitu sejumlah yang diminta paling banyak 75 (tujuh puluh lima) NSFP; atau
b. PKP yang sebelumnya telah membuat dan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN, mengikuti ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal jumlah Faktur Pajak pada 3 (tiga) Masa Pajak sebelumnya sama dengan atau kurang dari 75 (tujuh puluh lima) Faktur Pajak, yaitu sejumlah yang diminta paling banyak 75 (tujuh puluh lima) NSFP; atau
  2. dalam hal jumlah Faktur Pajak pada 3 (tiga) Masa Pajak sebelumnya lebih dari 75 (tujuh puluh lima) Faktur Pajak, yaitu sejumlah yang diminta paling banyak 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah Faktur Pajak yang dibuat pada 3 (tiga) Masa Pajak sebelumnya yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
(8) Dalam hal lupa atau kehilangan Kode Aktivasi atau Password sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, PKP dapat mengajukan permohonan cetak ulang Kode Aktivasi dan kirim ulang Password secara tertulis, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.


Pasal 16

(1) Dikecualikan dari ketentuan mengenai jumlah NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), permintaan NSFP dengan jumlah tertentu dapat diajukan oleh PKP yang:
  1. baru dikukuhkan sebagai PKP pada bulan diajukannya permintaan NSFP;
  2. telah melakukan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan/atau
  3. mengalami peningkatan usaha,
yang karena kegiatan usahanya membutuhkan NSFP dengan jumlah tertentu.
(2) Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak dikukuhkan sebagai PKP.
(3) Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak berlakunya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang.
(4) PKP yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi:
  1. tempat tinggal PKP, bagi PKP orang pribadi dan PKP warisan belum terbagi; atau
  2. tempat kedudukan PKP, bagi PKP badan dan PKP instansi pemerintah,
dengan cara menyampaikan surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Atas permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), serta memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 17

NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak mulai tanggal surat pemberian NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) atau ayat (6), atau Pasal 16 ayat (5) sesuai dengan tahun peruntukan yang tercantum dalam surat pemberian NSFP dimaksud.



Pasal 18

(1) e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) wajib diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak menggunakan aplikasi e-Faktur dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur.
(2) Persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang:
  1. NSFP yang digunakan untuk penomoran e-Faktur merupakan NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
  2. e-Faktur diunggah (di-upload) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak.
(4) Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran huruf A angka 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 19

Faktur penjualan yang diterbitkan oleh PKP termasuk dalam pengertian e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) sepanjang:

  1. dicantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
  2. diunggah (di-upload) dengan menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).


Pasal 20

Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dibebaskan dari pengenaan PPN, atau PPN atau PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah, harus diberikan keterangan mengenai:

  1. PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, dibebaskan, atau ditanggung pemerintah; dan
  2. peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mendasarinya, melalui aplikasi e-Faktur.


Pasal 21

(1) PKP di tempat lain dalam daerah pabean, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus wajib membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atas penyerahan BKP kepada Pembeli BKP di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
(2) Dikecualikan dari kewajiban pembuatan e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Faktur Pajak atas:
  1. penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5a) Undang-Undang PPN;
  2. penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP, yang bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN; dan
  3. penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN, dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri.


BAB V
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN
DAN PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

Pasal 22

(1) PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang salah dalam pengisian atau penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang benar, lengkap, dan jelas, dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti.
(2) Tata cara pembuatan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 23

(1) PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) untuk Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
  1. BKP dan/atau JKP yang transaksinya dibatalkan; atau
  2. barang dan/atau jasa yang seharusnya tidak dibuatkan Faktur Pajak.
(2) Tata cara pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 24

(1) Pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan menggunakan aplikasi e-Faktur.
(2) Pembuatan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan dimaksud masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP atau barang dan/atau menyerahkan JKP atau jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SPT Masa PPN, PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal PKP Pembeli BKP atau pembeli barang dan/atau Penerima JKP atau penerima jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SPT Masa PPN, PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


BAB VI
FAKTUR PAJAK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK
PEDAGANG ECERAN

Pasal 25

(1) Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) merupakan penyerahan yang dilakukan secara eceran.
(2) Karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pembeli barang dan/atau penerima jasa mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima; dan
  2. pembeli barang dan/atau penerima jasa tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima untuk kegiatan usaha.
(3) PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, merupakan PKP pedagang eceran.
(4) PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 26

(1) PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan:
  1. keterangan mengenai identitas Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b; dan
  2. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g,
untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat:
  1. nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
  2. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
  3. PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut; dan
  4. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
(3) Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
(4) Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
(5) PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat:
  1. termasuk dalam harga jual atau penggantian; atau
  2. dicantumkan secara terpisah dari harga jual atau penggantian.
(6) Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat ditentukan sendiri sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran.
(7) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat paling sedikit untuk:
  1. Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP; dan
  2. arsip PKP pedagang eceran.
(8) Arsip PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dapat berupa rekaman Faktur Pajak dalam bentuk media elektronik sebagai sarana penyimpanan data.
(9) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.


