Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Pajak Nomor P-30/BC/2010

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN  PAJAK
NOMOR : P - 30/BC/2010

TENTANG 

INDIKASI PELAKSANAAN PENGGABUNGAN DAN PRODUKSI
BARANG IMPOR KE DAN DARI LOKASI PENIMBUNAN SEMENTARA
DI BIDANG PELAYANAN PABEAN TERPADU

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN PAJAK,

Anggap:


  1. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengawasan pemasukan dan produksi barang impor ke dan dari Tempat Penumpukan Sementara di Kawasan Server Pabean Terpadu dan dalam rangka pelaksanaan pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.04/2009 tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu, perlu diatur indikasi pelaksanaan pemasukan dan produksi barang impor ke dan dari Tempat Penumpukan Sementara di Kawasan Pabean Terpadu;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak atas Indikasi Pelaksanaan Penggabungan dan Produksi Barang Impor ke dan dari Tempat Penanaman Sementara di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu;

Mengingat:


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kemiskinan (Lembar Nasional Republik Indonesia 1995 Nomor 75, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pajak (Lembar Nasional Republik Indonesia 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar Nasional Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembar Nasional Republik Indonesia Nomor 4755);
  3. Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penebangan Sementara;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.04/2007 tentang Produksi Barang Impor atau Barang Ekspor dari Daerah Pabean yang Akan Diangkut Langsung atau Lebih Lanjut dan Produksi Barang Impor dari Daerah Pabean Akan Diangkut ke Tempat Penumpukan Sementara di Daerah Pabean Lainnya sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.04/2010;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di Bidang Impor;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.04/2007 tentang Impor Sementara;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Produksi Barang Impor Untuk Digunakan;
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2007 tentang Repatriasi Barang Impor;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.04/2006 tentang Penyelesaian Barang yang Dinyatakan Tidak Bertenaga, Barang Bertenaga Negara, dan Barang yang Merupakan Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.04/2008;
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Kode Kerja Lembaga Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Pajak;
  11. Peraturan Menteri Keuangan No. 232/PMK.04/2009 tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu;
  12. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-20/BC/2007 tentang Indikator Pelaksanaan Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penanaman Sementara;
  13. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-20/BC/2008 tentang Perintah Pelaksanaan Produksi Barang Impor dari Kawasan Pabean yang Akan Ditumpuk di Tempat Penanaman Berikat;
  14. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-42/BC/2008 tentang Indikasi Pelaksanaan Produksi Barang Impor Untuk Digunakan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Nomor Pajak P-08/BC/2009;
  15. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR KE DAN DARI TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA DI KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

  1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu yang selanjutnya disingkat dengan KPPT adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai yang berupa Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat dan Tempat Konsolidasi Barang Ekspor, dan dapat dilengkapi dengan tempat usaha lainnya dalam rangka mendukung kelancaran lalu lintas barang impor dan ekspor.
  3. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat dengan TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penagguhan bea masuk.
  5. TPS di luar KPPT adalah TPS di pelabuhan bongkar Tanjung Priok.
  6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  7. Pejabat Bea dan Cukai adalah Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  8. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.


BAB II
PEMASUKAN BARANG IMPOR KE TPS DI KPPT

Pasal 2

(1) Pemasukan barang impor ke TPS di KPPT dilakukan dari TPS di luar
KPPT.
(2) Pemasukan barang impor ke TPS di KPPT hanya dapat dilakukan oleh:
  1. Pengusaha TPB; atau
  2. Importir Produsen yang berisiko rendah atau menengah;
yang telah dilakukan penunjukan oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal.
(3) Penunjukan pengusaha TPB atau Importir Produsen yang berisiko rendah atau menengah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat rekomendasi Direktur Teknis Kepabeanan dan Direktur Penindakan dan Penyidikan.


Pasal 3

(1) Untuk dapat ditunjuk sebagai pengusaha TPB atau Importir Produsen yang berisiko rendah atau menengah yang dapat memasukan barang impor ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), pengusaha TPB atau Importir Produsen mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan melalui Pengelola KPPT.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola KPPT membuat daftar Pengusaha TPB atau Importir Produsen yang diusulkan untuk dapat memasukan barang impor ke TPS di KPPT dan menyampaikan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan daftar Pengusaha TPB atau Importir Produsen yang diusulkan untuk dapat memasukan barang impor ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan daftar Pengusaha TPB atau Importir Produsen yang diusulkan untuk dapat memasukan barang impor ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal tentang daftar Pengusaha TPB atau Importir Produsen yang dapat memasukan barang impor ke TPS di KPPT.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan daftar Pengusaha TPB atau Importir Produsen yang diusulkan untuk dapat memasukan barang impor ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan Surat Penolakan dengan disertai alasan penolakan.


Pasal 4

(1) Pemasukan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya dengan kode BC 1.2.
(2) Bentuk, isi dan petunjuk pengisian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberitahuan pabean pengangkutan barang.


Pasal 5

(1) Pemasukan barang impor ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan oleh Pengusaha TPS di KPPT atas permohonan atau dengan persetujuan dari pengusaha TPB atau Importir Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Dalam rangka pemasukan barang impor ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha TPS di KPPT menyampaikan pemberitahuan pabean dengan kode BC 1.2 ke Kantor Pabean yang mengawasi TPS di luar KPPT.
(3) Pengeluaran barang impor dari TPS di luar KPPT untuk dimasukkan ke TPS di KPPT dilakukan setelah pemberitahuan pabean dengan kode BC  1.2 mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran serta telah diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPS di luar KPPT.
(4) Tatacara pemasukan barang impor ke TPS di KPPT dan pengeluaran barang impor dari TPS di luar KPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditetapkan dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB III
PENYEGELAN

Pasal 6

(1) Pengangkutan barang impor untuk dimasukkan ke TPS di KPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 :
  1. dilakukan penyegelan dengan menggunakan tanda pengaman elektronik pada setiap peti kemas; dan
  2. diangkut dengan alat angkut yang telah terdaftar di KPPT.
(2) Bentuk dan jenis segel atau tanda pengaman elektronik dalam rangka penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pengelola KPPT setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Penindakan dan Penyidikan.
(3) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengelola KPPT selaku Pengusaha TPS di KPPT.


BAB IV
PENIMBUNAN DAN PENGELUARAN
BARANG IMPOR DARI TPS DI KPPT

Pasal 7

Terhadap barang impor yang dimasukkan ke TPS di KPPT berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara.



Pasal 8

Barang impor dapat dikeluarkan dari TPS di KPPT setelah dipenuhinya kewajiban kepabeanan untuk:

  1. ditimbun di TPB;
  2. diimpor untuk dipakai;
  3. diimpor sementara; atau
  4. diekspor kembali.


Pasal 9

(1) Pengeluaran barang impor dari TPS di KPPT dengan tujuan untuk ditimbun di TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk ditimbun di TPB.
(2) Pengeluaran barang impor dari TPS di KPPT dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
(3) Pengeluaran barang impor dari TPS di KPPT dengan tujuan diimpor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor sementara.
(4) Pengeluaran barang impor dari TPS di KPPT dengan tujuan diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor kembali barang impor.


BAB V
PENUTUP

Pasal 10

Aturan Direktur Jenderal mulai berlaku 30 hari sejak tanggal ditetapkan.






Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 07 Juni 2010

DIRJEN,ttd


,-


THOMAS SUGIJATA

NIP 19510621 197903 1.001