TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 03/PJ/2022
TENTANG
FAKTUR PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG FAKTUR PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
Pasal 2
(1) | PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN. |
(2) | Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP. |
(3) | Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik. |
(4) | PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak. |
(5) | PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. |
(6) | Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. |
(7) | Faktur Pajak wajib dilaporkan dalam SPT Masa PPN. |
(8) | PKP dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik apabila data Faktur Pajak berbentuk elektronik dimaksud rusak atau hilang. |
(9) | Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) dapat dibuat dalam hal terjadi keadaan tertentu. |
BAB II
KEWAJIBAN DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 3
(1) | PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk setiap:
|
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
|
(3) | Saat penyerahan BKP dan/ atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, serta saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 4
(1) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), PKP dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan. |
(3) | Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP. |
(4) | Dalam hal terdapat pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan penyerahan, Faktur Pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib dibuat Faktur Pajak dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas penyerahan dengan kode transaksi yang sama, untuk tiap-tiap kode transaksi dimaksud. |
(6) | Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan /atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu. |
(7) | Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB III
KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK DAN
KETENTUAN PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK
Pasal 5
Keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. | nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP, |
b. | identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
|
c. | jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga; |
d. | PPN yang dipungut; |
e. | PPnBM yang dipungut; |
f. | kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g. | nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. |
Pasal 6
(1) | Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP. |
(2) | Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya. |
(3) | Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP. |
(4) | Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya. |
(5) | Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP. |
(6) | Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tempat pendaftaran Wajib Pajak dan pelaku usaha melalui sistem elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha PKP pada kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan kantor pelayanan pajak madya. |
(8) | Contoh pencantuman alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta pencantuman nama, alamat, dan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 7
(1) | Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan. |
(2) | Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru kepada Pembeli BKP untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka kendaraan bermotor baru dimaksud. |
(3) | Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan, jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud. |
(4) | Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP kepada Pembeli BKP di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, keterangan jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan nama BKP sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya berikut kode pos tarif sesuai dengan buku tarif kepabeanan Indonesia. |
Pasal 8
(1) | PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dihitung dalam satuan mata uang Rupiah. |
(2) | Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah, penghitungan PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut harus dikonversi ke dalam satuan mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat. |
Pasal 9
(1) | Kode dan NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:
|
(2) | Tanggal pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f merupakan tanggal Faktur Pajak dibuat. |
(3) | Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 10
(1) | Nama PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g wajib diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk bagi warga negara Indonesia atau paspor bagi warga negara asing, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani. |
(2) | PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang namanya telah didaftarkan sebagai penanda tangan Faktur Pajak pada aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) pejabat/pegawai yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, dan pejabat/pegawai yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak setelah pemusatan, PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang harus mendaftarkan pejabat/pegawai dimaksud sebagai penanda tangan Faktur Pajak. |
(5) | Tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g dalam Faktur Pajak berupa Tanda Tangan Elektronik. |
Pasal 11
(1) | Penjelasan mengenai tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) | Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
BAB IV
BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 12
(1) | Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dibuat dengan menggunakan aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dicantumkan tanda tangan berbentuk Tanda Tangan Elektronik. |
(2) | Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut e-Faktur. |
(3) | Bentuk e-Faktur yaitu berupa dokumen elektronik Faktur Pajak yang dihasilkan dari aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disebut aplikasi e-Faktur. |
(5) | Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (user manual) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi e-Faktur. |
(6) | e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy). |
(7) | Contoh tampilan e-Faktur dalam hal e-Faktur dicetak dalam bentuk portable document format dan/atau kertas (hardcopy) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 13
(1) | Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) terdiri atas:
|
(2) | Aplikasi e-Faktur Host-to-Host sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur melalui penyedia jasa aplikasi perpajakan yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan layanan penyediaan aplikasi perpajakan berupa penyelenggaraan aplikasi e-Faktur Host-to-Host. |
(3) | Penyedia jasa aplikasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai penyediajasa aplikasi perpajakan. |
Pasal 14
(1) | PKP dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) sepanjang memiliki:
|
(2) | Permintaan dan pemberian Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan PER-04/PJ/2020. |
(3) | Permintaan dan pemberian keputusan aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan PER-04/PJ/2020. |
(4) | Dalam hal atas permintaan aktivasi akun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PER-04/PJ/2020, kepala kantor pelayanan pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan:
|
(5) | Contoh format surat pemberitahuan Kode Aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 15
(1) | NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diperoleh berdasarkan permintaan yang disampaikan oleh PKP secara:
|
||||
(2) | Pengajuan permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan petunjuk penggunaan (user manual) yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||
(3) | Pengajuan permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara menyampaikan surat permintaan NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(4) | NSFP hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||
(5) | Atas permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan secara elektronik surat pemberian NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(6) | Atas permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat pemberian NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(7) | Jumlah NSFP yang diberikan kepada:
|
||||
(8) | Dalam hal lupa atau kehilangan Kode Aktivasi atau Password sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, PKP dapat mengajukan permohonan cetak ulang Kode Aktivasi dan kirim ulang Password secara tertulis, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(9) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
Pasal 16
(1) | Dikecualikan dari ketentuan mengenai jumlah NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), permintaan NSFP dengan jumlah tertentu dapat diajukan oleh PKP yang:
|
(2) | Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak dikukuhkan sebagai PKP. |
(3) | Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak berlakunya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang. |
(4) | PKP yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi:
|
(5) | Atas permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), serta memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 17
NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak mulai tanggal surat pemberian NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) atau ayat (6), atau Pasal 16 ayat (5) sesuai dengan tahun peruntukan yang tercantum dalam surat pemberian NSFP dimaksud.