Pasal 27

(1) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk elektronik.
(3) PKP pedagang eceran dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran.
(4)  Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan kepentingan PKP pedagang eceran.
(5) Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh PKP pedagang eceran.


Pasal 28

(1) PKP dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atas:
  1. pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP yang tidak berkaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya atau digunakan untuk kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP yang bersangkutan; dan
  2. pemberian cuma-cuma atas BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
(2) PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.


Pasal 29

(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Faktur Pajak atas penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3).
(2) BKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
  2. angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht;
  3. angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara;
  4. tanah dan/atau bangunan; dan
  5. senjata api dan/atau peluru senjata api.
(3) JKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. jasa penyewaan angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
  2. jasa penyewaan angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht;
  3. jasa penyewaan angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara; dan
  4. jasa penyewaan tanah dan/atau bangunan.


BAB VII
PERSYARATAN FORMAL DAN MATERIAL FAKTUR PAJAK,
FAKTUR PAJAK TIDAK LENGKAP, FAKTUR PAJAK TERLAMBAT
DIBUAT, DAN FAKTUR PAJAK DIANGGAP TIDAK DIBUAT

Pasal 30

(1) Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas, sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Faktur Pajak memenuhi persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.


Pasal 31

(1) Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dalam hal:
  1. e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2);
  2. mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau se sungguhnya; dan/atau
  3. berisi keterangan yang tidak sesuai dengan ketentuan pengisian keterangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap.
(3) PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
(4) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
(5) Contoh mengenai Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 32

(1) Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3).
(2) PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
(3) Contoh mengenai Faktur Pajak terlambat dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak terlambat dibuat tercantum dalam Lampiran huruf A angka 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 33

(1) Faktur Pajak dianggap tidak dibuat dalam hal Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3).
(2) PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
(3) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
(4) Contoh mengenai Faktur Pajak dianggap tidak dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VIII
PELAPORAN FAKTUR PAJAK

Pasal 34

(1) PKP yang membuat Faktur Pajak wajib melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) pada Masa Pajak yang sama dengan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
(2) Tata cara pelaporan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian, serta penyampaian SPT Masa PPN.
(3) PKP yang tidak memenuhi kewajiban melaporkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


BAB IX
TATA CARA PENGAJUAN PERMINTAAN DAN
PEMBERIAN DATA e-FAKTUR YANG RUSAK ATAU HILANG

Pasal 35

(1) Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) dapat diajukan oleh PKP secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan jika data e-Faktur rusak atau hilang.
(2) Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada data e-Faktur yang dibuat dan telah diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak serta telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Permintaan data e-Faktur secara langsung ke kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat permintaan data e-Faktur menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Kepala kantor pelayanan pajak memberikan data e-Faktur yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara langsung paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan data e-Faktur diterima secara lengkap.


BAB X
KEADAAN TERTENTU

Pasal 36

(1) PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Bentuk dan ukuran Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat paling sedikit untuk:
  1. Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP; dan
  2. arsip PKP yang membuat Faktur Pajak.
(6) Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembetulan atau penggantian, Faktur Pajak pengganti dibuat berbentuk kertas (hardcopy).
(7) Dalam hal keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) wajib direkam dan diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh PKP menggunakan aplikasi e-Faktur untuk memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
(8) Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembatalan, pembatalan Faktur Pajak direkam pada aplikasi e-Faktur pada saat keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak.
(9) Ketentuan mengenai batas waktu mengunggah (meng-upload) e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 37

(1) e-Faktur yang telah diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) merupakan Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP.
(2) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP sepanjang PPN dimaksud:
  1. bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN; dan
  2. tercantum dalam Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
(3) Pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tergantung pada pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dimaksud.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:

1. dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang:
  1. mencantumkan alamat Pembeli BKP atau Penerima JKP yang berbeda dengan alamat yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP, sepanjang alamat dimaksud merupakan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya;
  2. dibuat sebelum implementas aplikasi e-Faktur dan menggunakan NSFP selain yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  3. dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan menggunakan NSFP ganda;
  4. dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan tanggal pembuatannya mendahului tanggal surat pemberian NSFP; dan/atau
  5. ditandatangani oleh PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak, tetapi tidak diberitahukan atau terlambat diberitahukan ke kantor pelayanan pajak,
yang dibuat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
2. aplikasi e-Faktur Host-to-Host yang digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur sebagaimana diatur dalam Pasal IA ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2019 tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, tetap dapat digunakan sampai dengan dicabutnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penetapan sebagai PKP yang menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran;
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2019 tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan; dan
  4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, 

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 40

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Maret 2022

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd


SURYO UTOMO