PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN PAJAK
NOMOR : P - 35/BC/2010
TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN PAJAK NOMOR
P-20/BC/2008 TENTANG PELAKSANAAN PRODUKSI BARANG IMPOR DARI
DAERAH PABEAN UNTUK DITUMPUK
DI TEMPAT PENIMBUNAN TERIKAT DIRJEN BEA DAN PAJAK,
Anggap:
- bahwa dalam rangka meningkatkan kelancaran pelayanan produksi barang dari Kawasan Pabean ke Tempat Berkebun Berikat, perlu dilakukan perubahan pelaksanaan pelaksanaan produksi barang impor dari Kawasan Pabean untuk ditumpuk di Tempat Berkebun Berikat;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dibentuk Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Pajak Nomor P-20/BC/2008 Tentang Perintah Eksekusi Barang Impor Dari Kawasan Pabean yang Akan Ditumpuk Di Tempat Berkebun Berikat;
Mengingat:
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kemiskinan (Lembar Nasional Republik Indonesia 1995 Nomor 75, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pajak (Lembar Nasional Republik Indonesia 1995 Nomor 76, Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105 Lembar Nasional Tambahan Republik Indonesia Nomor 4755);
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penumpukan Berikat (Lembar Nasional Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembar Nasional Republik Indonesia Nomor 4998);
- Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-20/BC/2008 tentang Perintah Pelaksanaan Produksi Barang Impor Dari Daerah Pabean yang Akan Ditumpuk Di Tempat Penanaman Berikat;
MEMUTUSKAN:
Setting :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN PAJAK ATAS PERUBAHAN ATURAN DIRJEN BEA DAN PAJAK NOMOR P-20/BC/2008 TENTANG PELAKSANAAN PRODUKSI BARANG IMPOR DARI WILAYAH PABEAN YANG AKAN DITUMPUK DI LOKASI PENIMBUNAN BERIKAT.
Bab I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-20/BC/2008 Tentang Pelaksanaan Barang Impor Dari Daerah Pabean yang Akan Ditumpuk Di Tempat Penumpukan Berikat, diubah sebagai berikut:
1. |
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian 2
(1) |
Produksi barang impor dari Daerah Pabean yang akan ditumpuk di TPB dengan memperoleh penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor harus diberitahukan oleh Pengusaha TPB dengan menggunakan BC 2.3. |
(2) |
Dalam hal barang yang akan disetorkan ke Wilayah Sekutu yang diimpor melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT), Operator Wilayah Sekutu dapat memberikan daya pada pengiriman BC 2.3 ke PJT yang ditunjuk dalam waktu 1 (satu) bulan. |
(3) |
Pengusaha TPB dan Pengusaha PJT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengisi SM 2.3 secara penuh dan bertanggung jawab atas kebenaran data yang diisi dalam SM 2.3. |
|
2. |
Antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) Pasal 2A sampai dengan Pasal 2A berbunyi sebagai berikut:
Bab 2A
(1) |
Untuk dapat menyampaikan SM 2.3, PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi ketentuan:
- telah ditetapkan sebagai Pengusaha Manajemen Pelayanan (PPJK);
- ada kerja sama yang jelas antara PJT dan Operator Wilayah Sekutu yang bersangkutan;
- telah memperoleh wewenang dari Penyelenggara Kawasan Berikat terkait untuk memberitahukan BC 2.3;
- memiliki sistem Teknologi Informasi yang terintegrasi dengan sistem komputer layanan Direktorat Jenderal Bea dan Pajak;
- memiliki atau menguasai tempat dengan batasan yang jelas untuk menimbun barang-barang yang diberitahukan dengan SM 2.3 dan tempat untuk melakukan pemeriksaan fisik; Dan
- berat barang yang dikirim tidak melebihi 100 (seratus) kg netto untuk setiap Rumah AWB atau Rumah B/L.