Pasal 18
(1) | e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) wajib diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak menggunakan aplikasi e-Faktur dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur. |
(2) | Persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang:
|
(3) | e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak. |
(4) | Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran huruf A angka 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 19
Faktur penjualan yang diterbitkan oleh PKP termasuk dalam pengertian e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) sepanjang:
Pasal 20
Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dibebaskan dari pengenaan PPN, atau PPN atau PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah, harus diberikan keterangan mengenai:
Pasal 21
(1) | PKP di tempat lain dalam daerah pabean, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus wajib membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atas penyerahan BKP kepada Pembeli BKP di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
(2) | Dikecualikan dari kewajiban pembuatan e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Faktur Pajak atas:
|
BAB V
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN
DAN PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
Pasal 22
(1) | PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang salah dalam pengisian atau penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang benar, lengkap, dan jelas, dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti. |
(2) | Tata cara pembuatan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 23
(1) | PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) untuk Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
|
(2) | Tata cara pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 24
(1) | Pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan menggunakan aplikasi e-Faktur. |
(2) | Pembuatan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan dimaksud masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP atau barang dan/atau menyerahkan JKP atau jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SPT Masa PPN, PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Dalam hal PKP Pembeli BKP atau pembeli barang dan/atau Penerima JKP atau penerima jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SPT Masa PPN, PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB VI
FAKTUR PAJAK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK
PEDAGANG ECERAN
Pasal 25
(1) | Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) merupakan penyerahan yang dilakukan secara eceran. |
(2) | Karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, merupakan PKP pedagang eceran. |
(4) | PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 26
(1) | PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan:
|
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat:
|
(3) | Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP. |
(4) | Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan. |
(5) | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat:
|
(6) | Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat ditentukan sendiri sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran. |
(7) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat paling sedikit untuk:
|
(8) | Arsip PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dapat berupa rekaman Faktur Pajak dalam bentuk media elektronik sebagai sarana penyimpanan data. |
(9) | PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. |
Pasal 27
(1) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk elektronik. |
(3) | PKP pedagang eceran dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran. |
(4) | Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan kepentingan PKP pedagang eceran. |
(5) | Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh PKP pedagang eceran. |
Pasal 28
(1) | PKP dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atas:
|
(2) | PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. |
Pasal 29
(1) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Faktur Pajak atas penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3). |
(2) | BKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | JKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
BAB VII
PERSYARATAN FORMAL DAN MATERIAL FAKTUR PAJAK,
FAKTUR PAJAK TIDAK LENGKAP, FAKTUR PAJAK TERLAMBAT
DIBUAT, DAN FAKTUR PAJAK DIANGGAP TIDAK DIBUAT
Pasal 30
(1) | Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas, sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
(2) | Faktur Pajak memenuhi persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. |
Pasal 31
(1) | Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dalam hal:
|
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap. |
(3) | PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. |
(4) | PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. |
(5) | Contoh mengenai Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 32
(1) | Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3). |
(2) | PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. |
(3) | Contoh mengenai Faktur Pajak terlambat dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak terlambat dibuat tercantum dalam Lampiran huruf A angka 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 33
(1) | Faktur Pajak dianggap tidak dibuat dalam hal Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3). |
(2) | PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. |
(3) | PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. |
(4) | Contoh mengenai Faktur Pajak dianggap tidak dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIII
PELAPORAN FAKTUR PAJAK
Pasal 34
(1) | PKP yang membuat Faktur Pajak wajib melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) pada Masa Pajak yang sama dengan tanggal pembuatan Faktur Pajak. |
(2) | Tata cara pelaporan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian, serta penyampaian SPT Masa PPN. |
(3) | PKP yang tidak memenuhi kewajiban melaporkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB IX
TATA CARA PENGAJUAN PERMINTAAN DAN
PEMBERIAN DATA e-FAKTUR YANG RUSAK ATAU HILANG
Pasal 35
(1) | Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) dapat diajukan oleh PKP secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan jika data e-Faktur rusak atau hilang. |
(2) | Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada data e-Faktur yang dibuat dan telah diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak serta telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Permintaan data e-Faktur secara langsung ke kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat permintaan data e-Faktur menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Kepala kantor pelayanan pajak memberikan data e-Faktur yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara langsung paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan data e-Faktur diterima secara lengkap. |
BAB X
KEADAAN TERTENTU
Pasal 36
(1) | PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur. |
(2) | Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Bentuk dan ukuran Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat paling sedikit untuk:
|
(6) | Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembetulan atau penggantian, Faktur Pajak pengganti dibuat berbentuk kertas (hardcopy). |
(7) | Dalam hal keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) wajib direkam dan diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh PKP menggunakan aplikasi e-Faktur untuk memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. |
(8) | Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembatalan, pembatalan Faktur Pajak direkam pada aplikasi e-Faktur pada saat keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(9) | Ketentuan mengenai batas waktu mengunggah (meng-upload) e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37
(1) | e-Faktur yang telah diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) merupakan Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP. |
(2) | PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP sepanjang PPN dimaksud:
|
(3) | Pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tergantung pada pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dimaksud. |
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. | dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang:
|
2. | aplikasi e-Faktur Host-to-Host yang digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur sebagaimana diatur dalam Pasal IA ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2019 tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, tetap dapat digunakan sampai dengan dicabutnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penetapan sebagai PKP yang menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host. |
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2022
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
SURYO UTOMO