|
(2) |
Pengusaha PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) bertanggung jawab atas pemasukan dan pajak atas perintah impor lain yang terutang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. |
(3) |
Penyelenggara PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tidak diperkenankan untuk memberitahukan kembali BC 2.3 dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, dalam hal:
- barang yang diberitahukan tidak dimasukkan ke dalam Kawasan Berikat tujuan dalam jangka waktu 4 (empat) hari, dihitung sejak tanggal SPPB-TPB sampai dengan tanggal selesainya pemasukan pada kolom nota masuk pada kolom nota masuk di SPPB-TPB; dan/atau
- Kawasan Berikat tujuan menyatakan bahwa barang yang dikirim melalui PJT bukanlah barang yang dialokasikan atau dipesan kawasan berikat yang bersangkutan.
|
(4) |
Pengusaha PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) memberitahukan kepada Kantor Pengawasan dan Kantor Pembangkangan tentang bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. |
|
3. |
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian 5
(1) |
BC 2.3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) disampaikan oleh Pengusaha TPB kepada Kantor Pabean dan Pajak yang mengawasi TPB dengan menggunakan media penyimpanan data elektronik. |
(2) |
Dalam hal TPB di bawah Kantor Pengawasan yang sudah memiliki sistem PDE BC 2.3, Pengusaha TPB wajib menyampaikan BC 2.3 ke Kantor Pengawasan menggunakan sistem PDE. |
(3) |
Dalam hal pemberitahuan BC 2.3 diberdayakan kepada PJT, Pengusaha PJT yang bersangkutan wajib mengirimkan BC 2.3 ke kantor bea dan pajak yang mengawasi Kawasan Berikat. |
(4) |
Perintah produksi barang impor dari daerah pabean yang akan ditumpuk di lokasi penimbunan berikat menggunakan media penyimpanan data elektronik sebagaimana ditentukan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-20/BC/2008 tentang Pelaksanaan Barang Impor Dari Kawasan Pabean yang Akan Ditumpuk Di Tempat Penanaman Berikat. |
(5) |
Perintah produksi barang impor dari daerah pabean yang akan ditumpuk di lokasi penimbunan berikat dengan menggunakan sistem pertukaran data elektronik sebagaimana ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-20/BC/2008 tentang Pelaksanaan Barang Impor Dari Kawasan Pabean yang Akan Ditumpuk Di Tempat Berkebun Berikat |
(6) |
Urutan produksi barang impor dari daerah pabean yang akan ditumpuk di Wilayah Sekutu yang disampaikan oleh Pengusaha PJT mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dengan penyesuaian:
- kegiatan yang dilakukan oleh Penyelenggara TPB pada saat pendaftaran BC 2.3 dan produksi barang impor dari Daerah Pabean dilakukan oleh PJT;
- penggabungan barang impor ke TPB dapat dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau Penyelenggara PJT.
|
|
4. |
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian 6
(1) |
Atas penyampaian BC 2.3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pengusaha TPB wajib membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) |
Dalam hal penyampaian BC 2.3 yang dilakukan oleh Pengusaha PJT, kewajiban pembayaran PNBP menjadi tanggung jawab Pengusaha PJT. |
(3) |
Pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara berkala dengan persetujuan Kepala Kantor Pengawasan. |
|
5. |
Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian 7
(1) |
Pada BC 2.3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan peninjauan kembali terhadap dokumen-dokumen yang meliputi:
- kelengkapan dan otorisasi pengisian data BC 2.3; Dan
- alat kelengkapan dokumen pelengkap pabean wajib.
|
(2) |
Dokumen pelengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yang dimaksud sebagai:
- B/L atau AWB;
- Faktur;
- daftar pengepakan; Dan
- dokumen pelengkap lainnya antara lain surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 serta izin/rekomendasi lembaga yang menerbitkan ketentuan larangan dan pembatasan.
|
(3) |
Dalam hal penyajian BC 2.3 menggunakan media penyimpanan data elektronik, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kantor bea dan pajak yang mengawasi TPB. |
(4) |
Dalam hal penyajian BC 2.3 menggunakan sistem PDE, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKP pada Kantor Pengawasan. |
(5) |
Dalam hal barang impor yang diberitahukan menggunakan media penyimpanan data elektronik adalah barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan/atau barang-barang yang memerlukan izin dari instansi terkait, penelitian dilakukan oleh Kantor Bea dan Pajak yang mengawasi TPB. |
(6) |
Dalam hal barang impor yang diberitahukan menggunakan sistem PDE adalah barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan/atau barang-barang yang memerlukan izin/rekomendasi dari lembaga yang menerbitkan ketentuan larangan dan pembatasan, penelitian dilakukan oleh Kantor Bea dan Pajak atas Kantor Pengawasan. |
|
6. |
Antara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) Pasal 7A sampai dengan Pasal 7A berbunyi sebagai berikut:
Bab 7A
(1) |
Pengusaha TPB atau Pengusaha PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib mengisi nomor dan tanggal SM 1.1. dan jabatannya di SM 2.3 diberitahukan. |
(2) |
Pengusaha TPB atau Pengusaha PJT dapat mengajukan BC 2.3 tanpa mengisi nomor, tanggal, dan pos BC 1.1 dengan mengajukan permohonan pemberitahuan terlebih dahulu BC 2.3 kepada Kepala Kantor Pengawasan dengan membobol Kepala Kantor Pembongkaran barang yang dikirim melalui angkutan udara. |
(3) |
Nomor dan tanggal BC 1.1 dengan pos harus diisi sebelum diserahkan ke Kantor Pembongkaran. |
(4) |
Produksi barang impor dari Daerah Pabean dilakukan setelah pos bc 1.1. ditutup oleh Bea dan Kantor Pajak yang mengelola Manifes. |
|
7. |
Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) |
Berdasarkan NPPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pengusaha TPB diberikan waktu untuk menyerahkan dokumen pelengkap pabean lainnya yang dipersyaratkan kepada Pejabat bea dan cukai paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkan NPPD. |
(2) |
Dalam hal pengusaha TPB tidak menyerahkan dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BC 2.3 dikembalikan kepada pengusaha TPB dengan disertai NPP. |
|
8. |
Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) |
Atas BC 2.3 yang mendapat respon SPPB–TPB Merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilakukan pemeriksaan fisik barang di TPB. |
(2) |
Atas hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan Surat Persetujuan Penyelesaian Dokumen (SPPD) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V.F Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-20/BC/2008 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Kawasan Pabean Untuk Ditimbun Di Tempat Penimbunan Berikat. |
(3) |
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat perbedaan jumlah dan jenis barang, Pejabat bea dan cukai menerbitkan nota pembetulan berdasarkan rekomendasi dari unit pengawasan. |
(4) |
Kantor Pengawasan dan/atau Kantor Pembongkaran dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang-barang yang telah memperoleh respon SPPB–TPB dan/atau SPPB-TPB Red selektif berdasarkan manajemen risiko. |
|
9. |
Antara Pasal 22 dan Pasal 23, pasal 1 (satu) Pasal 22A sampai dengan Pasal 22A berbunyi sebagai berikut:
Bab 22A Ketentuan dan pengaturan yang berkaitan dengan pengusaha TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 beserta lampiran Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-20/BC/2008, merupakan ketentuan dan pengaturan kepada pengusaha PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dalam hal pemberitahuan BC 2.3 yang diajukan oleh pengusaha pjT. |
Bab II
(1) |
Penyajian BC 2.3 oleh PJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sebelum tanggal 1 Agustus 2010, mengikuti ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Pajak Nomor P-05/BC/2006 tentang Indikasi Pelaksanaan Solusi Impor Barang Kiriman Melalui Perusahaan Jasa Titipan. |
(2) |
Aturan Dirjen sudah berlaku sejak 1 Agustus 2010. |
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Juni 2010
DIRJEN,Ttd
.-
THOMAS SUGIJATA
NIP 19510621 197903 1.001